Anda di halaman 1dari 18

PERAN DOKTER FORESIK DALAM PENGUNGKAPAN KASUS PIDANA

PEMBUNUHAN MUNIR
Faldin Arman
Fakultas Hukum Universitas Bung Karno

Abstrak
Berdasarkan hasil visum et repertum yang dibuat pro justitia dari
Kementrian Kehakiman lembaga Forensik Belanda tanggal 13 Oktober 2004 yang
ditandatangani oleh dr. ROBERT VISSER, dokter dan patolog bekerjasama
dengan dr. B. KUBAT, menerangkan tentang telah dilakukannya pemeriksaan
atau otopsi mayat atas nama MUNIR, SH. berlangsung dari tanggal 8 September
2004 sampai dengan tanggal 13 Oktober 2004 dengan kesimpulan bahwa pada
MUNIR, usia 38 tahun, terjadinya kematian dapat dijelaskan disebabkan oleh
karena pada pemeriksaan toksikologi ditemukan "konsentrasi arsen sangat
meningkat" di dalam darah konsentrasi arsen "meningkat" di dalam urin dan
konsentrasi arsen "sangat meningkat" di dalam isi lambung; Selanjutnya pakaian
korban MUNIR, SH. yang terkena muntahan padasaat di atas pesawat, setelah
dilakukan pemeriksaan di Pusat Laboratorium Forensik Badan Reserse Kriminal
Polri, berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Laboratorium Kriminalistik Pusat
Laboratorium Forensik Badan Reserse Kriminal olri Nomor LAB:
3952/KTF/2002 tanggal 14 Juli 2005, pemeriksaan terhadap barang bukti : kaos
lengan pendek warna abu-abu dan biru, celana Panjang jeans warna hitam, kaos
kaki warna biru dan celana dalam warna coklat milik alm. MUNIR, S.H. dapat
disimpulkan bahwa barang bukti berupa 1 (satu) potong kaos lengan pendek
warna abu-abu dan biru serta 1 (satu) potong celana panjang jeans warna hitam
positif mengandung arsen atau arsenic.
Kata Kunci : Visum et repertum, Forensik, Arsenik

I. Latar Belakang
Kasus pembunuhan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir Said Thalib yang

diracun senyawa arsenik saat penerbangan Jakarta-Amsterdam belum juga diusut tuntas.

Tepat hari ini, kasus itu sudah berusia 19 tahun, tanpa titik terang. 1 Pembunuhan aktivis

munir menjadi kasus yang hingga saat ini belum terpecahkan bahkawan dalang dibalik

kasus tersebut belum terungkap.

1
Buka di https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230907185838-12-996195/19-tahun-kasus-pembunuhan-munir-
kasum-sebut-belum-ada-titik-terang diakses tgl 10 Januari 2024

1
Melihat kembali rekam jejak aktivitas politik Munir, hampir semua orang

sependapat Munir pasti memiliki musuh politik yang jumlahnya banyak sekali, sebagian

besar terutama para pejabat militer. Majalah Asia Week pada tahun 2000 misalnya

memberikan penghargaan sebagai Leaders for the Millenium, dengan pertimbangan

Munir berhasil secara signifikan mempengaruhi (menantang) politik militer Indonesia di

masa transisi.

Sementara prestasi di bidang HAM diapresiasikan komunitas internasional

dengan penghargaan The Right Livelihood Award pada tahun 2000 oleh sebuah yayasan

internasional berbasis di Swedia.2 Sebagai manusia; kita memiliki hak untuk hidup, hak

untuk memperoleh keadilan, hak untuk mendapatkan rasa aman, hak atas kebebasan

pribadi, dan hak-hak lainnya yang diatur dalam undang-undang nomor 39 tahun 1999

tentang Hak Asasi Manusia. Lagi, ditegaskan dalam UUD 1945 pasal 28 dituliskan

bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan berpendapat.

