Anda di halaman 1dari 35

ILMU HUKUM SEBAGAI KAIDAH HUKUM

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah


Pengantar Ilmu Hukum

Dosen Pengampu:
SITI YULIA MAKKININNAWA, SH., MH

Oleh:
Kelompok 5
Putri Sabrina NIM. 12370521012
Dietia Cahyani Amran NIM. 12370521295
Irwan Nova NIM. 12370514501

KELAS 1D
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas limpahan

rahmatnya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada halangan

yang berarti dan sesuai dengan harapan.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada ibu Siti Yulia sebagai dosen

pengampu mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum yang telah membantu memberikan

arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak

kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu kami sangat mengharapkan

kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat

bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Pekanbaru, 31 Oktober 2023

Kelompok 5

DAFTAR ISI

2
H
COVER…………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR…………………………………………………… i
DAFTAR ISI……………………………………………………………... i
BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………….. 1
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………….…
1.4 Tujuan Penulisan ………………………………………………...........
BAB II: PEMBAHASAN
2.1 pengertian kaidah hukum………………………………………….…..
2.2 Jenis-jenis kaidah hukum dan tujuannya………………………………
2.3 Sifat dan isi kaidah hukum………….………………………….….......
2.4 Bentuk-bentuk kaidah hukum……..………………………….………..
2.5 Sifat dari kaidah hukum………………………………………….……
2.6 Isi dari kaidah hukum…………………………………………….……
2.7 Manfaat dari kaidah hukm…………………………….……….………
2.8 Contoh kaidah hukum…………………………………………………
BAB III: PENUTUP
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………....
3.2 Saran…………………………………………………………..……….
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………….……

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


3
"Manusia adalah makhluk sosial atau zoon Politicon" kata Aristoteles.

Sebagai makhluk sosial selalu ingin hidup berkelompok, hidup bermasyarakat.

Keinginan itu didorong oleh kebutuhan biologis:

a. Hasrat untuk memenuhi makan dan minum atau untuk memenuhi

kebutuhan ekonomi.

b. Hasrat untuk membela diri.

c. Hasrat untuk mengadakan keturunan.

Dalam kehidupan bermasyarakat tersebut manusia mempunyai tujuan untuk

memenuhi kebutuhan. Untuk itu diperlukan hubungan atau kontak antara anggota

masyarakat dalam rangka mencapai tujuannya dan melidungi kepentingannya.

Sebagai pribadi manusia yang pada dasarnya dapat berbuat menurut

kehendaknya secara bebas. Akan tetapi dalam kehidupan bermasyarakat, kebebasan

tersebut dibatasi oleh ketentuan-ketentuan yang mengatur tingkah laku dan sikap

tindak mereka. Apabila tidak ada ketentuan-ketentuan tersebut akan terjadi

ketidakadanya keseimbangan dalam masyarakat dan pertentangan-pertentangan satu

sama lain. Dengan pembawaan sikap pribadinya, manusia biasanya ingin agar

kepentingannya dipenuhi lebih dulu. Tanpa mengingat kepentingan orang lain,

kepentingan itu kadang- kadang sama tetapi juga tidak jarang terjadinya kepetingan
4
yang saling bertentangan. Apabila keadaan yang demikian itu tidak diatur atau tidak

dibatasi, maka yang lemah akan tertindas atau setidak-tidaknya timbul pertentangan-

pertentangan. Aturan dimaksud disebut kaidah sosial. Dengan demikan kaidah atas

norma adalah ketentuan tata tertib yang berlaku dalam masyarakat. Kata kaidah itu

sendiri berasal dari bahasa Arab dan norma berasal dari bahasa Latin yang berarti

ukuran.

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa pengertian kaidah hukum?

b. Apa saja jenis-jenis kaidah hukum dan tujuannya?

c. Apa sifat dan isi kaidah hukum?

d. Apa saja bentuk-bentuk kaidah hukum?

e. Bagaimana sifat dari kaidah hukum?

f. Bagaimana isi dari kaidah hukum?

g. Apa manfaat dari kaidah hukum?

h. Apa contoh kaidah hukum?

1.3 Tujuan penulisan

a. Untuk mengetahui tentang pengertian kaidah hukum.

5
b. Untuk mengetahui tentang jenis-jenis hukum dan tujuannya.

c. Untuk mengetahui tentang sifat dan isi kaidah hukum.

d. Untuk mengetahui tentang bentuk-bentuk kaidah hukum.

e. Untuk memahami tentang sifat kaidah hukum.

f. Untuk memahami tentang isi kaidah hukum.

g. Untuk mengetahui tentang manfaat kaidah hukum

h. Untuk mengetahui tentang contoh kaidah hukum

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN KAIDAH HUKUM

Kaidah yang berlaku dalam masyarakat, yaitu kaidah hukum. Kaidah hukum,

yang dalam bahasa Inggris yang disebut dengan legal rule atau pander, sedangkan

dalam bahasa Belanda disebut dengan wettelijke regel merupakan aturan-aturan yang

6
secara resmi mengikat, yang ditetapkan oleh penguasa atau pemerintah atau oleh

tetua-tetua adat.

Pengertian kaidah hukum dapat dianalisis dari pandangan berikut ini.

a. Sudikno Mertokusumo, la mengartikan kaidah hukum sebagai berikut.

"Ketentuan atau pedoman tentang apa yang seyogianya atau harus dilakukan".

