Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

SISTEM HUKUM DI INDONESIA


Mata Kuliah: Pengantar Hukum Indonesia
Dosen Pengampuh: Dr. Riri Anggriani, SH., MH.

Disusun Oleh :
Anasthasia Wira Salsabilah D10122790
Coraima Salwa D10122842
Damar Zildi D10122866
Divaselma Karima D10122874
M. Valid Garda Negara D10122797
Mohammad Nanda Aprilianza D10122819
MUHAMMAD HASBI RENALDI D10122852
Rahmad Kurniawan D10122847
Rini Febrianti D10122749
Sarah Nurul Ramadhanti D10122773
Zufar Suwandi Nasir D10122
KELAS F / KELOMPOK 7

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TADULAKO
November 2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmat Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Sistem
Hukum” ini dengan tepat waktu. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini untuk
memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Hukum Indonesia.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Ibu Dr. Riri Anggriani, SH.,
MH. sebagai dosen pengampu mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum yang telah
membantu memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak


kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu kami sangat mengharapkan
kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.

11 November 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 3
1.3. Tujuan Masalah .................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 4
2.1 Definisi Civil Law ................................................................................ 4
2.2 Definisi Common law .......................................................................... 6
2.3 Perbedaan Sistem civil law Dan Common Law ................................... 7
2.4 Penerapan Hukum Adat Di Indonesia .................................................. 8
2.5 Sistem Hukum Islam di Indonesia ..................................................... 14
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 23
3.1 Kesimpulan .........................................................................................23
3.2 Saran................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 24

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebelum mengetahui pengertian Sistem Hukum Indonesia, perlu
diketahui dulu secara berturut-turut pengertian sistem, kemudian hukum, lalu sistem
hukum, dan yang terakhir Sistem Hukum Indonesia.
Dengan demikian setelah mempelajari modul satu ini, Anda harus
mampu memahami apa itu sistem? Apa itu hukum? Apa saja yang bersangkut paut
dengan hukum itu? Apa pula sistem hukum? Bagaimana keadaan hukum Indonesia
itu. Terakhir Anda akan memahami apa itu sistem hukum Indonesia beserta
dinamikanya sekarang ini
Menurut Sri Soemantri1 , dalam kamus umum Bahasa Indonesia, sistem
mempunyai tiga macam arti. pengertian sistem yang paling sesuai dengan topik
pembicaraan ini adalah arti sistem yang pertama. Adapun arti sistem yang pertama
itu ialah sekelompok bagian-bagian (alat dan sebagainya) yang bekerja bersama-
sama untuk melakukan sesuatu maksud : misalnya sistem urat syaraf dalam tubuh;
sistem pemerintahan dan lain-lain.

Kemudian Rusadi Kantaprawira2 , mengartikan sistem sebagai suatu


kesatuan yang terbentuk dari beberapa unsur (elemen). Unsur, komponen, atau
bagian yang banyak ini satu sama lain berada dalam keterikatan yang kaitmengkait
dan fungsional. Masing-masing kohesif satu sama lain, sehingga ketotalitasan unit
terjaga utuh eksistensinya. Van de Poel dalam Winardi3 , mengartikan sistem
sebagai sekumpulan elemen di antara mana terdapat adanya hubungan-hubungan.
Kerapkali dalam litteratur dapat diketemukan kata-kata tambahan ... Elemen-
elemen mana ditujukan kearah pencapaian sasaran-sasaran umum tertentu (een
verzameling van elementen waartussen relaties bestaan. Vaak treft men bovendien
in de literatuur nog de volgende toevoeging…elementen gericht op de
verwezenlijking van bepaalde gemeenschappelijke doeleiden).

1
Sri Soemantri1, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia (Bandung: Alumni, 1992)
hal. 32.
2
Rusadi Kantaprawira, Sistem Politik Indonesia Suatu Model Pengantar (Bandung: Sinar
Baru, 1988) hal 3.

1
Definisi Hukum Beberapa abad yang lalu seorang ahli filsafat yang
bernama Cicero mengatakan, “Ubi Societas Ibi Ius” artinya, dimana ada
masyarakat maka di situ ada hukum. Pernyataan ini sangat tepat sekali karena
adanya hukum itu adalah berfungsi sebagai kaidah atau norma dalam masyarakat.
Kaidah atau norma itu adalah patokan-patokan mengenai perilaku yang dianggap
3
pantas. Kaidah berguna untuk menyelaraskan tiap kepentingan anggota
masyarakat. Sehingga di masyarakat tidak akan terjadi benturan kepentingan
antara anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya.

Menurut Van Kan4 , kepentingan-kepentingan manusia bisa saling


bertumbukan kalau tidak dikendalikan oleh kaidah, sehingga lahirlah kaidah
agama, kaidah kesusilaan dan kaidah kesopanan sebagai usaha manusia untuk
menyelaraskan kepentingan-kepentingan itu. Akan tetapi, ketiga kaidah di atas
ternyata mempunyai kelemahan:

a. kaidah agama, kaidah kesusilaan dan kaidah kesopanan belum cukup melindungi
kepentingan-kepentingan manusia dalam masyarakat sebab ketiga kaidah ini tidak
mempunyai sanksi yang tegas dan dapat dipaksakan;

b. kaidah agama, kaidah kesusilaan dan kaidah kesopanan belum mengatur secara
keseluruhan kepentingan-kepentingan manusia seperti kepentingan manusia
dalam bidang pertanahan, kehutanan, kelautan, udara dan lainlain.

3
Soerjono Soekanto, Mengenal Sosiologi Hukum ( Bandung: Alumni, 1986) hlm. 9.
4
J.Van Kan dan J.H. Beekhuis, Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: PT Pembangunan Ghalia
Indonesia, 1982) hlm. 7-17.

2
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Civil Low?
2. Apa yang dimkasud dengan Common Low?
3. Apa perbedaan Sistem Civil law dan Common Law?
4. Mengapa Hukum Adat digunakan dalam indonesia?
5. Bagaimana Sistem Hukum Islam di Indonesia?

