Anda di halaman 1dari 13

PENEGAKAN HUKUM PERIZINAN TERHADAP PEMANFAATAN

RENCANA TATA RUANG DI KABUPATEN SUMENEP

Ariyandika Rahman

719412003

Ariyandika789@gmail.com

ABSTRAK

Artikel ini di buat bertujuan untuk menganalisis perizinan terhadap rencana tata ruang
yang ada dikabupaten sumenep. Baik dalam aspek pengalihan fungsi tanah, pemanfaatan izin tata
ruang, serta izin mendirikan bangunan (IMB). Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui
penerapan proses pelaksanaan peraturan izin dan mengidentifikasi faktor-faktor penerapan
pelaksanaan peraturan izin pengalihan fungsi tanah, pemanfaatan uzuzn tata ruang dan izin
mendirikan bangunan dan implikasinya terhadap tata ruang. Metode penelitian yang dilakukan
berupa metode studi kasus dan survey dengan menggunakan kuisioner terhadap pihak-pihakyang
terkait dan data hasil kuisioner ini akan di analisa dengan menggunakan metode statistic berupa
analisa validitas reliabilitas, analisis faktor. Faktor yang perlu di evaluasi untuk menciptakan tata
ruang yang baik di Kabupaten Sumenep ialah faktor dengan persentase terkecil yakni faktor
proses penerbitan Izin pengalihan fungsi tanah dan izin Mendirikan Bangunan, faktor tersebut
sangatlah penting karena hanya 29% responden yang proses penerbitan izinnya sesuai dengan
aturan yang berlaku.

KATA KUNCI : Ahli Fungsi Tanah, Izin Mendirikan Bangunan, Sumenep.


A. PENDAHULUAN 1 yang merupakan pengejawantahan dari
pasal 33 ayat (3) UUD Negara Republik
Tanah sebagai salah satu sumber daya
Indonesia Tahun 1945, yaitu: “atas dasar
agraria harus dipergunakan sebesar besarnya
ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-
untuk kemakmuran rakyat sebagaimana
Undang Dasar dan hal-hal sebagai yang
diamanatkan dalam konstitusi Indonesia.
dimaksud dalam pasal 1, bumi air dan ruang
Izin ahli fungsi tanah dan izin mendirikan
angkasa, termasuk juga kekayaan alam yang
bangunan serta tata ruang merupakan dua
terkandung di dalamnya itu pada tingkatan
variable yang sangat erat oleh karena salah
tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai
satu dampak ketidaksesuai pelaksanaan ahli
organisasi kekuasaan seluruh rakyat.”
fungsi dan izin mendirikan bangunan yaitu
tidak terciptanya tata ruang yang bagus dan Dalam pasal 2 ayat (2) UUPA terdapat
teratur disuatu tempat. Mengingat adanya penjelasan mengenai hak menguasai dari
korelasi yang sangat erat ini kiranya perlu negara, yaitu “memberi wewenang kepada
dilakukan upaya serius untuk menjawab negara untuk mengatur dan
sejumlah permasalahan yang akan dihadapi menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,
di kemudian hari. Masalah pelaksanaan persediaan dan pemeliharan sumber daya
peraturan Izin ahli fungsi tanah dan alam, menentukan dan mengatur hubungan-
Mendirikan Bangunan (IMB) serta hubungan hukum antara orang-orang dengan
implikasinya terhadap tata ruang ini pun sumber daya alam, serta menentukan dan
tidak dipungkiri sedang dihadapi oleh mengatur hubungan-hubungan hukum antara
Kabupaten Sumenep. orang-orang dan perbuatan-perbuatan
hukum yang mengenai sumber daya
Peraturan perundang undangan segala
alam .”3 Oleh sebab itu turunan dari aturan
persoalan mengenai tentang hukum agraria
tersebut dikenal dengan berbagai aturan-
di Indonesia. Sejalan dengan hal itu, dapat
aturan tentang hak atas tanah maupun fungsi
dilihat lebih jelasnya pada Undang-undang
tanah dalam kaitannya dengan penataan
Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan
ruang .