Esensi pandangan Sudikno Mertokusumo adalah bahawa kaidah hukum

sebagai ketentuan atau pedoman, Ketentuan atau pedoman dikonsepkan sebagai

sesuatu yang sudah atau telah ditentukan atau kumpulan ketentuan dasar yang

memberi arah bagaimana sesuatu harus dilakukan.

b. Zainuddin Ali. la mengartikan kaidah hukum sebagai:

"Kaidah yang melindungi kepentingan manusia yang sudah mendapat

perlindungan dari ketiga kaidah lainnya dan melindungi kepentingan-kepentingan

manusia yang belum mendapat perlindungan dari ketiga kaidah tersebut".

Esensi kaidah ini, yaitu melindungi kepentingan manusia. Kaidah hukum

ditujukan kepada pelaku yang konkret, yaitu si pelaku pelanggaran yang nyata-nyata

berbuat. Isi kaidah hukum ditujukan kepada sikap lahir manusia.

7
c. CST. Kansil. Kaidah hukum adalah

"Peraniran-peraturan yang timbul dari norma hukum, dibuat oleh penguasa

negara, Isinya mengikat setiap orang dan pelaksanaannya dapat dipertahankan dengan

segala paksaan oleh alat-alat negara Ada dua unsur yang tercantum dalam definisi

C.S.T. Kansil, yang meliputi:

1) yang membuatnya:

2) isinya, dan

3) pelaksanaannya.

Pihak yang membuat kaidah hukum, yaitu penguasa negara. Isinya mengikat

setiap orang yang berada di wilayah Negara Republik Indonesia. Pihak yang

melaksanakan kaidah hukum alat-alat negara atau penegak hukum.

Hukum sebagai kaidah pada dasarnya menempatkan hukum sebagai pedoman

yang mengatur kehidupan dalam bermasyarakat agar tercipta ketenteraman dan

ketertiban bersama. Menurut E. Utrecht, "Hukum adalah himpunan petunjuk-

petunjuk hidup yang berisi perintah-perintah dan larangan-larangan yang mengurus

tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu."

8
Adapun menurut Mochtar Kusumaatmadja, sebagaimana dikutip Samidjo dan

A. Sahal, "Hukum adalah keseluruhan kaidah-kaidah serta asas-asas yang mengatur

pergaulan hidup manusia dalam masyarakat yang bertujuan memelihara ketertiban

juga meliputi lembaga-lembaga dan proses- proses guna mewujudkan berlakunya

kaidah sebagai kenyataan dalam masyarakat."

Capitant melihat bahwa "hukum adalah keseluruhan daripada norma-norma

yang secara mengikat mengatur hubungan yang berbelit-belit antara manusia dalam

masyarakat." Definisi ini seperti yang dikemukakan oleh Roscoe Pound dalam

bukunya "An Introduction to The Philosophy of Law". Ia menyatakan, "Hukum

adalah sekumpulan penuntun yang berwibawa atau dasar-dasar ketetapan yang

dikembangkan dan ditetapkan oleh suatu teknik yang berwenang atas latar belakang

cita-cita tentang ketertiban masyarakat dan hukum yang sudah diterima.”

Hukum di dalam masyarakat ada yang terhimpun di dalam suatu sistem yang

disusun dengan sengaja, yang sesuai dengan pembidangannya. Misalnya di Indonesia,

hukum yang mengatur berkaitan dengan ma- salah pidana terhimpun dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), hukum yang mengatur tentang perkawinan

terhimpun di dalam Undang-Undang Pokok Perkawinan, dan hukum yang mengatur

perdagangan, terhimpun di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).

Sistem Hukum tersebut biasanya mencakup hu- kum substantif dan hukum ajektifnya

9
yang mengatur hubungan an- tarmanusia, antarkelompok manusia, dan hubungan

antarmanusia dengan kelompoknya.

Dengan demikian, hukum itu sebagai kaidah atau peraturan bertingkah laku di

dalam masyarakat. Hukum merupakan perangkat sikap tindak atau perikelakuan

manusia itu sendiri. Hukum sebagai kaidah atau norma sosial, tidak lepas dari nilai-

nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat, dan bahkan dapat dikatakan bahwa

hukum merupakan pencerminan dan konkretisasi dari nilai-nilai yang pada suatu saat

berlaku dalam masyarakat. Misalnya, hukum waris daerah Tapanuli menentukan

bahwa seorang janda bukanlah merupakan ahli waris bagi suaminya, karena janda

dianggap sebagai orang luar (keluarga suaminya).

Selanjutnya Soerjono Soekanto mengatakan bahwa hukum sebagai kaidah

merupakan patokan perikelakuan atau sikap tindak yang sepantasnya. Patokan

tersebut memberikan pedoman, bagaimana seharusnya manusia berperikelakuan atau

bersikap tindak.

Sikap tindak atau perikelakuan yang ajek dapat menjadi hukum kebiasaan

apabila dipenuhi dua persyaratan, sebagaimana telah dikemukakan oleh van

Apeldoorn yang dikutip oleh Soerjono Sockanto dan Purnadi Purbacaraka, yaitu:

10
a. syarat material, yakni kebiasaan yang ajek,

b. syarat psikologis, yakni kesadaran akan adanya suatu kewajiban menurut

hukum.

Unsur keyakinan atau kesadaran hukum ini, yang berintikan opinio iuris

necessitates, merupakan aspek pembeda antara sikap tindak atau perikelakuan hukum

dengan sikap tindak atau perikelakuan yang bukan hukum.

