Anda di halaman 1dari 20

Makalah Sistem Penegakan Hukum di Indonesia

Di susun oleh Kelompok 9 :

1. Roihatul Jannah
2. Rosijah Habibi
3. Rosita Sari
4. Sabda Uli Manullang
5. Sam’ah

PROGRAM PENDIDIKAN S1 KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
ABDI NUSANTARA JAKARTA
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Bismillah,

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT, serta sholawat salam


tercurahkan untuk junjungan Nabi besar Muhammad SAW. Kami bersyukur
karena telah dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Sistem Penegakan
Hukum di Indonesia“ ini sebagai tugas dari mata kuliah Pendidikan Anti Korupsi.

Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi orang
lain dan dapat di aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari terutama bagi kaum
pelajar, karena sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang dapat memberikan
manfaat kepada sesamanya. Apabila ada kesalahan dalam tulisan kami, kami
memohon maaf, karena segala kekurangan dan kesalahan adalah sebagian dari
sifat manusia, sedangkan segala kesempurnaan hanyalah milik Allah ‘azza wajalla
saja. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.

Jakarta, 26 Maret 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................1

1.1 Latar Belakang ....................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................................2
1.3 Tujuan .................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN ...............................................................................................4

2.1 Pengertian Penegakan Hukum ...........................................................................4


2.2 Aparatur Penegak Hukum ...................................................................................5
2.3 Faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum.................................................7
2.4 Permasalahan Penegakan Hukum di Indonesia .................................................9
2.5 Pemberdayaan Masyarakat Dan Penegakan Hukum ........................................14
BAB III PENUTUP .....................................................................................................15

3.1 Kesimpulan ........................................................................................................15

DAFTAR ISI ...............................................................................................................16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini tidak mudah untuk memaparkan kondisi hukum di Indonesia tanpa
adanya keprihatinan yang mendalam mendengar ratapan masyarakat yang
terluka oleh hukum, dan kemarahan masyarakat pada mereka yang
memanfaatkan hukum untuk mencapai tujuan mereka tanpa menggunakan hati
nurani.
Masalah penegakan hukum di Indonesia merupakan masalah yang sangat
serius dan akan terus berkembang jika unsur di dalam sistem itu sendiri tidak
ada perubahan, tidak ada reformasi di bidang itu sendiri. Karakter bangsa
Indonesia yang kurang baik merupakan aktor utama dari segala ketidaksesuaian
pelaksanaan hukum di negeri ini. Perlu ditekankan sekali lagi, walaupun tidak
semua penegakan hukum di Indonesia buruk. Namun keburukan penegakan
hukum ini seakan menutupi segala keselarasan hukum yang berjalan di mata
masyarakat. Begitu banyak kasus-kasus hukum yang silih berganti dalam kurun
waktu relatif singkat, bahkan bersamaan kejadiannya.
Perlu ada reformasi yang sebenarnya, karena permasalahan hukum ini
merupakan permasalahan dasar suatu negara, bagaimana masyarakat bisa
terjamin keamanannya atau bagaimana masyarakat bisa merasakan keadilan
yang sebenarnya, hukumlah yang mengatur semua itu, dan perlu digarisbawahi
bahwa hukum sebenarnya telah sesuai dengan kehidupan masyarakat, tetapi
oknum yang ingin mengambil keuntungan baik pribadi maupun kelompok
merupakan penggagas segala kebobrokan hukum di negeri ini. Perlu banyak
evaluasi-evaluasi yang harus dilakukan, harus ada penindaklanjutan yang jelas
mengenai penyelewengan hukum yang semakin hari semakin menjadi.
Perlu ada ketegasan tersendiri dan kesadaran yang hirarki dari individu atau
kelompok yang terlibat di dalamnya. Perlu ditanamkan mental yang kuat, sikap
malu dan pendirian iman dan takwa yang sejak kecil harus diberikan kepada