Dasar Pokok-pokok Agraria yang dimuat di
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 104 Tahun 1960 (untuk selanjutnya
Juniarso Ridwan menjelaskan dalam
di tulis UUPA) utamanya pada pasal 2 ayat
bukunya yang berjudul hukum tata ruang,
bahwa “masalah tata ruang, baik dalam ruang dengan melihat sejauh mana peranan
ruang lingkup makro ataupun mikro, saat ini yang diambil .5 Di Indonesia dasar hukum
semakin mendapat perhatian yang cukup dalam menentukan kebijakan dan
serius . Hal tersebut merupakan suatu fakta menyelenggarakan tata ruang saat ini
bahwa jumlah penduduk serta kebutuhan bersumber pada Undang-undang Nomor 26
manusia yang semakin meningkat, baik Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang
secara kualitatif maupun kuantitatif . dimuat di dalam Lembaran Negara Republik
Demikian juga hadirnya teknologi yang Indonesia Tahun 1992 Nomor 115 (untuk
semakin maju diarahkan sebagai usaha bagi selanjutnya ditulis UU Penataan Ruang) .
penyediaan sarana untuk memenuhi
Dalam penelitian ini, penulis
kebutuhan manusia yang kian meningkat .
memfokuskan dalam perspektif peruntukan
Namun dilain pihak, disadari atau tidak,
sumber daya alam, khususnya dalam bidang
bahwa pada dasarnya ruang atau lahan yang
pertanahan yaitu kajian tata guna tanah .
tersedia masih tetap seperti sedia
Kajian hukum penatagunaan tanah
kala .”4Maka hal ini telah cukup
merupakan salah satu bagian dari ruang
menjustifikasi bahwa peranan penataan
lingkup hukum penataan ruang . Aspek
ruang benar-benar memiliki kedudukan
hukum penatagunaan tanah mengkaji
penting dalam melaksanakan pembangunan
tentang peruntukan tanah agar dapat
yang berkelanjutan .
memberikan manfaat bagi manusia saat ini
Penataan ruang tidak akan berjalan dan dimasa yang akan datang . Terlebih
dengan baik apabila tidak dikaidahkan memasuki era pembangunan nasional yang
dalam bentuk peraturan, maka disinilah mana pembangunan segala infrastruktur
terdapat istilah aspek hukum tata ruang yang pemerintahan, pasar, properti, bangunan
mengatur segala aspek penataan ruang mulai layanan umum, dan sebagainya sangat
dari tingkat nasional, provinsi, hingga membutuhkan peran dari kajian hukum tata
tingkat kabupaten/ kota agar menjamin guna tanah maupun hukum tata ruang . Hal
kepastian hukum . Hukum penataan ruang ini dimaksudkan agar kajian hukum tata
dan tata guna tanah menjelaskan tentang guna tanah dan hukum tata ruang dapat
prosedur/tata cara penyusunan, pelaksanaan memberikan sumbangsih pemikiran yang
dan pengawasan tata ruang, institusi atau berdasar pada aspek filosofis, yuridis, dan
aktor yang terlibat dalam aktivitas penataan sosiologis, sehingga kebijakan penatagunaan
tanah dan penataan ruang memberikan berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah
keadilan dan kepastian hukum bagi melalui pengaturan kelembagaan yang
masyarakat di era pembangunan nasional. terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai
satu kesatuan sistem untuk kepentingan
Dalam pasal 14 UUPA mengatur
masyarakat secara adil . Sehingga
bahwa Pemerintah harus membuat suatu
Penatagunaan tanah dapat diartikan sebagai
rencana umum yang terdiri dari persediaan,
salah satu produk kebijakan dari pemerintah
peruntukkan dan penggunaan sumber daya
dalam hal pertanahan yang bertujuan untuk
agraria untuk keperluan negara, peribadatan
mengatur penggunaan dan pemanfaatan
(agama), pusat-pusat kehidupan masyarakat,
tanah demi kepentingan umum .