Keyakinan atau kesadaran ini merupakan wadah dari jalinan nilai hukum yang

mengendap dalam sanubari setiap manusia, dan merupakan faktor yang menentukan

bagi sahnya hukum. Kesadaran ini merupakan kesadaran akan nilai-nilai yang

mengendap di dalam diri manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang

seharusnya ada.

Kesadaran hukum, baik secara langsung maupun tidak langsung erat

kaitannya dengan ketaatan atau kepatuhan hukum, yang dikonkretkan dengan sikap

tindak atau perikelakuan manusia.

2.2 JENIS-JENIS KAIDAH HUKUM DAN TUJUANNYA

11
Manusia sejak dilahirkan, telah dilengkapi dengan naluri untuk senantiasa

hidup bersama dengan manusia lainnya. Oleh karena itu, diperlukan patokan berupa

norma sosial atau kaidah sosial.

Kaidah sosial pada hakikatnya merupakan perumusan suatu pan- dangan

mengenai perilaku atau sikap yang seyogianya dilakukan. Hal ini telah dijelaskan

oleh Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto bahwa kaidah adalah patokan atau

ukuran ataupun pedoman untuk berperikelakuan atau sikap tindak dalam hidup.

Adapun jenis kaidah yang menjadi pedoman manusia berperilaku dalam

masyarakat, mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. Kaidah dengan aspek kehidupan pribadi, dibagi atas:

a. kaidah kepercayaan atau keagamaan;londolom

b. kaidah kesusilaan.

2. Kaidah dengan aspek kehidupan antarpribadi yang dibagi atas:

a. kaidah sopan santun atau adat;

b. kaidah hukum.

12
Kaidah kepercayaan atau keagamaan bertujuan untuk mencapai suatu

kehidupan yang beriman. Kaidah ini sumbernya berasal dari perintah Allah SWT

melalui para nabi atau rasul-Nya. Kaidah ini juga tidak hanya mengatur hubungan

antarmanusia (hablun minannas! hubungan horizontal), tetapi juga mengatur

hubungan antara manusia dengan Khaliknya (hablun minallah/hubungan vertikal).

Pelanggaran terhadap kaidah atau norma keagamaan ini akan mendapatkan sanksi

dari Tuhan Yang Maha Esa yang berupa siksaan di Neraka. Contoh kaidah

kepercayaan atau agama, yang telah disebutkan dalam Alquran pada Surah An-Nisaa'

ayat 29 dan 30, yaitu:

٢٩ ‫َو اَل َتۡق ُتُلٓو ْا َأنُفَس ُك ۚۡم ِإَّن ٱَهَّلل َك اَن ِبُك ۡم َرِح يٗم ا‬
‫َو َم ن َيۡف َعۡل َٰذ ِلَك ُع ۡد َٰو ٗن ا َو ُظۡل ٗم ا َفَس ۡو َف ُنۡص ِليِه َناٗر ۚا‬
… Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha

Penyayang kepadamu (29). Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar

hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka...(30)

Kemudian dalam surah Al-Israa’ ayat 32 dan 33, yaitu:

‫َو اَل َتْقَر ُبو۟ا ٱلِّز َنٰٓى ۖ ِإَّن ۥُه َك اَن َٰف ِح َش ًة َو َس ٓاَء َس ِبياًل‬

‫ۗ َو اَل َتْقُتُلو۟ا ٱلَّنْفَس ٱَّلِتى َح َّر َم ٱُهَّلل ِإاَّل ِبٱْلَح ِّق‬


13
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu

perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk (32). Dan janganlah kamu

membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu

(alasan) yang benar... (33)

Kaidah kepercayaan atau keagamaan ini bertujuan penyempurnaan manusia

karena kaidah ini ditujukan kepada umat manusia dan melarang manusia untuk

berbuat jahat. Kaidah ini juga hanya ditujukan kepada sikap batin manusia yang

sesuai dengan isi kaidah tersebut. Apabila boleh ditentukan adanya suatu pandangan

pokok mengenai perikelakuan atau sikap tindak, nilai fundamental atau grundnorm

kehidupan beriman, dapatlah kaidah tersebut dirumuskan misalnya manusia harus

yakin dan mengabdi kepada kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Adapun nilai aktual

kaidah ini bagi agama Islam adalah arkanul Iman dan arkanul Islam.

Kaidah kesusilaan bertujuan agar manusia hidup berakhlak atau mempunyai

hati nurani bersih. Kaidah ini dapat melenyapkan keti- dakseimbangan hidup pribadi,

mencegah kegelisahan diri sendiri. Sumber kaidah kesusilaan adalah dari manusia

sendiri, oleh karena itu bersifat otonom dan tidak ditujukan kepada sikap batin

manusia tersebut. Batinnya sendirilah yang mengancam perbuatan yang melanggar

kaidah kesusilaan dengan sanksi, misalnya penyesalan, siksaan batin, dan lain- lain.
14
Contoh kaidah kesusilaan antara lain, yaitu:

1. berbuatlah jujur;

2. hormatilah sesamamu;

3. jangan berzina;

4. jangan mencuri;

5. jangan iri hati.

Mengenai kaidah yang telah dirumuskan sebagai contoh seperti jangan iri hati,

jangan mencuri, dan lain-lain adalah nilai aktual dari kaidah kesusilaan. Adapun

kaidah yang menyatakan bahwa orang harus mempunyai hati nurani yang bersih, atau

baik akhlaknya merupakan nilai fundamental dari kesusilaan.