C. Tujuan

1. Mengetahui dan memahami pengertian dari sistem civil law.


2. Mengetahu dan memehami Pengertian dari sistem Hukum Common
law.
3. Dapat memahami apa perbedaan antara Civil Law dan Common Law.
4. Mengetahui dan memahami pengertian dari hukum adat.
5. Mengetahui bagaimana Sistem Hukum Islam di Indonesia.

3
BAB II

PEMBAHASAAN

A. Defenisi Civil Law

Hukum Civil Law adalah hukum memperoleh kekuatan


mengikat,karena diwujudkan dalam peraturan-peraturan yang berbentuk
undang-undang dan tersusun secara sistematik di dalam kodifikasi.Karakteristik
dasar ini dianut mengingat bahwa nilai utama yang merupakan tujuan hukum
adalah kepastian hukum. Kepastian hukumhanya dapat diwujudkan kalau
tindakan-tindakan hukum manusia dalam pergaulan hidup diatur dengan
peraturan-peraturan hukumtertulis. Dengan tujuan hukum itu dan berdasarkan
sistem hukum yang dianut, hakim tidak dapat leluasa menciptakan hukum yang
mempunyai kekuatan mengikat umum. Hakim hanya berfungsi menetapkan dan
menafsirkan peraturan-peraturan dalam batas-batas wewenangnya. Putusan
seorang hakim dalam suatu perkara hanya mengikat para pihak yang berperkara
saja ( Doktrins Res Ajudicata)5.

Karakteristik kedua pada sistem Civil Law tidak dapat dilepaskan dari
ajaran pemisahan kekusaan yang mengilhami terjadinya Revolusi Perancis.
Menurut Paul Scolten, bahwa maksud sesungguhnya pengorganisasian organ-
organ negara Belanda adalah adanya pemisahan antara kekuasaan pembuatan
undang-undang, kekuasaan peradilan, dan sistem kasasi adalah tidak
dimungkinkannya kekuasaan yang satu mencampuri urusan kekuasaan lainnya.
Penganut sistem Civil Law memberi keleluasaan yangbesar bagi hakim untuk
memutus perkara tanpa perlu meneladani putusan-putusan hakim terdahulu.

5
Ibid.Jeremias Lemek, 2007,Mencari Keadilan: Pandangan Kritis TerhadapPenegakan Hukum DiIndonesia.Jakarta, Galang
Press. Hlm. 45

4
Yang menjadi pegangan hakim adalah aturan yang dibuatoleh parlemen, yaitu
undang-undang.6

Karakteristik ketiga pada sistem hukum Civil Law adalah apa yang oleh
Law rence Friedman disebut sebagai digunakannya sistem Inkuisitorial dalam
peradilan. Di dalam sistem itu, hakim mempunyai peranan yang besar dalam
mengarahkan dan memutuskan perkara;hakim aktif dalam menemukan fakta dan
cermat dalam menilai alatbukti. Menurut pengamatan Friedman, hakim di dalam
sistem hukum Civil Law berusaha untuk mendapatkan gambaran lengkap.

Bentuk-bentuk sumber hukum dalam arti formal dalam


sistemhukumCivil Lawberupa peraturan perundang-undangan, kebiasaan-
kebiasaan, dan yurisprudensi. Dalam rangka menemukan keadilan,para yuris dan
lembaga-lembaga yudisial maupun quasi-judisialmerujuk kepada sumber-
sumber tersebut. Dari sumber-sumber itu,yang menjadi rujukan pertama dalam
tradisi sistem hukumCivil Lawadalah peraturan perundang-undangan. Negara-
negara penganutcivillawmenempatkan konstitusi pada urutan tertinggi dalam
hirarkiperaturan perundang-undangan. Semua negara penganutcivil
lawmempunyai konstitusi tertulis.7

Sistem hukum ini memiliki segi positif dan negatif. Segipositifnya


adalah hampir semua aspek kehidupan masyarakat sertasengketa-sengketa yang
terjadi telah tersedia undang-undang/hukumtertulis, sehingga kasus-kasus yang
timbul dapat diselesaikan denganmudah, disamping itu dengan telah tersedianya
berbagai jenis hukumtertulis akan lebih menjamin adanya kepastian hukum
dalam prosespenyelesaiannya. Sedang segi negatifnya, banyak kasus yang
timbulsebagai akibat dari kemajuan zaman dan peradaban manusia, tidaktersedia
undang-undangnya.

6
Jeremias Lemek, 2007,Mencari Keadilan: Pandangan Kritis TerhadapPenegakan Hukum DiIndonesia.Jakarta, Galang
Press. Hlm. 45
7
Soerojo Wignjodipoero, 1983,Pengantar dan Asas-asas Hukum adat,Jakarta, Gunung Agung, hlm. 27-31

5
B. Defenisi Common Law

Nama lain dari sistem hukum Anglo-Saxonadalah“AngloAmerika”


atauCommon Law”. Merupakan sistem hukum yang berasaldari Inggris yang
kemudian menyebar ke Amerika Serikat dan negara-negara bekas
jajahannya.Kata “Anglo Saxon” berasal dari namabangsa yaitu bangsa Angel-
Sakson yang pernah menyerang sekaligusmenjajah Inggris yang kemudian
ditaklukan oleh Hertog Normandia,William. William mempertahankan hukum
kebiasaan masyarakatpribumi dengan memasukkannya juga unsur-unsur hukum
yangberasal darisistem hukum Eropa Kontinental.8

Nama Anglo-Saxon, sejak abad ke-8 lazim dipakai untukmenyebut


penduduk Britania Raya, yakni bangsa Germania yangberasal dari suku-suku
Anglia, Saks, dan Yut. Konon, pada tahun 400M mereka menyeberang dari
Jerman Timurdan Skandinavia Selatanuntuk menaklukkan bangsa Kelt, lantas
mendirikan 7 kerajaan kecilyang disebut Heptarchi. Mereka dinasranikan antara
596-655 M.9