Namun naasnya kasus pembunuhan Munir menjadi catatan Sejarah bahwa masih ada

upaya pengauasa untuk menghalang-halangi kebebasan untuk hidup. Munir Said Thalib

merupakan seorang aktivis HAM di Indonesia yang lahir pada 8 Desember 1965 dan

meninggal pada usia 39 tahun tanggal 7 September 2004.

Meninggal dengan meninggalkan sebuah tanda tanya besar karena terdapat

dugaan yang kuat mengenai adanya pembunuhan berencana terhadap Munir. Dalam hasil

autopsi yang dilakukan oleh pemeriksaan forensik di Belanda menunjukkan adanya

kandungan racun arsen yang memiliki nilai cukup fatal bagi seorang dewasa. Tercatat

terdapat 460 mg/l dalam lambung Munir. Masuknya racun arsen ini diduga kuat melalui
2
Buka di https://kontras.org/wp-content/uploads/2019/07/Bunuh-Munir-IND.pdf diakses 10 januari 2024

2
makanan atau minuman yang dikonsumsi oleh Munir 3 Tanda tanya besar lainnya adalah

Munir meninggal di atas pesawat penerbangan GA 974 dalam perjalanannya menuju

Belanda untuk melanjutkan program pasca-sarjana.

Hal ganjil lain ditemukan pada adanya surat tugas palsu milik extracrew,

Pollycarpus Budihari Priyanto yang menjadikan Pollycarpus sebagai tersangka

pembunuhan Munir Said Thalib. Hingga kini, Pollycarpus masih mengaku bukan

merupakan pembunuh Munir, sekalipun hukuman 14 tahun (yang pada akhirnya hanya

dilalui selama delapan tahun) sudah dijalani.4

Terlepas dari malah tersebut, penulis disini akan mencoba melihat dalam sudut

pandang hukum forensic. Keterangan saksi merupakan alat bukti di persidangan dan

sangat berguna dalam mengungkap duduk perkara suatu peristiwa pidana yang nantinya

akan dijadikan salah satu dasar pertimbangan hakim untuk menentukan terbukti atau

tidaknya perbuatan terdakwa serta kesalahan terdakwa.

Dalam proses persidangan dikenal adanya beberapa macam saksi, misalnya dilihat

dari pihak yang mengajukan dikenal sebutan: “saksi a charge” atau saksi yang

memberatkan dan “saksi a decharge” atau saksi yang meringankan, dan dilihat dari

posisi dalam peristiwa tindak pidana dikenal sebutan : “saksi korban” atau saksi yang

mengalami, “saksi melihat” dan “saksi mendengar”. Jika keterangan tersebut berupa

pendapat diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian tentang hal yang diperlukan

untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan, maka hal

tersebut dimasukkan sebagai alat bukti “keterangan ahli”.

3
Indonesia, Eksaminasi Publik atas Proses Hukum Kasus Pembunuhan Munir , 14 Maret 2007.
4
Diakses di Youtube Video Catatan Mata Najwa: Wawancara Ekslusif Pollycarpus, 2 April 2018.
Diakses 11 Januari 2024

3
Keterangan ahli menurut Pasal 1 angka 28 KUHAP adalah keterangan yang

diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk

membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Dalam Pasal 179

ayat (1) KUHAP yang merumuskan bahwa setiap orang yang diminta pendapatnya

sebagai ahli kedokteran kehakiman, dokter ahli lainnya wajib memberikan keterangan

ahli demi keadilan. Peran ahli dalam mencari bukti-bukti yang bertujuan untuk membantu

penyudik mengungkapkan suatu tindak pidana sangat diperlukan guna mengetahui

rangkaian peristiwa yang terjadi. Salah satu ahli yang diperlukan itu adalah ahli patologi

forensik atau dokter forensik yang dalam ilmu kedokteran didefinisikan sebagai

seseorang yang mempelajari kelainan pada tubuh manusia yang diakibatkan oleh tindak

kejahatan yang pada tubuh korban kejahatan tersebut terdapat tanda-tanda yang dapat

memberikan petunjuk mengenai jenis tindak kejahatan bila tindak kriminal ini

menyebabkan kematian, sebab kematian dapat ditelusuri melalui pemeriksaan bedah

mayat (outopsi). Pentingnya peran dokter forensik yang bisa dijadikan contoh adalah

peristiwa pembunuhan Munir. Oleh sebab itu penelitian ini akan membahas tentang Peran

Dokter Forensik Dalam Pengngkapan Kasus Pidana Pembunuhan Munir.