Kaidah kesopanan adalah kaidah hidup yang timbul dari pergaulan dalam

masyarakat tertentu. Kaidah kesopanan dasarnya adalah ke- pantasan, kebiasaan, atau

kepatutan yang berlaku dalam masyarakat. Oleh karena itu, kaidah kesopanan

dinamakan juga kaidah tata krama atau adat. Tujuan dari kaidah kesopanan adalah

kesedapan hidup bersama, atau supaya pergaulan hidup berlangsung dengan

menyenangkan.

15
Kaidah kesopanan mempunyai nilai fundamental yang perumusannya seperti

orang harus memelihara keharmonisan hidup bersama. Adapun nilai aktualnya seperti

berikut.

1. Orang muda harus menghormati orang lebih tua; kaidah ini akan

mendapatkan sanksi seperti pengucilan, celaan, dan cemoohan,

2. Seseorang tidak boleh memasuki suatu ruangan melalui jendela.

3. Janganlah meludah di lantai atau di sembarang tempat.

4. Seorang murid harus memberi salam lebih dahulu kepada gurunya.

Pelanggaran terhadap kaidah ini akan mendapatkan sanksi seperti pengucilan,

celaan, dan cemoohan. Sanksi tersebut berguna untuk me- lindungi kepentingan

warga masyarakat, karena selalu ada sebagian warga masyarakat yang tidak

mengetahui tata krama atau sopan santun. Kaidah kesopanan hanya berlaku bagi

golongan masyarakat Apa yang dianggap sopan bagi golongan masyarakat, mungkin

bagi masyarakat lain tidak demikian. tertentu saja.

Kaidah kepercayaan, kaidah kesusilaan, dan kaidah kesopanan belum cukup

menjamin untuk menjaga tata tertib dalam pergaulan hidup dalam masyarakat karena

apabila terjadi pelanggaran kaidah-kaidah di atas reaksi atau sanksinya dirasakan

belum cukup memuaskan. Hal ini telah dijelaskan oleh Sudikno Mertokusumo, yaitu:

16
Kaidah kepercayaan atau keagamaan tidaklah memberi sanksi yang dapat dirasakan

secara langsung di dunia ini. Kalau kaidah kesusilaan adilanggar hanyalah akan

menimbulkan rasa malu, rasa takut, rasa bersalah atau penyesalan saja pada si

pelaku. Kalau ada seorang pembunuh tidak ditangkap dan diadili, tetapi masih

berkeliaran, hemasyarakat akan merasa tidak aman, meskipun si pembunuh itu

dicekam oleh rasa penyesalan yang sangat mendalam dan dirasakan sebagai suatu

penderitaan sebagai akibat pelanggaran yang dibuatnya. Kalau kaidah sopan santun

dilanggar atau diabaikan hanyalah menimbulkan celaan, umpatan, atau cemoohan

saja. Sanksi ini pun dirasakan masih kurang cukup memuaskan, karena

dikhawatirkan pelaku pelanggaran akan mengulangi perbuatannya lagi karena

sanksinya dirasakan terlalu ringan.

Ketiga kaidah di atas dirasakan belum cukup melindungi kepentingan manusia

di dalam masyarakat, maka perlu ada suatu jenis kaidah lain yang dapat menegakkan

tata, yakni suatu jenis peraturan yang bersifat memaksa dan mempunyai sanksi-sanksi

yang tegas. Jenis peraturan hidup yang dimaksud adalah kaidah hukum.

Kaidah hukum adalah kaidah atau peraturan yang dibuat oleh penguasa

negara, yang isinya mengikat setiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh

aparat negara dan pelaksanaannya dapat dipertahankan, misalnya:

17
a. Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan

yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, dihukum, karena memperkosa

dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun (Pasal 285 KUHP).

b. Tiap-tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu,

apabila si berutang tidak memenuhi kewajibannya, mendapatkan

penyelesaiannya dalam kewajiban memberikan penggantian biaya, rugi, dan

bunga (Pasal 1293 KUH Perdata).

c. Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing- masing

agamanya dan kepercayaannya (Pasal 2 ayat (1) Undang- Undang Nomor 1

Tahun 1974).

Berdasarkan contoh di atas, dapat diketahui bahwa sanksi dari kaidah hukum

adalah tegas dan dapat dipaksakan oleh aparat negara, sehingga kaidah ini diharapkan

dapat menjamin terciptanya ketertiban dan keadilan dalam masyarakat. Dengan

demikian, kaidah ini (hukum) bertujuan untuk mencapai kedamaian dalam pergaulan

antarmanusia. Jadi, nilai fundamental daripada kaidah hukum adalah memelihara

kedamaian hidup bersama, dan nilai aktualnya adalah siapa membeli harus

membayar. Nilai-nilai yang fundamental adalah nilai yang bersifat universal, dan

menjadi dasar dari kaidah yang bersangkutan, dan nilai aktual merupakan perwujudan

dari nilai fundamental dalam sikap tindak atau perilaku manusia secara nyata.

18
Adapun perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya dapat

dilihat dari beberapa sudut, yaitu sebagai berikut.

1. Tujuan

Kaidah hukum bertujuan untuk menciptakan tata tertib masyara- kat dan

memberi perlindungan terhadap manusia beserta kepentingannya. Kaidah kaidah

kesusilaan bertujuan untuk memperbaiki agama, pribadi manusia agar menjadi

manusia yang baik. Kaidah kesopanan bertujuan untuk menertibkan masyarakat agar

tidak ada korban.