1
kader-kader pemimpin dan pelaksana aparatur negara atau pihak-pihak
berkepentingan lainnya. Karena baik untuk hukum Indonesia, baik pula untuk
bangsanya dan buruk untuk hukum di negeri ini, buruk pula konsekuensi yang
akan diterima oleh masyarakat dan Negara.
Penegakan adalah proses, cara, perbuatan, menegakkan. Selain itu hukum
memiliki beberapa pengertian atau definisi dari hukum, antara lain: Hukum
adalah:
1) Peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang
dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah;
2) Undang-undang, peraturan, dsb untuk mengatur pergaulan hidup
masyarakat;
3) Patokan (kaidah,ketentuan) mengenai peristiwa (alam, dsb) yang tertentu;
4) Keputusan (pertimbangan) yang diterapkan oleh hakim (di pengadilan);
vonis.

Hukum adalah keseluruhan peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam


suatu kehidupan bersama: keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang
erlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan
pelaksanaannya dengan suatu sanksi penegakan hukum adalah usaha-usaha
yang diambil oleh pemerintah atau suatu otoritas untuk menjamin tercapainya
rasa keadilan dan ketertiban dalam masyarakat dengan menggunakan
beberapa perangkat atau alat kekuasaan negara baik dalam bentuk undang-
undang, sampai pada para penegak hukum antara lain polisi, hakim, jaksa,
serta pengacara.

Bangsa yang beradab adalah bangsa yang menjalankan fungsi hukumnya


secara merdeka dan bermartabat. Merdeka dan bermartabat berarti dalam
penegakan hukum wajib berpihak pada keadilan, yaitu keadilan untuk semua.
Sebab apabila penegakan hukum dapat mengaplikasikan nilai keadilan, tentulah
penerapan fungsi hukum tersebut dilakukan dengan cara-cara berpikir yang
filosofis. (Supriadi, 2008)

1.2 Rumusan Masalah

2
Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam penulisan ini
penulis mendapatkan hasil yang diinginkan, maka penulis mengemukakan
beberapa perumusan masalah. Rumusan masalah itu adalah :
Adapun rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1) Apakah penegakan hukum itu?
2) Apakah itu aparatur penegak hukum?
3) Apakah Faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum?
4) Apakah Permasalahan Penegakan Hukum di Indonesia?
5) Bagaimana Pemberdayaan Masyarakat dan Penegakan Hukum?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:
1) Untuk memenuhi tugas mata kuiah Sistem Hukum Indonesia
2) Untuk menambah pengetahuan tentang Penegakan Hukum
3) Untuk mengetahui berbagai permasalahan Penegakan Hukum di Indonesia

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. SISTEM PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA


1. Pengertian Penegakan Hukum
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya
atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku
dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum
itu dapat dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai
upaya penegakan hukum oleh subjek dalam arti yang terbatas atau sempit.
Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum
dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif
atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri
pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau
menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari segi subjeknya itu,
penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum
tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan
sebagaimana seharusnya. Dalam memastikan tegaknya hukum itu, apabila
diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk menggunakan
daya paksa.
Pengertian penegakan hukum itu dapat pula ditinjau dari sudut objeknya,
yaitu dari segi hukumnya. Dalam hal ini, pengertiannya juga mencakup makna
yang luas dan sempit. Dalam arti luas, penegakan hukum itu mencakup pula
nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya bunyi aturan formal maupun
nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Tetapi, dalam arti sempit,
penegakan hukum itu hanya menyangkut penegakan peraturan yang formal dan
tertulis saja. Karena itu, penerjemahan perkataan ‘law enforcement’ ke dalam

