Anda di halaman 1dari 16

Perbuatan Melawan Hukum Dalam Tindakan Medis Dan Penyelesaiannya Di

Mahkamah Agung (Putusan Mahkamah Agung Nomor 352/Pk/Pdt/2010)

Disusun Oleh:
1. Annisa tiara Angggriani (1910211220113)
2. Agiesna Shandra Budiman (1910211220004)
3. Azra Salsabilla (1910211320105)
4. Merry Rimadini (1910211220207)
5. Najwa Salsabil (1910211220015)
6. Sekar Vanida Sari (1910211220101)
7. Safrina Atika Sari (1910211320145)
8. Tsania Rizqa Weninda (1910211220189)
9.Muhammad Sultan Akbar Reza Wijaya (1910211210076)
10. Ahmad Ridho Maulana (1910211210063)

Mata Kuliah: Perbuatan Melawan Hukum E


Dosen Pengampu: Prof. Dr. Abdul Halim B, S.H., M.Hum.

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2021
Rangkuman

Perbuatan melawan hukum diartikan suatu kumpulan dari prinsip-prinsip hukum yang
bertujuan untuk mengontrol atau mengatur prilaku berbahaya, untuk memberikan tanggung
jawab atas suatu kerugian yang terbit dari interaksi sosial, dan untuk menyediakan ganti rugi
terhadap korban dengan suatu gugatan yang tepat.
Pasal 1365 KUH Perdata tidak memberikan perumusan dari perbuatan melawan
hukum,hanya mengatur seseorang yang apabila mengalami kerugian karena perbuatan
melanggar hukum, yang dilakukan oleh orang lain terhadap dirinya, akan mengajukan
tuntutan ganti kerugian pada Pengadilan Negeri.
Pada Pengadilan Negeri, putusan hakim adalah mengabulkan eksepsi pimpinan
RSMH dikabulkan untuk sebagian, dalam pokok perkara: Menyatakan gugatan Abuyani tidak
dapat diterima serta Menghukum Abuyani untuk membayar biaya perkara. Pada Pengadilan
Negeri, putusan hakim menyatakan eksepsi pimpinan RSMH dikabulkan untuk sebagian
yaitu menyatakan gugatan Abuyani tidak dapat diterima.
Pihak pimpinan RSMH yang tidak dapat menerima putusan MA ini mengajukan
Peninjauan Kembali. Akan tetapi permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh
pimpinan RSMH ditolak dengan perubahan amar putusan mengenai ganti rugi yang harus
dibayarkan oleh pimpinan RSMH menjadi Rp. 84.000.000.
Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan berat ringannya sanksi pidana penjara
terhadap pelaku tindak pidana mengedarkan uang palsu juga harus mempertimbangkan motif
terdakwa dalam melakukan perbuatan tersebut dan bagaimana dampak yang ditimbulkan dari
perbuatan mengedarkan uang palsu tersebut.
Berdasarkan keputusan Hakim : Menolak permohonan peninjauan kembali dari
Pemohon Peninjauan Kembali : PEMERINTAH RI cq. MENTERI KESEHATAN RI cq.
DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT UMUM Dr. MOHAMMAD HOESIN
PALEMBANG tersebut

Peninjauan Kembali yang diajukan oleh pimpinan RSMH, permohonan peninjauan


kembali harus ditolak dengan perbaikan amar putusan Mahkamah Agung RI
No.1752K/Pdt/2007 tanggal 20 Februari 2008 yang membatalkan putusan Pengadilan Tinggi
Palembang No.62/PDT/2006/PT.PLG tanggal 13 April 2007 yang menguatkan putusan
Pengadilan Negeri Palembang No.18/Pdt.G/2006/PN.PLG tanggal 4 Juli 2006. Menghukum
Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan
kembali ini sebesar Rp 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah).
Perbuatan melawan hukum tidak hanya bertentangan dengan undang-undang, tetapi juga
berbuat atau tidak berbuat yang melanggar hak oang lain bertentangan dengan kesusilaan
maupun sifat berhati-hati, kepantasan dan kepatutan. Pada Pengadilan Negeri, putusan hakim
sebagaimana Hakim Pengadilan Negeri Palembang menyatakan eksepsi pimpinan RSMH
dikabulkan untuk sebagian yaitu menyatakan gugatan Abuyani tidak dapat diterima.
Pendahuluan

Perbuatan melawan hukum diartikan suatu kumpulan dari prinsip-prinsip hukum yang
bertujuan untuk mengontrol atau mengatur prilaku berbahaya, untuk memberikan tanggung
jawab atas suatu kerugian yang terbit dari interaksi sosial, dan untuk menyediakan ganti rugi
terhadap korban dengan suatu gugatan yang tepat.

Pasal 1365 KUH Perdata tidak memberikan perumusan dari perbuatan melawan
hukum,hanya mengatur seseorang yang apabila mengalami kerugian karena perbuatan
melanggar hukum, yang dilakukan oleh orang lain terhadap dirinya, akan mengajukan
tuntutan ganti kerugian pada Pengadilan Negeri.