2. Isi

Kaidah hukum memberikan hak dan kewajiban (atributif dan normatif.

Mengatur tingkah laku dan perbuatan lahir manusia di dalam hukum akan dirasakan

puas kalau perbuatan manusia itu sudah sesuai dengan peraturan hukum.

Kaidah agama, kaidah kesusilaan hanya memberikan kewajiban saja

(normatif), dan berisi aturan yang ditujukan kepada sikap batin manusia. Kaidah

kesopanan juga hanya memberikan kewajiban saja, yang isi aturannya ditujukan

kepada sikap lahir manusia.

19
3. Asal usul sanksinya

Kaidah hukum asal usul sanksinya berasal dari luar dan dipaksakan oleh

kekuasaan dari luar diri manusia (heteronom), yaitu alat perlengkapan negara. Kaidah

agama asal usul sanksinya juga berasal dari luar dan dipaksakan oleh kekuasaan dari

luar diri manusia (heteronom), yaitu dari Allah SWT. Kaidah kesusilaan asal usul

sanksinya berasal dari diri sendiri dan dipaksakan oleh suara hati masing-masing

pelanggarnya (otonom). Kaidah kesopanan asal usul sanksinya juga berasal dari

kekuasaan luar yang memaksa, yaitu masyarakat.

4. Sanksi

Kaidah hukum sanksinya dipaksakan oleh masyarakat secara resmi. Kaidah

agama sanksinya dipaksakan oleh Allah SWT. Kaidah kesusilaan sanksinya

dipaksakan oleh diri sendiri. Kaidah kesopanan sanksinya dipaksakan oleh

masyarakat secara tidak resmi.

5. Sasarannya

20
Kaidah hukum dan kaidah kesopanan sasaran aturannya ditujukan kepada

perbuatan konkret (lahiriah). Kaidah agama dan kaidah kesusilaan sasaran

aturannya ditujukan kepada sikap batin.

Pandangan ahli tentang jenis-jenis kaidah atau penggolongan kaidah hukum

tidak ada yang sama antara satu dengan lainnya. Ada ahli yang menggolongkan

kaidah hukum menjadi dua macam dan ada juga yang menggolongan tiga macam.

Jenis-jenis kaidah hukum itu, disajikan berikut ini.

H.L. A Hart. Hart membagi kaidah hukum menjadi dua macam, yang

meliputi:

a. peraturan primer; dan

b. peraturan sekunder.

Ciri-ciri peraturan primer adalah:

21
a. manusia dituntut untuk melakukan atau menahan diri dari tindakan tertentu,

entah mereka menginginkan atau tidak;

b. membebankan kewajiban; dan

c. berkenan dengan tindakan-tindakan yang melibatkan gerakan atau perubahan

fisik.

Ciri-ciri peraturan sekunder adalah:

a. Bila manusia melakukan hal-hal tertentu mereka bisa memunculkan peraturan

primer yang baru, menghapus atau memodifikasi yang lama atau dengan cara

menentukan pemberlakuannya atau mengontrol kinerjanya:

b. Mmberikan kekuasaan, baik bersifat publik atau pribadi;

c. Mengatur kinerja yang mengarah bukan hanya pada gerakan atau perubahan

fisik, melainkan juga pada penciptaan atau perubahan kewajiban atau tugas.

Pandangan lain tentang jenis-jenis kaidah hukum dikemukakan oeh J.J. H.

Bruggink. Ia membagi kaidah hukum menjadi tiga macam, yang meliputi:

a. kaidah hukum sebagai kaidah perilaku

b. kaidah hukum sebagai meta kaidah; dan

22
c. kaidah mandiri dan kaidah tidak mandiri."

Kaidah hukum sebagai kaidah perilaku dikonsepkan sebagai kaidah yang

mengatur dan memuat tentang tindakan-tindakan atau tanggapan atau reaksi orang

atau individu yang terwujud dalam gerakan (sikap)) badan atau ucapan, yang berlaku

di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Perintah perilaku, yang

mewujudkan isi kaidah perilaku dapat menampilkan diri dalam berbagai sosok. Ada

empat macam kaidah hukum sebagai kaidah perilaku, yang meliputi sebagai berikut.

A. Perintah (gebod). Perintah adalah kewajiban umum untuk melakukan sesuatu.

Contoh perintah, seperti menepati janji.

B. Larangan (verbod). Larangan memuat tentang kewajiban umum untuk tidak

melakukan sesuatu. Contoh, larangan tidak boleh membunuh, berzina, dan

lain-lain.

C. Pembebasan (vrijstelling, dispensasi). Pembebasan ini adalah

D. pembolehan (verlof) khusus untuk tidak melakukan sesuatu yang secara

umum diharuskan. Contoh, tidak boleh melangsungkan perkawinan apabila

belum cukup umur, namun aturan itu dapat

23
disimpangi apabila ada dispensasi dari pejabat yang berwenang, dan d. Izin

(teosteming, permisi). Izin merupakan pembolehan khusus untuk melakukan

sesuatu yang secara umum dilarang.