II. Permasalahan Penelitian

Berdasarkan uraian diatas maka, dirumuskanlah permasalahannya sebagai berikut :

1. Bagaimana peran dokter forensik dalam hukum pembuktian kasus pidana

pembunuhan munir ?

2. Bagaimana prosedur dokter forensik dalam melakukan uotopsi terhadap mayat ?

III. Metode Penelitian

4
Penelitian ini menggunakan metode penelitian normative dengan bahan hukum

primer yang mengikat meliputi Undang-Undang Dasar 1945, Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana, dan beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait seperti

peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Kedokteran Kepolisian. Bahan hukum sekunder yang digunakan penulis meliputi literatur

dan beberapa tulisan ilmiah dan jurnal yang berkaitan dengan hukum kedokteran

forensik. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan pemahaman dan

pengertian atas bahan-bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum tersier yang

digunakan penulis meliputi Kamus Besar Bahasa Indonesia (KGBI) dan Kamus Hukum.

Penulisan ini bersifat deskriptif analis untuk memberikan gambaran dan penafsiran

mengenai permasalahan-permasalahan yang ada.

IV. Pembahasan

a. Peran dokter forensik dalam hukum pembuktian kasus pidana pembunuhan

muni

Pembuktian menurut M. Yahya Harahap adalah ketentuan yang membatasi

sidang pengadilan dalam usaha mencari dan mempertahankan kebenaran. Baik

hakim, penuntut umum, terdakwa, atau penasihat hukum, semua terkait pada

ketentuan tata cara dan penilaian alat bukti yang ditentukan undang-undang. Tidak

boleh leluasa bertindak dengan cara sendiri dalam menilai pembuktian. Dalam

mempergunakan alat bukti, tidak boleh bertentangan dengan undang- undang.

Cara yang dapat dilakukan untuk pembuktian perkara pidana antara lain

adalah meminta bantuan dokter sebagai saksi yang dapat membuat keterangan

tertulis dalam bentuk visum et repertum dan memberikan keterangan dipersidangan

5
sebagai saksi ahli. Artinya, bahwa ilmu pengetahuan kedokteran sangat berperan

dalam membantu penyidik, kejaksaan, dan hakim dalam hal yang hanya dapat

dipecahkan dengan ilmu kedokteran.

Selanjutnya ilmu kedokteran juga mempunyai peranan dalam hal menentukan

hubungan kausalitas antara suatu perbuatan dengan akibat yang akan ditimbulkannya

dari perbutan tersebut, baik yang menimbulkan akibat luka pada tubuh, atau yang

menimbulkan matinya seseorang, dimana terdapat akibat-akibat tersebut patut diduga

telah terjadi tindak pidana. Berdasarkan hasil pemeriksaan ahli forensik inilah

selanjutnya dapat diketahui apakah luka seseorang, tidak sehatnya seseorang tersebut

diakibatkan oleh tindak pidana atau tidak. Dokter ahli forensik dapat memberikan

bantuannya dalam hubungannya dengan proses peradilan dalam hal :

1. Pemeriksaan di tempat kejadian perkara, ini biasanya dimintakan oleh pihak yang

berwajib dalam hal dijumpai seseorang yang dalam keadaan meninggal dunia.

Pemeriksaan yang oleh ahli forensik ini akan sangat penting dalam hal

menentukan jenis kematian dan sekaligus untuk mengetahui sebab-sebab dari

kematiannya tersebut, sangat berguna bagi pihak yang berwajib untuk memproses

atau tidaknya menurut hukum. Dalam hal ini dokter akan membuat visum et

repertum sebelum mayat dikuburkan.

