Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya, saya dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Sistem Hukum Malaysia” tepat pada waktunya.
Makalah ini merupakan tugas mata kuliah “Antropologi Hukum”. Makalah ini merupakan
inovasi pembelajaran untuk memahami tentang hukum dan masyarakat, semoga makalah ini
dapat berguna untuk Mahasiswa pada umumnya. Saya ingin mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu menyumbangkan ide dan pikiran mereka demi
terwujudnya makalah ini. Saya juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu saya sangat membutuhkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dan
pada intinya untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan agar dimasa yang akan datang lebih
baik lagi.

Padang, 29 September 2019

Penulis

Inayah Aprilia
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 1

DAFTAR ISI ............................................................................................................................ 2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.................................................................................................................. 3

B. Rumusan Masalah ............................................................................................................ 3

C. Tujuan................................................................................................................................3

D. Manfaat..............................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

A. Sistem hukum.....................................................................................................................5

B. Unsur-unsur dalam sistem hukum......................................................................................5

C. Sistem hukum malaysia......................................................................................................6

D. Konsep-konsep hukum malaysia........................................................................................8

E. Kepala negara malaysia.....................................................................................................9

F. Konferensi penguasa malaysia...........................................................................................9

G. Parlemen dan legislasi negara malaysia.............................................................................9

H Sumber hukum malaysia..................................................................................................11

I. Aturan hukum malaysia...................................................................................................11

J. Keamanan internal malaysia.............................................................................................12

K. Hukuman mati di malaysia...............................................................................................12

L. Struktur sistem pengadilan malaysia................................................................................12

M. Dampak hukum malaysia................................................................................................15

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ..................................................................................................................... 16

B. Saran ................................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................17
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Malaysia merupakan Negara bekas jajahan Inggris, sebagai bekas jajahan Inggris,
Malaysia tetap mempertahankan tradisi hukum kebiasaan Inggris (Common Law System)
Malaysia merupakan salah satu dari sekian banyak dari anggota negara-negara
persemakmuran inggris.

Malaysia tidak menghilangkan Hukum Asli sudah ada jauh sebelum Hukum Inggris
masuk ke dalam tatanan hukum negara Malaysia, Hal ini disebabkan Malaysia ingin
mempertahankan hukum yang sesuai dengan nilai-nilai yang ada dimasyarakatnya.Sehingga
kesadaran hukum senantiasa lebih mudah ditumbuhkan dari pada merombak seluruh budaya
hukum dengan budaya yang baru. Tradisi sistem Common Law di Inggris ini berdiri
ditengah-tengah sistem hukum islam (yang dilaksanakan oleh pengadilan atau Mahkamah
Syari’ah) dan hukum adat berbagai kelompok penduduk asli.

B.Rumusan Masalah
Adapun rumusan dari makalah ini adalah :
1. Menjelaskan pengertian sistem hukum
2. Menjelaskan unsur-unsur dalam sistem hukum
3. Menjelaskan sistem hukum malaysia
4. Menjelaskan konsep-konsep hukum malaysia
5. Menjelaskan tentang kepala negara malaysia
6. Menjelaskan tentang konferensi penguasa malaysia
7. Menjelaskan parlemen dan legislasi negara malaysia
8. Menjelaskan sumber hukum malaysia
9. Menjelaskan aturan hukum malaysia
10. Menjelaskan keamanan internal malaysia
11. Menjelaskan tentang hukuman mati di malaysia
12. Menjelaskan struktur sistem pengadilan malaysia
13. Menjelaskan dampak hukum malaysia
C. Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah supaya mahasiswa mengerti dan memahami
sistem hukum malaysia.

D. Manfaat

Manfaat dari makalah ini adalah memberi tahu tentang sistem hukum malaysia.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sistem Hukum

Menurut Lawrence M. Friedman, sistem hukum ada di mana sajabersama kita dan di
sekitar kita. Tidak sehari pun tanpa berhubungan dengan hukum dalam arti yang luas hukum
mempengaruhi atau mengubah perilaku orang. Hukum adalah sesuatu yang sangat besar,
meskipun kadang-kadang tidak terlihat. Hukum memiliki tujuan apakah berhasil atau tidak
untuk menjadikan hidup ini lebih mudah, lebih aman, lebih bahagia, atau lebih baik. Ketika
norma-norma (kaidah-kaidah) melarang sesuatu (atau menuntut sesuatu dari seseorang),
biasanya larangan itu ditujukan demi kepentingan orang lain. Hukum memberikan cara-cara
yang mudah untuk mencapai tujuan yang diharapkan.Hukum dan proses hukum sangat
penting dalam masyarakat kita. Hukum adalah sebuah konsep, abstraksi, konstruk sosial,
bukan objek konkret di dunia sekeliling kita. Dalam percapakapan sehari-hari, kata "hukum"
dikaitkan dengan "perundang-undangan", yaitu aturan dan peraturan. Menurut Donald Black,
hukum adalah kontrol sosial pemerintahan. Yang ia maksud dengan "kontrol sosial" adalah
aturan dan proses sosial yang berusaha mendorong perilaku yang baik atau mencegah
perilaku yang buruk. Ada dua cara untuk melihat hukum, yaitu memandang hukum terbentuk
oleh peraturan perundang-undangan pemerintah yang resmi dan menggunakan pendekatan
yang lebih luas dan memandang seluruh aspek kontrol sosial. Kata "hukum" seringkali hanya
merujuk kepada aturan-aturan dan peraturan-peraturan; tetapi sebuah garis dapat ditarik di
antara aturan-aturan dan peraturan-peraturan itu sendiri dan struktur, institusi, dan proses
yang menghidupkan aturan dan peraturan terse but. Domain yang diperluas inilah disebut
"sistem hukum". Sistem hukum mengandung lebih dari sekadar aturan, peraturan, perintah,
dan larangan. Dalam sistem hukum ada aturan tentang aturan. Ada aturan prosedur dan aturan
yang membeda kan aturan dari bukan aturan. H.L.A.Hart menyebut aturan tentang aturan ini
sebagai "aturan sekunder", ia menyebut aturan tentang perilaku nyata sebagai "aturan
primer". Menurut H.L.A.Hart, hukum adalah kumpulan aturan primer dan aturan sekunder.