Kaidah hukum sebagai meta kaidah merupakan kaidah yang menentukan

sesuatu berkenaan dengan kaidah perilaku. Meta kaidah dimasukkan dalam berbagai

macam kaidah. Kaidah ini dibagi menjadi tiga macam, yang meliputi sebagai berikut.

a. Kaidah pengakuan. Kaidah pengakuan (kaidah rekognisi) menetapkan

kaidah perilaku mana yang di dalam sebuah masyaraka hukum tertentu harus

dipatuhi

h. Kaidah perubahan. Kaidah perubahan merupakan kaidah yang menetapkan

bagaimana suatu kaidah perilaku dapat diubah,

c. Kaidah kewenangan Kaidah kewenangan merupakan kaidah yang mengatur

dan menetapkan:

1) siapa yang menetapkan kaidah perilaku

2) prosedur dalam penetapan kaidah perilaku, dan

3) bagaimana suatu kaidah perilaku harus diterapkan jika dalam suatu kejadian

tertentu terdapat ketidakjelasan


24
Kaidah kewenangan dibedakan menjadi dua macam, yang meliputi:

1) kaidah kewenangan publik; dan

2) kaidah kewenangan perdata.

Kaidah kewenangan publik merupakan kaidah atau norma- norma yang

mengatur tentang kekuasaan yang berkaitan dengan kepentingan umum. Kewenangan

publik ini dibagi menjadi tiga macam, yang meliputi:

1) kewenangan pembentukan undang-undang

2) kewenangan kehakiman; dan

3) kewenangan pemerintahan

Kewenangan pembentukan undang-undang merupakan kewenangan yang

diberikan oleh hukum kepada institusi yang ditunjuk untuk membentuk dan

menetapkan undang-undang. Pihak yang diberi kewenangan untuk menetapkan

undang-undang di Indonesia, yaito pemerintah dengan persetujuan bersama DPR.

25
Kewenangan kehakiman merupakan kewenangan diberikan kepada lembaga

negara untuk mengadili dan menyelesaikan sengketa yang timbul dalam masyarakat.

Kewenangan kehakiman diserahkan kepada pengadilan. Kewenangan ini diberikan

kepada Mahkamah Agung dan lembaga-lembaga di bawahnya. Kewenangan

pemerintahan merupakan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah atau

presiden un mapalankan roda pemerintahan

Kaidah kewenangan perdata merupakan kaulah yang mengatur tang

kekuasaan kepada subjek hokam perdata, Hakuin perdata mengatur tentang hubungan

hukum atas islividu yang satu dengan individu atau perorangan lain dalaus bidang

harta kekayaan.

Engisch menyajikan pengertian tentang kaidah mandiri. la mengemukakan

bahwa kaidah mandiri merupakan kaidah yang bersifat in atau pokok Contoh kaidali

mandiri adalah berisi

a. perintah dan

b. larangan.

Kaidah tidak mandiri merupakan kaidah yang harus ditauskan dengan perintah

dan larangan. Contoh kaidah tidak mandiri adalaht kailah yang memuat tentang

26
a. definisi

b. disperasi dan

c. Izin

Definisi dikonsepkan sebagai kalimar yang menjelaskan tentang makna atau

keterangan. Dalam Pasal 1 pada setiap undang-undang selalu dicantumkan tentang

definisi, seperti resi gudang adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang yang

disimpan di gudang yang diterbitkan oleh pengelola gulang."

Dispensasi dikonsepkan sebagai pengecualian dari aturan karena adanya

pertimbangan khusus. Contohnya, dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 1974

tentang Perkawinan bahwa yang dapar melangsungkan perkawinan adalah laki-laki

berumur 19 tahun, dan wanita berumur 16 tahun, namun karena sematu dan lain hal,

camat dapat memberikan dispensasi tentang dibolehkannya perkawinan yang belum

cukup umur.

izin dikonsepkan sebagai suatu pernyataan yang mengabulkan atau

membolehkan untuk dilakukan oleh subjek hukum.

27
2.3 SIFAT DAN ISI KAIDAH HUKUM
Hukum itu wajib ditaati, supaya tata tertib dalam masyarakat tetap ter-
pelihara. Peraturan hidup kemasyarakatan supaya benar-benar dipatuhi dan ditaati.
Untuk itu, peraturan harus dilengkapi dengan unsur memaksa. Dengan demikian,
hukum di samping bersifat mengatur (fakultatif/ aanvullend recht), juga mempunyai
sifat memaksa (imperatif/dwingend recht).
Kaidah hukum yang bersifat fakultatif/aanvullend recht (mengatur),
menunjukkan bahwa dalam suatu keadaan konkret dapat dikesampingkan oleh para
pihak melalui perjanjian. Dalam arti kaidah hukum fakultatif tidak secara apriori
mengikat, tetapi melengkapi, subsider, atau dispositif. Kalau seseorang hendak
melakukan perbuatan tertentu (A) ia bebas untuk menggunakan atau tidak
menggunakan kaidah hukum yang mengatur perbuatan A itu. Akan tetapi, kalau ia
menggunakannya, ia terikat. Kaidah hukum yang bersifat fakultatif (mengatur),
kebanyakan terdapat pada lapangan hukum perdata (privat).
Kaidah hukum yang bersifat imperatif/dwingend recht (memaksa), berarti
kaidah hukum itu bersifat apriori harus ditaati, bersifat mengikat atau memaksa. Jika
seseorang hendak melakukan perbuatan tertentu (A, misalnya), maka ia harus menaati
kaidah hukum yang mengatur perbuatan A, ia harus menerapkan kaidah-kaidah yang
mengatur perbuatan A pada perbuatan A. Contoh kaidah hukum yang bersifat
imperatif pada umumnya terletak pada bidang hukum publik, khususnya hukum
pidana.
Ditinjau dari segi isinya, kaidah hukum itu dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. kaidah hukum yang berisikan suruhan (gebod);
2. kaidah hukum yang berisikan larangan (verbod);
3. kaidah hukum yang berisikan kebolehan (mogen).
Di bidang hukum publik, seperti hukum pidana, kebanyakan pengaturan
kaidahnya berisikan larangan, sedangkan dalam hukum privat, misalnya hukum
28
perdata pengaturannya pada umumnya berisikan kebolehan. Di bidang hukum tata
negara atau hukum administrasi negara kebanyakan pengaturannya berisikan suruhan
atau perintah.
Kaidah-kaidah hukum yang berisikan suruhan dan larangan bersifat
imperatif/dwingend recht (keharusan atau memaksa), sedangkan yang berisikan
kebolehan adalah bersifat fakultatif/aanvullend recht (artinya dapat melengkapi atau
mengatur).