Sistem hukum anglo saxon merupakan suatu sistem hukumyang


didasarkan pada yurispudensi, yaitu keputusan-keputusan hakimterdahulu yang
kemudian menjadi dasar putusan hakim-hakimselanjutnya. Sistem Hukum
Anglo Saxon cenderung lebihmengutamakan hukum kebiasaan, hukum yang
berjalan dinamissejalan dengan dinamika masyarakat. Pembentukan hukum
melaluilembaga peradilan dengan sistem jurisprudensi dianggap lebih baik agar
hukum selalu sejalan dengan rasa keadilan dan kemanfaatan yangdirasakan oleh
masyarakat secaranyata.Sistem hukum ini diterapkandi Irlandia, Inggris,
Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Kanada(kecuali Provinsi Quebec) dan
Amerika Serikat (walaupun negarabagian Louisiana mempergunakan sistem
hukum ini bersamaandengan sistim hukum Eropa Kontinental Napoleon). Selain
negara-negara tersebut, beberapa negara lain juga menerapkan
sistemhukumAnglo-Saxon campuran, misalnya Pakistan, India dan Nigeria

8
Sunaryati Hartono, 1991,Politik Hukum Menuju Satu Sistem HukumNasional, Bandung, Alumni, hlm. 73
9
Handoyo, Hestu Cipto, 2009,Hukum Tata Negara Indonesia.Yogyakarta,Universitas Atma Jaya. Hlm. 58

6
yangmenerapkan sebagian besar sistem hukum Anglosaxon, namun
jugamemberlakukan hukum adat dan hukum agama.10

C. Perbedaan Sistem Civil Law dan Common Law

Beberapa perbedaan antara sistem Civil Law dengan sistem Common


Law antara lain sebagai berikut:

1. Sistem hukum eropa kontinental mengenal sistem peradilanadministrasi,


sedang sistem hukum anglo saxon hanyamengenal satu peradilan untuk
semua jenis perkara.
2. Sistem hukum eropa kontinental menjadi modern karenapengkajian yang
dilakukan oleh perguruan tinggi sedangkansistem hukum anglo saxon
dikembangkan melalui praktekprosedur hukum.
3. Hukum menurut sistem hukum eropa kontinental adalah suatusollen
bulansein sedang menurut sistem hukum anglo saxonadalah kenyataan yang
berlaku dan ditaati oleh masyarakat.
4. Penemuan kaidah dijadikan pedoman dalam pengambilankeputusan atau
penyelesaian sengketa, jadi bersifat konsepatau abstrak menurut sistem
hukum eropakontinental sedangpenemuan kaidah secara kongkrit langsung
digunakan untukpenyelesaian perkara menurut sistem hukum anglo saxon.
5. Pada sistem hukum eropa kontinental tidak dibutuhkanlembaga untuk
mengoreksi kaidah sedang pada sistem hukumanglo saxon dibutuhkan suatu
lembaga untuk mengoreksi, yaitu lembaga equaty. Lembaga ibi memberi
kemungkinanuntuk melakukan elaborasi terhadap kaidah-kaidah yang
adaguna mengurangi ketegaran.
6. Pada sistem hukum eropa kontinental dikenal dengan adantakodifikasi
hukum sedangkan pada sistem hukum anglo saxontidak ada kodifikasi.
7. Keputusan hakim yang lalu (yurisprudensi) pada sistem hukumeropa
kontinental tidak dianggap sebagai kaidah atau sumberhukum sedang pada

10
Ibid.

7
sistem hukum anglo saxon keputusanhakim terdahulu terhadap jenis perkara
yang sama mutlakharus diikuti.
8. Pada sistem hukum eropa kontinental pandangan hakimtentang hukum
adalah lebih tidak tekhnis, tidak terisolasidengan kasus tertentu sedang pada
sistem hukum anglo saxonpandangan hakim lebih teknis dan tertuju pada
kasus tertentu.
9. Pada sistem hukum eropa kontinental bangunan hukum, sistemhukum, dan
kategorisasi hukum didasarkan pada hukumtentang kewajiban sedang pada
sistem hukum anglo saxonkategorisasi fundamental tidak dikenal.Pada
sistem hukumeropa kontinental strukturnya terbuka untuk perubahan
sedangpada sistem hukum anglo saxon berlandaskan pada kaidahyang
sangat kongrit.11

D. Penerapan Hukum Adat Di Indonesia


Pengabaian keberadaan hukum adat sebagai salah satu sumber
hukum di Indonesia, salah satunya karena anggapan bahwa hukum adat sangat
bersifat tradisional dan tidak dapat menjangkau perkembangan jaman
(globalisasi dan teknologi). Penelitian ini mengkaji bidang-bidang hukum adat
manakah yang masih relevan dalam mengatasi permasalahann-permasalahan
yang dihadapi. Indonesia dalam era globalisasi, dan bagaimanakah urgensi
hukum adat sebagai landasan kebijakan pembangunan hukum nasional.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif analitis dengan
pendekatan yuridis normatif, dimana data dan informasi yang akan
dikumpulkan baik dari segi pengkajiannya mauppun dari segi pengelolaannya
dilakukan secara interdisipliner dan multidisipliner serta lintas sektoral. Data
dan informasi tersebut kemudian dianalisis secara yuridis normatif dengan
mendalam sehingga diperoleh gambaran mengenai hukum adat. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sebagia pranata hukum adat antara lain hukum

11
george Winterton, “Comparative Law Teaching” dalam theAmericanJournal of Comparative Law, Vol. 23, No.
1.(Winter, 1975), hal. 69-118.