sosial, kebudayaan, mengembangkan
produksi pertanian, peternakan dan Penatagunaan tanah harus
perikanan, serta untuk keperluan disesuaikan dengan rencana tata ruang
memperkembangkan industri, transmigrasi wilayah dan mengutamakan kepentingan
dan pertambangan . Lebih lanjut pasal 15 masyarakat .7Hal tersebut dikarenakan
UUPA mengatur agar tiap-tiap orang, badan pengaturan tentang pertanahan harus dapat
hukum maupun instansi yang mempunyai memberikan nilai keadilan dan kepastian
hubungan hukum dengan tanah untuk bagi masyarakat mengingat manusia
memelihara, menambah kesuburan, serta memiliki hubungan yang sangat erat dengan
mencegah kerusakan tanah . tanah . Maka dari itu peran serta masyarakat
dalam hal proses perencanaan, pelaksanaan
Berdasar pada amanat Pasal 14 dan
maupun pengawasan dalam penatagunaan
Pasal 15 UUPA, terdapat Peraturan
tanah sangat diperlukan . Peran serta
Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
masyarakat dalam pelaksanaan
Penatagunaan Tanah Lembaran Negara
penatagunaan tanah secara tegas diatur
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45
dalam pasal 23 ayat (6) PP Penatagunaan
(selanjutnya ditulis PP Penatagunaan Tanah)
Tanah, yaitu “Dalam pelaksanaan
sebagai dasar hukum penatagunaan tanah di
penyesuaian sebagaimana dimaksud pada
Indonesia . “Penatagunaan tanah adalah
ayat (4) dilakukan dengan melibatkan peran
sama dengan pola pengelolaan tata guna
serta masyarakat sesuai dengan peraturan
tanah yang meliputi penguasaan,
perundang-undangan .”Pelaksanaan
penggunaan dan pemanfaatan tanah yang
penyesuaian yang dimaksud dalam pasal
tersebut adalah penataan kembali; upaya ruang di wilayah tersebut . Sehingga
kemitraan; penyerahan dan pelepasan hak masyarakat menyebut kejadian ini sebagai
atas tanah kepada negara atau pihak lain persitiwa perampasan tanah .
dengan penggantian yang sesuai dengan
Beberapa contoh perampasan tanah
peraturan perundang-undangan .
tersebut terjadi di Kabupaten Sumenep .
Sehingga kesesuaian dengan rencana tata Tanah milik masyarakat yang dekat dengan
ruang dan peran serta masyarakat dalam pesisir pantai dipaksa oleh investor untuk
pengambilan kebijakan penatagunaan tanah segera dijual . Para pemodal membeli tanah
oleh Pemerintah sangat diperlukan agar masyarakat untuk dipergunakan sebagai
terciptanya keadilan hukum bagi masyarakat lahan tambak udang . Tanah yang awalnya
. diperuntukkan sebagai lahan pertanian, kini
dialih fungsikan sebagai lahan tambak
Penataan ruang dalam ruang lingkup
udang . Dalam sudut histori, perekonomian
di daerah harus berdasar pada UU Penataan
masyarakat Sumenep tidak dapat dilepaskan
Ruang, namun pada kenyataannya banyak
oleh kegiatan-kegiatan agraris . Bahkan
peraturan daerah tentang tata ruang wilayah
ketergentungan kepada tanah pertanian
yang tidak sesuai dengan UU tersebut .
maupun pesisir hingga mencapai 70%-80%
Beberapa ketentuan yang terdapat dalam
dari seluruh penduduk . Adanya
peraturan daerah tentang tata ruang wilayah
pembangunan tambak udang dalam skala
terkadang sengaja dibuat sebagai legitimasi
besar di Kabupaten Sumenep tentu berujung
bagi investor dalam melakukan usahanya di
pada timbulnya berbagai permasalahan
wilayah tersebut . Alih fungsi tanah untuk
hukum, yaitu: permasalahan tata guna tanah,
kepentingan industri dengan cara
pencemaran lingkungan, hingga pada
pembebasan lahan merupakan langkah
privatisasi pantai oleh investor . Hal tersebut
utama bagi investor dalam memulai
terjadi karena letak obyek tanah yang
pembangunan usahanya . Disinilah derita
digunakan oleh investor dalam melakukan
masyarakat lokal yang dihadapkan dalam
kegiatan usahanya adalah tanah pertanian
kenyataan bahwa tindakan investor adalah
yang berdekatan dengan pesisir pantai .