Pengertian perbuatan melawan hukum yang diatur dalam Pasal 1365 BW terdapat 2
ajaran yaitu :
a. Ajaran sempit perumusan perbuatan melawan hukum menurut ajaran sempit suatu
perbuatan yang melanggar hak subyektif orang lain atau bertentangan dengan kewajiban
hukumnya sendiri dari yang berbuat dan hal itu harus berdasarkan Undang-Undang.
b. Ajaran Luas Perumusan perbuatan melawan hukum menurut ajaran luas yaitu, berbuat atau
tidak berbuat yang melanggar hak orang lain atau bertentangan dengan sikap hati-hati yang
sebagaimana patutnya dalam pergaulan masyarakat terhadap orang atau barang orang lain.

Terdapat kasus di Palembang, Sumatera Selatan, dimana Abuyani sebagai pasien


katarak Rumah Sakit Umum Dr. Mochammad Hoesin Palembang (RSMH) tidak dapat
menuntut tanggung jawab dokter RSMH, karena pimpinan RSMH tidak memberitahukan
nama dokter yang melakukan tindakan operasi katarak pada mata sebelah kiri Abuyani yang
berakhir dengan kebutaan.

Dalam gugatannya, Abuyani menuntut agar tindakan pimpinan RSMH yang tidak
memberitahukan nama dokter yang melakukan operasi mata sebelah kiri menyebabkan
Abuyani tidak dapat menuntut dokter tersebut yang diduga melakukan malpraktek atau
kelalaian medis sebagai tindakan melawan hukum, serta menuntut RSMH untuk membayar
kerugian yang diterima oleh Abuyani.

Pada Pengadilan Negeri, putusan hakim adalah mengabulkan eksepsi pimpinan


RSMH dikabulkan untuk sebagian, dalam pokok perkara: Menyatakan gugatan Abuyani tidak
dapat diterima serta Menghukum Abuyani untuk membayar biaya perkara. Pada Pengadilan
Negeri, putusan hakim menyatakan eksepsi pimpinan RSMH dikabulkan untuk sebagian
yaitu menyatakan gugatan Abuyani tidak dapat diterima.

Pada Mahkamah Agung, putusan hakim adalah mengabulkan permohonan kasasi dari
Abuyani dan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Palembang yang menguatkan putusan
PN Palembang serta menetapkan ganti rugi kepada pimpinan RSMH untuk membayar ganti
rugi kepada Abuyani sebesar Rp. 315.500.000. Pihak pimpinan RSMH yang tidak dapat
menerima putusan MA ini mengajukan Peninjauan Kembali. Akan tetapi permohonan
peninjauan kembali yang diajukan oleh pimpinan RSMH ditolak dengan perubahan amar
putusan mengenai ganti rugi yang harus dibayarkan oleh pimpinan RSMH menjadi Rp.
84.000.000.

A. Kasus Posisi
Tuan Abuyani bin Abdul Roni sebagai pasien katarak Rumah Sakit Umum Dr.
Mochammad Hoesin Palembang (RSMH) ingin menuntut tanggung jawab dokter RSMH,
karena dokter yang mengoperasi terhadap mata sebelah kiri yang berakhir dengan kebutaan.

Dalam kasus Abuyani tersebut, yang menjadi permasalahan tidak hanya kasus
malpraktek yang dilakukan oleh dokter yang mengoperasi mata kiri Abuyani, melainkan juga
suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pimpinan RSMH dengan tidak
memberitahukan nama dokter yang melakukan tindakan operasi katarak yang berakhir
dengan kebutaan tersebut.

Tindakan pimpinan RSMH dengan tidak memberitahukan nama dokter yang


melakukan tindakan operasi katarak yang berakhir dengan kebutaan tersebut menghalangi
Abuyani untuk menuntut tanggung jawab dokter yang melakukan operasi mata sebelah kiri
Abuyani.

Tanggal 28 November 2005 Penggugat mendatangi Rumah Sakit Dr. Mohammad


Hoesin Palembang untuk memeriksakan mata sebelah kiri dan setelah melakukan
pemeriksaan oleh dokter RSMH, yang bernama dokter Kiki mengatakan mata sebelah kiri
Penggugat menderita mata katarak dan bisa dioperasi

Pada keesokan harinya tanggal 29 November 2005 Penggugat menjalani operasi mata
katarak (sebelah kiri) di Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Ia mendapat
bantuan pendanaan dari Pertamina tetapi dokter yang melakukan operasi terhadap Penggugat
berbeda dengan dokter yang melakukan pemeriksaan awal.Penggugat tidak mengetahui nama
dokter tersebut.

Sebelum menjalani operasi mata katarak, mata sebelah kiri Penggugat masih dapat
melihat dengan jelas hingga batas 20 meter, baru kemudian lebih dari 20meter penglihatan
agak kabur. Ketika operasi mata sedang berlangsung, Penggugat hanya dibius lokal dan
sempat mendengar kata-kata yang diucapkan dokter yang melakukan operasi yang membuat
Penggugat sengat cemas, seperti perkataan “nah …terpotong”, “ ini pisau tidak tajam”, dan “
talinya , apa tidak ada tali yang lain? Tali ini tidak bagus”.