2. Pemeriksaan terhadap korban yang luka oleh ahli forensik dimaksudkan untuk

mengetahui:

a. Ada atau tidaknya penganiayaan


b. Menentukan ada atau tidaknya kejahatan atau pelanggaran
kesusilaan
c. Untuk mengetahui umur seseorang

6
d. Untuk menentukan kepastian seorang bayi yang meninggal dalam
kandungan seorang ibu.
Dari beberapa poin di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dokter

forensik sangat berperan dalam membantu aparat penegak hukum untuk

mengungkap suatu tindak pidana yang terjadi mulai dari tingkat penyidikan

samapai pada tahap pengadilan terhadap kasus yang berhubungan dengan tubuh

atau jiwa manusia, sehingga membuat terang suatu tindak pidana yang terjadi.

b. Dokter Sebagai Pembuat Visum Et Repertum

Visum et repertum (VeR) adalah keterangan tertulis yang dibuat dokter

atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medis

terhadap manusia, hidup ataupun mati, ataupun bagian/diduga bagian tubuh

manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk kepentingan

peradilan. Visum et repertum berperan sebagai salah satu alat bukti yang sah

dalam proses pembuktian perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia.

Dalam VeR terdapat uraian hasil pemeriksaan medis yang tertuang dalam bagian

pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti.

VeR juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan

medis yang tertuang dalam bagian kesimpulan.

Bila VeR belum dapat menjernihkan persoalan di sidang pengadilan,

hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru, seperti yang

tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang

memberi kemungkinan dilakukannya pemeriksaan atau penelitian ulang atas

barang bukti, apabila timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau

penasehat hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan.

7
Visum et repertum dibuat berdasarkan undang-undang yaitu pasal 120,

179, dan 133 ayat 1 KUHAP, maka dokter tidak dapat dituntut karena membuka

rahasia pekerjaan sebagaimana diatur dalam pasal 322 KUHP, meskipun dokter

membuatnya tanpa seizin pasien. Pasal 50 KUHP mengatakan bahwa barangsiapa

melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak

dipidana, sepanjang visum et repertum tersebut hanya diberikan kepada instansi

penyidik yang memintanya, untuk selanjutnya dipergunakan dalam proses

pengadilan. 5

Seperti diketahui dalam suatu perkara pidana yang menyangkut perusakan

tubuh dan kesehatan serta membinasakan nyawa manusia, maka si tubuh korban

merupakan Corpus Delicti. maka oleh karenanya Corpus Delicti yang demikian

tidak mungkin disediakan atau diajukan pada sidang pengadilan dan secara

mutlak harus diganti oleh Visum et repertum. Kedudukan seorang dokter di dalam

penanganan korban kejahatan dengan menerbitkan visum et repertum seharusnya

disadari dan dijamin netralitasnya, karena bantuan profesi dokter akan sangat

menentukan adanya kebenaran.

Membaca putusan No. 133 PK/Pid/2011 bahwa Terdakwa

POLLYCARPUS BUDIHARI PRIYANTO untuk memasukkan sesuatu ke dalam

minuman orang juice yang akan dihidangkan kepada Munir, SH. (Korban

Pembunuhan) yang sesuai hasil pemeriksaan laboratorium Kementerian

Kehakiman Lembaga Forensik Belanda tanggal 13 Oktober 2004, ditandatangani

5
Waluyadi, 2007, Ilmu Kedokteran Kehakiman Dalam Perspektif Peradilan dan Aspek Hukum
Praktik Kedokteran, Djambatan, Jakarta

8
oleh dr. ROBBERT VISSER, dokter dan patolog bekerjasama dengan dr. B.

