Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN


Sistem Hukum dan Peradilan di Indonesia

Disusun Oleh:
KELOMPOK 3
1. Gusti Ayu Diah Jumliani
2. Komang Sandy Pramana
3. Sitti Khirania
4. Dhini Amalya Rama
5. Nurul Ramadani

Mengetahui Guru Mata Pelajaran

NP. Ayu Santiasih, S.Pd.


NIP.

SMA NEGERI 1 LADONGI


Tahun Ajaran 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan tugas Makalah ini dalam bidang studi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan, yang berjudul “Sistem Hukum dan Peradilan di Indonesia.”
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Guru
Bidang Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Selain itu, makalah ini ditulis untuk
membantu para pembaca untuk lebih mengetahui mengenai sistem hukum dan peradilan di
Indonesia.
Kami menyadari bahwa Makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna, baik
dari segi bahasa, isi maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun dari semua pembaca. Guna menjadi acuan kami agar
penulisan berikutnya bisa menjadi lebih baik lagi.

Atula, November 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

JUDUL.....................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................1
C. Tujuan ..........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Makna Sistem Hukum..................................................................................................3
B. Tujuan dan Fungsi Sistem Hukum...............................................................................4
C. Karakteristik Sistem Hukum di Indonesia....................................................................5
D. Sistem Hukum yang Berlaku di Indonesia...................................................................6
E. Makna Lembaga Peradilan...........................................................................................6
F. Perangkat Lembaga Peradilan di Indonesia.................................................................7
G. Peranan Lembaga Peradilan.........................................................................................9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................................................................12
B. Saran.............................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................13

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengadilan Negeri pada masa kolonial Hindia belanda disebut landraad. Pegadilan
Negeri merupakan salah satu wujud dari kekuasaan kehakiman yang berlaku di Indonesia.
Kekuasaan kehakiman merupakan elemen penting dalam konsep negara hukum yang
diberlakukan di Indonesia.
Negeri Indonesia telah menetapkan dirinya sebagai negara hukum. Negeri hukum adalah
konsep negara yang bersandar pada keyakinan bahwa kekuasaan negara harus dijalankan
atas dasar hukum yang adil dan baik. Konsekuensi dari ditetapkannya negara kita sebagai
negara hukum adalah bahwa segala kehidupan kenegaraan selalu berdasarkan kepada
hukum. Negara hukum mensyaratkan bahwa setiap Tindakan dari negara haruslah bertujuan
untuk menegakkan kepastian hukum, dilakukan secara setara, menjadi unsur yang
mengsahkan demokrasi dan memenuhi tuntutan akal budi.
Perwujudan Indonesia sebagai negara hukum tentu sangat baik untuk didukung dan
dijunjung tinggi. Karena di dalam usaha menjadi negara hukum terdapat unsur-unsur baik di
antaranya menghargai hak asasi dan martabat manusia, adanya pembagian dan pemisahan
kekuasaan, pemerintahan dijalankan berdasarkan konstitusi negara, serta adanya peradilan
dalam perselisihan anatara rakyat dalam negara. Hal ini menunjukkan tidak ada kebebasan
mutlak bagi rakyat, penyelenggara negara maupun lembaga-lembaga negara dalam
menjalankan kehidupannya.
Negara dengan hukum yang baik dan benar tentu akan mengatur bagaimana rakyatnya
harus bertindak sebagai warga negara yang baik dan patuh terhadap hukum serta mengatur
bagaimana pemerintah harus menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Untuk menjaga dan
mengawasi bahwa hukum itu berlaku dengan efektif tanpa adanya pelanggaran-pelanggaran
serta menegakkan keadilan, maka di negara kita dibentuk lembaga peradilan. Lembaga
peradilan merupakan sarana bagi semua pencari keadilan untuk mendapatkan perlakuan yang
sama semestinya di depan hukum.

B. Rumusan Masalah
1. Apa makna sistem hukum?
2. Apa tujuan dan fungsi sistem hukum?
3. Bagaimana karakteristik sistem hukum di Indonesia?

1
4. Bagaimana sistem hukum yang berlaku di Indonesia?
5. Apa makna lembaga peradilan?
6. Apa saja perangkat lembaga peradilan?
7. Apa peranan lembaga peradilan?