Setelah operasi Penggugat mengontrolkan matanya kembali ke RSMH tetapi ternyata


di luar perkiraan , mata sebelah kiri Penggugat yang dioperasi harus diangkat, dan pada
tanggal 7 Desember 2005 pengangkatan dilakukan di RSMH sejak itu mata sebelah kiri
Penggugat menjadi buta.

Penggugat tidak terima karena menurut Penggugat ada kelalaian terjadi ketika operasi
mata pada tanggal 29 November 2005, penggugat melihat dari perkataan dokter ketika
sedang melakukan operasi. Penggugat menduga telah terjadi malpraktek (medical
malpractice) atau kelalaian medis (medical negligence). Penguggat menuntut tanggungjawab
dokter yang melakukan operasi mata katarak yang berakhir dengan kebutaan, Penggugat
mempertanyakan nama dokter yang melakukan operasi yang belum Penggugat ketahui
kepada Tergugat sebagai pimpinan pihak Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Pelembang.

Keinginan penguggat untuk menuntut tanggung jawab dokter Rumah Sakit Dr.
Mohammad Hoesin Palembang terhalang oleh Tergugat sebagai pimpinan Rumah Sakit, yang
tidak mau memberitahukan nama dokter yang melakukan operasi terhadap mata sebelah kiri
Penggugat yang berakhir dengan kebutaan. Sampai gugatan ini didaftarkan sikap tergugat
yang tidak mau memberitahukan nama dokter yang diduga melakukan malpraktek atau
kelalaian medis (medical negligence) terhadap Penggugat, yang menyebabkan Tergugat tidak
dapat menuntut tanggungjawabnya baik pidana maupun perdata terhadap dokter tersebut
adalah suatu perbuatan melawan hukum.
B. Tuntutan Penggugat

Tuntutan Primair :

1. Mengabulkan gugatan Abuyani untuk seluruhnya

2. Menyatakan tindakan pimpinan RSMH yang tidak memberitahukan nama dokter


yang melakukan operasi mata sebelah kiri menyebabkan Abuyani tidak dapat
menuntut dokter tersebut yang diduga melakukan malpraktek atau kelalaian medis
sebagai tindakan melawan hukum.

3. Menghukum pimpinan RSMH untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 312.500.00,-


(tiga ratus dua belas juta lima ratus ribu rupiah), dengan rincian sebagai berikut :

a. Untuk kerugian materil, sebesar Rp 112.500.000,- (seratus dua belas juta lima
ratus ribu rupiah)

b. Untuk kerugian immaterial, sebesar Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah)

Menetapkan uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah)
perhari, apabila pimpinan RSMH lalai membayar uang ganti rugi kepada Abuyani.

Subsidair :
Mohon putusan yang seadil-adilnya

C. Pertimbangan Hakim

Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan berat ringannya sanksi pidana penjara


terhadap pelaku tindak pidana mengedarkan uang palsu juga harus mempertimbangkan motif
terdakwa dalam melakukan perbuatan tersebut dan bagaimana dampak yang ditimbulkan dari
perbuatan mengedarkan uang palsu tersebut.

1. Apabila terdakwa melakukan perbuatan tersebut dengan disengaja dan ikut serta
dalam pembuatan uang palsu tersebut seperti menyediakan alat-alat untuk membuat
uang palsu dan ikut serta dalam mencetak uang palsu tersebut, maka hal ini akan
menjadi alasan bagi hakim untuk memperberat sanksi pidana penjara pada putusan
yang akan dijatuhkan, tetapi apabila terdakwa hanya membelanjakan uang palsu
tersebut untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan tidak mempunyai maksud untuk
mengedarkan dalam skala yang besar tentu hal ini akan menjadi alasan bagi hakim
untuk memperingan sanksi pidana penjara pada putusan yang akan dijatuhinya.
2. Untuk menjatuhkan putusan putusan terhadap pelaku tindak pidana peredaran uang
palsu, hakim membuat pertimbangan-pertimbangan. Menurut pengamatan dari 3
putusan yaitu putusan No.395/Pid.sus/2013/PN.MLG, putusan No.389/Pid.sus/2013/
PN.MLG dan putusan No.376/Pid.B/2013/PN.MLG yang diteliti oleh penulis, hakim
dalam menjatuhkan putusan pidana terhadap pelaku tindak pidana peredaran uang
palsu cenderung lebih banyak menggunakan pertimbangan yang bersifat normatif
tanpa mengenyampingkan pertimbangan yang bersifat yuridis/empiris.

