Anda di halaman 1dari 5

IMPLIKASI HUKUM KEBAKARAN BUKIT TELLETUBIES DI TAMAN NASIONAL

KONSERVASI GUNUNG BROMO

Abstrak

Pembakaran hutan merupakan masalah yang sangat serius karena merupakan salah satu
penyebab utama kerusakan lingkungan di Indonesia. Hal ini merupakan tindak pidana yang
serius karena mempunyai daya rusak tinggi dan luas dalam waktu yang cepat. Untuk
mengatasi tindak pidana pembakaran hutan tersebut maka upaya penegakan hukum harus
dijalankan secara optimal. Pada kasus kebakaran bukit Telletubies di Gunung Bromo
memenuhi unsur ketidaksengajaan dan melanggar ketentuan Pasal 50 ayat 3 huruf D juncto
Pasal 78 ayat 4 Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Implikasi dari artikel
ini adalah bahwa penegakan hukum bagi pelaku tindak pidana pembakaran hutan di kawasan
konservasi harus diselesaikan secara bijak dan menyeluruh agar tidak menimbulkan dampak
kerugian yang lebih luas.

Kata kunci : Penegakan hukum, Tindak Pidana, Pembakaran Hutan

A. PENDAHULUAN
Kebakaran hutan adalah masalah yang sangat mengganggu dan merusak
lingkungan kita. Kerusakan akibat kebakaran hutan sangat merugikan kita semua. Dari
tahun ke tahun kejadian kebakaran hutan masih saja terjadi. Di berbagai belahan dunia,
kebakaran hutan merupakan kejadian yang sangat mengerikan karena bisa merenggut
korban jiwa manusia dan harta benda serta lingkungan yang tak ternilai harganya..
Permasalahan kebakaran di kehutanan memang sangatlah kompleks. Sangat sulit
bagi kita untuk mencegah seratus persen agar hutan kita tidak terbakar. Faktor manusia
masih menjadi penyebab terbesar bagi terjadinya kebakaran hutan dan lahan di negara
kita. Kesadaran masyarakat sekitar hutan akan arti penting hutan bagi kehidupan manusia
kedepan masih sangat kurang. Banyak kearifan lokal yang tergerus oleh budaya
materialistik yang sengaja ditanam oleh kaum kapitalis. Pengaruh kemajuan teknologi
juga berperan dalam membentuk perilaku masyarakat yang cenderung instan, serba cepat
tanpa memperhatikan kelangsungan lingkungan sekelilingnya. 1
Salah satu kasus kerusakan yang sangat menggangu adalah kebakaran hutan yang
terjadi di bukit Telletubies di Gunung Bromo pada 6 September 2023 merupakan
peristiwa kelalaian yang sangat merugikan banyak pihak. Hal ini dipicu oleh sepasang
1
Pasai, M. (2020). Dampak kebakaran hutan dan penegakan hukum. Jurnal pahlawan, 3(1), 36-46.
kekasih yang hendak melakukan foto pre-wedding di bukit Telletubies bersama kru
fotografernya, kemudia dalam pengambilan foto sepasang kekasih tersebut memegang
flare sebagai tema foto. Namun mengingat flare adalah bahan yang mengeluarkan
percikan api dan sangat mudah menyambar sekitarnya, mereka seakan tidak peduli akan
dampak yang mereka sebabkan, sehingga menyebabkan kebakan pada savana Bukit
Telletubies Gunung Bromo.
Implikasi hukum terhadap kasus ini sudah seharusnya berlandaskan keadilan
karena sangat merugikan masyarakat terutama di Gunung Bromo. Keadilan dan hak
pemanfaatan atas berbagai ketegori hutan harus diatur sebaik-baiknya bagi semua
kelompok masyarakat dengan memperhatikan berbagai aspek sebagaimana ditegaskan
dalam Undang-Undang No.19 Tahun 2004, Pasal 2; ” penyelenggaraan kehutanan
berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan dan
keterpaduan”.
B. PEMBAHASAN
a. Pengaturan Hukum Mengenai Kebakaran Hutan
Kehutanan adalah faktor terpenting yang perlu mendapatkan perhatian khusus,
mengingat lebih dari 67% luas daratan Indonesia berupa hutan. Hutan adalah kekayaan
alam yang dikuasai oleh negara sesuai Pasal 33 UUD 1945; “ Bumi, air dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar- besar
kemakmuran rakyat. Dalam praktiknya negara hanya menjalankan sebagian Pasal 33
yakni penguasaan negara atas hutan, namun cenderung mengabaikan kesejahteraan
masyarakat sekitar hutan. Padahal sesungguhnya, semangat Pasal 33 UUD 1945
mengamanatkan agar penguasaan negara atas hutan secara bersama-sama juga harus
mengakomodasi berbagai kepentingan.2
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup(UUPPLH) mengatakan Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang
dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,termasuk manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain Pasal 1 ayat (1); perlindungan dan