4
bahasa Indonesia dalam menggunakan perkataan ‘penegakan hukum’ dalam arti
luas dan dapat pula digunakan istilah ‘penegakan peraturan’ dalam arti sempit.
Pembedaan antara formalitas aturan hukum yang tertulis dengan cakupan nilai
keadilan yang dikandungnya ini bahkan juga timbul dalam bahasa Inggeris
sendiri dengan dikembangkannya istilah ‘the rule of law’ versus ‘the rule of just
law’ atau dalam istilah ‘the rule of law and not of man’ versus istilah ‘the rule by
law’ yang berarti ‘the rule of man by law’. Dalam istilah ‘the rule of law’
terkandung makna pemerintahan oleh hukum, tetapi bukan dalam artinya yang
formal, melainkan mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di
dalamnya. Karena itu, digunakan istilah ‘the rule of just law’. Dalam istilah ‘the
rule of law and not of man’ dimaksudkan untuk menegaskan bahwa pada
hakikatnya pemerintahan suatu negara hukum modern itu dilakukan oleh hukum,
bukan oleh orang. Istilah sebaliknya adalah ‘the rule by law’ yang dimaksudkan
sebagai pemerintahan oleh orang yang menggunakan hukum sekedar sebagai
alat kekuasaan .
Dengan uraian di atas jelaslah kiranya bahwa yang dimaksud dengan
penegakan hukum itu kurang lebih merupakan upaya yang dilakukan untuk
menjadikan hukum, baik dalam arti formil yang sempit maupun dalam arti
materiel yang luas, sebagai pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hukum,
baik oleh para subjek hukum yang bersangkutan maupun oleh aparatur
penegakan hukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh undang-
undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dari pengertian yang luas itu,
pembahasan kita tentang penegakan hukum dapat kita tentukan sendiri batas-
batasnya.
Apakah kita akan membahas keseluruhan aspek dan dimensi penegakan
hukum itu, baik dari segi subjeknya maupun objeknya atau kita batasi hanya
membahas hal-hal tertentu saja, misalnya, hanya menelaah aspek-aspek
subjektifnya saja. Makalah ini memang sengaja dibuat untuk memberikan
gambaran saja mengenai keseluruhan aspek yang terkait dengan tema
penegakan hukum itu.

5
2. Aparatur Penegak Hukum
Aparatur penegak hukum mencakup pengertian mengenai institusi
penegak hukum dan aparat (orangnya) penegak hukum. Dalam arti sempit,
aparatur penegak hukum yang terlibat dalam proses tegaknya hukum itu, dimulai
dari saksi, polisi, penasehat hukum, jaksa, hakim, dan petugas sipir
pemasyarakatan. Setiap aparat dan aparatur terkait mencakup pula pihak-pihak
yang bersangkutan dengan tugas atau perannya yaitu terkait dengan kegiatan
pelaporan atau pengaduan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pembuktian,
penjatuhan vonis dan pemberian sanksi, serta upaya pemasyarakatan kembali
(resosialisasi) terpidana.
Dalam proses bekerjanya aparatur penegak hukum itu, terdapat tiga
elemen penting yang mempengaruhi, yaitu:
a) institusi penegak hukum beserta berbagai perangkat sarana dan prasarana
pendukung dan mekanisme kerja kelembagaannya;
b) budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk mengenai
kesejahteraan aparatnya, dan,
c) perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja kelembagaannya maupun
yang mengatur materi hukum yang dijadikan standar kerja, baik hukum
materielnya maupun hukum acaranya.

Upaya penegakan hukum secara sistemik haruslah memperhatikan ketiga


aspek itu secara simultan, sehingga proses penegakan hukum dan keadilan itu
sendiri secara internal dapat diwujudkan secara nyata. Namun, selain ketiga
faktor di atas, keluhan berkenaan dengan kinerja penegakan hukum di negara
kita selama ini, sebenarnya juga memerlukan analisis yang lebih menyeluruh
lagi. Upaya penegakan hukum hanya satu elemen saja dari keseluruhan
persoalan kita sebagai Negara Hukum yang mencita-citakan upaya
menegakkan dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Hukum tidak mungkin akan tegak, jika hukum itu sendiri tidak atau belum
mencerminkan perasaan atau nilai-nilai keadilan yang hidup dalam