C. Tujuan
1. Mengetahui makna sistem hukum.
2. Mengetahui tujuan dan fungsi sistem hukum,
3. Mengetahui karakteristik dari sistem hukum.
4. Mengetahui sistem hukum yang berlaku di Indonesia.
5. Mengetahui makna lembaga peradilan.
6. Mengetahui perangkat lembaga peradilan.
7. Mengetahui peranan lembaga peradilan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Makna Sistem Hukum


Istilah sistem hukum terdiri dari dua kata, diantaranya sistem dan hukum. Sistem sendiri
dapat diartikan sebagai jenis satuan yang kemudian dibangun dengan menggunakan
komponen-komponen serta berhubungan secara mekanik fungsional di anatara yang satu
dengan yang lainnya. Sementara hukum, dimaknai sebagai suatu perangkat kaidahd dalam
bentuk peraturan yang mengatur tingkah laku manusia dalam kehidupan yang bersifat
memaksa seta mengikat, isinya adalah larangan serta perintah yang wajib dipatuhi dan
mendapatkan sanksi saat melanggarnya.
Dengan demikian, sistem hukum adalah suatu kesatuan hukum yang terdiri dari berbagai
macam unsur interaksi antara individu yang satu dengan yang lainnya dan saling bekerja
sama dengan tujuan untuk kesatuan tersebut. sistem hukum juga dapat diartikan sebagai
kesatuan sistem yang tersusun atas integralitas berbagai komponen pada hukum, serta
masing-masing memiliki fungsi tersendiri dan terikat dalam satu kesatuan yang saling
terkait. Bukan hanya saling terkait saja, tetapi setiap fungsi tersebut juga saling
memengaruhi, berperan dan saling bergantung dalam proses kesatuan. Dalam hal ini, proses
keatuan dapat diartikan seperti proses sistem hukum untuk mewujudkan suatu tujuan hukum.
Selain itu ada beberapa pengertian hukum menurut para ahli, diantaranya sebagai
berikut:
1. Mr. E.M. Meyers
Mr. E.M. Meyers, di dalam buku ‘Algemene begrippen van het Burgerlijk Recht’
mengatakan bahwa hukum merupakan aturan-aturan yang mengandung berbagai
pertimbangan kesusilaan, untuk kemudian ditujukan melalui tingkah laku manusia dalam
lingkup masyarakat, serta dijadikan pedoman pada penguasa-penguasa negara dalam
melaksanakan berbagai tugasnya.
2. S.M. Amin
S.M. Amin dalam buku ‘Bertamasya ke Alam Hukum’ mengungkapkan bahwa
hukum sebagai suatu kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari sanksi-sanksi dan
norma. Adapun tujuan hukum diantaranya adalah mengadakan ketatatertiban dalam suatu
pergaulan manusia, sehingga keamanan dan ketertiban kemudian terjaga.
3. J.C.T. Simorangkir dan Woerjono Sastro Pranoto

3
J.C.T Simorangkir dan Woerjono Sastro Pranoto dalam buku ‘Pelajaran Hukum
Indonesia’ menyatakan bahwa hukum sebagai suatu peraturan yang sifatnya memaksa,
serta menentukan tingkah laku manusia dalam suatu lingkungan masyarakat dan dibuat
oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran peraturan-peraturan tadi ini
kemudian akan berakibat diambilnya tindakan, pada suatu hukum tertentu.

B. Tujuan dan Fungsi Sistem Hukum


1. Tujuan Sistem Hukum
Meskipun hukum itu tidak dapat dilihat, namun sangat penting bagi kehidupan
masyarakat, karena hukum itu mengatur hubungan antara anggota masyarakat soerang
dangan yang lain, begitu pula hubungan antara anggota masyarakat dengan
masyarakatnya. Artinya, hukum mengatur hubungan antara manusia perseorangan
dengan masyarakat.
C.S.T. Kansil pun turut menjelaskan mengenai apa tujuan hukum. Menurutnya,
untuk menjamin kelangsungan keseimbangan dalam hubungan antara anggota
masyarakat, diperlukan peraturan hukum di mana setiap pelanggar hukum akan dikenai
sanksi hukuman. Demi menjaga peraturan hukum dapat berlangsung terus dan diterima
masyarakay serta harus sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan asas keadilan, tujuan
hukum adalah menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu
harus bersendikan pada keadilan, yaitu asas keadilan dari masyarakat.
Selain itu, tujuan hukum adalah menjaga dan mencegah agar setiap orang tidak
menjadi hakim atas dirinya sendiri (eigenrichting is verboden), tidak mengadili dan
menjatuhi hukuman terhadap setiap pelanggar hukum terhadap dirinya. Namun, tiap
perkara harus diselesaikan melalui proses pengadilan dengan perantara hakim.