legal karena sesuai dengan rencana tata
Sehingga dalam hal ini masyarakat lokal
ruang wilayah . Padahal masyarakat tidak
yang sebagian besar bekerja sebagai petani
dilibatkan dalam perumusan kebijakan tata
dan nelayan tidak dapat memanfaatkan dilakukan investor sebagaimana disebutkan
pesisir pantai . pada latar belakang, tidak sesuai dengan
penatagunaan tanah. Namun dengan
Artikel ilmiah ini disusun
dikeluarkannya izin oleh Pemerintah
berdasarkan analisis yuridis empiris dengan
Kabupaten Sumenep melalui Dinas
menggunakan metode pendekatan yuridis
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
sosiologis yang mengarahkan lingkup
Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten
kajiannya pada keberlakuan empirik ataupun
Sumenep mengakibatkan para investor
faktual dari hukum . Obyek sosiologi hukum
memiliki legitimasi untuk melakukan
pada tingkat pertama adalah kenyataan
usahanya dibidang tambak udang . Adanya
dalam masyarakat, dan baru pada tingkatan
izin yang dikeluarkan oleh DPMPTSP
kedua adalah kaidah-kaidah hukum, yang
Kabupaten Sumenep disebabkan oleh
dengan salah satu cara memainkan peranan
beberapa faktor . Penulis membagi faktor-
dalam kemasyarakatan itu .Penelitian ini
faktor tersebut menjadi 2 macam, yaitu
mengambil sampel berdasarkan teknik
faktor hukum dan faktor non-hukum .
purposive sampling, sehingga sampel dalam
penelitian ini terdiri dari beberapa a. Faktor Hukum
masyarakat lokal yang bertempat tinggal di
Faktor hukum penyebab dikeluarkannya
pesisir di Kabupaten Sumenep sebagian
izin bagi investor tambak udang di
besar bekerja sebagai petani dan nelayan,
Kabupaten Sumenep, dianalisis
serta pegawai instansi terkait yang memiliki
menggunakan legal system theory yang
keterkaitan secara langsung dalam tema
dikemukakan oleh Lawrance M . Friedman,
penelitian ini .
yaitu subtansi, struktrur, dan budaya
B. PEMBAHASAN hukum . Lawrence M .Friedman dalam
1. Faktor Penyebab Pemerintah bukunya yang berjudul The Legal System: A
Kabupaten Sumenep dalam Social Science Perspective, menyatakan
Pemberian Izin Ahli Fungsi bahwa setiap sistem hukum selalu
Tanah. mengandung tiga komponen, yaitu
komponen struktur hukum ,substansi
Pembangunan dan pemberian ahli fungsi
hukum, dan budaya hukum.
tanah bermacam macam bentuknya dari
pemberian pembangun tambak udang yang
1. Substansi di kabupaten Sumenep adalah adanya
Subtansi yang dimaksud dalam kajian ketidaksinkronan antara PERDA RTRW
ini menitikberatkan pada Perda RTRW Kabupaten Sumenep dengan sejumlah
Kabupaten Sumenep Tahun 2013-2033 . Peraturan Perundang-undangan lainnya .