6
masyarakatnya. Hukum tidak mungkin menjamin keadilan jika materinya
sebagian besar merupakan warisan masa lalu yang tidak sesuai lagi dengan
tuntutan zaman. Artinya, persoalan yang kita hadapi bukan saja berkenaan
dengan upaya penegakan hukum tetapi juga pembaruan hukum atau
pembuatan hukum baru.
Karena itu, ada empat fungsi penting yang memerlukan perhatian yang
seksama, yang yaitu :
1) Pembuatan hukum (‘the legislation of law’ atau ‘law and rule making’),
2) Sosialisasi, penyebarluasan dan bahkan pembudayaan hukum
(socialization and promulgation of law, dan
3) Penegakan hukum (the enforcement of law). Ketiganya membutuhkan
dukungan
4) Adminstrasi hukum (the administration of law) yang efektif dan efisien yang
dijalankan oleh pemerintahan (eksekutif) yang bertanggungjawab
(accountable).

Karena itu, pengembangan administrasi hukum dan sistem hukum dapat


disebut sebagai agenda penting yang keempat sebagai tambahan terhadap
ketiga agenda tersebut di atas. Dalam arti luas, ‘the administration of law’ itu
mencakup pengertian pelaksanaan hukum (rules executing) dan tata administrasi
hukum itu sendiri dalam pengertian yang sempit. Misalnya dapat dipersoalkan
sejauhmana sistem dokumentasi dan publikasi berbagai produk hukum yang ada
selama ini telah dikembangkan dalam rangka pendokumentasian peraturan-
peraturan (regels), keputusan-keputusan administrasi negara (beschikkings),
ataupun penetapan dan putusan (vonis) hakim di seluruh jajaran dan lapisan
pemerintahan dari pusat sampai ke daerah-daerah.
Jika sistem administrasinya tidak jelas, bagaimana mungkin akses
masyarakat luas terhadap aneka bentuk produk hukum tersebut dapat terbuka?
Jika akses tidak ada, bagaimana mungkin mengharapkan masyarakat dapat taat
pada aturan yang tidak diketahuinya? Meskipun ada teori ‘fiktie’ yang diakui
sebagai doktrin hukum yang bersifat universal, hukum juga perlu difungsikan

7
sebagai sarana pendidikan dan pembaruan masyarakat (social reform), dan
karena itu ketidaktahuan masyarakat akan hukum tidak boleh dibiarkan tanpa
usaha sosialisasi dan pembudayaan hukum secara sistematis dan bersengaja.

3. Faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum


Menurut Soerjono Soekanto, dalam bukunya faktor-faktor yang
mempengaruhi penegakan hukum (Soekanto, 2011) menyebutkan bahwa
masalah pokok dari penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor
yang mungkin mempengaruhinya, yaitu:
a) Faktor hukumnya sendiri yaitu berupa undang-undang
b) Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun yang
menerapkan hukum.
c) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
d) Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau
diterapkan.
e) Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Kemudian Al. Wisnubroto dalam bukunya yang berjudul Hakim dan peradilan
di Indonesia (1997:88-90) memuat beberapa faktor internal yang mempengaruhi
hakim dalam mengambil keputusan. Adapun beberapa faktor yang
mempengaruhi hakim dalam mempertimbangkan suatu keputusan adalah :
1) Faktor Subjektif
a. Sikap prilaku apriori
Sering kali hakim dalam mengadili suatu perkara sejak awal
dihinggapi suatu prasangka atau dugaan bahwa terdakwa atau tergugat
bersalah, sehingga harus dihukum atau dinyatakan sebagai pihak yang
kalah. Sikap ini jelas bertentangan dengan asas yang dijunjung tinggi
dalam peradilan modern, yakni asas praduga tak bersalah (presumtion of
innocence), terutama dalam perkara pidana. Sikap yang bersifat
memihak salah satu pihak (biasanya adalah penuntut umum atau
penggugat) dan tidak adil ini bisa saja terjadi karena hakim terjebak oleh