2. Fungsi Sistem Hukum


Setelah memahami bagaimana tujuan hukum, tidak jauh-jauh dari pegertian
hukum adalah pengaturan hubungan antara seseorang dengan yang lain, Budiono
Kusumohamidjojo dalam bukunya Filsafat Hukum, Problematik Ketertiban yang Adil
menerangkan mengenai fungsi hukum, yaitu mencapai ketertiban umum dan keadilan.
Secara konseptual, bersumber dari buku yang sama, ketertiban umum dapat dipahami
sebagai manifestasi dari suatu keadaan damai yang dijamin oleh keamanan kolektif, yaitu
suatu tatanan, di mana manusia merasa aman secara kolektif.

4
Sementara itu, Hans Kelsen pelopor ajaran hukum murni menegaskan pengertian
hukum harus dibedakan dari pengertian keadilan. Magnis Suseno mengutip kata Gustav
Radbruch yang menyatakan hukum bisa saja tidak adil, tetapi hukum hanyalah hukum
karena maunya adil. Tapi sekalipun ada pembedaan, adanya upaya untuk meletakkan
keduanya dalam hubungan fungsional merupakan keadilan yang dicapai melalui hukum
itu adalah esensial bagi negara manapun.

C. Karakteristik Sistem Hukum di Indonesia


Sebelumnya perlu diketahui bahwa hukum Indonesia merupakan suatu sistem hukum
dengan karakter yang khas, yang berbeda dari sistem hukum negara lain. Ungkapan di atas
relevan dengan pendapat Mochtar Kusumaatmaja (2000:127) yang menyatakan bahwa
sistem hukum Indonesia memiliki beberapa ciri khas yang membedakannya dari negara
bekas jajahan lainnya.berikut ini merupakan karakteristik hukum Indonesia:
1. Hasil perubahan fundamental terhadap sistem hukum kolonial
Seperti juga bekas negara jajahan lainnya, Indonesia pada saat proklamasi
kemerdekaannya juga “terpaksa mewarisi” sistem hukum kolonial atau sistem hukum
yang pernah diberlakukan oleh pemerintah penjajah. Namun meskipun demikian,
Indonesia berbeda dengan bekas jajahan lainnya. Pada umumnya negara bekas jajahan
tetap melanjutkan sistem hukum yang mereka warisi dari negara penjajah, misalnya
Belanda yang tetap melanjutkan code penal (hukum pidana) dan code civil (hukum
perdata) peninggalan Perancis yang pernah menjajahnya. Sedangkan Indonesia bertekad
untuk sedapat-dapatnya melepaskan diri dari ide hukum kolonial dengan mengadakan
perubahan fundamental terhadap sistem hukum yang kolonial yang masih diberlakukan
berdasar Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945. Tekad ini berawal dari
suatu keyakinan bahwa substansi dan nilai-nilai hukum adat sebagai hukum asli rakyat
Indonesia merupakan hukum yang sesuai dengan rasa keadilan dan kultur hukum bangsa
Indonesia, sehingga hukum adat yang selama ini terjajah akan diangkat dan
dikembangkan secara penuh sebagai substansi hukum nasional.
Adapun perubahan-perubahan mendasar atau fundamental terhadap hukum
kolonial yang telah dilaksanakan antara lain meliputi:
a. Usaha untuk melakukan kodifikasi dan unifikasi hukum perdata dan pidana, dengan
tujuan dapat berlaku bagi seluruh penduduk Indonesia, tanpa membedakan golongan.
Usaha ini tidak seluruhnya berhasil, karena hanya Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana yang berhasil diberlakukan bagi seluruh penduduk Indonesia (unifikasi),