2.4 BENTUK-BENTUK KAIDAH HUKUM


1. Tertulis
Kaidah yang tertulis dijelaskan dalam bentuk tulisan. Bentuk ini memberikan
kepastian hukum yang lebih tinggi, karena aturan dapat diacu dengan jelas.
2. Tidak Tertulis
Kaidah yang tidak tertulis tumbuh dan berkembang dalam masyarakat secara
spontan. Aturan ini dapat dengan mudah menyesuaikan diri dengan perkembangan
masyarakat yang dinamis.
2.5 SIFAT DARI KAIDAH HUKUM
1. Imperatif
Kaidah hukum bersifat imperatif, yang berarti aturan ini bersifat mengikat dan
memaksa individu untuk mematuhi perintah dan larangan yang terkandung dalam
hukum.
2. Fakultif
Sifat fakultif berlaku pada kaidah hukum yang berisi perkenan. Aturan fakultif
bersifat melengkapi atau subsidiar, yang berarti tindakan yang diperkenankan tidak
wajib dilakukan.

2.6 ISI DARI KAIDAH HUKUM


29
1. Perintah
Perintah merupakan bagian dari aturan yang menginstruksikan individu untuk
melakukan suatu tindakan tertentu. Sebagai contoh, perintah untuk memberikan
pertolongan pada seseorang yang berada dalam bahaya jika pertolongan tersebut tidak
membahayakan penolongnya.
2. Larangan
Larangan adalah bagian dari kaidah aturan yang mengharamkan individu
melakukan tindakan-tindakan tertentu. Misalnya, larangan melakukan pencurian atau
membunuh.

3. Perkenan
Perkenan dalam aspek yang memberikan izin atau persetujuan terhadap
tindakan- tindakan tertentu. Contohnya, dalam beberapa kasus, hukum dapat
memberikan perkenan untuk tindakan- tindakan tertentu seperti pemberian kuasa
atau persetujuan.

2.7 MANFAAT KAIDAH HUKUM


1. Memastikan adanya pedoman yang jelas untuk menjaga keadilan.
2. Mencegah konflik dan menciptakan stabilitas dalam masyarakat.
3. Melindungi hak-hak individu dari pelanggaran.
4. Memungkinkan penegakan hukum dan sistem peradilan.
5. Membantu dalam menghindari ketidakpastian dalam interaksi sosial.
6. Mendukung bisnis dan investasi dengan memberikan kepastian hukum

2.8 CONTOH KAIDAH HUKUM


30
1. Perintah
Sebagai contoh perintah, jika seseorang tidak memberikan pertolongan pada
individu yang berada dalam bahaya, dapat dikenai sanksi hukum, seperti yang diatur
dalam Pasal 531 KUHP.
2. Larangan
Larangan dalam kaidah hukum mencakup tindakan seperti pencurian (Pasal
362 KUHP) dan pembunuhan (Pasal 338, 340 KUHP).
3. Asas
Selain perintah dan larangan, kaidah hukum juga mengandung asas yang
menjadi dasar pedoman hukum.. Contohnya, Asas Legalitas yang mengatur bahwa
seseorang tidak dapat dipidana tanpa kesalahan sesuai dengan aturan yang sudah ada
sebelum perbuatan dilakukan.

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Hukum sebagai kaidah pada dasarnya menempatkan hukum sebagai pedoman


yang mengatur kehidupan dalam bermasyarakat agar tercipta ketenteraman dan
ketertiban bersama. Kaidah hukum adalah seperangkat aturan yang memiliki sanksi