8
waris, hak ulayat, gadai,sewa, bagi hasil masih relevan dan dapat menjadi
sumber inspirasi pembentukan hukum nasional dan menjadi sumber hukum
dalam proses penemuan hukum.
Eksistensi hukum adat sebagai living law bangsa Indonesia semakin
12
hari semakin termar-ginalkan. Hukum adat yang semula menjadi hukum
yang hidup dan mampu memberikan solusi dalam berbagai permasalahan
pergaulan hidup masyarakat Indonesia, semakin hari semakin pudar
eksistensinya. Saat ini, dalam kenyataan empiriknya kadangkala banyak
bermunculan berbagai masalah yang dihadapi masyarakat adat Indonesia
ketika hukum adat berhadapan dengan hukum positif. Contohnya ketika hak-
hak tradisional masyarakat berhadapan dengan kepentingan investor melalui
sarana hukum negara.
Perkembangan Sistem Hukum Indonesia yang cenderung lebih
memilih civil law dan common law system dan politik hukum Indonesia yang
mengarah pada kodifikasi dan unifikasi hukum,mempercepat lenyapnya
pranata hukum adat. Bahkan tidak dapat dipungkiri kenyataan ini bahwa saat
ini, terkait aktivitas ekonomi, hukum positif bertransformasi menuju sistem
hukum Islam (syariah). Dapat dikatakan bahwa dalam aktivitas bisnis seperti
hukum perseroan, hukum pembiayaan baik dalam perbankan, pasar modal dan
asuransi serta hukum kontrak berlaku dualisme sistem hukum, yakni
konvensional dan syariah. Terkait dengan eksistensi prinsip syariah dalam
aktivitas ekonomi, penulis berpendapat bahwa justru pranata hukum adat yang
berkenaan dengan aktivitas ekonomi banyak memiliki kesamaan pandangan
dengan prinsip syariah, antara lain mengutamakan prinsip keseimbangan,
larangan eksploitasi tanpa batas dan pembangunan berkelanjutan. Dengan
demikian, saat ini selain hukum Adat, maka prinsip syariah pun menjadi
sumber pembentukan hukum nasional. Semakin terpinggirkannya keberadaan
hukum adat sebagai salah satu sumber hukum di Indonesia, salah satunya
karena anggapan bahwa hukum adat sangat bersifat tradisional dan tidak dapat

12
Ibid.

9
menjangkau perkembangan jaman (globalisasi dan teknologi). Implikasi dari
politik hukum Indonesia ini dirasakan pula di dalam pemecahan permasalahan
di masyarakat yang menafikan hukum Adat, yang sebenarnya lebih relevan.
Sebagai contoh, maraknya konflik horizontal, antara masyarakat adat di satu
wilayah, seharusnya dapat diselesaikan melalui peran lembaga penyelesaian
masyarakat adat.
Masalah krusial yang timbul dalam keseharian adalah perbedaan
persepsi antara penguasaan tanah oleh masyarakat berdasarkan hak ulayat
dengan kepentingan umum yang menjadi beban an
kewajiban negara. Contoh lain adalah gagasan agar dasar patut dipidananya
suatu perbuatan diperluas ke ranah nilai hukum adat. Perjalanan sejarah
berlakunya hukum diIndonesia mencatat bahwa banyak para ahli hukum justru
mempelajari hukum adat sebagai hukum yang hidup di masyarakat Indonesia.
Van Vollenhoven misalnya, menyatakan bahwa apabila “seseorang
ingin mendapatkan pengetahuan dan keterangan tentang hukum yang hidup
dibumi ini, justru karena keragaman bentuknya pada zaman lampau dan
sekarang, maka keseluruhan aturan Hindia (baca: di Indonesia) merupakan
13
suatu sumber yang tak kunjung kering untuk dipelajari. Pernyataan ini
mengandungpengakuan bahwa pluralisme hukum di lingkungan adat
merupakan hal yang unik, menarik dan merupakan ciri masyarakat Indonesia.
Kusni Sulang (Anggota Lembaga Kebudayaan Dayak Palangka Raya) bahkan
menegaskan bahwa kemajemukan hukum adat sebagai rahmat. Pluralisme
hukum mampu menjadi pemersatu, menjadisolusi bahkan menciptakan
ketentraman dalam pergaulan hidup masyarakat.
Hingga saat ini, pluralisme hukum adat di Indonesia yang tumbuh
kembang secara dinamis mengikuti perkem- bangan masyarakatnya dengan
tetap bertumpu pada karakteristik masyarakat adat dan pola pikir participerend
coschmish menarik minat para pakar dari penjuru dunia untuk dijadikan objek
penelitian. Sekedar mengingatkan, saat ini terkait dengan penyelesaian

13
Ibid.

10
sengketa baik perdata maupun pidana berkembang metode atau pen-dekatan
yang dikenal dengan pendekatan restoratif (restorative approach), yang mirip
dengan pola pikir participerend coschmish yang dianut oleh masyarakat adat.
Implementasi pemulihan keadaan keseimbangan berdasarkan pola pikir
participerend coschmish tersebut, menjelma dalam beberapa upacara,
pantangan atau ritus (rites de passage). Fakta ini menunjukkan bahwa konsepsi
dan pola pikir adat ternyata bukan saja masih relevan, melainkan menjadi
inspirasi bagi negara-negara lain untuk mengembangkan hukum guna
memenuhi rasa keadilan masyarakat. Masyarakat adat memiliki pola yang
sama dalam menyelesaikan konflik di masyarakat, yakni mengontrol
kehidupan dalam masyarakat dan menjatuhkan sanksi jika dilanggar sehingga
pemulihan menjadi sangat efektif. Contoh lain, Universitas Utrecht berupaya
mendorong digunakannya musyawarah mufakat model masyarakat adat
Melayu dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Dalam masyarakat
Adat, penyelesaian sengketa melalui musyawarah merupakan hukum yang
hidup dan dikenal Penulis memahami fakta kehidupan plural sebagai
pemersatu inilah yang juga terkandung dalam semboyan “Bhinneka Tunggal
Ika”. Pola pikir Prticipernd coschmish bertumpu pada pandangan bahwa alam
semesta dengan segala isinya merupakan satu kesatuan yang harus senantiasa
dijaga keutuhan dan keseimbangannya.
Oleh karena itu setiap gangguan terhadap keseimbangan alam
14
semesta perlu dipulihkan seperti sediakala. penyelesaian Sengketa sebagai
pilihan penyelesaian di luar pengadilan, yang secara nyata terinspirasi oleh
perkembangan penyelesaian sengketa di negara dengan common law system.
Selanjutnya, dapat dilihat bahwa dalam rangka kodifikasi dan unifikasi hukum
di Indonesia, berbagai peraturan perundang-undangan mengacup pada sistem
hukum common law, civil law dan syariah. Penerimaan secara utuh sistem
hukum lain dalam pembentukan perundang-undangan di Indonesia dalam
implementasinya kadangkala menimbulkan benturan dengan rasa keadilan