B.Unsur-Unsur dalam Sistem Hukum

Lawrence M. Friedman mengemukakan sekarang kita memiliki satupemikiran dasar


tentang apa yang kita maksud tatkala kita berbicara tentang sistem hukum. Ada cara untuk
menganalisis wujud dunia sosial yang rumit dan penting ini. Sistem hukum memiliki
"struktur". Sistem ini terus berubah, tetapi bagian-bagiannya berubah dengan kecepatan yang
berbeda, dan tidak setiap bagian berubah secepat bagian-bagian lain. Ada pola-pola yang
bertahan lama, yaitu aspek-aspek sistem hukum yang telah ada dahulu dan akan tetap ada
dalam waktu yang panjang. Inilah struktur sistem hukum rangka atau kerangkanya, bagian
yang tahan lama, yaitu bagian yang memberikan bentuk dan wujud kepada sistem hukum
secara keseluruhan. Dalam satu hal, struktur adalah gambaran representatif dari sebuah
sistem hukum.

Aspek lain dalam sistem hukum adalah "substansi"nya, yaitu aturan-aturan, kaidah, dan
pola perilaku nyata dari orang-orang yang ada dalam sistem hukum itu. Substansi ini adalah
hukum dalam arti fakta. Atas dasar "substansi" ini polisi bertindak terhadap pelanggar
hukum. Inilah pola-pola kerja hukum hidup. Substansi juga berarti produk yang dibuat oleh
orang-orang di dalam sistem hukum keputusan-keputusan yang mereka keluarkan, aturan-
aturan baru yang mereka buat.

Dalam uraian ini tekanan diarahkan pada hukum yang hidup, bukan hanya pada aturan-
aturan dalam kitab-kitab hukum. Hal ini membawa kita kekomponen ketiga dalam sistem
hukum, yaitu "budaya hukum". Budaya hukum adalah sikap masyarakat terhadap hukum dan
sistem hukum keyakinan, nilai, gagasan, dan harapan mereka. Budaya hukum adalah bagian
dari budaya umum yang berkaitan dengan sistem hukum. Budaya hukum adalah iklim pikiran
sosial dan kekuatan sosial yangmenentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau
disalahgunakan. Tanpa budaya hukum ini, sistem hukum tak berdaya seperti ikan mati yang
mengambang di baskom.Budaya hukum membuat proses hukum berjalan.

Cara lain untuk menjelaskan ketiga unsur hukum adalah membayangkan "struktur"
hukum sebagai sebuah mesin. Substansi adalah apa yang dibuat atau dilakukan oleh mesin
itu. "Budaya hukum"adalah apa saja atau siapa saja yang memutuskan untuk menghidupkan
atau mematikan mesin dan menentukan bagaimana mesin itu digunakan.

Setiap bangsa, setiap negara, setiap masyarakat memiliki budaya hukum. Selalu ada sikap
dan opini tentang hukum. Tentunya hal ini tidak berarti setiap orang dalam suatu masyarakat
memiliki pikiran atau gagasan yang sarna. Terdapat banyak subkultur atau sub budaya. Salah
satu subkultur yang sangat penting adalah budaya hukum "orang dalam," yaitu para hakim
dan pengacara yang bekerja di dalam sistem hukum itu sendiri.

Pada umumnya kita hanya mengetahui sedikit tentang dampak keputusan, bahkan
dampak yang cepat sekalipun. Pengadilan tidak memiliki tugas untuk mengetahui apa yang
terjadi kepada para pihak-pihak yang berperkara setelah mereka meninggalkan ruang sidang,
atau apa yang terjadi kepada masyarakat luas.

C. Sistem Hukum Malaysia

Di daratan kawasan Asia Tenggara, Malaysia merupakan salah satu negara muslim,
dikatakan negara muslim karena mayoritas penduduknya adalah muslim 53%, Buddha
19,2%, Kristen 9,1%, Hindu 6,3 % dan Agama Tionghoa tradisional 2,6 %. Sisanya dianggap
memeluk agama lain, misalnya Animisme, Agama rakyat, Sikh.

Malaysia terdiri atas 13 negara bagian; tiga bagian diantaranya adalah wilayah federal.
Sembilan negara bagian dikatakan Melayu asli yaitu Johor, Kedah, Kelantan, Negeri
Sembilan, Pahang, Perak, Perlis, Selangor, dan Terengganu dan Sarawak. Sementara sisanya
adalah wilayah federal terdiri dari tiga bagian,yang disebut wilayah persekutuan, yaitu pulau
Labuan, ibukota Kuala Lumpur, dan kota baru Putrajaya.

Sistem hukum Malaysia bisa dirunut dari sisi historisnya, yaitu di tahun 1511 M, Malaka
dikuasai Portugis selama 130 tahun, pada tahun 1641 M. giliran Belanda yang menguasai
sampai tahun 1824 M. Kemudian kekuasaan beralih kepada Inggris sesuai perjanjian Anglo-
Dutch tahun 1824 M. Kejadian ini memperluas pengaruh Inggris di daerah tersebut.
Kepenguasaan Inggris atas wilayah yang sekarang disebut sebagai Malaysia kemudian
membuka jalan untuk keberlakuan hukum kebiasaan Inggris di Malaysia.