Pertimbangan yang bersifat yuridis/Empiris Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah


pertimbangan hakim yang didasarkan pada faktor-faktor yang terungkap di dalam
persidangan dan oleh Undang-Undang telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat di
dalam putusan. Pertimbangan yang bersifat yuridis diantaranya :

A. Dakwaan jaksa penuntut umum Tindak Pidana Pemalsuan diatur dalam pasal 245 KUHP
dan pasal 36 Undang No 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Pada umumnya surat dakwaan
diartikan oleh para ahli hukum berupa pengertian surat akta yang memuat perumusan tindak
pidana yang didakwakan kepada terdakwa, perumusan ditarik atau disimpulkan dari hasil
pemeriksaan penyidikan dihubungkan dengan pasal tindak pidana yang dilanggar dan
didakwakan kepada terdakwa, dan surat dakwaan tersebutlah yang menjadi dasar
pemeriksaan bagi hakim dalam sidang pengadilan.
3 Hakim pada prinsipnya tidak dapat memeriksa dan mengadili keluar dari lingkup
yang didakwakan, ini berarti hakim tidak dapat memeriksa, mengadili dan memutuskan suatu
perkara pidana diluar yang tercantum dalam surat dakwaan. Dengan demikian surat dakwaan
berfungsi sentral dalam persidangan pengadilan dalam perkara-perkara pidana.
Konsekuensinya adalah jika terjadi kesalahan dalam penyusunan surat dakwaan dapat
berakibat seseorang dapat dibebaskan oleh pengadilan walaupun orang tersebut terbukti
bersalah melakukan tindak pidana.

B. Keterangan saksi Keterangan saksi sebagai alat bukti menurut pasal 185 ayat (1) KUHAP
adalah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan. Keterangan beberapa saksi yang berdiri
sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti
yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan yang lain sedemikian
rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu. Berdasarkan
putusan no.395/pid.sus/2013/PN.MLG, jaksa penuntut umum mengajukan saksi-saksi yang
terdiri dari 3 saksi yaitu Bidin Asyari alias Kohir yang merupakan rekan terdakwa dalam
melakukan kejahatan, Suyadi selaku petugas kepolisian dan Stefanus Erry Kristanto selaku
saksi ahli yang berprofesi sebagai pegawai Bank Indonesia cabang Surabaya dengan jabatan
Asisten Manager.
Berdasarkan putusan no.389/pid.sus/2013/PN.MLG, jaksa penuntut umum
mengajukan saksi-saksi yang terdiri dari 3 saksi yaitu Dedi Arisandi yang merupakan rekan
terdakwa dalam melakukan kejahatan, Suyadi selaku petugas kepolisian dan Stefanus Erry
Kristanto selaku saksi ahli yang berprofesi sebagai pegawai Bank Indonesia cabang
Surabaya. Berdasarkan putusan No.376/Pid.B/2013/PN.MLG, jaksa penuntut umum
mengajukan saksi-saksi yang terdiri dari 3 orang saksi yaitu Fary Antonious Rudy, Ahmad
Hariri dan Lukman Hakim, serta Noor Ichsan selaku saksi ahli yang berprofesi sebagai
pegawai Bank Indonesia.

C. Keterangan terdakwa Keterangan terdakwa menurut pasal 189 ayat (1) KUHAP adalah
apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui
sendiri atau alami sendiri. Menurut putusan No.395/Pid.sus/2013/PN.MLG, terdakwa Dedi
Arisandi mengaku telah mengedarkan dan/atau membelanjakan yang diketahuinya
merupakan Rupiah palsu. Berdasarkan keterangan terdakwa, uang palsu tersebut diperoleh
terdakwa dari Subandi yang merupakan kepala koperasi di Sulfat tempat terdakwa bekerja.
Terdakwa memperoleh uang palsu dari Subandi sejumlah Rp.45.000.000 (empat puluh lima
juta rupiah) Terdakwa mendapatkan upah Rp.500.000 (lima ratus ribu rupiah) uang palsu
untuk setiap penukaran Rp.1.000.000 (satu juta rupiah) uang asli. Selain menjual uang palsu
kepada saksi Bidin Asyari alias Kohir, terdakwa juga menyelipkan uang palsu tersebut ketika
melakukan pembayaran transaksi jual beli motor.
Menurut putusan No.389/Pid.sus/2013/PN.MLG, terdakwa Bidin Asyari alias Kohir
mengaku telah mengedarkan dan/atau membelanjakan yang diketahuinya merupakan Rupiah
palsu. Berdasarkan keterangan terdakwa, uang palsu tersebut diperoleh terdakwa dari saksi
Dedi Arisandi untuk kemudian diantarkan kepada Kojin. Terdakwa melakukan perbuatan
tersebut dengan cara membeli uang tersebut dari saksi Dedi Arisandi dengan jumlah uang Rp
4.500.000 (empat juta lima ratus ribu rupiah) dengan 2 (dua) kali pembelian. Terdakwa
mendapatkan upah dari saksi Dedi Arisandi sebesar Rp 100.000 (seratus ribu rupiah) dalam
sekali antar. Tujuan terdakwa mengedarkan uang palsu tersebut adalah untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari karena terdakwa mengalami kesulitan ekonomi yang dikarenakan
pekerjaan terdakwa sebagai makelar yang sedang sepi.
Menurut putusan No.376/Pid.B/2013/PN.MLG, diketahuinya merupakan Rupiah
palsu. Berdasarkan keterangan terdakwa, uang palsu tersebut diperoleh terdakwa dari saksi
Dedi Arisandi untuk kemudian diantarkan kepada Kojin. Terdakwa melakukan perbuatan
tersebut dengan cara membeli uang tersebut dari saksi Dedi Arisandi dengan jumlah uang Rp
4.500.000 (empat juta lima ratus ribu rupiah) dengan 2 (dua) kali pembelian. Terdakwa
mendapatkan upah dari saksi Dedi Arisandi sebesar Rp 100.000 (seratus ribu rupiah) dalam
sekali antar. Tujuan terdakwa mengedarkan uang palsu tersebut adalah untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari karena terdakwa mengalami kesulitan ekonomi yang dikarenakan
pekerjaan terdakwa sebagai makelar yang sedang sepi. Menurut putusan
No.376/Pid.B/2013/PN.MLG,