14
Ibid.

11
masyarakat di Indonesia. Contoh konkrit, bidang hukum ekonomi, khususnya
Pasar modal misalnya banyak mengembangkan jenis-jenis perjanjian tidak
bernama seperti kontrak investasi kolektif, perjanjian perwaliamanatan,
perjanjian kepialangan, dan transaksi derivatif. Khusus praktik transaksi
derivatif, pengadilan masih menggolongkan transaksi derivatif di pasar modal
sebagai perjanjian untung-untungan berdasarkan Pasal 1774 KUHPerdata.
Pandangan yang keliru tentang transaksi derivatif ini terlihat dari kasus
derivatif yang terjadi di dunia perbankan antara Bank Niaga dan Dharmala
Agrifood, Bank Niaga dan Suryamas Duta Makmur, Mayora Indah dan
Bankers Trust, Bank Credit Lyonnais Indonesia dan PT Nugrasentana.
Peranan hukum adat dalam pembangunan hukum nasional Indonesia
cukup besar. Hal ini dikarenakan hukum adat merupakan kebudayaan
nasioanal Indonesia yang mencerminkan jiwa dan semangat bangsa Indonesia.
Pancasila yang di gali dari hukum adat kemudian menjadi dasar Negara,
falsafah bangsa serta norma dasar.
Penerapan hukum adat dilakukan oleh lembaga adat (kedamangan),
penerapan hukum sebagai upaya dalam menegakkan hukum serta untuk
memulihkan ketidak seimbangan lingkungan masyarakat adat dari akibat
adanya pelanggaran (masalah yang terjadi hukum adat yang terjadi).
Hukum adat selain dapat digolongkan berdasarkan keragaman
sebagaimana terdapat dalam lingkungan-lingkungan hukum (rechtskring),
juga dapat dilihat dari perspektif lain, yakni dari bidang kajian, yaitu hukum
adat mengenai tata susunan warga (hukum tata negara), hukum adat mengenai
hubungan antar warga (hukum perdata), dan hukum adat tentang delik (hukum
pidana).15 Berdasarkan hal tersebut dan untuk mengkaji hukum adat yang
masih relevan, digunakan sebagai sumber pembentukan hukum nasional,
peneliti terlebih dahulu menetapkan rambu-rambu sebagai berikut. Pertama,
kajian dilakukan dengan terlebih dahulu melihat bidang-bidang hukum yang

15
Pembidangan hukum dalam hukum adat pada dasarnya tidak dikenal, namun demikian pembidangan ini
dilakukan oleh para ahli untuk mengkaji hukum adat guna kepentingan ilmiah. Soepomo, misalnya
menggunakan istilah hukum adat perdata untuk membandingkannya dengan hukum perdata Barat.

12
bersifat netral dan non netral (sensitif).16 Dimaksudkan dengan bidang hukum
netral adalah bidang hukum yang tidak berkaitan langsung dengan aspek
spiritual manusia, seperti hukum benda, hukum perjanjian dan bidang
hukumekonomi, sedangkan bidang hukum non netral adalah bidang hukum
yang berkaitan erat dengan spiritual manusia seperti hukum perkawinan,
hukum waris dan hukum tanah. Kedua, berlandaskan hukum adat yang tidak
menghambat perkembangan masyarakat yang berkeadilan.
Hukum adat atau hukum tidak tertulis didasarkan pada proses
interaksi dalam masyarakat, berfungsi sebagai pola untuk mengorganisasikan
serta memperlancar proses interaksi tersebut. Sebagai a system of stabilized
interactional expectancies, hukum adat tetap berfungsi secara efektif dalam
mengatur kehidupan masyarakat walaupun hukum tertulis dalam
perkembangannya telah mengatur bagian terbesar dalam aspek kehidupan
masyarakat. Dengan kata lain, hukum adat mempunyai fungsi manfaat dalam
pembangunan (hukum) karena:
1. Hukum adat merumuskan keteraturan perilaku mengenai peranan;
2. Perilaku-perilaku dengan segala akibat-akibatnya dirumuskan secara
menyeluruh;
3. Pola penyelesaian sengketa yang kadang bersifat simbolis. Sebagai suatu hasil
penelitian hukum adat, masalah-masalah hukum adat Indonesia ini dianalis
dengan mempergunakan pendekatan interdisipliner: yuridis sosiologis dan
antropologis.

Dengan mempelajari hukum adat, kita dapat memahami pedoman dan


pengaturan apa yang menjadi landasan suatu masyarakat untuk mengatur
kehidupan bersama mereka. Pada gilirannya, dengan mengetahui hukum adat
dapat membantu kita pula untuk menentukan hukum nasional seperti apa yang
akan dibentuk.17

16
Bidang hukum yang non netral ini adalah bidang hukum kekeluargaan, waris dan tanah.
17
Angus Holland, Jakarta: Andi, 2009.Hukum adat Indonesia/soerjono soekanto

13
E. Sistem Hukum Islam di Indonesia

Sifat keilmuan hukum islam tidak bisa dilepaskan dengan


agama islam dimana ilmu hukum islam itu muncul dan bersumber.
Pengkajian hukum islam tidak bisa melepaskan diri dari pengkajian
18
terhadap agama islam. Hukum islam sebagai sistem hukum yang
bersumber dari Dinul Islam merupakan salah satu legal system yang eksis
disamping legal system yang lain seperti civil law, common law, sosialist
law.