2
Nisa, A. N. M. (2020). Penegakan hukum terhadap permasalahan lingkungan hidup untuk mewujudkan
pembangunan berkelanjutan (studi kasus kebakaran hutan di indonesia). Jurnal Bina Mulia Hukum, 4(2), 294-
312.hlm 11
pengelolaan Lingkungan Hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan
untuk melestarikan fungsi Lingkungan Hidup dan mencegah terjadinya pencemaran
dan/atau kerusakan yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian,
pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum (Pasal 1 ayat (2).
Mengenai Ketentuan Pidana dalam UUPPLH diatur dalam Bab XV, yaitu dari
Pasal 97 sampai dengan Pasal 120 UUPPLH. Tindak pidana dalam undang-undang ini
merupakan kejahatan. Ketentuan Pasal 97 UUPPLH, menyatakan tindak pidana yang
diatur dalam ketentuan pidana UUPPLH, merupakan kejahatan. Kejahatan disebut
sebagai ͞peristiwa hukum yaitu tindakan-tindakan yang mengandung suatu ͞onrecht orangp
ada memandang bahwa pelaku-pelakunya itu memang pantas dihukum, walaupun
tindakan tersebut oleh pembentuk undang-undang telah tidak dinyatakan sebagai
tindakan yang terlarang di dalam undang-undang.
b. Implikasi Hukum Bagi Pasangan Kekasih dan Fotografer Yang
Menyebabkan Kebakaran di Bukit Telletubies.
Setiap tindak pidana yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana itu pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang pada dasarnya
dapat kita bagi menjadi dua macam unsur, yakni unsur-unsur subjektif dan unsur-unsur
objektif. Yang dimaksud dengan unsur subjektif itu adalah unsur yang melekat pada diri
si pelaku dan termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam
hatinya. Sedangkan yang dimaksud unsur objektif itu adalah unsur yang ada
hubungannya dengan keadaan, yaitu di dalam keadaan mana tindakan dari si pelaku itu
harus dilakukan. Unsur subjektif dari sesuatu tindak pidana itu adalah :3
1. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa);
2. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang
dimaksud di dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP;
3. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di dalam
kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain;
4. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti yang misalnya
yang terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP;

3
Saputro, J. G. J., Handayani, I. G. A. K. R., & Najicha, F. U. (2021). Analisis Upaya Penegakan Hukum Dan
Pengawasan Mengenai Kebakaran Hutan Di Kalimantan Barat. Jurnal Manajemen Bencana (JMB), 7(1).hlm 5
5. Perasaan takut atau vress seperti yang antara lain terdapat di dalam rumusan
tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP.

Pada kasus ini sepasang kekasih dan kru fotografernya melakukan kealpaan dalam
memakai flare saat pengambilan foto, dimana mereka menghidupkan flare pada savana
yang sangat rentan terbakar. Jika kelalaian sampai menimbulkan kerugian materi,
mencelakakan dan bahkan merenggut nyawa orang lain, maka kelalaian ini merupakan
kelalaian serius dan dapat dikatakan sudah mengarah ke tindak pidana. Hal ini bukan
merupakan peristiwa yang bisa dimaafkan menurut KUHP. Sehingga setiap orang akan
melakukan suatu kegiatan sudah seharusnya memikirkan konsekuensi dari perbuatan
tersebut. Menyalakan flare di savana yang kering jelas akan memicu kebakaran yang
sangat besar yang mengakibatkan terbakarnya Bukit Teletubies di Gunung Bromo.