KUBAT dipastikan adalah racun arsen dalam jumlah yang mematikan.6

Berdasarkan hasil visum et repertum yang dibuat pro justitia dari

Kementrian Kehakiman lembaga Forensik Belanda tanggal 13 Oktober 2004 yang

ditandatangani oleh dr. ROBERT VISSER, dokter dan patolog bekerjasama

dengan dr. B. KUBAT, menerangkan tentang telah dilakukannya pemeriksaan

atau otopsi mayat atas nama MUNIR, SH. berlangsung dari tanggal 8 September

2004 sampai dengan tanggal 13 Oktober 2004 dengan kesimpulan bahwa pada

MUNIR, usia 38 tahun, terjadinya kematian dapat dijelaskan disebabkan oleh

karena pada pemeriksaan toksikologi ditemukan "konsentrasi arsen sangat

meningkat" di dalam darah konsentrasi arsen "meningkat" di dalam urin dan

konsentrasi arsen "sangat meningkat" di dalam isi lambung;

Selanjutnya pakaian korban MUNIR, SH. yang terkena muntahan padasaat

di atas pesawat, setelah dilakukan pemeriksaan di Pusat Laboratorium Forensik

Badan Reserse Kriminal Polri, berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan

Laboratorium Kriminalistik Pusat Laboratorium Forensik Badan Reserse

Kriminal olri Nomor LAB: 3952/KTF/2002 tanggal 14 Juli 2005, pemeriksaan

terhadap barang bukti : kaos lengan pendek warna abu-abu dan biru, celana

Panjang jeans warna hitam, kaos kaki warna biru dan celana dalam warna coklat

milik alm. MUNIR, S.H. dapat disimpulkan bahwa barang bukti berupa 1 (satu)

potong kaos lengan pendek warna abu-abu dan biru serta 1 (satu) potong celana

panjang jeans warna hitam positif mengandung arsen atau arsenic.

6
Baca di putusan.mahkamahagung.go.id. diakses 10 Januari 2024.

9
Kontiminasi arsenik diduga dapat menyebabkan berbagai pengaruh

kesehatan seperti iritasi usus dan lambung, penurunan produktivitas sel darah
7
putih dan darah merah, perubahan kulit dan iritasi paru-paru. Dari hasil visum

yang dijelaskan oleh saksi ahli forensic diketahui ada tiga tempat yang dijadikan

patokan jumlah arsen yang masuk ke tubuh Munir. Yakni, di darah, 3,1

miligram/liter; urine, 4,8 miligram/liter; dan lambung 20 miligram/liter.

Kandungan arsen tersebut menurut penjelasan saksi ahli termasuk kategori

tinggi.8

C. Dasar hukum dokter forensik dalam melakukan uotopsi terhadap mayat.

Tugas, Pokok dan Fungsi dokter Forensik dalam upaya pembuktian tindak

pidana pembunuhan adalah untuk memberikan pendapat, pengalaman, serta Ilmu

Pengetahuan yang dipelajari sebagai alat yang digunakan untuk dihubungkan

dengan akibat dari kematian. Keterangan dokter Forensik bukan mempengaruhi

putusan hakim tetapi memberikan sumbangan pemikiran (ilmu Bantu) untuk

menyelesaikan suatu perkara pidana yang berhubungan dengan keahliannya. Jadi

orang yang berada dilingkup kriminalistik dan kriminologi itu mendukung dan

memberikan penunjang, dukungan, terhadap hakim untukmengambil putusan agar

ditemukan kebenaran dan keadilan yang sebenarnya. Jadi hakim tidak perlu

dipengaruhi, sebetulnya hakim di tunjang dan didukung oleh pendapat dokter

forensic.9

Pentingnya dokter Forensik dalam Upaya Pembuktian Tindak Pidana

Pembunuhan Berencana adalah untuk memberikan penjelasan, rekaan


7
Darmono,1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup, UI Press, Jakarta.
8
Baca di https://www.hukumonline.com/berita/a/ahli-visum-munir-di-belanda-sah-hol13884/?
page=2 diakases 10 Januari 2023.
9
Tolib Setiady, 2009, Pokok-pokok Ilmu Kedokteran Kehakiman, Alfabeta, Bandung

10
rekonstruksi suatu peristiwa yang terjadi, memberikan keterangan yang

berhubungan dengan kematian seseorang, sebab akibat mengapa seseorang

seseorang dapat mengalami kematian dan apa sebab kematiannya. kemudian

hakim mengakui, mengadopsi, dan mengambil alih pendapat dokter forensik

tersebut menjadi pendapat hukumnya dalam mengambil keputusan.