Jadi sebagai bekas jajahan Inggris, Malaysia tetap mempertahankan tradisi hukum
kebiasaan Inggris (Common Law System). Tradisi ini berdiri ditengah-tengah sistem hukum
Islam dan hukum adat. Secara tidak langsung, Malaysia menggunakan Common Law System
murni tanpa bercampur dengan sistem yang lain.

Common Law System pertama kali dibawa dan diperkenalkan di wilayah Melayu melalui
Undang-undang Hukum Perdata pada tahun 1878 M. Selain hukum perdata, hukum pidana
dan hukum acara perdata dan pidana, serta hukum kontrak juga didatangkan Inggris dari india
yang pada intinya juga merupakan prinsip-prinsip Common Law yang sudah dikodifikasikan.

Undang-Undang hukum perdata mengalami revisi di tahun 1956 M. dan 1972 M. dan
diganti nama menjadi Undang-Undang Hukum Perdata 1956. Dalam undang-undang hukum
perdata ini, secara jelas disebutkan bahwa keberlakuannya dibatasi dengan adanya aturan
agama dan adat setempat. Meskipun demikian, para praktisi hukum, baik hakim dan
pengacara yang umumnya berpendidikan Inggris selalu menggunakan hukum Inggris ini dan
mengesampingkan hukum yang hidup pada masyarakat Melayu. Dampaknya adalah adanya
dua system hukum yang berlaku dalam permasalahan ini.

Oleh karena itu, dalam aspek-aspek yang lain, hukum Islam dan adat yang tidak tertulis
mulai terpinggirkan. Sebagai reaksi terhadap kelancangan Inggris dalam mengendalikan dan
administrasi Negara dan hukum, para sultan memperkuat lembaga-lembaga yang masih
berada dalam wewenangnya, antara lain lembaga-lembaga yang terkait Islam dan adat
Melayu. Para sultan mulai memperkuat lembaga-lembaga seperti majelis agama, mufti dan
peradilan agama.

Pengaruh jajahan Inggris, ternyata bukan hanya pada sistem hukum yang dianut negara
Malaysia, melainkan pada sisi yang lebih terinci juga demikian. Sebutlah prinsip aturan
hukum yang dipraktekkan di Malaysia, yang secara umum mengikuti hukum administratif
Inggris sebagaimana dikembangkan dalam pengadilan Malaysia. Keputusan yang dibuat
administrator dan pengadilan harus berada dalam lingkup kebijaksanaan atau yurisdiksi yang
diberikan. Mereka harus mengikuti prinsip ’keadilan alami’ (natural justice).

Keadilan alami yaitu keadilan dengan berdasarkan pada nilai-nilai keadilan yang hidup
dan berkembang dalam masyarakat. Sifat keadilan ini mirip dengan teori law as a tool yang
dipelopori oleh Poun, dimana hukum atau keadilan disesuaikan dengan hukum yang hidup di
masyarakat. Bisa jadi, teori Poun juga diadopsi oleh sistem keadialan Malaysia.

Salah satu pengecualian dalam aturan hukum adalah kekebalan kon-stitusional yang
diberikan pada penguasa sehingga tidak dapat tersentuh proses pidana ataupun perdata.
Kekebalan ini dihapuskan pada tahun 1993 dengan syarat bahwa proses pengadilan terhadap
raja atau penguasa harus diselenggarakan melalui pengadilan khusus dan hanya
diperbolehkan atas persetujuan jaksa agung.
D. Konsep-Konsep Hukum Malaysia

Malaysia memiliki sistem federal yang membagi kekuasaan pemerintahan menjadi


pemerintahan federal dan pemerintahan negara bagian. Pembagian kekuasaan ini tercantum
dalam undang-undang dasar federal. Walaupun undang-undang dasar menggunakan sistem
federal namun sistem ini berjalan dengan kekuasaan yang besar dari pemerintahan pusat.
Beberapa kewenangan dari pemerintahan federal adalah urusan luar negeri, pertahanan,
keamanan nasional, polisi, hukum perdata dan pidana sekaligus prosedur dan administrasi
keadilan, kewarganegaraan, keuangan, perdagangan, perniagaan dan industri, perkapalan,
navigasi dan perikanan, komunikasi dan trasnsportasi, kinerja dan kekuasaan federal,
pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, dan keamanan sosial. Beberapa kewenangan negara
bagian diantaranya adalah hal-hal yang berkaitan dengan praktek agama Islam dalam negara,
hak kepemilikan tanah, kewajiban pengambilan tanah, izin pertambangan, pertanian dan
eksploitasi hutan, pemerintahan kota, dan kerja publik demi kepentingan negara. Terdapat
juga beberapa kekuasaan yang berlaku secara bersamaan diantaranya sanitasi, pengaliran dan
irigasi, keselamatan dari kebakaran, kependudukan dan kebudayaan serta olahraga. Ketika
hukum federal dan hukum negara bagian saling bertentangan maka hukum federallah yang
dianggap berlaku.

Masing-masing negara bagian juga memiliki undang-undang dasar yang harus


mencantumkan beberapa ketentuan undang-undang dasar federal. Hal ini juga menyatakan
Malaysia sebagai negara federal, monarki konstitusi, dan demokrasi parlementer. Ketentuan
ini juga menyatakan Islam sebagai agama negara namun dengan tetap menghormati
kebebasan beragama. Undang-undang dasar ini menyediakan kerangka cabang-cabang
pemerintahan eksekutif, parlemen, dan yudikatif.