D. Barang-barang bukti Berdasarkan putusan No.395/Pid.sus/2013/PN.MLG, barang bukti


dalam perkara pidana ini adalah uang kertas pecahan Rp 100.000 (seratus ribu rupiah)
sebanyak 15 (lima belas) lembar dengan nomor seri SGH301176 sebanyak 3 (tiga) lembar,
SGH301171 sebanyak 4 (empat) lembar, SGH301172 sebanyak 1 (satu) lembar, SGH301117
sebanyak 2 (dua) lembar, SGH301133 sebanyak 3 (tiga) lembar dan SGH301113 sebanyak 2
(dua) lembar yang merupakan uang kertas rupiah palsu yang dibuat dengan teknik cetak
sablon dengan teknik cetak printer berwarna. Berdasarkan putusan
No.389/Pid.sus/2013/PN.MLG, barang bukti dalam perkara pidana ini adalah uang kertas
pecahan Rp 100.000 (seratus ribu rupiah) sebanyak 25 (dua) puluh lima lembar dengan
nomor seri SGH301113 sebanyak 2 (dua) lembar, SGH301117 sebanyak 2 (dua) lembar,
SGH301120 sebanyak 2 (dua) lembar, SGH301126 sebanyak 2 (dua) lembar, SGH301140
sebanyak 2 (dua) lembar, dan SGH301176 sebanyak 3 (tiga) lembar. Berdasarkan putusan
No.376/Pid.B/2013/PN.MLG, barang bukti dalam perkara pidana ini adalah uang kertas
pecahan Rp 100.000 (seratus ribu rupiah) sebanyak 9 (sembilan) lembar dan uang kertas
pecahan Rp 50.000 (lima puluh ribu rupiah) sebanyak 2 (dua) lembar.

E. Pasal-pasal dalam Undang-Undang No 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang Undang-Undang


yang mengatur tentang peredaran uang palsu adalah Undang-Undang No 7 Tahun 2011
tentang Mata Uang, pasal-pasal yang memuat aturan ini adalah pasal 26 ayat (1), (2) dan (3)
dan 36 ayat (1), (2) dan (3).
D. Putusan Hakim

Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali :


PEMERINTAH RI cq. MENTERI KESEHATAN RI cq. DIREKTUR UTAMA RUMAH
SAKIT UMUM Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG tersebut :

Memperbaiki amar putusan Mahkamah agung R.I No. 1752 K/Pdt/2007 tanggal 20
Februari 2008 yang membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Palembang No. 62/PDT/ 2006/
PT. PLG tanggal 13 April 200 yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Palembang
No.18/ Pdt .G/2006/PN.PLG tanggal 4 Juli 2006 sehingga amar selengkapnya sebagai
berikut;

Dalam Eksepsi :

 Menolak eksepsi Tergugat untuk seluruhnya;

Dalam Pokok Perkara :

 Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagi an ;

 Menyatakan tindakan Tergugat yang tidak mau memberitahukan nama Dokter yang
melakukan operasi mata sebelah kiri Penggugat yang berakhir dengan kebutaan
sehingga Penggugat tidak dapat menuntut Dokter tersebut adalah tindakan melawan
hukum;

 Menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi kepada Penggugat sebesar Rp


84.000.000,- (delapan puluh empat juta rupiah ) ;

 Menolak gugatan Penggugat selebihnya ;

Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam


pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar Rp 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah) ;

Mahkamah Agung Republik Indonesia Mahkamah Agung Republik Indonesia Mahkamah


Agung Republik Indonesia Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar
biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar Rp. 2.500.000,- (dua juta
lima ratus ribu rupiah ) ;

Demikianlah di putuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari


Senin tanggal 1 November 2010 oleh H. Abdul Kadir Mappong, SH. Hakim Agung yang
ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. Artidjo Alkostar, SH.,
LLM. dan Prof. Dr. Rifyal Ka’bah, MA. Hakim Agung masing-masing sebagai Hakim
Anggota dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua
Majelis dengan di hadiri oleh Hakim-Hakim Anggota tersebut dan di bantu oleh Ferry
Agustina Budi Utami, SH. Panitera Pengganti dengan tidak di hadiri oleh kedua belah pihak.