Perkembangan hukum Islam Indonesia sebelum abad ke 20M,


memang dalam wacana Syafi’iyyah, hal ini terjadi karena proses islamisasi
di Indonesia sejak abad 12 dan 13 merupakan saat saat di mana
perkembangan hukum Islam berada pada masa krisis dengan penutupan
pintu ijtihad sebagai titik terendahnya, walaupun pada fase berikutnya
banyak tokoh yang menggugat hal tersebut. Namun pada awal abad ke 20
muncul gerakan pembaharuan Islam. Pasang surut pemberlakuan hukum
Islam di Indonesia yang diterapkan oleh kekuatan politik hukum yang
berakar pada kekuatan sosial budaya berinteraksi dalam proses pengambilan
keputusan politik baik pada zaman kesultanan, penjajahan Belanda maupun
pada masa kemerdekaan. Walaupun demikian, hukum Islam telah
menga1ami perkembangan secara berkesinambungan, baik melalui jalur
infrastruktur politik maupun suprastruktur politik dengan dukungan
kekuatan sosial budaya itu. Di masa penjajahan Belanda dualism hukum
Islam versus hukum barat itu mulai berkembang, Belanda di Indonesia
memaksakan berlakunya hukum Belanda. Sistem hukum Islam yang semula
merupakanbagian dari kesadaran yang berlaku sehari- hari dan tidak
terpisahkan dari sistem hukum adat yang beraneka Penjajahan Hindia
Belanda mewariskan tiga tradisi hukum kepada Indonesia merdeka, yaitu

18
Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, jilid 2 UI press, Jakarta, 1984 hlm. 32 A.
Hanafi, pengantar teknologi Islam, Cet. IV, pustaka Al Husna, Jakarta. 1987, hlm. 18-21 A. Hanafi,
teknologi Islam ilmu kalam, Bulan Bintang, Jakarta, 1988, hlm. 8-10 Harun Nasution, teknologi
Islam, aliran-aliran sejarah analisa perbandingan, Jakarta, 1986 hlm. 1-10.

14
sistem hukum barat, sistem hukum Islam, dan sistem hukum adat. Ketiga
tradisi inilah yang menjadi sumber norma bagi terbentuknya sistem hukum
nasional Indonesia merdeka. Pemikiran hukum islam di Indonesia dapat
terlihat mulai Abad ke 17 M., Pemikiran ini berada berada dalam
keseimbangan baru tasawuf-fiqh, dan wacana Syafii’yyah, hal ini terjadi
karena pemikiran hukum merupakan perwujudan dari gerakan pemikiran
tasawuf yang telah dahulu ada dan akibat langsung dari keberadaan mazhab
Syafi’i yang dianut oleh penyebar Islam pertama di Nusantara abad ke 12
dan 13 M. Dua karakteristik espimologi inilah yang menjadi langgam yang
menonjol bagi gerakan pemikiran hukum Islam di Indonesia ketika itu.
Tidak adanya karya yang dibilang original dan otentik yang terlahir dari
para pemikir disebabkan oleh situasi yang kurang menguntungkan dari
proses, waktu, dan karakter Islam pertama tersebut.19 Pengertian Hukum
Islam Menurut Ulama dan Ahli

 Pengertian hukum islam menurut beberapa tokoh, dapat


diartikan sebagai berikut.

1. Abdul Ghani Abdullah

Menurut Abdul Ghani Abdullah dalam bukunya yang diterbitkan di Gema


Insani Press mengungkapkan bahwa hukum islam sebagai hukum yang
bersumber dan menjadi bagian dari agama islam. Ia pun juga menyebutkan
bahwa konsepsi hukum islam sebagai dasar dan kerangka hukum yang
ditetapkan oleh Allah.

Hukum islam menurut Abdul Ghani Abdullah, tidak hanya mengatur antara
manusia dengan Tuhannya saja. tetapi juga mengatur hubungan antara
manusia dengan manusia. Juga mengatur antara hubungan manusia dengan
alam semesta.

19
Mahsun Fuad, Hukum Islam Indonesia, (Jokjakarta:
LKIS, 2005.), h.36.

15
2. Amir Syarifuddin

Beda lagi dengan pendapat Amir Syarifuddin, hukum islam menurutnya


sebagai perangkat peraturan wahyu Allah dan Sunnah Rasul tentang tingkah
laku manusia mukalaf yang diakui dan diyakini. 20

3. Eva Iryani

Hukum islam menurut Eva Iryani adalah syariat islam yang berisi sistem
kaidah-kaidah yang didasarkan pada wahyu Allah SWT dan Sunnah Rosul
mengenai tingkah laku orang yang sudah dapat dibebani kewajiban, yang
diakui dan diyakini, yang mengikat semua pemeluknya.

Eva Iryani menjelaskan bahwa tingkah laku yang dimaksud


adalah mengacu pada segala perilaku dan sikap Rasulullah. Disebutkan pula
syariat diambil berdasarkan pada istilah yang merunut pada hukum-hukum
yang diperintahkan Allah Swt untuk umat-Nya dengan amaliyah.

Dari pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa


pengertian hukum islam dapat diartikan sebagai kerangka dasar aturan islam
yang merujuk pada Al-Quran dan Hadis. Sesuai dengan namanya, hukum
islam mengatur hubungan antara manusia dengan tuhannya. Ataupun
hubungan antara manusia dengan manusia bahkan dengan alam semesta.