Undang-undang dasar federal membuat ketentuan mengenai beberapa hak dan kebebasan
tertentu, termasuk hak kebebasan individu, hak untuk diberitahu alasan penahanan, hak untuk
mendapatkan penasehat hukum, dan dibebasakan dari penahanan tanpa penundaan. Diantara
hak dan kebebasan terdapat juga larangan perbudakan dan kerja paksa; perlindungan dari
hukum pidana retrospektif dan peradilan yang berulang; persamaan hak di hadapan hukum
dan persamaan perlindungan di bawah hukum; kebebasan bergerak; larangan pengasingan,
kebebasan berpendapat, berkumpul dan berserikat; kebebasan beragama; dan hak untuk tidak
dirugikan oleh kemiskinan tanpa kompensasi yang memadai. Keberlakuan berberapa hak dan
kebebasan ini absolut. Sedangkan yang lain berlaku dengan beberapa persyaratan tertentu.
Sebagai contoh, parlemen diberi kewenangan membuat hukum yang membatasi kebebasan
berpendapat karena dianggap perlu dan merupakan langkah bijak bagi kepentingan keamanan
negara federasi.

Undang-undang dasar federal dapat diamendemen oleh undang-undang yang dikeluarkan


parlemen jika didukung tidak kurang dari 2/3 keseluruhan jumlah anggota parlemen.
Beberapa amendemen tertentu membutuhkan izin dari konferensi penguasa (Conference of
Rulers).
E. Kepala Negara Malaysia

Undang-undang dasar federal menjadikan raja sebagai kepala negara federal (yang
dipertuan Agung). Raja dipilih oleh konferensi penguasa. Kewenangan federasi merupakan
hak raja dan dan dilaksanakan olehnya, kabinetnya atau seorang menteri yang diberi
kewenangan oleh kabinet. Ketika raja melaksanakan kewenangan eksekutifnya maka hal ini
harus selaras dengan nasehat yang diberikan oleh kabinet atau menteri yang diberi
kewenangan oleh kabinet. Ketika undang-undang dasar menuntut agar raja melaksanakan
sebuah nasehat, raja harus menerima nasehat tersebut dan berbuat sesuai dengan isinya.

Kepala negara masing-masing 9 negara bagian adalah penguasa negara bagian tersebut.
Penguasa adalah seorang sultan di 7 negara bagian Malaya, yang di-Pertuan Besar di Negeri
Sembilan, raja di Perlis, dan gubernur di Malaka, Penang, Sabah, dan Sarawak.

F. Konferensi Penguasa Malaysia

Konferensi penguasa terdiri dari penguasa 9 negara bagian Malaya dan gubernur-
gubernur Penang, Malaka, Sabah dan Sarawak. Konferensi (tanpa 4 gubernur) berhak
memilih/ mengangkat raja. Pengangkatan hakim-hakim di pengadilan tinggi harus
mendapatkan konsultasi dari konferensi penguasa. Jenderal auditor dan anggota-anggota
komisi pemilihan umum juga diangkat melalui konsultasi dari keonferensi penguasa.
Beberapa amendemen diantaranya – pembatasan kebebasan berpendapat, berkumpul dan
berserikat; ketentuan undang-undang dasar mengenai kewarganegaraan; struktur kekuasaan
konferensi penguasa; hak-hak istimewa parlemen; bahasa nasional; atau kuota dan hak-
hakistimewa bagi orang Melayu dan penduduk asli Sabah dan Sarawak – juga membutuhkan
konsultasi dengan pihak konferensi penguasa. Tidak ada hukum, berkaitan dengan hak-hak
istimewa, kedudukan, atau martabat penguasa yang dapat dikeluarkan tanpa persetujuan dari
konferensi penguasa.

G. Parlemen dan Legislasi Negara Malaysia

Parlemen federal, sebagaimana tercantum dalam undang-undang dasar federal, terdiri


dari Dewan Rakyat dan Dewan Negeri (Senat). Senat terdiri dari 70 anggota, masing-masing
2 perwakilan negara bagian yang dipilih oleh majelis legislatif negara bagian tersebut, 2
perwakilan Wilayah Federasi Kuala Lumpur, dan masing-masing 1 perwakilan Wilayah
Federasi Labuan dan Putrajaya yang ditunjuk oleh raja, beserta 40 anggota lain yang juga
ditunjuk oleh raja. Masa jabatan senator dibatasi 3 tahun, dan seorang senator tidak dapat
menjabat selama dua masa jabatan.

Dewan Rakyat terdiri dari 194 anggota yang dipilih oleh rakyat. Batasan-batasan
konstituen dan pelaksanaan pemilihan umum menjadi tanggung jawab komisi pemilihan
umum sesuai dengan undang-undang dasar federal. Anggota yang berjumlah 194 itu terdiri
dari 182 anggota perwakilan negara bagian dan 12 perwakilan Wilayah Federasi Kuala
Lumpur, Labuan dan Putrajaya. Pemilihan umum terselenggara setidaknya lima tahun sekali
dan pemilihan umum harus dilakukan 60 hari sebelum pembubaran parlemen. Pemilihan
dapat terselenggara lebih awal jika nasehat perdana menteri mendapatkan persetujuan dari
raja untuk membubarkan parlemen sebelum masa lima tahun. Selain membuat hukum,
parlemen juga ditugasi menentukan besar pungutan pajak federal dan pembelanjaan anggaran
federal.

Legislasi negara bagian hanya memiliki satu majelis – majelis legislatif negara bagian.
Majelis legislatif negara bagian terdiri dari anggota yang dipilh pada pemilihan umum negara
bagian dan dapat mengeluarkan hukum yang berada di bawah daftar kekuasaan negara
bagian.