8
rutinitas penanganan perkara yang menumpuk dan target penyelesaian
yang tidak seimbang.
b. Sikap perilaku emosional
Perilaku hakim yang mudah tersinggung, pendendam dan pemarah
akan berbeda dengan prilaku hakim yang penuh pengertian, sabar dan
teliti dalam menangani suatu perkara. Hal ini jelas sangat berpengaruh
pada hasil putusannya.

c. Sikap Arrogence power


Hakim yang memiliki sikap arogan, merasa dirinya berkuasa dan
pintar melebihi orang lain seperti jaksa, penasihat hukum apalagi
terdakwa atau pihak-pihak yang bersengketa lainnya, sering kali
mempengaruhi Keputusannya.
d. Moral
Faktor ini merupakan landasan yang sangat vital bagi insan penegak
keadilan terutama hakim. Faktor ini berfungsi membentengi tindakan
hakim terhadap cobaan-cobaan yang mengarah pada penyimpangan,
penyelewengan dan sikap tidak adil lainnya

2. Faktor Objektif
a) Latar belakang sosial budaya
Latar belakang sosial hakim mempengaruhi sikap perilaku hakim.
Dalam beberapa kajian sosiologis menunjukkan bahwa, hakim yang berasal
dari status sosial tinggi berbeda cara memandang suatu permasalahan yang
ada dalam masyarakat dengan hakim yang berasal dari lingkungan status
sosial menengah atau rendah.
b) Profesionalisme
Profesionalisme yang meliputi knowledge (pengetahuan, wawasan)
danskills (keahlian, keterampilan) yang ditunjang dengan ketekunan dan
ketelitian merupakan faktor yang mempengaruhi cara hakim mengambil
keputusan masalah profesionalisme ini juga sering dikaitkan dengan kode

9
etik di lingkungan peradilan. Oleh sebab itu hakim yang menangani suatu
perkara dengan berpegang teguh pada etika profesi tentu akan
menghasilkan putusan yang lebih dapat dipertanggung jawabkan.

4. Permasalahan Penegakan Hukum di Indonesia


Indonesia tengah mengalami krisis kepatuhan hukum karena hukum telah
kehilangan substansinya. Permasalahan hukum di Indonesia yang saat ini
sedang terjadi disebabkan oleh beberapa hal yaitu sistem peradilannya,
perangkat hukumny, inkonsistensi penegakan hukum, intervensi kekuasaan
maupun perlindungan hukum. Diantara banyaknya permasalahan tersebut
adalah adanya inkonsistensi penegakan hukum yang dilaksanakan oleh aparat
baik polisi, jaksa, hakim maupun pemerintah (eksekutif) yang ada dalam wilayah
peradilan yang bersangkutan. Inkonsistensi penegakan hukum kadang
melibatkan masyarakat itu sendiri dan dalam media elektronik maupun media
cetak. Inkonsistensi penegakan hukum ini secara tidak disadari telah
berlangsung dari hari ke hari. Contoh kecil dari Inkonsistensi penegakan hukum
yang terjadi pada saat berkendaraan dijalan raya dikota besar seperti di Jakarta
yang memberlakukan aturan "three-in-one". Aturan ini tidak akan berlaku bagi
TNI dan Polri. Bahkan polisi yang bertugas membiarkan begitu saja mobil dinas
TNI atau Polri yang melintas meski mobil tersebut berpenumpang kurang dari
tiga orang atau bahkan terkadang polisi yang bertugas memberikan
penghormatan apabila penumpangnya berpangkat lebih tinggi. Secara tidak
disadari hal tersebut merupakan diskriminasi terhadap masyarakat awam tapi
sayangnya banyak masyarakat yang tidak menyadari hal tersebut. (Miftah, 2003)
Ketimpangan dan putusan hukum yang tidak menyentuh rasa keadilan
masyarakat tetap dirasakan dari hari ke hari. Berikut ini beberapa kasus
inkonsistensi penegakan hukum di Indonesia yang dikelompokan berdasarlan
beberapa alasan yang banyak ditemui oleh masyarakat awam baik melalui
pengalaman pencari keadilan itu sendiri maupun peristiwa lain yang bisa diikuti
melalui media cetak dan media elektronik.
a) Tingkat kekayaan seseorang.