Secara etimologi Bedah mayat forensik adalah tindakan dengan jalan

memotong bagian tubuh seseorang. Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah Al-

Jirahah7 yang berarti melukai, mengiris, atau operasi pembedahan Sedangkan

secara terminologi Bedah mayat forensik adalah suatu penyelidikan atau

pemeriksaan tubuh mayat, tennasuk alatalat organ tubuh dan susunannya pada

bagian dalam. Setelah dilakukan pembedahan, dengan tujuan menentukan sebab

kematian seseorang, baik untuk kepentingan ilmu kedokteran maupun menjawab

misteri suatu tindak pidana. Dalam tahap pemeriksaan di sidang pengadilan,

bantuan dari seorang ahli sangat dibutuhkan dalam suatu proses pemeriksaan

perkara pidana. Seorang ahli mempunyai peran penting dalam hal membantu

aparat penegak hukum yang berwenang untuk membuat terang suatu perkara

pidana, dengan cara mengumpulkan bukti - bukti yang berkaitan sesuai dengan

bidang ahlinya, dan memberikan petunjuk yang lebih kuat dan lebih mengarah

kepada siapa pelaku tindak pidana tersebut, serta memberikan bantuan bagi hakim

untuk menjatuhkan putusan dengan tepat dan adil terhadap perkara yang

diperiksanya.

11
Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 ayat (2) Undang - Undang Nomor

48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyatakan bahwa:

“Tidak seorangpun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila


pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut Undang -
Undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap
dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang
didakwakan atas dirinya.”.

Pihak penegak hukum telah melaksanakan tugasnya sebagaimana

mestinya, namun dalam meminta persetujuan keluarga untuk diadakan Bedah

mayat forensik, pihak keluarga keberatan yang akhirnya kasus- kasus tersebut

tidak menemukan penyelesaian, sehingga gagal dalam menentukan siapa pelaku

dari tindak pidana tersebut, yang membunuh atau menganiaya terhadap korban.

Bedah mayat forensik semata-semata guna kepentingan peradilan, dan kejelasan

yang dapat diungkapkan dari Bedah mayat forensik diantaranya untuk mengetahui

sebab kematian, cara kematian, pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan atau mati

karena penyakit.

1) Upaya ini sangat dibutuhkan dalam proses peradilan dari tahap

penyidikan, penuntutan, sampai pada pemeriksaan di persidangan.

Terkait adanya ketentuan perundangan seperti telah diuraikan

diatas, maka dalam proses penyelesaian perkara pidana penegak

hukum wajib mengusahakan pengumpulan bukti dan fakta

mengenai perkara pidana yang ditangani dengan selengkap

mungkin, sebagaimana pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam

proses peradilan adalah bertujuan untuk mencari kebenaran

12
materiil terhadap suatu perkara pidana. Berdasarkan Pasal 134

KUHAP, yaitu:

1) Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian


Bedah mayat forensik tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib
memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban.
2) (2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan
dengan sejelas- jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu
dilakukannya pembedahan tersebut.
3) (3) Apabila dalam waktu dua hari tidakada tanggapan apapun dari
keluargaatau pihak yang diberi tahu tidak diketemukan, penyidik
segera melaksanakan ketentuan sebagimana dimaksud dalam Pasal
33 ayat (3) Undang-Undang ini.