Eksekutif

Badan eksekutif terdiri dari kabinet yang dibantu badan pelayanan publik, polisi, dan
angkatan bersenjata. Perdana menterilah yang memimpin kabinet. Perdana menteri ditunjuk
oleh raja dan merupakan anggota dewan terpilih, yang dianggap raja diyakini memiliki
kemampuan memimpin Dewan Rakyat. Sejak kemerdekaan pada tahun 1957, kepercayaan
tersebut diberikan pada United Malays National Organization (UMNO), partai terbesar
koalisi yang dikenal dengan Barisan Nasional. Sang raja atas nasehat perdana menteri,
menunjuk anggota kabinet yang lain. Raja, atas nasehat perdana menteri juga dapat menunjuk
wakil menteri dan sekretaris parlemen. Menteri-menteri kabinet (selain perdana menteri),
wakil menteri, dan sekretasris parlemen dapat berasal dari anggota dewan ataupun senat.

Menteri kabinet dibantu oleh badan pelayanan publik. Penunjukkan, promosi, transfer,
disiplin, dan pemberhentian anggota badan pelayanan publik menjadi tanggung jawab Komisi
Pelayanan Publik, yang didirkan atas dasar undang-undang dasar. Anggota komisi tidak dapat
menjadi anggota dewan, majelis legislatif negara bagian, anggota pelayanan publik ataupun
serikat pekerja. Terdapat kesatuan polisi federal, dimana urusan penunjukkan, promosi, dan
disiplin anggotanya menjadi tanggung jawab Komisi Angkatan Kepolisian. Undang-undang
dasar juga menyatakan adanya sebuah Dewan Angkatan Bersenjata, yang di bawah
kewenangan raja, bertanggung jawab untuk memerintahkan, mendisiplinkan, dan melakukan
kehiatan administrasi angkatan bersenjata (kecuali urusan berkaitan dengan penggunaan
operasional angkatan bersenjata).

Proses Legislatif

Rancangan undang-undang dapat bersumber dari Dewan Rakyat maupun Senat.


Rancangan undang-undang keuangan terkait dengan pajak atau pengeluaran negara hanya
dapat bersumber dari Dewan Rakyat. Dalam proses normal, sebuah rancangan undang-
undang diajukan pada Dewan Rakyat melalui pemeriksaan pertama, pemeriksaan kedua,
tahap komite, dan pemeriksaan ketiga. Kemudian diajukan kepada Senat untuk melalui
proses yang serupa. Ketika sebuah rancangan undang-undang telah disetujui Dewan Rakyat
dan Senat, dan amandemen yang diajukan telah disepakati, kemudian rancangan undang-
undang tersebut diajukan kepada raja untuk mendapatkan persetujuannya. Raja memiliki 30
hari untuk menyetujui/tidak menyetujui rancangan undang-undang tersebut. Jika raja tidak
memberi persetujuan dalam batasan waktu tersebut maka rancangan undang-undang tersebut
sudah dianggap sebagai hukum.
H. Sumber Hukum

Terdapat empat sumber hukum pokok di Malaysia yaitu hukum tertulis, hukum
kebiasaan, hukum Islam dan hukum adat. Hukum tertulis terdiri dari undang-undang dasar
federal dan negara bagian, perundangan parlemen federal dan legisalasi negara bagian, dan
legislasi tambahan (undang-undng dan peraturan). Legislasi tambahan dibuat oleh badan atau
orang yang diberi kewenangan untuk melakukan tugas tersebut di bawah undang-undang
parlemen federal atau legislasi negara bagian.

Hukum kebiasaan Inggris dan peraturan persamaan hak telah diadopsi secara formal
dalam undang-undang hukum perdata tahun 1956. Hukum kebiasaan terdiri dari hukum
kebiasaan Inggris dan peraturan persamaan hak yang telah dikembangkan pengadilan
Malaysia, yang di dalamnya terdapat kemungkinan adanya pertentangan dengan hukum
tertulis dan juga penyesuaian-penyesuaian kualifikasi dan keadaan lokal yang dianggap
pantas. Terdapat beberapa undang-undang yang mengkodifikasi sebagian besar hukum
kebiasaan, misalnya undang-undang kontrak tahun 1950, undang-undang penjualan barang-
barang dan undang-undang pemberian keringanan khusus.

Pengadilan Malaysia mengikuti prinsip stare decisis. Pengadilan mengikuti keputusan


pengadilan sebelumnya. Keputusan pengadilan tinggi mengikat pada tingkat pengadilan di
bawahnya. Keputusan pengadilan banding mengikat pada pengadilan tinggi dan juga tingkat
pengadilan di bawahnya dan keputusan pengadilan federal mengikat pada pengadilan banding
dan pengadilan di bawahnya. Keputusan Dewan Privy (Privy Council) di Inggris mengikat
pada banding yang diajukan di Malaysia. Namun pengajuan banding kepada Dewan Privy
dalam hukum pidana akhirnya dihapuskan pada tahun 1978. Selanjutnya pengajuan banding
kepada Dewan Privy untuk semua persoalan dihapuskan pada tahun 1985. Keputusan dari
’House of Lords’ tidak mengikat, namun sering menjadi rujukan.

Hukum Islam bersumber dari Kitab Suci Al Qur’an, interpretasi atas perbuatan nabi
Muhammad, hukum yang disepakati ahli hukum pada masa kuno, penjelasan/pernyataan dari
para cendikiawan kuno dan modern, dan dalam adat. Dalam konteks Malaysia yang memiliki
keragaman ras, hukum Islam hanya berlaku pada kaum muslim sebagai hukum perseorangan,
seperti pernikahan, perceraian, perwalian, dan warisan.