 Sumber Hukum Islam yang Utama

Kehadiran hukum islam ternyata memiliki maksud dan


tujuan. Salah satunya untuk menyatukan perbedaan. Mengingat banyak
interpretasi tentang ajaran islam. Interpretasi yang timbul inilah yang
memicu terjadi perbedaan pendapat, konflik, pemahaman radikal dan sifat
keegoisan masing-masing golongan.

20
Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, jilid 2 UI press, Jakarta, 1984 hlm. 32 A.
Hanafi, pengantar teknologi Islam, Cet. IV, pustaka Al Husna, Jakarta. 1987, hlm. 18-21 A. Hanafi,
teknologi Islam ilmu kalam, Bulan Bintang, Jakarta, 1988, hlm. 8-10 Harun Nasution, teknologi
Islam, aliran-aliran sejarah analisa perbandingan, Jakarta, 1986 hlm. 1-10.

16
Maka dari itu, hukum islam hadir sebagai penengah. Kenapa
penengah? Karena hukum islam disusun berdasarkan pada sumber hukum
islam, dikutip dari lama NU Online. Adapun sumber hukum islam yang
digunakan, mengacu sebagai berikut.

1. Al-Qur’an

Sumber hukum islam yang paling dasar adalah Al Qur’an.


Sebagai kitab suci umat muslim, tentu saja Al Qur’an sebagai tiang dan
penegak. DImana Al Qur’an pesan langsung Dari Allah SWT yang
diturunkan lewat Malaikat Jibril. Kemudian Jibril menyampaikan
langsung kepada Nabi Muhammad.

Muatan Al Qur’an berisi tentang anjuran, ketentuan, larangan,


perintah, hikmah dan masih banyak lagi. Bahkan, di dalam Al Quran juga
disampaikan bagaimana masyarakat yang berakhlak, dan bagaimana
seharusnya manusia yang berakhlak.

2. Hadits

Hadits sabagai sumber islam yang tidak kalah penting.


Kenapa hadis digunakan untuk hukum islam? Karena Hadis merupakan
pesan, nasihat, perilaku atau perkatan Rasulullah SAW. segala sabda,
perbuatan, persetujuan dan ketetapan dari Rasulullah SAW, akan dijadikan
sebagai ketetapan hukum islam.21

Hadits mengandung aturan-aturan yang terperinci dan segala


aturan secara umum. Muatan hadits masih penjelasan dari Al-Qur’an.
Perluasan atau makna di dalam masyarakat umum, hadits yang mengalami
perluasan makna lebih akrab disebut dengan sunnah.

21
Ibid

17
3. Ijma’

Mungkin ada yang asing dengan sumber hukum islam yang


ketiga, iaitu ijma’. Ijma’ dibentuk berdasarkan pada kesepakatan seluruh
ulama mujtahid. Ulama yang di maksud di sini adalah ulama setelah
sepeninggalan Rasulullah SAW.

Kesepakatan dari para ulama, Ijma’ tetap dapat


dipertanggungjawabkan di masa sahabat, tabiin dan tabi’ut tabiin.
Kesepakatan para ulama ini dibuat karena penyebaran Islam sudah
semakin meluas tersebar kesegala penjuru.

Tersebarnya ajaran islam inilah pasti ada perbedaan antara


penyebar satu dengan yang lainnya. nah, kehadiran ijma’ diharapkan
menjadi pemersatu perbedaan yang ada.

4. Qiyas

Qiyas sepertinya tidak banyak orang yang tahu. Sekalipun ada


yang tahu, masih ada perbedaan keyakinan, bahwa qiyas ini tidak termasuk
dalam sumber hukum islam. Meskipun demikian, para ulama sudah sepakat
Qiyas sebagai sumber hukum islam.

Qiyas adalah sumber hukum yang menjadi penengah apabila


22
ada suatu permasalahan. Apabila ditemukan permasalahan yang tidak
ditemukan solusi di Al-Quran, Hadits, Ijma’ maka dapat ditemukan dalam
qiyas.

Qiyas adalah menjelaskan sesuatu yang tidak disebutkan


dalam tiga hal tadi (Al-quran, hadits dan Ijma’) dengan cara
membandingkan atau menganalogikan menggunakan nalar dan logika.

22
Ibid

18
Keempat sumber hukum islam di atas menunjukkan bahwa
hukum islam tidak sekedar hukum biasa. Karena dasarnya mengacu pada 4
hal yang sangat fundamental.

Bahkan, ada beberapa pendapat lain, selain mengacu pada


empat sumber hukum di atas, masih ada lagi sumber hukum islam, yaitu :

 Istihsan,
 Istishab,
 Saddudz-dzari’ah atau tindakan preventif, urf atau
adat
 dan Qaul sahabat Nabi SAW.

Pembagian Hukum-Hukum Islam

Jika dilihat dari pembagian hukum islam, memiliki beberapa bagian.


Ada yang hukumnya wajib, ada yang hukumnya sunnah, haram, makruh dan
mubah. Berikut ulasannya.

1. Wajib

23
Saya yakin, banyak yang menyadari betul kata
wajib satu ini. Dikatakan wajib apabila mengerjakan
perbuatan akan mendapatkan pahala. Apabila
meninggalkan kewajiban, akan mendapatkan siksa atau
dosa. Kecuali bagi orang yang tidak mengetahui
ilmu/aturan.

2. Sunnah

Dikatakan sunnah apabila seseorang yang


mengerjakan perintah akan mendapatkan pahala. Jika tidak

23
Ibid

19
mengerjakannya pun tidak dosa atau tidak disiksa. Hanya
saja, banyak orang yang menyarankan untuk mengerjakan
sunnah, karena sayang jika ada kesempatan
mengumpulkan amal, tidak dimanfaatkan.

3. Haram

Dalam kehidupan sehari-hari, umat muslim memiliki


banyak aturan yang menyangkut tentang ke-halal-lan dan
mana yang haram. Dikatakan haram apabila hal-hal yang
dilarang tetap dilanggar, akan dicatat sebagai dosa. Jika
meninggalkan hal-hal yang haram, maka akan dicatat
mendapatkan pahala.