10
Tingkat kekayaan seseorang dapat memperingan masa tahan
seseorang yang melakukan pelanggaran. Pelaku pelanggaran bisa
menyewa pengacara mahal yang bisa mementahkan dakwaan kejaksaan
untuk memperingan masa tahanannya atau jika perlu pelaku dapat
membayar hakim atau jaksa agar memperingan masa tahanannya.
Sebaliknya dengan pelaku pelanggaran yang tidak memiliki uang yang
banyak maka pelaku hanya bisa membayar pengacara semampunya atau
tidak sedikit pula yang mereka hanya pasrah menerima putusan hakim.
Padahal jika dibandingkan kasus pelanggarannya tidak merugikan
pemerintah milyaran rupiah. Inilah yang terjadi di Indonesia saat ini. Hukum
bisa dibeli dengan uang.
b) Tingkat Jabatan Seseorang
Mari kita simak kasus berikut ini. Kasus Ancolgate berkaitan dengan
studi banding keluar negri yang diikuti oleh sekitar 40 orang anggota DPRD
DKI Komisi D. Dalam studi banding tersebut anggota DPRD yang berangkat
memanfaatkan dua sumber keuangan yaitu SPJ anggaran yang diperoleh
dari anggaran DPRD DKI sekitar 5,2 M dan uang saku dari PT.
Pembangunan Jaya Ancol sekitar 2,1 M. Dalam kasus ini 9 orang staf
Bapedal DKI Bambang Sungkono dan Kepala Dinas Tata Kota DKI Ahmadin
Ahmad tidak dikenai tindakan apapun. Penyelesaian masalah ini dilakukan
setelah media cetak dan media elektronik menemukan ketidaksesuaian
dalam masalah pendanaan studi banding tersebut.
Penyelesaian secara administratif ini seakan dilakukan agar dapat
mencegah tindakan hukum yang mungkin bisa dilakukan. Rasa
ketidakadilan masyarakat terurik ketika sanksi ini hanya dikenalan pada
pegawai rendahan. Pihak kejaksaan pun terkesan mengulur-ulur janji untuk
mengusut kasus ini sampai ke pejabat tinggi DKI yaitu Gubernur Sutiyoso
(saat itu) yang sebagai komisaris PT. Pembangunan Jaya Ancol ikut
bertanggung jawab, Dari kasus diatas terlihat sekali bahwa seseorang yang
memiliki jabatan tinggi mendapat keringanan hukuman dibanding pegawai
rendahannya. Entah apa penyebabnya sampai hal ini terjadi. Secara tidak

11
langsung hal ini bisa disebut sebagai ketidakadilan hukum dimana karna
jabatan seseorang yang tinggi hukuman yang didapat ketika melakukan
pelanggaran hukumannya pun lebih ringan dibandingkan seseorang yang
jabatannya rendah walaupun pada kasus yang sama.
c) Nepotisme
Terdakwa Letda (Inf) Agus Isrok anak mantan Kepala Staf Angkatan
Darat (KASAD), Jendral (TNI) Subagyo H.S. diperingan hukumannya oldh
mahkamah militer dari empat tahum penjara menjadi dua tahun penjara.
Disamping itu, terdakwa juga dikembalikan ke kesatuannya selama dua
minggu sambil menunggu dan berpikir terhadap vonis mahkamah militer
tinggi. Putusan ini terasa tidk adil dibandingkan dengan vonis-vonis kasus
narkoba lainnya yang terjadi di Indonesia yang didasarkan atas pelaksanaan
UU Psikotropika. Disamping itu, proses pengadilan ini juga memperlihatkan
eksklusivitas hukum militer yang diterapkan pada kasus narkoba. Jelas
sekaki kasus ini mengesankan adanya diskriminasi hukum bagi keluarga
bekas pejabat. (Anonim, 2013)
d) Tekanan Internasional
Kasus Atambua, Nusa Tenggara Timur xang terjadi 6 September
2000 yang menewaskan tiga orang staf NHCR mendapat perhatian
Internasional dengan cepat. Tekanan Internasional ini mengakibatjan
pemerintah Indonesia bertindak dengan melucuti pesenjataan milisi Timor
Timor dan mengadiji beberapa bekas anggota milisi Timor Leste yang
dianggap bertanggung jawab. Apabila dibandingkan dengan kasus-kasus
kekerasan yang terjadi di bagian lain di Indonesia seperti Ambon, Aceh,
Samlar, Sampit, kasus Atambua termasuk kasus yang memgalami
penyelesaian secara cepat dan tanggap dari aparat. Dalam enam bulan
sejak kasus ini terjadi, kekerasan berhasil diatasi, milisi berhasil dilucuti dan
situasi kembali aman dan normal. Meskipun kasus lainnya juga mendapat
perhatian dari Internasional, namun tekanan yang diberikn pada kasus ini
lebih menekan pemerintah Indonesia untuk dapat diselesaikan secepatnya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa derajat tekanan Internasional menentukan