Hukum adat Malaysia Barat berasal dari hukum adat Melayu kuno, hukum Hindhu, dan
hukum Islam. Di Malasia Timur, hukum adat terdiri dari hukum adat Melayu yang berlaku
untuk penduduk asli non-Melayu, dan hukum adat Hindu dan Cina yang dikodifikasi dalam
undang-undang. Hukum-hukum ini diatur oleh Pengadilan Pribumi (Native Courts).

I. Aturan Hukum

Prinsip aturan hukum yang dipraktekkan di Malaysia secara umum mengikuti hukum
administratif Inggris sebagaimana dikembangkan dalam pengadilan Malaysia. Keputusan
yang dibuat administrator dan pengadilan harus berada dalam lingkup kebijaksanaan atau
yurisdiksi yang diberikan. Mereka harus mengikuti prinsip ’keadilan alami’ (natural justice).
Salah satu pengecualian dalam aturan hukum adalah kekebalan konstitusional yang
diberikan pada penguasa sehingga tidak dapat tersentuh proses pidana ataupun perdata.
Kekebalan ini dihapuskan pada tahun 1993 dengan syarat bahwa proses pengadilan terhadap
raja atau penguasa harus diselenggarakan melalui pengadilan khusus dan hanya
diperbolehkan atas persetujuan jaksa agung.

J. Keamanan Internal

Ciri pokok lain pada hukum Malaysia adalah perhatian pada keamanan internal yang
tercermin dari pembatasan kebebasan berpendapat, pengendalian perserikatan dan
perkumpulan, dan yang paling utama undang-undang keamanan internal (Internal Security
Act). Undang-undang keamanan internal ini membolehkan polisi menahan seseorang tanpa
surat perintah atau tuduhan sampai 60 hari jika memang diperlukan, sebagai langkah
preventif agar orang tersebut tidak mengganggu keamanan Malaysia atau pelayanan dan
kepentingan ekonomi berkaitan dengan Malaysia. Menteri yang bertanggung jawab atas
keamanan internal dapat memperpanjang masa penahanan dengan perintah, dimana masing-
masing perintah memiliki durasi dua tahun. Menteri yang bertanggung jawab atas persoalan
percetakan dan publikasi juga dapat melarang percetakan dan peredaran publikasi yang dapat
mengganggu kepentingan nasional, ketertiban umum dan keamanan. Selanjutnya, terdapat
kewenangan yang luas untuk menahan seseorang yang diduga menyelundupkan narkoba.
Sebagai tambahan, terdapat kekuasaan besar untuk mengendalikan perserikatan di tempat
umum ataupun privat yang dianggap dapat mengganggu keamanan dan kedamaian Malaysia.

K. Hukuman Mati

Hukuman mati adalah sebuah ciri dalam hukum Malaysia yang digunakan untuk
menghukum pelaku pembunuhan, penyelundupan narkoba, kepemilikan senjata tanpa izin di
wilayah keamanan, atau penembakan senjata api dengan niat melukai atau membunuh
seseorang.

L. Struktur Sistem Pengadilan

Sistem pengadilan secara mendasar bersifat federal. Baik hukum federal maupun negara
bagian dilaksanakan di pengadilan federal. Hanya pengadilan Syari’ah yang hanya terdapat
pada negara bagian, yang menggunakan sistem Hukum Islam, bersama dengan pengadilan
pribumi di Sabah dan Sarawak, yang berurusan dengan hukum adat. Selanjutnya juga
terdapat Sessions Courts (pengadilan sessi) dan Magistrates’ Courts (Pengadilan Magistrat).
Pengadilan tinggi dan tingkat pengadilan di bawahnya memiliki yurisdiksi dan kewenangan
yang diatur oleh hukum federal. Mereka juga tidak memiliki yurisdiksi dalam segala hal yang
berkaitan dengan yurisdiksi pengadilan Syari’ah.

1.Pengadilan Tinggi

Terdapat 2 pengadilan tinggi, satu di Semenanjung Malaysia, yang dikenal sebagai


Pengadilan Tinggi di Malaya, dan yang lain di Malaysia Timur, yang dikenal sebagai
Pengadilan Tinggi di Sabah dan Sarawak. Dengan pengecualian segala persoalan dalam
yurisdiksi pengadilan Syari’ah, pengadilan ini memiliki yurisdiksi murni tidak terbatas pada
wilayahnya. Mereka juga dapat menerima pengajuan banding dari Session Courts dan
Magistrates’ Courts.

2.Pengadilan Banding

Beberapa Pengadilan Banding diantaranya Pengadilan Banding Malaysia (Mahkamah


Rayuan) dan Pengadilan Federal (Mahkamah Persekutuan). Pengadilan Banding terdiri
seorang presiden pengadilan dan 10 hakim. Tugasnya memeriksa pengajuan banding
pengadilan tinggi dan memiliki yurisdiksi lain sebagaimana diatur hukum federal.

3.Pengadilan Federal

Pengadilan Federal terdiri dari ketua peradilan pengadilan federal, presiden pengadilan
banding, kepala hakim pengadilan tinggi, dan 7 hakim lainnya yang ditunjuk raja di bawah
nasehat ketua peradilan Pengadilan Federal. Pengadilan Federal memiliki yurisdiksi dalam
menetukan keabsahan sebuah hukum dengan pertimbangan hal ini berkaitan dengan
persoalan di luar kewenangan parlemen dan legislasi negara bagian dalam membuat hukum.
Selanjutnya, raja dapat mengajukan pertanyaan mengenai dampak ketentuan undang-undang
terhadap Pengadilan Federal. Pengadilan Federal juga memiliki yurisdiksi untuk menentukan
perselisihan antar negara bagin atau dalam federasi dan negara bagian lain. Ketika pertanyaan
mengenai dampak undang-undang berada dalam proses pengadilan di pengadilan yang lain,
Pengadilan Federal memiliki yurisdiksi untuk menentukan pertanyaan dan membatalkan
perkara pada pengadilan lain sesuai dengan ketentuan Pengadilan Federal.