E. Analisis

Analisis pertimbangan hukum dari hakim terhadap perkara putusan Mahkamah


Agung No. 352/PK/PDT/2010 Tuan Abuyani bin Abdul Roni sebagai pasien katarak Rumah
Sakit Umum Dr. Mochammad Hoesin Palembang (RSMH) ingin menuntut tanggung jawab
dokter RSMH, karena dokter yang mengoperasi terhadap mata sebelah kiri yang berakhir
dengan kebutaan. Dalam kasus Abuyani tersebut, yang menjadi permasalahan tidak hanya
kasus malpraktek yang dilakukan oleh dokter, melainkan juga suatu perbuatan melawan
hukum dilakukan oleh pimpinan RSMH dengan tidak memberitahukan nama dokter yang
melakukan tindakan operasi katarak dengan kebutaan tersebut.

Tindakan pimpinan RSMH dengan tidak memberitahukan nama dokter yang


melakukan tindakan operasi katarak yang berakhir dengan kebutaan tersebut menghalangi
Abuyani untuk menuntut tanggung jawab dokter yang melakukan operasi mata sebelah kiri
Abuyani. Kasus Abuyani ini berawal dari pemeriksaan mata sebelah kiri oleh dokter Kiki
selaku dokter di RSMH yang menyatakan bahwa Abuyani menderita mata katarak dan bias
dioperasi. Keesokan harinya tanggal 29 November 2005, Abuyani menjalani operasi mata
katarak (sebelah kiri) di RSMH, dengan mendapat bantuan pendanaan dari Pertamina, tetapi
dokter yang melakukan operasi terhadap Abuyani berbeda dengan dokter yang melakukan
pemeriksaan awal dan Abuyani tidak mengetahui nama dokter tersebut.

Ketika operasi berlangsung, Abuyani hanya dibius lokal, sempat mendengar kata-kata
yang diucapkan dokter yang melakukan operasi, yang membuat Abuyani sangat cemas,
seperti perkataan “nah ...terpootong”, “ini pisau tidak tajam”, dan “talinya, apa tidak ada tali
yang lain? Tali ini tidak bagus.”
Hasil pada pemeriksaan pasca operasi di RSMH di luar perkiraan Abuyani. Mata kiri
Abuyani yang dioperasi harus diangkat, dan pada tanggal 7 Desember 2005 pengangkatan
dilakukan di RSMH. Sejak itu mata sebelah kiri Abuyani menjadi buta. Abuyani tidak bias
menerima kebutaan mata sebelah kiri begitu saja, sebab menurut Abuyani, ada
ketidakberesan terjadi ketika operasi mata pada tanggal 29 November 2005, hal ini tercermin
dari perkataan dokter ketika sedang melakukan operasi. Karena hal ini, Abuyani menduga
telah terjadi malpraktek atau kelalaian medis.

Dalam usaha menuntut tanggung jawab dokter yang melakukan operasi mata katarak
yang berakhir dengan kebutaan, Abuyani mempertanyakan nama dokter yang melakukan
operasi yang belum dia ketahui kepada pimpinan RSMH, tetapi pimpinan RSMH tidak mau
memberitahukan nama dokter yang melakukan operasi tersebut.

Abuyani memohon kepada Pengadilan Negeri Palembang untuk menyelesaikan kasus


antara dirinya dengan pihak pimpinan RSMH.
tuntutan primair :
1. Mengabulkan gugatan Abuyani untuk seluruhnya
2. Menyatakan tindakan pimpinan RSMH yang tidak memberitahukan nama dokter yang
melakukan operasi mata sebelah kiri menyebabkan Abuyani tidak dapat menuntut
dokter tersebut yang diduga melakukan malpraktek atau kelalaian medis sebagai
tindakan melawan hukum.
3. Menghukum pimpinan RSMH untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 312.500.00,-
(tiga ratus dua belas juta lima ratus ribu rupiah), dengan rincian sebagai berikut :
a. Untuk kerugian materil, sebesar Rp 112.500.000,- (seratus dua belas juta lima
ratus ribu rupiah)
b. Untuk kerugian immaterial, sebesar Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah)
4. Menetapkan uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah)
perhari, apabila pimpinan RSMH lalai membayar uang ganti rugi kepada Abuyani.
5. apabila pimpinan RSMH lalai membayar uang ganti rugi kepada Abuyani.