12
kecepatan aparat melakukan penegakan hukum dalam mengatasi kasus
kekerasan.
Dari beberapa kasus tadi, dapat menimbulkan masalah yang paling
dirasakan oleh masyarakat dan membawa dampak yang sangat buruk bagi
kehidupan bermasyarakat. Persepsi masyarakat menjadi buruk terhadap
penegakan hukum. Hal ini membuat masyarakat tidak mempercayai huktm
sebagai sarana penyelesaian konflik dan cenderung menyelesaikan
permasalahannya diluar jalur hukum. Pemanfaatan inkonsistensi penegakan
hukum oleh sekelompok orang demi kepentingannya sendiri, selaku
berakibat merugikan pihak yang tidak mempunyai kemampuan yang setara.
Akibatnya rasa ketidakadilan dan ketidakpuasan tumbuh subur di
masyarakat Indonesia. Penegakan hukum di Indonesia harus terus
diupayakan dengan mulai memperbaiki kinerja dan moral aparat baik polisi,
jaksa, hakim maupun pemerintah (eksekutif) yang ada dalam wilayah
peradilan bersangkutan. Tanpa adanya perbaikan tersebut segala bentuk
KKN akan terus berpengaruh dalam proses penegakan hukum di Indonesia.
Selain itu materi hukum sendiri juga harus terus menerus diperbaiki, peran
DPR sebagai lembaga legislatif untuk lebih aktif dalam memperbaiki dan
menciptakan perundang-undangan yang lebih sesuai dengan
perkembangan zaman dan lebih tegas lagi.
Peningkatan kesadaran hukum masyarakat juga menjadi faktor kunci
dalam penegakan hukum secara konsisten. Jadi, keterpurukan penegakan
hukum di Indonesia terletak pada faktor integritas aparat penegak hukum,
aturan hukum yang tidak responsif, serta tidak diaplikasikannya nilai-nilai
Pancasila khususnya nilai kemanusiaan, nilai musyawarah untuk mufakat
dan nilai keadilan dalam penegakan hukum oleh aparat penegak hukum,
sehingga menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap penegakan
hukum yang ada di Indonesia. Hasil penelitian, menunjukkan tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum sangat dipengaruhi
oleh keadaan atau situasional suatu daerah, apabila disuatu daerah
penegakan hukumnya baik, maka tingkat kepercayaan masyarakat juga baik

13
di daerah tersebut, namun apabila penegakan hukumnya kurang baik, maka
tingkat kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum di daerah
tersebut menjadi kurang baik.
Dalam rangka pembentukan hukum nasional, perlu dibentuk konsepsi
system hukum Indonesia, yang penulis sebut dengan Indonesia Juripridence
maka nilai-nilai Pancasila harus diserap dalam pembentukan hukum,
sehingga dibutuhkan standar hukum yang bersifat united legal frame work
dan united legal opinion (Kesatuan pandangan) di antara aparat penegak
hukum sehingga perlu dibentuk Undang-Undang sinergitas terpadu dalam
pelaksanaan tugas penegakan hukum. Untuk mengembalikan kepercayaan
masyarakat, maka dibutuhkan aparat penegak hukum yang memiliki
integritas baik, aturan hukum yang responsif yang sejalan dengan nilai-nilai
Pancasila dan selanjutnya diimplementasikan ke dalam pelaksanaan tugas
sehari-hari oleh aparat penegak hukum.