Pasal ini, yang menetapkan tentang perlunya Bedah mayat forensik guna

untuk pembuktian, maka penyidik dapat memberitahukan kepada keluarga korban

dengan tujuan dari diadakannya Bedah mayat forensik forensik. Jika keluarga

korban merasa keberatan, maka penyidik harus menerangkan sejelas-jelasnya

tujuan pembedahan tersebut. Jika penyidik telahmenerangkan pentingnya

diadakan Bedah mayat forensik, namun keluarga tetap bersih keras menunjukan

sikap keberatan dan berujung pada penolakan dilakukannya Bedah mayat forensik

forensik, maka hal inilah yang menimbulkan permasalahan antara pentingnya

ditemukan kebenaran dari jasad orang mati untuk keadilan dan hak yang dimiliki

oleh keluarga korban. Inkonsistensi pada Pasal 134 KUHAP tentang Bedah mayat

forensik, dan juga penerapannya, dinilai dapat membuat kabur kasus-kasus

kematian yang tidak wajar, sehingga sulit untuk diketemukannya kebenaran

materiil. Autopsi forensik adalah satu pemeriksaaan yang dilakukan terhadap

mayat yang diduga meninggal akibat suatu sebab yang tidak wajar. Pemeriksaan

ini penting dilakukan untuk mencari penyebab kematian, penyidikan dan

penegakan hukum.

13
Dalam decade terakhir jumlah autopsi mengalami penurunan. Amerika

Serikat ditemukan penurunan yaitu 19.3% pada tahun 1972, dan 8.5% pada tahun

2007. Pada tahun 1981 jumlah persentase autopsi adalah 15,7% dan pada tahun

2003 menurun menjadi 11%. Negara eropa seperti Inggris dan Wales, jumlah

autopsi turun dari 8,9% pada tahun 1966 menjadi 1,7% pada tahun 1991. Pada

negara lain juga dilaporkan terjadi penurunan seperti di Kanada, Perancis, Cina,

dan Zambia. Negara Indonesia belum ada angka pasti mengenai jumlah autopsy.

Pada seminar “Peran Kedokteran Forensik dalam Sistem Peradilan” pada

tahun 2012, menurut Herkutanto terdapat kasus atau situasi tertentu, di mana

autopsi tidak bisa dilakukan karena tekanan-tekanan masyarakat dan sosial.

Faktor Penghalang utama kebanyakan dari pihak keluarga korban. Banyak

penolakan autopsi disebabkan ketidaktahuan keluarga korban tentang autopsi.

Tidak sedikit yang beranggapan bahwa autopsi tidak lagi berguna karena tidak

bisa menghidupkan kembali korban yang sudah mati. 10

Selain itu, ada yang berasumsi bahwa ada organ tubuh yang diambil

setelah dilakukan pemeriksaan bagian dalam. Autopsi dianggap seperti membawa

sebuah serangan emosi kepada anggota keluarga. Alasan terjadi penolakkan

autopsi adalah keluarga takut akan terjadi kecacatan pada mayat. Keluarga juga

khawatir bahwa prosedur ini akan menunda pemakaman. Selain itu, ada juga

disebabkan oleh faktor keagamaan dan kurangnya pengetahuan tentang prosedur

autopsi. 11

10
Abdul Munim, Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik, 1997
11
Hari Sasangka dan Lily Rosita, 2003, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana,Mandar Maju,
Bandung.

14
Kurangnya hubungan baik dengan dokter, dan kurangnya konsensus

dengan anggota keluarga lainnya tentang prosedur autopsi adalah penyebab yang

tidak jarang didengar. Hal tersebut menjadi penghalang untuk mendapatkan izin

dari keluarga terdekat untuk dilakukan autopsi. Hal-hal terkait alasan penurunan

autopsi dapat diatasi dengan cara mendidik setiap anggota keluarga. Alasan utama

penolakkan autopsi adalah takut dengan mutilasi. Selanjutnya adalah menghargai

tubuh mayat dan alasan keagamaan.Autopsi forensik bukanlah suatu keharusan

bagi semua kematian di Indonesia. Apabila terdapat kasus kematian yang diduga

meninggal akibat suatu sebab yang tidak wajar hingga diputuskan oleh penyidik

perlunya dilakukan autopsi.