4. Makruh

Dikatakan makruh apabila aturan yang dimakruhkan


di tinggalkan, maka jauh lebih baik. sedangkan jika yang
dimakruhkan tetap dilakukan, maka kurang elok atau
kurang baik. Baik itu kurang baik untuk diri sendiri atau
orang lain. Misalnya, merokok, bagi diri sendiri tidak baik
untuk kesehatan. Bagi orang pun juga kurang baik.

5. Mubah

Dikatakan mubah hal-hal yang dibolehkan dalam agama


dibolehkan di kerjakan atau yang seharusnya di tinggalkan
tidak di kerjakan. 24

24
Ibid

20
Tujuan Hukum Islam

Tujuan hukum islam dalam kehidupan sehari-hari sangat banyak membantu.


Setidaknya membantu tatanan masyarakat dan mengontrol perilaku sikap manusia
yang sadar akan hukum islam.

Secara umum, tujuan hukum islam, yaitu sebagai ketetapan hukum islam,
kemaslahatan umat manusia, kemaslahatan dunia dan akhirat serta petunjuk ke jalan
yang benar bagi manusia.

1. Maqashid AlSyari’ah

Maqashid Al-Syariah disebut juga dengan ketetapan


hukum islam. Nah, di sini ada tiga tingkatan, yaitu
tingkatan kebutuhan primer yang wajib dipenuhi, jika tidak
dipenuhi akan berantakan. 25Ada juga kebutuhan sekunder
sebagai kebutuhan pendukung dan kebutuhan tersier yang
sifatnya hanya melengkapi saja.

2. Kemaslahatan Umat Manusia

Sepertinya sudah disinggung di pembahasan


sebelumnya. Bahwa hukum islam hadir sebagai penengah
atau solusi atas segala permasalahan yang terjadi. Baik
masalah yang bersifat keyakinan ataupun masalah
hubungan interaksi sosial.

3. Mewujudkan Kemaslahatan di dunia dan di akhirat

Ternyata tidak sekedar bermanfaat untuk urusan


dunia dan masalah perbedaan saja. Hukum islam juga
bertujuan dalam mewujudkan kemaslahatan di dunia dan di
akhirat.

25
Ibid

21
Contoh Hukum Islam

Sebenarnya ada banyak hal yang sering kita temukan tentang contoh hukum islam.
Bahkan, kita juga mengalaminya. Contoh hukum islam yang nyaris kita tidak
pernah memikirkan sampai kesana adalah masalah pencatatan pernikahan.

Jika dilihat di Al-Quran ataupun di hadits, perintah yang mewajibkan atau


menyuruh pencatatan pernikahan tidak ada. Ternyata di masa Rasulullah SAW pun
katanya juga tidak pencatatan nikah. Namun, setelah sepeninggalan beliau juga
tidak mewajibkan untuk mencatat pernikahan.

Menariknya, dari semua itu, tidak ada yang melarang melakukan pencatatan.
Kemudian di era saat ini, pencatatan nikah dilakukan. 26Hal ini karena pencatatan
nikah dianggap memberi banyak manfaat besar bagi masyarakat. Misalnya,
meminimalisir terjadinya kemudharatan, perselingkuhan dsb. Karena melihat
manfaat inilah, maka pencatatan nikah kini menjadi hukum islam modern yang
didasarkan pada maslahah mursalah.

26
Ibid

22
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

sistem hukum adalah suatu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur yang
mempunyai interaksi satu sama lain dan bekerja sama untuk mencapai tujuan
kesatuan tersebut. Kesatuan tersebut diterapkan terhadap kompleks unsur-unsur
yuridis seperti peraturan hukum, asas hukum, dan pengertian hukum.

negara hukum, Indonesia menganut tiga sistem hukum sekaligus yang hidup dan
berkembang di masyarakat yakni sistem hukum civil,sistem hukum adat, dan sistem
hukum Islam

Hukum Civil Law adalah hukum memperoleh kekuatan mengikat,karena


diwujudkan dalam peraturan-peraturan yang berbentuk undang-undang dan
tersusun secara sistematik di dalam kodifikasi.Karakteristik dasar ini dianut
mengingat bahwa nilai utama yang merupakan tujuan hukum adalah kepastian
hukum.

Pengabaian keberadaan hukum adat sebagai salah satu sumber hukum di Indonesia,
salah satunya karena anggapan bahwa hukum adat sangat bersifat tradisional dan
tidak dapat menjangkau perkembangan jaman (globalisasi dan teknologi).

B. Saran

Semoga dengan materi atau penjelasan diatas kita semua dapat menyadari
tentang dunia hukum dalam ruang lingkup yang cukup luas agar kita bisa turut
mengambil peran dalan pemerintah terkhusus disulawesi tengah.

23
DAFTAR PUSTAKA

https://deepublishstore.com/materi/pengertian-hukum-islam/

Holand Angus Emily. 2009. Jakarta. Andi

Buku Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia. Oleh
Abd. Shomad

Winardi, Pengantar Tentang Teori Sistem dan Analisa Sistem ( Bandung : Mandar
Maju, 1989).

Yudha Bhakti Ardhiwisastra, Imunitas Kedaulatan Negara Di Forum Pengadilan


Asing ( Bandung : Alumni, 1999).

Abubakar, Lastuti. “Implikasi Aktivitas Ekonomi Syariah Terhadap


Perkembangan Hukum Ekonomi di Indonesia.” Jurnal Legal Re-view. Vol. I No.
2 Desember 2010. Jakar-ta: FH Universitas Pancasila;-------. 2009. Transaksi
Derivatif di Indonesia Tinjauan Hukum tentang Perdagangan Derivatif di Bursa
Efek. Bandung: Books Terrace & Library;.

24

Anda mungkin juga menyukai