Sedangkan terhadap gugatan yang dilakukan Abuyani terhadap dirinya selaku pimpinan
RSMH, maka pimpinan RSMH mengajukan eksepsi pada pokoknya atas dalil sebagai
berikut:
1. Gugatan Abuyani kabur atau Obscuur Libel, dengan alasan hukum sebagai berikut :
a. Hubungan hukum antara Abuyani dengan pimpinan RSMH secara langsung
tidak ada, sebab pimpinan RSMH hanya penyedia sarana dan prasarana
b. Dasar gugatan Abuyani adalah perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUH
Perdata) yang dilakukan oleh pimpinan RSMH, padahal secara jelas Abuyani
mendalilkan kegagalan operasi yang dilakukan Dokter mata itulah yang
menyebabkan Abuyani mengalami kerugian
c. Bahwa tidak ada hubungan antara perbuatan yang dilakukan pimpinan RSMH
dengan kerugian yang dialami Abuyani, sebab ketidaktahuan pimpinan RSMH
terhadap nama dokter yang mengoperasi mata Abuyani tidak bisa dikatakan
perbuatan melawan hukum
d. Perbuatan melawan hukum menurut Pasal 1365 KUH Perdata adalah suatu
perbuatan dapat dikatakan perbuatan melawan hukum apabila adanya kerugian
yang dialami sebagai akibat dari perbuatan tersebut. Dalam perkara ini
ketidaktahuan pimpinan RSMH atas nama dokter yang mengoperasi mata
Abuyani tidak dapat dikatakan sebagai penyebab Abuyani mengalami
kerugian
e. Berdasarkan alasan tersebut di atas, jelas bahwa gugatan Abuyani kabur,
karena tidak benar mengkualifikasikan perbuatan pimpinan RSMH yang tidak
tahu atas nama dokter yang mengoperasi mata Abuyani sebagai perbuatan
melawan hukum yang menyebabkan mata sebelah kiri Abuyani tidak
berfungsi
f. Pimpinan RSMH selaku penyedia sarana dan prasarana secara gratis tidak
sebagai pengendali para dokter mata yang bakti sosial tetapi kendali oleh
PERDAMI (Persatuan Dokter Mata Indonesia) cabang Sumsel yang sebagai
mana sebagai organisasi mempunyai AD/ART sendiri adalah suatu hal yang
tidak bisa disatukan, jadi wajar kalau pimpinan RSMH tidak tahu secara
mendetail kegiatan yang dilakukan PERDAMI.
2. Gugatan Abuyani Error in Persona
a. Abuyani dalam gugatannya melanggar pimpinan RSMH sebagai DIRUT
mengetahui segala kegiatan yang dilakukan semua organisasiorganisasi yang
dianggotai dokter adalah tidak tepat, sebab sebuah organisasi tentu
mempunyai AD/ART sendiri, peraturan sendiri dan tanggung jawab sendiri
b. Jadi tidak benar apabila ketidaktahuan pimpinan RSMH terhadap kegiatan
yang dilakukan oleh sebuah organisasi dianggap suatu perbuatan melawan
hukum
c. Tidak juga apabila ketidaktahuan pimpinan RSMH terhadap dokter yang
mengoperasi mata dianggap sebagai penyebab sakitnya mata Abuyani dan
pelaksanaan operasi sebagai penyebab sakitnya mata Abuyani dan
pelaksanaan operasi selain di RSMH juga di RS. Pertamina dan Pendanaan
juga ditanggung Pertami, bukan RSMH
d. Berdasarkan alasan-alasan tersebut jelas gugatan Abuyani Error in Persona
e. Penggugat menganggap tanggapan Tergugat di atas telah menunjukkan adanya
malpraktek
f. Keinginan menuntut tanggungjawab Dokter RSMH Palembang terhalang oleh
sikap tidak bisa memberitahu Dokter yang melakukan operasi terhadap
gugatan
g. Sikap Tergugat yang tidak bersedia memberikan nama Dokter Yang
melakukan operasi terhadap gugatan
h. Sikap Tergugat yang tidak bersedia memberikan nama Dokter yang
melakukan operasi berarti Tergugat melakukan perbuatan melawan hukum
i. Menurut Pasal 1365 KUH Perdata tiap perbuatan melanggar hukum yang
membawa kerugian bagi orang lain karena salahnya menyebabkan kerugian
itu, mengganti kerugian itu.
Berdasarkan rumusan Pasal 1365 KUH Perdata maka ada empat syarat yang harus
dipenuhi untuk menuntut kerugian adanya perbuatan melawan hukum tentu saja termasuk
malpraktek hukum kedokteran yang masuk kualifikasi perbuatan melawan hukum
a. Adanya perbuatan (daad) yang termasuk kualifikasi perbuatan melawan hukum
Terdapat perbuatan yang melanggar kewajiban dari pada Rumah Sakit sendiri yang
diatur dalam UU No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Dalam hal ini yang
dilanggar adalah Pasal 29 ayat (1) huruf l (memberikan informasi yang benar, jelas
dan jujur mengenai hak dan kewajiban pasien).
b. Adanya kesalahan (doelus maupun culpa) si pembuat Kesalahan Rumah Sakit dalam
kasus ini adalah juga melanggar Hak Pasien yang diatur dalam UU No. 44 Tahun
2009 pasal 32 huruf e (memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien
terhindar dari kerugian fisik dan materi).
c. Adanya akibat kerugian (schade) Kerugian yang dialami Abuyani adalah mata sebelah
kiri Abuyani yang di operasi mengalami kebutaan, sehingga mata sebelah kiri
Abuyani tidak dapat melihat.
d. Adanya hubungan perbuatan dengan akibat kerugian (oorzalijk verband ataucausal
verband) orang lain. Perbuatan Rumah Sakit yang tidak mau memberitahukan nama
dokter yang melakukan operasi mata sebelah kiri Abuyani mengakibatkan Abuyani
tidak dapat menggugat atau menuntut tanggung jawab dokter yang melakukan operasi
mata sebelah kiri Abuyani tersebut.
Dengan terpenuhinya empat syarat berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata yang
menunjukkan adanya perbuatan melawan hukum, maka gugatan Abuyani tidak kabur
maupun error in persona seperti yang terdapat dalam eksepsi RSMH.
Putusan Mahkamah Agung yang menetapkan pimpinan RSMH untuk membayar ganti
rugi kepada Abuyani sebesar Rp. 315.500.000,- (tiga ratus lima belas juta lima ratus ribu
rupiah). Pihak RSMH bukanlah pihak yang bertanggung jawab atas dugaan malpraktek yang
dialami oleh Abuyani, sehingga tidak tepat RSMH membayarkan ganti rugi sebesar
Rp.315.000.000,- (tiga ratus lima belas juta lima ratus ribu rupiah) yang didalamnya terdapat
ganti rugi yang diakibatkan kerugian immaterial yang disebabkan oleh dampak psikologis
akibat dari kebutaan mata sebelah kiri yang seharusnya tidak dibebankan kepada RSMH
melainkan dokter yang melakukan operasi mata Abuyani.
Berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 25 Januari 2010 diajukan permohonan
peninjauan kembali secara lisan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Palembang pada tanggal
l5 Maret 2010. Ternyata dalam akta permohonan peninjauan kembali
No.18/Pdt.G/2006/PN.PLG Jo. No. 02/Srt.Pdt/PK/2010/PN.PLG. permohonan mana disertai
dengan alasan yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri tersebut pada tanggal 5
Maret 2010.
Peninjauan Kembali yang diajukan oleh pimpinan RSMH, permohonan peninjauan
kembali harus ditolak dengan perbaikan amar putusan Mahkamah Agung RI
No.1752K/Pdt/2007 tanggal 20 Februari 2008 yang membatalkan putusan Pengadilan Tinggi
Palembang No.62/PDT/2006/PT.PLG tanggal 13 April 2007 yang menguatkan putusan
Pengadilan Negeri Palembang No.18/Pdt.G/2006/PN.PLG tanggal 4 Juli 2006 sehingga amar
selengkapnya sebagai berikut :
Dalam eksepsi :
Menolak eksepsi pimpinan RSMH untuk seluruhnya, dalam pokok perkara :
a. Mengabulkan gugatan Abuyani untuk sebagian
b. Menyatakan tindakan pimpinan RSMH yang tidak memberitahukan nama Dokter
yang melakukan operasi mata sebelah kiri Abuyani yang berakhir dengan kebutaan
sehingga Abuyani tidak dapat menuntut dokter tersebut adalah tindakan melawan hukum
c. Menghukum pimpinan RSMH untuk membayar ganti rugi kepada Abuyani sebesar
Rp.84.000.000,- (delapan puluh empat juta rupiah)
d. Menolak gugatan Abuyani untuk selebihnya
e. Dan menghukum pimpinan RSMH sebagai pemohon Peninjauan Kembali untuk
membayar biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar
Rp2.500.000,-(dua juta lima ratus ribu rupiah).