31
tegas. Aturan ini mengatur interaksi atau hubungan antar individu, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Tujuannya adalah untuk. menciptakan kedamaian,
ketenteraman, dan ketertiban dalam kehidupan bersama masyarakat.
Adapun jenis kaidah yang menjadi pedoman manusia berperilaku dalam
masyarakat, mencakup hal-hal sebagai berikut: 1) Kaidah dengan aspek kehidupan
pribadi, dibagi atas: kaidah kepercayaan atau keagamaan,londolom dan kaidah
kesusilaan. 2) Kaidah dengan aspek kehidupan antarpribadi yang dibagi atas: kaidah
sopan santun atau adat dan kaidah hukum. Kaidah hukum memiliki 2 bentuk yaitu
tertulis dan tidak tertulis. Kaidah yang tertulis dijelaskan dalam bentuk tulisan.
Bentuk ini memberikan kepastian hukum yang lebih tinggi, karena aturan dapat diacu
dengan jelas. Sedangkan Kaidah yang tidak tertulis tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat secara spontan. Aturan ini dapat dengan mudah menyesuaikan diri
dengan perkembangan masyarakat yang dinamis.
Kaidah hukum juga memiliki 2 sifat yaitu imperatif dan fakultif. Kaidah
hukum bersifat imperatif, yang berarti aturan ini bersifat mengikat dan memaksa
individu untuk mematuhi perintah dan larangan yang terkandung dalam hukum. Sifat
fakultif berlaku pada kaidah hukum yang berisi perkenan. Aturan fakultif bersifat
melengkapi atau subsidiar, yang berarti tindakan yang diperkenankan tidak
wajib dilakukan. Isi dari kaidah hukum adalah perintah yang merupakan bagian dari
aturan yang menginstruksikan untuk melakukan suatu tindakan tertentu. Lalu
larangan yg menjadi bagian dari kaidah aturan yang mengharamkan individu
melakukan tindakan-tindakan tertentu. Dan perkenaan yang memberikan izin atau
persetujuan terhadap tindakan-tindakan tertentu. Dalam menjalankan kaidah hukum
dalam kehidupan tentu saja memiliki manfaat, seperti memastikan adanya pedoman
yang jelas untuk menjaga keadilan, mencegah konflik dan menciptakan stabilitas
dalam masyarakat, melindungi hak-hak individu dari pelanggaran, memungkinkan
penegakan hukum dan sistem peradilan, nembantu dalam menghindari ketidakpastian
32
dalam interaksi sosial, mendukung bisnis dan investasi dengan
memberikan kepastian hukum.
Salah satu contoh dari keberlangsungan kaidah hukum adalah jika seseorang
tidak memberikan pertolongan pada individu yang berada dalam bahaya, dapat
dikenai sanksi hukum, seperti yang diatur dalam pasal 531 KUHP yang menyatakan,
“Sedang pertolongan itu dapat diberikannya atau diadakannya dengan tidak ada
menguatirkan, bahwa ia sendiri dan orang lain akan kena bahaya.” pasal tersebut
menegaskan seseorang yang melakukan pertolongan korban kecelakaan apabila dapat
membahayakan korban dan bagi orang lain, maka yang melakukan pertolongan dapat
dipidanakan. Sehingga norma demikian tidak memberikan apresiasi dari tindakan
nurani seseorang yang menolong korban kecelakaan atau mengecualikan
pertanggungjawaban spontanitas yang timbul dari naluri kepedulian membantu
sesama yang membutuhkan pertolongan.

3.2 SARAN

Peneliti selanjutnya diharapkan lebih mempersiapkan diri dalam proses


pengambilan dan pengumpulan data, sehingga penelitian bisa dilakukan dengan lebih
baik lagi. Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
pengetahuan terkait dengan Bagaimana keterkaitan ilmu hukum sebagai kaidah
hukum. Khususnya yang berminat untuk mengetahui lebih jauh tentang ilmu hukum
sebagai kaidah hukum, maka perlu modifikasi variabel-variabel independen baik
menambah variabel atau menambah time series datanya. Sehingga akan lebih objektif
dan bervariasi dalam melakukan penelitian.

33
DAFTAR PUSTAKA
Lysa angrayni, S.H., M.H. (2014). Pengantar Ilmu Hukum. Pekanbaru: Suska Press.
Dr. H. Ishaq, S.H., M.Hum. (2016). Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
Dr. Indien Winarwati, S.H., M.H. (2021). Pengantar Ilmu Hukum. Jatim: Setara
Press.
Prof. Dr. H. Salim HS., S.H., M.S. & Erlis Septiana Nurbani, S.H, LL.M. (2019).
Pengantar Ilmu Hukum. Depok: PT. RajaGrafindo Persada.
Pipin Syarifin, S.H. (1999). Pengantar Ilmu Hukum. Bandung: CV Pustaka Setia.
R. Soeroso, S.H. (2014). Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
Titik Triwulan Tutik, S.H., M.H. (2006). Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Prestasi
Pustaka.
Suadamara Ananda. (2008). Tentang Kaidah Hukum. Jurnal Hukum Pro Justitia.
Yudesman. (2014). Prinsip-Prinsip Dan Kaidah-Kaidah Hukum Islam. Diterbitkan
Oleh Jurusan Syari’ah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kerinci.
Rosalie Silberman Abella. (2023). The Rule Of Justice: The Compassionate
Application Of Law To Life. Diterbitkan Oleh Cambridge University Press.
Nuno Garoupa. (2022). Trends In Comparative Law And Economics. Dipublikasikan
Oleh Anthem Press.
Annisa Medina Sari. (2023). Kaidah Hukum: Pengertian, Isi, Bentuk, Dan
Contohnya. Fakultas Hukum UMSU.
34
Firman Firdausi. (2020). Quo Vadis Penentian Kaidah Hukum Bagi Sengketa
Pegawai Negeri Sipil. Jurnal Supremasi, Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum.
Sean Coyle & George Pavlakos. Jurisprudence Or Legal Science? A Debate About
The Nature Of Legal Theory. Dipublikasikan Oleh Hart Publishing Oxford
And Portland, Oregon.
Lord Bingham. (2007). The Rule Of Law. Diterbitkan Oleh Cambridge University.
Cecep Cahya Supena. (2021). Tinjauan Tentang Kaidah Hukum Dan Kaidah-Kaidah
Bukan Hukum Dalam Kehidupan Manusia. Jurnal Moderat, Universitas
Galuh.

35

Anda mungkin juga menyukai