5. Pemberdayaan Masyarakat Dan Penegakan Hukum


Suatu hukum hanya dapat dilaksanakan dan diterapkan dengan baik apabila
dalam Masyarakat terdapat suatu struktur yang memungkinkan bagi setiap
anggota masyarakat untuk mewujudkan cita-cita hukum tersebut. Oleh karena itu
jika kita mengharapkan perilaku hukum masyarakat yang baik, maka kita harus
menciptakan struktur social masyarakat yang baik pula. Selama struktur sosial
masyarakat tidak terkandung kearah susunan masyarakat yang baik maka
selama itu pula perilaku hukum masyarakat sulit untuk mengarah kepada
perilaku hukum yang baik. Selanjutnya, harus pula dipahami bahwa kesadaran
hukum yang menyangkut perilaku manusia, tidak dapat dilepaskan dari sikap
batin. Oleh karena itu kesadaran hukum yang dimaksudkan haruslah memiliki
keterkaitan pula dengan sikap batin pelakunya Dengan kata lain, harus terdapat
kaitan yang erat antara sikap batin dan tindakan yang dilakukan oleh seseorang

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian yang telah kami kemukakan pada bahagian
terdahulu, maka pada bahagian ini dapat kami simpulkan hal-hal sebagai berikut:
1) Bahwa pemberdayaan masyarakat dalam proses penegakan hukum meliputi
peningkatan, pengetahuan masyarakat terhadap kaedah hukum itu sendiri
termasuk pengetahuan dan pemahamannya terhadap isi kaedah hukum itu,
ketaatan dan kepatuhan masyarakat terhadap kaedah hukum itu dan pola
perilaku hukum masyarakat itu sendiri.
2) Bahwa pemahaman hukum masyarakat dipengaruhi oleh struktur sosial
tempat di mana hukum itu berlaku, karenanya untuk mencapai terpeliharanya
tertib hukum melalui kesadaran hukum masyarakat, maka perlu pula dibenahi
struktur masyarakat yang bersangkutan, seperti struktur ekonomi, politik,
pendidikan, pertahanan keamanan dan lain sebagainya yang terdapat dalam
sistem sosial
3) Bahwa pemberdayaan masyarakat untuk memelihara tertib hukum, tidak
hanya dipengaruhi oleh faktor juridis semata, tetapi juga dipengaruhi oleh
faktor non juridis seperti sikap penegak hukum, sarana dan prasarana,
budaya hukum dan masyarakat sebagai pemegang peran;

15
4) Bahwa perlu kiranya untuk menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat agar
tertib hukum terpelihara dengan baik disusun suatu kaedah hukum yang
sesuai dengan aspirasi masyarakat Indonesia, sesuai dengan asas-asas
hukum Indonesia dengan kata lain perlu diperhatikan segi substansialnya,
bukan segi formalnya seperti yang berkembang selama ini. (Abdullah, 1987)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, S. S. (1987). Sosiologi Hukum dalam Masyarakat. Jakarta: Rajawali Press.

Anonim. (2013). Bahan Rilis LSI Korupsi dan Kepercaan Publik pada penegak

hukum. Jakarta: Anonim.

Miftah, T. (2003). Birokrasi dan Politik di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada.

Siswanto, S. (2005). Penegakan Hukum Psikotropika Kajian Sosiologi Hukum.

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Soekanto, S. (2011). Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum. Jakarta:

PT Raja Grafindo Persada.

Supriadi. (2008). Hukum Lingkungan di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

16
17

Anda mungkin juga menyukai