Sebenarnya pembangunan tambak udang Salah satunya adalah tidak diakomodirnya
tersebut tidak bertentangan dengan PP Penatagunaan Tanah di dalam Perda
peraturan perundang-undangan yang RTRW Kabupaten Sumenep .Dalam pasal
berlaku, yaitu PERDA RTRW Kabupaten 33 ayat (1) UU Penataan Ruang mengatur
Sumenep . Hal inilah yang menjadi alasan bahwa: “Pemanfaatan ruang mengacu pada
bagi Pemerintah Kabupaten Sumenep fungsi ruang yang ditetapkan dalam
untuk mengeluarkan izin kepada investor . rencana tata ruang dilaksanakan dengan
Namun berdasarkan hasil analisis dari mengembangkan penatagunaan tanah,
penulis, Perda RTRW masih banyak penatagunaan air, penatagunaan udara, dan
kelemahan-kelemahan yang sebenarnya penatagunaan sumber daya alam lain .”
merugikan masyarakat lokal di Kabupaten Pasal tersebut mengamanatkan agar
Sumenep . Dalam Perda RTRW tidak pemanfaatan ruang harus berdasar pada
diatur daerah mana saja yang akan rencana tata ruang, dan di dalam aturan
digunakan sebagai budidaya udang . rencana tata ruang harus memperhatikan
Berbeda dengan budidaya artemia yang penatagunaan tanah . Namun pada PERDA
dijelaskan dalam pasal 39 ayat (4) huruf b RTRW Kabupaten Sumenep tidak berdasar
yang lokasinya berada di 5 (lima) atas ketentuan penatagunaan tanah
Kecamatan . Sehingga penulis sebagaimana yang diatur di dalam PP
menyimpulkan bahwa PERDA RTRW Penatagunaan Tanah . Hal ini dapat dilihat
Kabupaten Sumenep masih terdapat dari PERDA RTRW Kabupaten Sumenep
beberapa kelemahan dan tidak mengatur yang hanya mencantumkan 9 (sembilan)
secara spesifik. peraturan kesemuanya tidak terdapat PP
Berkaitan dengan kelemahan Penatagunaan tanah . Sebagai
PERDA RTRW Kabupaten Sumenep, perbandingan, penulis menganalisis
beberapa kelompok masyarakat juga PERDA RTRW Kabupaten Bangkalan
menilai bahwa salah satu penyebab dari yang mencantumkan 40 peraturan dalam
permasalahan pembangunan tambak udang
konsiderannya yang salah satunya adalah tim Kabupaten akan menyimpulkan setuju
PP Penatagunaan Tanah. atau tidak untuk dikeluarkan izin lokasi .
1. Struktur Apabila disetujui permohonan izin lokasi
Struktur yang dimaksud dalam kajian ini oleh Bupati, maka ditindaklanjuti dengan
adalah penegak hukum . Pada faktor struktur rapat permohonan izin prinsip di Kantor
hukum, penulis menganalisis berdasarkan DPMPTSP.
peran dari DPMPTSP Kabupaten Sumenep Izin prinsip akan diproses apabila
sebagai instansi yang berwenang dalam hal pemohon sudah mengantongi izin lokasi .
memberikan izin kepada investor tambak Adapun tim perizinan terdiri dari: Kepala
udang di Kabupaten Sumenep . DPMPTSP DPMPTSP (sebagai ketua), Inspektor
Kabupaten Sumenep memberikan izin (sebagai pengawas), Kepala BAPPEDA,
kepada investor tambak udang di Kabupaten Kepala PU Bina Marga, Kepala PU
Sumenep dikarenakan para investor telah Pengairan, Kepala Pengairan, Kepala BLH,
melengkapi berbagai persyaratan- Kepala BPN, Kepala Pertanian, Kepala
persyaratan formil yang wajib dilakukan Dinas Perhubungan, Kepala Bagian Hukum,
dalam berinvestasi di Kabupaten Sumenep . Kepala Satpol PP, dan Kepala Bagian
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Pemerintahahan .