5
sedangkan hukum perdata tidak berhasil diunifikasikan, sehingga sampai dengan
dewasa ini hukum perdata di Indonesia masih bersifat pluralistis.
b. Penghapusan penggolongan penduduk dan pemberlakuan hukum yang berbeda untuk
tiap golongan berdasar Pasal 163 IS, karena tidak sesuai dengan cita-cita dan asas-
asas yang menjadi dasar negara Republik Indonesia. Tindakan penghapusan
golongan penduduk ini berhasil dilakukan, sehingga di Indonesia hanya dikenal dua
kewarganegaraan, yaitu: warga negara Indonesia dan warga negara Asing.
c. Mengubah secara radikal sistem peradilan kolonial yang membedakan antara sistem
peradilan yang berlaku bagi golongan Eropa (Raad van Justitie) dan peradilan bagi
golongan pribumi. Sehingga di negara Republik Indonesia hanya dikenal satu sistem
peradilan umum yakni Pengadilan Umum.
2. Pluralisme hukum perdata di Indonesia: dengan berlakunya hukum perdata Eropa
yang bersumber pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, hukum Adat dan hukum
Islam.
3. Merupakan sistem hukum yang mengakui keberadaan hukum tidak tertulis di
samping hukum tertulis.
Guna menjamin kepastian hukum, maka telah diusahakan agar semua hukum
sebanyak mungkin diberi bentuk tertulis (atau dituangkan dalam bentuk peraturan
perundangan). Tetapi selain hukum tertulis, Indonesia juga tetap akan mengakui dan
memberi tempat pada hukum tidak tertulis (yaitu hukum adat) sepanjang hukum adat
tersebut masih relevan dan masih dibutuhkan oleh masyarakat serta tidak bertentangan
dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

D. Sistem Hukum yang Berlaku di Indonesia


Sistem hukum yang berlaku di Indonesia adalah sistem campuran. Sebagai negara bekas
jajahan Belanda, sistem hukum Indonesia cenderung mengikuti sistem hukum civil law atau
hukum Eropa Kontinental. Namun dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di
Indonesia, sistem hukum Islam ikut mempengaruhi. Hal ini karena sebagian mayoritas
penduduk di Indonesia beragama Islam. Adapun keberadaan hukum adat juga turut
mempengaruhi dalam sistem hukum Indonesia. Beberapa aturan di bidang hukum waris,
hukum agraria hingga hukum pidana (secara terbatas) juga dipengaruhi atau mengadopsi dari
sistem hukum adat.

E. Makna Lembaga Peradilan

6
Peradilan dan pengadilan adalah dua hal yang sangat berbeda. Menurut buku
Perbandingan Sistem Hukum karya Misbahul Huda (2020), pada dasarnya Undang-Undang
Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman adalah landasan hukum sistem
peradilan negara dan mengatur tentang peradilan dan pengadilan pada umumnya. Akan
tetapi, pada pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman dijelaskan
bahwa peradilan dilakukan demi keadilan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa dan
peradilan negara menerapkan serta menegakkan hukum dan keadilan berdasrkan Pancasila.
Berbeda halnya dengan istilah pengadilan yang disebutkan dalam pasal 4 Undang-Undang
Kekuasaan Kehakiman, yaitu pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-
bedakan orang dan pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala
hambatan dan rintangan demi tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.
Jadi, kesimpulannya adalah peradilan merupakan proses menerapkan dan menegakkan
hukum demi keadilan, sedangkan pengadilan adalah tempat mengadili dan membantu para
pencari keadilan agar tercapai suatu peradilan. Selain itu, peradilan adalah sebuah proses
dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan atau proses mencari keadilan itu sendiri.
Beda dengan pengadilan yang merupakan lembaga tempat subjek hukum mencari keadilan.

F. Perangkat Lembaga Peradilan di Indonesia


Lembaga peradilan memiliki peran penting dalam implementasi konsep negara hukum
saat proses demokratisasi, terutama dalam kondisi transisi dari sistem politik yang otoriter ke
arah masyarakat demokratis dan transparan. Indonesia memiliki beberapa lembaga peradilan
yang bertujuan untuk menciptakan keadilan di sebuah negara. Setiap lembaga peradilan
memiliki alat kelengkapan atau perangkatnya. Berikut ini merupakan perangkat dari lembaga-
lembaga peradilan tersebut.
1. Peradilan Umum
Pada awalnya peradilan umum diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun
1986. Setelah dinilai tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan hukum
masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan menurut Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-undang ini diubah dengan Undang-Undang RI
Nomor 8 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1986
tentang Peradilan Umum dan Undang-Undang RI Nomor 49 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum.
Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum dilaksanakan oleh:

7
a. Pegadilan Negeri: pengadilan negeri mempunyai daerah hukum yang meliputi
wilayah kabupaten atau kota dan berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota.
b. Pengadilan Tinggi: pengadilan tinggi merupakan pengadilan tingkat banding.