Kendala yang sering dihadapi di lapangan oleh penyidik dalam

mengungkap penyebab kematian korban yakni masyarakat sering tidak

mengizinkan untuk dilakukan autopsi. Kendala ini telah memperlambat proses

penyidik untuk mendapatkan visum et repertum (VeR) yaitu sebuah laporan

tertulis untuk peradilan yang dibuat dokter sebagai alat bukti yang sah untuk

digunakan di sidang pengadilan (Pasal 184 KUHAP). Permintaan visum diajukan

oleh tim penyidik dalam bentuk tertulis kepada dokter forensik. Pada tahapan ini,

tidak ada lagi yang boleh menghalangi pelaksanaannya dan tidak membutuhkan

persetujuan keluarga terdekatnya. Namun begitu, penyidik wajib memberitahukan

terlebih dahulu kepada keluarga korban.12

12
Musa Perdanakusuma. 1984. Bab-bab tentang Kedokteran Forensik. Cet. Pertama. Jakarta:
Ghalia Indonesia

15
V. Kesimpulan

Berdasarkan hasil visum et repertum yang dibuat pro justitia dari

Kementrian Kehakiman lembaga Forensik Belanda tanggal 13 Oktober 2004 yang

ditandatangani oleh dr. ROBERT VISSER, dokter dan patolog bekerjasama

dengan dr. B. KUBAT, menerangkan tentang telah dilakukannya pemeriksaan

atau otopsi mayat atas nama MUNIR, SH. berlangsung dari tanggal 8 September

2004 sampai dengan tanggal 13 Oktober 2004 dengan kesimpulan bahwa

pada MUNIR, usia 38 tahun, terjadinya kematian dapat dijelaskan disebabkan

oleh karena pada pemeriksaan toksikologi ditemukan "konsentrasi arsen sangat

meningkat" di dalam darah konsentrasi arsen "meningkat" di dalam urin dan

konsentrasi arsen "sangat meningkat" di dalam isi lambung;

Selanjutnya pakaian korban MUNIR, SH. yang terkena muntahan padasaat

di atas pesawat, setelah dilakukan pemeriksaan di Pusat Laboratorium Forensik

Badan Reserse Kriminal Polri, berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan

Laboratorium Kriminalistik Pusat Laboratorium Forensik Badan Reserse

16
Kriminal olri Nomor LAB: 3952/KTF/2002 tanggal 14 Juli 2005, pemeriksaan

terhadap barang bukti : kaos lengan pendek warna abu-abu dan biru, celana

Panjang jeans warna hitam, kaos kaki warna biru dan celana dalam warna coklat

milik alm. MUNIR, S.H. dapat disimpulkan bahwa barang bukti berupa 1 (satu)

potong kaos lengan pendek warna abu-abu dan biru serta 1 (satu) potong celana

panjang jeans warna hitam positif mengandung arsen atau arsenic.

Daftar Pustaka
Buka di https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230907185838-12-996195/19-
tahun-kasus-pembunuhan-munir-kasum-sebut-belum-ada-titik-terang diakses tgl 10
Januari 2024

Buka di https://kontras.org/wp-content/uploads/2019/07/Bunuh-Munir-IND.pdf
diakses 10 januari 2024

Indonesia, Eksaminasi Publik atas Proses Hukum Kasus Pembunuhan Munir , 14


Maret 2007.

17
Diakses di Youtube Video Catatan Mata Najwa: Wawancara Ekslusif Pollycarpus,
2 April 2018. Diakses 11 Januari 2024

Waluyadi, 2007, Ilmu Kedokteran Kehakiman Dalam Perspektif Peradilan dan


Aspek Hukum Praktik Kedokteran, Djambatan, Jakarta

Baca di putusan.mahkamahagung.go.id. diakses 10 Januari 2024.

Darmono,1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup, UI Press, Jakarta.

Baca di https://www.hukumonline.com/berita/a/ahli-visum-munir-di-belanda-sah-
hol13884/?page=2 diakases 10 Januari 2023.

Tolib Setiady, 2009, Pokok-pokok Ilmu Kedokteran Kehakiman, Alfabeta,


Bandung
Abdul Munim, Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik, 1997.

Hari Sasangka dan Lily Rosita, 2003, Hukum Pembuktian Dalam Perkara
Pidana,Mandar Maju, Bandung.

Musa Perdanakusuma. 1984. Bab-bab tentang Kedokteran Forensik. Cet. Pertama.


Jakarta: Ghalia Indonesia

18

Anda mungkin juga menyukai