Kukuh selaku pegawai DPMPTSP
Kabupaten Sumenep, terdapat beberapa izin 2. Budaya Hukum
yang harus dipenuhi, yaitu permohonan izin
Budaya hukum merupakan salah satu
lokasi dan permohonan izin prinsip . Izin
faktor penting yang mempengaruhi
lokasi dikeluarkan dengan
sinkronisasi antara law in book dengan law
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
in action . Law in book dalam permasalahan
(1) Kawasan yang dimohon tidak berada
ini adalah PP Penatagunaan Tanah . Pada
pada kawasan pengendalian ketat yang
pasal 8 PP Penatagunaan tanah mengatur
meliputi: tidak berada di kawasan lindung,
bahwa “Pemegang hak atas tanah wajib
konservasi, cagar alam, dan cagar budaya;
menggunakan dan dapat memanfaatkan
(2) Tidak dalam kawasan pertanian LP2B,
tanah sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah,
pertanian produktif atau pertanian
serta memelihara tanah dan mencegah
berkelanjutan; (3) Tidak berada dalam
kerusakan tanah .”
kawasan sempadan pantai . Dari hasil rapat
Pasal tersebut sebenarnya sudah sejalan Madura dengan tanah pertanian, sebenarnya
dengan prinsip budaya masyarakat madura, telah ada sejak dahulu . Selain itu, Hal yang
khususnya Masyarakat Sumenep . Dalam membuktikan bahwa budaya hukum
parebasan madhure (peribahasa madura) masyarakat Sumenep yang sebagian besar
terdapat istilah “pegha’ jhuko’na jha’ adalah budaya pertanian dapat dilihat dari
palekko aengnga” yang apabila di buku Kuntowijoyo yang menjelaskan bahwa
terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia selain ditanam di sawah, padi juga dapat
berarti ambil ikannya, tapi jangan tumbuh di tegalan . Selama musim hujan .
mengeruhkan airnya . Hal ini mengandung Pola berladang semacam ini dinamakan
makna filosofi bagi masyarakat Sumenep . gagaranca . Pola gagaranca ini biasanya
Dalam buku Mien Ahmad Rifa’i yang dikerjakan melalui satu cara atau dua cara,
berjudul Manusia Madura menjelaskan yaitu: (1) cara panjak, yakni bila tanah sudah
bahwa istilah pribahasa diatas mempunyai diolah dalam keadaan kering lalu benih padi
makna bahwa dalam memanfaatkan sumber ditaburkan, air hujan kemudian digenangkan
daya alam jangan sampai merusak di ladang; (2) cara tektek, yakni bila benih
lingkungan . Hal ini mencerminkan ditebar dulu sebelum tanah diolah agar
pemahaman sempurna terhadap asas hidup waktu dibajak benih dapat turun kedalam
akrab dengan alam serta harmonis dan tanah . Biasanya teknik campuran keduanya
berkelanjutan . yang digunakan . Dalam sistem panjak,
tunas dipindahkan berumur 40 sampai 50
Masyarakat Sumenep memiliki budaya
hari, sistem ini sudah lama dipraktikkan .
hukum sebagai masyarakat petani dan
nelayan . Pandangan masyarakat Sumenep b. Faktor Non Hukum
terhadap tanah pertanian dapat dilihat dari
Selain faktor hukum, faktor non hukum
pribahasa Madura, yaitu “mon atane atana’,
yang menyebabkan dikeluarkannya izin
mon adhagang adaghing” . Peribahasa
pembangunan tambak udang di Kabupaten
tersebut apabila diterjemahkan yaitu apabila
Sumenep diantaranya adalah:
bertani maka akan menanak nasi, apaila
berdagang, maka dapat memakan daging . 1. Tidak Ada Upaya Meningkatkan
Hal ini disebabkan oleh kondisi masyarakat Produktivitas Tanah oleh Masyarakat
Madura yang sebagian besar hidup dengan Lokal
cara bertani . Maka keterkaitan masyarakat
Sebagian Masyarakat Sumenep belum investasi modal, bukan memiliki tanah.
bisa memanfaatkan tanah sekitarnya sebagai Dengan demikian, masyarakat lokal di
lahan pertanian. Menurut salah satu Kabupaten Sumenep tidak kehilangan
masyarakat di Desa Andulang Kecamatan tanahnya, dan tetap berdaulat atas tanahnya.