2. Peradilan Agama
Peradilan agama diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama dan Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama serta Undang-Undang
RI Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan
agama dilakukan oleh:
a. Pengadilan Agama: pengadilan agama berkedudukan di ibu kota kabupaten atau
kota dan daerah hukumnya meliputi wilayah kabupaten atau kota.
b. Pengadilan Tinggi Agama: pengadilan tinggi agama berkedudukan di ibu kota
provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi.

3. Peradilan Militer
Peradilan militer diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1997. Dalam
undang-undang tersebut, yang dimaksud dengan pengadilan adalah badan yang
melaksanakan kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan militer yang meliputi
Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilan Militer Utama, dan
Pengadilan Militer Pertempuran.
Dalam peradilan militer dikenal adanya oditurat yaitu badan di lingkungan TNI yang
melakukan kekuasaan pemerintahan negara di bidang penuntutan dan penyidikan
berdasarkan pelimpahan dari Panglima TNI. Oditurat terdiri atas oditurat militer, oditurat
militer tinggi, oditurat jenderal, dan oditurat militer pertempuran.

4. Peradilan Tata Usaha Negara


Pada awalnya, peradilan tata usaha negara diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 5
Tahun 1986, kemudian undang-undang tersebut diubah dengan Undang- Undang RI
Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara, serta diubah lagi dengan Undang-Undang RI
Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun

8
1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Kekuasaan kehakiman di lingkungan
peradilan tata usaha negara dilaksanakan oleh:
a. Pengadilan Tata Usaha Negara: pengadilan tata usaha negara berkedudukan di ibu
kota kabupaten atau kota dan daerah hukumnya meliputi wilayah kabupaten atau
kota.
b. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara: pengadilan tinggi tata usaha negara
berkedudukan di ibu kota provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi.

5. Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi merupakan perwujudan dari pasal 24 C Undang- Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Lebih lanjut Mahkamah Konstitusi diatur dalam
Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dan Undang-
Undang RI Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 24
Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Konstitusi terdiri dari 9 (sembilan) orang hakim konstitusi yang diajukan
masing-masing 3 (tiga) orang oleh DPR, presiden, dan Mahkamah Agung dan ditetapkan
dengan Keputusan Presiden. Susunan organisasinya terdiri atas seorang Ketua
merangkap anggota, seorang Wakil Ketua merangkap anggota, dan 7 (tujuh) anggota
hakim konstitusi.
Untuk kelancaran tugas Mahkamah Konstitusi dibantu oleh sebuah Sekretariat Jenderal
dan Kepaniteraan, yang susunan organisasi, fungsi, tugas, dan wewenangnya diatur lebih
lanjut dengan Keputusan Presiden atas usul Mahkamah Konstitusi.
Masa jabatan hakim konstitusi adalah 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya
untuk satu kali masa jabatan. Ketua dan Wakil ketua dipilih dari dan oleh hakim
konstitusi untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun. Hakim konstitusi adalah pejabat negara.

G. Peranan Lembaga Peradilan


Berdasarkan Pancasila, lembaga peradilan berperan untuk menerapkan dan menegakkan
hukum dan keadilan. Pengadilan sebagai lembaga penegak hukum bertugas untuk
memeriksa, mengadili, dan memutus setiap perkara yang diajukan kepadanya agar
mendapatkan keadilan. Perkara yang masuk tidak boleh ditolak hakim pengadilan dengan
alasan tidak mampu atau tidak ada hukum yang dapat dipakai untuk menyelesaikannya. Jenis
perkara yang masuk disesuaikan dengan tugas dan kewenangan dari tiap lembaga peradilan