Kemudian Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 Tentang Kehutanan, pasal 50


ayat 3 butir d, disana disebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan perbuatan
membakar hutan. Ancaman pidana dari tindakan membakar hutan diatur dalam pasal 78,
dengan ancaman pidana jika dilakukan dengan sengaja adalah pidana penjara paling lama
15 tahun dan denda paling banyak sebesar 5 milyar rupiah. Sedangkan jika dilakukan
karena kelalaian, ancaman pidananya adalah selama 5 tahun dan denda sebesar 1,5 milyar
rupiah.4
Dalam pandangan hukum lingkungan terdapat 2 (dua) tindak pidana yaitu tindak
pidana materiil yang memerlukan (perlu terlebih dahulu dibuktikan) adanya akibat dalam
hal ini terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan. Tindak pidana formal,
tidak memerlukan adanya akibat, namun jika telah melanggar rumusan ketentuan pidana
(ketentuan peraturan perundang-undangan), maka telah dapat dinyatakan sebagai telah
terjadi tindak pidana dan karenanya pelaku dapat dijatuhi hukuman. Tindak pidana
formal dapat digunakan untuk memperkuat sistem tindak pidana materiil jika tindak
pidana materiil tersebut tidak berhasil mencapai target bagi pelaku yang pada kasus ini
sepasang kekasih dan fotografer yang melakukan pengambilan foto pre-wedding sudah
termasuk dalam unsur Pasal 50 karena mereka bertanggung jawab terhadap perbuatan
membakar hutan karena kelalaiannya.
4
Ardiyanto, S. Y., & Hidayat, T. A. (2020). Pola Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Pembakaran Hutan dan
Lahan. PAMPAS: Journal of Criminal Law, 1(3), 79-91.hlm 7
Kejahatan di bidang lingkugan hidup tersebut saat ini dikategorikan sebagai
kejahatan yang luar biasa (extra oridinary crime) sehingga penanganannya harus
dilakukan luar biasa termasuk dalam hal pengaturannya ada hal-hal yang dikecualikan
dari asas-asas yang berlaku umum. Tindak pidana lingkungan hidup, mencakup
perbuatan disengaja maupun yang tidak disengaja. Walaupun pasangan pre weding
beserta para fotografernya hanya berniat untuk melakukan pengambilan foto, namun
karena ketidaksengajaan dengan membawa flare sebagai bukti kelalaian mereka terhadap
situasi yang ada di Bukit Telletubies Gunung Bromo.
C. PENUTUP
Kebakaran dikarenakan faktor ketidaksengajaan maupun kesengajaan merupakan
ketentuan pidana, Pada kasus kebakaran bukit Telletubies di Gunung Bromo yang
dilakukan sepasang kekasih bersama kru fotografernya memakai flare untuk pengambilan
foto telah memenuhi unsur ketidaksengajaan dan melanggar ketentuan Pasal 50 ayat 3
huruf D juncto Pasal 78 ayat 4 UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Kemudian
penting untuk meningkatkan peran serta pemerintah dan masyarakat dalam mencegah dan
menanggulangi kebakaran hutan.
DAFTAR PUSTAKA
Ardiyanto, S. Y., & Hidayat, T. A. (2020). Pola Penegakan Hukum Terhadap
Pelaku Pembakaran Hutan dan Lahan. PAMPAS: Journal of Criminal Law, 1(3), 79-91.
Hlm 7
Nisa, A. N. M. (2020). Penegakan hukum terhadap permasalahan lingkungan
hidup untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan (studi kasus kebakaran hutan di
indonesia). Jurnal Bina Mulia Hukum, 4(2), 294-312. Hlm 11
Saputro, J. G. J., Handayani, I. G. A. K. R., & Najicha, F. U. (2021). Analisis
Upaya Penegakan Hukum Dan Pengawasan Mengenai Kebakaran Hutan Di Kalimantan
Barat. Jurnal Manajemen Bencana (JMB), 7(1). Hlm 5
Pasai, M. (2020). Dampak kebakaran hutan dan penegakan hukum. Jurnal
pahlawan, 3(1), 36-46. Hlm 4

Anda mungkin juga menyukai