F. Kesimpulan
Perbuatan melawan hukum tidak hanya bertentangan dengan undang-undang, tetapi juga
berbuat atau tidak berbuat yang melanggar hak oang lain bertentangan dengan kesusilaan
maupun sifat berhati-hati, kepantasan dan kepatutan.
Dalam kasus yang melibatkan Abuyani dan Pimpinan Rumah Sakit Umum Dr.
Mochammad Hoesin Palembang (RSMH), pada Pengadilan Negeri, putusan hakim adalah
mengabulkan eksepsi pimpinan RSMH dikabulkan untuk sebagian, dalam pokok perkara:
Menyatakan gugatan Abuyani tidak dapat diterima serta Menghukum Abuyani untuk
membayar biaya perkara.
Pada Pengadilan Negeri, putusan hakim sebagaimana Hakim Pengadilan Negeri
Palembang menyatakan eksepsi pimpinan RSMH dikabulkan untuk sebagian yaitu
menyatakan gugatan Abuyani tidak dapat diterima.
Pada Mahkamah Agung, putusan hakim adalah mengabulkan permohonan kasasi dari
Abuyani dan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Palembang yang menguatkan putusan
Pengadilan Negeri Palembang, menyatakan tindakan pimpinan RSMH yang tidak
memberitahukan nama Dokter yang melakukan operasi mata sebelah kiri Abuyani yang
berakhir dengan kebutaan sehingga Abuyani tidak dapat menuntut dokter tersebut adalah
tindakan melawan hukum, serta menetapkan ganti rugi kepada pimpinan RSMH untuk
membayar ganti rugi kepada Abuyani sebesar Rp. 315.500.000,- (tiga ratus lima belas juta
lima ratus ribu rupiah).

Anda mungkin juga menyukai