9
yang ada. Jadi, melaksanakan kekuasaan kehakiman di Indonesia untuk menegakkan hukum
dan keadilan adalah peranan lembaga peradilan.
Agar hukum dan keadilan dapat diterapkan dan ditegakkan, pengadilan haruslah
dilaksanakan berdasarkan asas-asas berikut.
1. Pengadilan memeriksa, mengadili, dan memutus perkara dengan hadirnya terdakwa,
kecuali undang-undang menentukan lain.
2. Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu
perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan
wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.
3. Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda bedakan orang.
4. Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan
intangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.
5. Putusan pengadilan dilaksanakan dengan memerhatikan nilai kemanusiaan dan keadilan.
6. Peradilan dilkukan demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
7. Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan.
8. Hakim harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil,
profesional, dan berpengalaman di bidang hukum.
9. Terhadap putusan pengadilan tingkat pertama dapat dimintakan banding kepada
pengadilan tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undang undang
menentukan lain.
10. Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hokum apabila
diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
11. Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan atau dihadapkan di depan
pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang
menyatakan kesalahannya.
12. Semua pengadilan memeriksa, mengadili, dan memutus dengan sekurang kurangnya tiga
orang hakim, kecuali undang-undang menentukan lain.
13. Tidak seorang pun dapat dikenakan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan
penyitaan, selain atas perintah tertulis oleh kekuasaan yang sah dalam hal dan menurut
cara yang diatur dalam undang-undang.
14. Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan
yang hidup dalam masyarakat. Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim
wajib memerhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa.

10
15. Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa alasan berdasarkan
undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang
diterapkannya, berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi, dan telah memperoleh
kekuatan hukum tetap. Hal ini disebut dengan asas praduga tak bersalah.
16. Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali undang-undang
menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi.
17. Tidak seorang pun dapat dihadapkan ke pengadilan selain daripada yang ditentukan oleh
undang-undang.
18. Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum.
19. Terhadap putusan pengadilan dalam tingkat banding dapat kasasi kepada Mahkamah
Agung oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang menentukan lain.
20. Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pihak-pihak
yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung
apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam undang-undang.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sesuatu disebut hukum jika mengandung unsur-unsur: peraturan mengenai tingkah laku
manusia dalam pergaulan masyarakat; peraturan itu dibuat dan ditetapkan oleh badan-badan
resmi yang berwajib; peraturan itu bersifat memaksa; dan sanksi terhadap pelanggaran
peraturan tersebut adalah tegas. Adapun yang menjadi karakteristik dari hukum adalah
adanya perintah dan larangan, serta perintah atau larangan tersebut harus dipatuhi oleh
semua orang. Ketaatan atau kepatuhan terhadap hukum yang berlaku merupakan konsep
nyata dalam diri seseorang yang diwujudkan dalam perilaku yang sesuai dengan sistem
hukum yang berlaku. Oleh karena itu dibentuklah lembaga peradilan untuk menjaga dan
mengawasi hum yang berlaku.

B. Saran
Sistem hukum dan peradilan yang ada di Indonesia harus dijalankan dengan adil dan
sesuai peraturan perundang-undangan, agar warga negara Indonesia bisa mematuhi hukum
yang berlaku.

12
DAFTAR PUSTAKA

https://news.detik.com/berita/d-5998916/sistem-hukum-adalah-apa-pengertian-
komponen-hingga-yang-berlaku-di-indonesia
http://repository.ut.ac.id/3859/1/PKNI4207-M1.pdf
https://www.hukumonline.com/klinik/a/pemahaman-singkat-tentang-fungsi-hukum-dan-
tujuan-hukum-lt623030c1270b7
https://www.gramedia.com/literasi/sistem-hukum/
https://halojambi.id/index.php/opini/7207-mengenal-lebih-dekat-sistem-hukum-civil-
law-dan-sistem-hukum-common-law
https://kumparan.com/berita-update/makna-lembaga-peradilan-dan-pengadilan-di-
indonesia-1x0rVrrxzux
https://nasional.kompas.com/read/2022/04/23/03000001/perangkat-lembaga-peradilan-
di-indonesia
https://mas-alahrom.my.id/pkn/berbagai-macam-perangkat-lembaga-peradilan-di-
indonesia/
https://bantuanhukum-sbm.com/artikel-peranan-lembaga-lembaga-peradilan

13

Anda mungkin juga menyukai