4.Sessions Courts

Session Courts memiliki yurisdiksi pidana untuk mengadili semua kejahatan yang tidak
tersentuh hukuman mati. Pengadilan ini juga memiliki yurisdiksi dalam perkara perdata
berkaitan dengan kecelakaan kendaraan, perkara tuan tanah dengan penyewanya, dan perkara
lain dengan jumlah ganti rugi sekitar 250.000 Ringgit, dan juga dapat memeriksa perkara
dengan tuntutan yang lebih tinggi atas kesepakatan dengan pihak yang terkait. Namun,
perselisihan perdata yang berhubungan dengan permintaan atas sesuatu misalnya rescesi
kontrak, injunksi, keputusan deklaratif, atau pelaksanaan perwalian berada di luar yurisdiksi
Sessions Courts.

5.Magistrates’ Courts

Magistrates’ Courts kelas pertama memeriksa perkara pidana dengan hukuman terbatas
pada 10 tahun penjara atau hukuman denda. Pengadilan ini dapat memutuskan hukuman 5
tahun penjara, denda sebesar $10.000, pencambukan sebanyak 12 kali, atau gabungan
ketiganya. Magistrates Courts juga dapat memeriksa pengajuan banding oleh Pengadilan
Pengulu. Magistrates’ Courts kelas dua memeriksa perkara perdata dengan tuntutan sebesar
30.000 Ringgit dan perkara pidana dengan hukuman penjara 12 bulan atau hukuman denda.
Pengadilan ini dapat memberi hukuman penjara sampai 6 bulan, denda sebesar 1.000 Ringgit
atau gabungan kedua hukuman tersebut.
6.Pengadilan Pengulu

Pengadilan Pengulu terdapat di Malaysia Barat dan mengerjakan perkara yang


melibatkan pihak-pihak Asia yang menggunakan dan memahami bahasa Melayu. Pengadilan
ini juga berurusan dengan perkara perdata dengan tuntutan sebesar 50 Ringgit dan kejahatan
ringan dengan hukuman maksimal denda sebesar 25 Ringgit.

7.Pengadilan Juvenile (Pengadilan Anak)

Kejahatan yang dilakukan oleh kelompok juvenile (antara umur 10 sampai 18 tahun)
diadili melalui pengadilan juvenile, kecuali jika kejahatan yang dilakukan berat. Pengadilan
ini terdiri dari 2 penasehat (salah satunya, jika memungkinkan perempuan). Magistrate
memutuskan sebuah perkara, dan para penasehat hanya memberi nasehat pada hukuman.
Hukuman penjara adalah jalan terakhir dibandingkan dengan pengiriman ke sekolah khsusus
yang telah ditentukan.

8.Pengadilan Syari’ah

Pengadilan Syari’ah adalah pengadilan di negara bagian yang agak terpisah dari
pengadilan federal, yang tidak memiliki yurisdiksi apapun dalam pengadilan Syari’ah.
Pengadilan ini memiliki yurisdiksi atas kaum muslim berkaitan dengan hukum perseorangan
dan keluarga misalnya pertunangan, pernikahan, perceraian, perwalian, adopsi, legitimitasi,
suksesi, beserta sedekah dan wakaf. Yurisdiksi pada hukum pidana terbatas pada apa yang
sudah ada pada pengadilan federal dan terbatas hanya pada kaum muslim yabng melanggar
hukum Syari’ah dimana pelaku dapat dikenai hukuman maksimal 3 tahun penjara, dan denda
sebesar 5.000 Ringgit, hukum cambuk maksimal 6 kali atau gabungan atas dua atau lebih.

9.Pengadilan Pribumi

Di Sabah dan Sarawak, hukum adat digunakan di pengadilan pribumi. Yurisdiksi yang
berlaku berbeda antara pengadilan di Sabah dan pengadilan di Sarawak, namun secara umum
meluas pada situasi dimana kedua pihak merupakan golongan pribumi; perkara yang
diperiksa diantaranya urusan agama, seksualitas, atau pernikahan dimana salah satu pihak
adalah pribumi; dan perkara lain dimana yurisdiksi diatur oleh hukum tertulis.

10.Pengadilan Lain

Sebagai tambahan terdpat juga pengadilan militer yang berurusan dengan orang-orang
yang terlibat dalam kegiatan militer. Pengadilan ini tidak memiliki yurisdiksi persoalan
hukum perdata yang berkaitan dengan warga negara atau personel militer, dan tidak memiliki
yurisdiksi pidana atas warga negara. Menteri yang bertanggung jawab atas undang-undang
hubungan industrial dapat mengajukan perselisihan antara para penyedia lapangan kerja
dengan serikat perdagangan pada pengadilan industri, dan direktur jenderal buruh dapat
dipanggil untuk mengatasi perselisihan mengenai gaji karyawan.

Banyak undang-undang yang menyediakan arbitrase, selanjutnya undang-undang


arbitrase tahun 1952 menyediakan peraturan untuk arbitrase domestik. Terdapat juga Pusat
Regional untuk Arbitrase di Kuala Lumpur yang menyediakan fasilitas untuk dilaksanakan
arbitrase atas transaksi komersial internasional.

M. Dampak Hukum

Hukum kebiasaan Inggris dan sistem pengadilan menyediakan sebuah infrastruktur


hukum perdagangan yang berhasil di negara dengan ekonomi maju. Pada saat yang
bersamaan, praktek hukum adat dan Syari’ah dalam urusan perseorangan mencerminkan
keadaan lokal sehingga terdapat penerimaan dari masyarakat dibandingkan konsep hukum
Inggris yang dianggap asing. Aplikasi Syari’ah melalui pengadilan terpisah Syari’ah, yang
terbatas pada kaum muslim, merupakan kompromi atas pentingnya Islam bagi masyarakat
Melayu dan sifat masyarakat Malaysia yang beraneka ras.

Ketidakleluasaan undang-undang dasar pada beberapa kebebasan tertentu pada yurisdiksi


pengadilan memberikan lebih banyak kewenangan pada cabang eksekutif pemerintah
dibandingkan dengan sistem parlemen gaya Westminster. Hal ini dapat dikatakan
mencerminkan nilai-nilai Asia yang dikatakan memberikan bobot yang lebih besar pada
kepentingan sosial di atas kepentingan pribadi.

Undang-undang dasar Federal tahun 1957 merupakan kompromi antara pihak Melayu
(yang takut akan dominasi ekonomi oleh pihak non – Melayu), pihak non- Melayu (yang
takut pada dominasi politik dan resiko tidak menjadi warga negara dari tanah air mereka
sendiri), dan penguasa Melayu (yang takut akan kehilangan kedudukan mereka). Sejak 1957
dinamika sosial negara telah banyak berubah. Pihak Melayu ,menjadi bagian yang signifikan
dalam ekonomi, yang kemungkinan sebagai hasil kebijakan ekonomi baru (NEP). Sehingga
saat ini, pihak Melayu memiliki kepentingan ekonomi yang lebih luas dibandingkan dengan
pihak ras yang lain. Sikap terhadap penguasa Melayu telah berubah, yang ditandai dengan
adanya perubahan pada undang-undang dasar berkaitan dengan penguasa pada tahun 1983,
1993, dan 1995. Sehingga dapat dikatakan kompromi undang-undang dasar mungkin lebih
tidak signifkan lagi jika dibandingkan pada masa lalunya.
BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu:Malaysia merupakan


negara muslim yangn mencapai 53%, Buddha 19,2%, Kristen 9,1%, Hindu 6,3 % dan Agama
Tionghoa tradisional 2,6 %. Sisanya dianggap memeluk agama lain, misalnya Animisme,
Agama rakyat, Sikh. Malaysia menggunakan sistem federal yang membagi kekuasaan
pemerintahan menjadi dua; pemerintahan federal dan pemerintahan negara bagian Sebagai
bekas jajahan Inggris, Malaysia tetap mempertahankan tradisi hukum kebiasaan Inggris (
Common Law Sistem ).Tradisi ini berdiri ditengah-tengah sistem hukum Islam (yang
dilaksanakan oleh pengadilan atau Mahkamah Syari’ah) dan hukum adat berbagai kelompok
penduduk asli. Sebagai sebuah Negara federasi, yurisdiksi dan kewenangan harus dibagi
antara pemerintah federal dan Negara Bagian. Permasalahan keluarga dilimpahkan kepada
mahkamah syariah, yang tetap mematuhi ketentuan dan yurisdiksi negara federal, meskipu
pada tingkatan banding sekalipun. Malaysia memiliki beberapa pegadilan: Pengadilan Tinggi;
Pengadilan Banding; Pengadilan Federal; Session Courts atau Pengadilan Sesi; Magistrates
Courts atau Pengadilan Magistrat; Pengadilan Syariah (Syariah Code) dan Pengadilan
Pribumi.

B.Saran

Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan masyarakat disekitar
kita, dan juga mahasiswa tentang sistem hukum malaysia.
DAFTAR PUSTAKA

1. Arifin, Muhammad, Pentadbiran Undang-undang Islam di Malaysia, Jilid


12, (Dawama : Sdn. Bhd, 2007)
2. Astuti, Rahman, Demokrasi di Nagara-Negara Muslim Problem dan Pros-
pek, (Bandung : Mizan, 1999)
3. Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedia Islam, Cet. Ke-3, (Jakarta:
Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1991)
4. Farouk, Omar, “Penelitian Sosial dan Kebangkitan Islam di Malaysia”,
Dalam Zaiful Muzani, Pembangunan dan Kebangkitan Islam di
Asia Tenggara, (Jakarta : LP3ES, 1993)
5. Mas’adi, Ghuffron A. Ensiklopedi Islam, Cet. Ke- 2, ( Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 1999)
6. Nasution, Khoiruddin, Status Wanita di Asia Tenggara : Studi terhadap
Perundang-undangan Perkawinan Muslim Kontemporer Indonesia
dan Malaysia, (Jakarta : INS, 2002)
7. Rahman Haji Abdullah, Abdul, Pemikiran Islam di Malaysia Sejarah dan
Pemikiran (Jakarta : Gema Insani Press, 1997)
8. Supriadi, Dedi, Perbandingan Hukum Perkawinan di Dunia Islam, (Ban-
dung : Pustka al-Fikriis, 2009)
9. Tebba, Sudirman, Perkembangan Hukum Islam di Asia Tenggara : Studi Kasus
Hukum Keluarga dan Pengkodifikasiannya, (Bandung : Mizan, 1993)
10.Yusuf Hashim Muhd, Undang-undang Melaka dan Undang-undang Laut
Melaka: Wacana Mengenai Perundangan Melayu Islam, Warisan
Persuratan Johor, (Yayasan Warisan : Johor, 1999), hlm Pengantar.
11.Riza, Kemal, Hukum Keluarga Islam Asia Tenggara Kontemporer, Makalah,
UIN Sunan Ampel Surabaya, 2010

Anda mungkin juga menyukai