Gapura, kondisi sawah pertanian di Desa 2. Industrialisasi Pulau Madura
Andulang ratarata hanya mampu panen satu
Adanya kebijakan alih fungsi tanah
kali pertahun. Maka dari itu pada musim
pertanian di Kabupaten Sumenep sangat
kemarau, lahan tersebut tidak dapat ditanami
berpeluang menambah jumlah konflik
padi, sehingga masyarakat memanfaatkan
agraria di Indonesia, utamanya konflik antar
tanah pertanian tersebut dengan cara
warga dan swasta, maupun warga dengan
menanam jagung, ubi, dan lain-lain. Atas
Pemerintah. Karena berdasarkan analisis
kondisi yang demikian, Pemerintah
preskriptif dari penulis yang didasarkan atas
Kabupaten Sumenep berusaha untuk
fakta-fakta hukum di Kabupaten Sumenep,
meningkatkan produktivitas atau nilai
Industrialisasi di Madura semakin Nampak.
kegunaan dari tanah di daerah Kabupaten
Sumenep. Upaya tersebut salah satunya 2. Aspek Kemudahan dan Pelayanan
dengan memberikan izin kepada perusahaan IMB
untuk berinvestasi di kabupaten Sumenep.
Kemudahan dalampelayanan publik yang
Namun seharusnya alih fungsi lahan
dirasakan masyarakat salah satu cermin
pertanian di Kabupaten Sumenep tidak perlu
pelayanan publik yang berkualitas di tingkat
dilakukan dengan cara alih kepemilikan
unit layanan khususnya bidang perizinan
tanah dari masyarakat lokal kepada investor.
kini merupakan obsesi dan tantangan yang
Hal tersebut bertentangan dengan program
harus segera diwujudkan oleh pemerintah
reforma agraria, yang bertujuan untuk
daerah. Dengan adanya kewenangan yang
mengurangi kesenjangan kepemilikan tanah,
lebih besar yang didelegasikan kepada
khususnya bagi petani yang tidak memiliki
pemerintah daerah melalui otonomi daerah
tanah (buruh tani).
menerbitkan harapan besar bagi terwujudnya
Permasalahan diatas sebenarnya dapat
program-program pelayanan publik yang
diselesaikan dengan cara kepemilikan dan
lebih baik, termasuk pelayanan Izin
pengelolaan dilakukan oleh masyarakat
Mendirikan Bangunan (IMB).
lokal sendiri. Pihak investor hanya sebatas
Kemudahan dalam konteks pelayanan Rekapitulasi IMB Tahun 2015
pada BPPTPM Kabupaten Sumenep
Jenis IMB Izin Izin
berdasarkan Dinas Pembangunan Umum
yang yang
dan Tata Ruang mencakup 3 (tiga) indikator.
Masuk Keluar
Selanjutnya melalui kuesioner yang
Rumah 309 265
diberikan kepada masyarakat pengguna jasa,
Tinggal
peneliti mengukur sejauh mana kemudahan
Villa 411 350
diberikan dengan cara pemberian tanggapan
Ruang Usaha 334 112
tertulis dan seterusnya. Hasil penilaian
Perumahan 234 102
masyarakat yang mencakup aspek
Perkantoran 157 132
kemudahan, kesesuaian persyaratan,
Sumber : BPPTM, 2017
kecepatan, ketepatan dan aspek-aspek
pelayanan lainnya berada pada nilai kategori Kemudahan pelayanan menjadi
bawah. Hal ini mencerminkan bahwa kontradiktif atau bahkan sulit terwujud
manajemen belum maksimal dalam manakala dalam beberapa kasus disebabkan
memenuhi harapan masyarakat. Skor oleh sikap masyarakat pengguna jasa yang
kesenjangan yang mencapai nilai cukup mencoba jalur cepat atau memotong jalur
lebar dikarenakan ada dua unsur yang paling antrian dengan upaya memberikan insentif
mengecewakan masyarakat yaitu kesulitan kepada oknum pegawai BPPTPM yang
dan ketepatan waktu penyelesaian dokumen. menyalahi aturan. Pelayanan perizinan
Adapun faktor-faktor penghambat dengan demikian harus mengacu kepada
yang ditemukan dalam mewujudkan standar tertentu yang merupakan spesifikasi
kemudahan dalam mengurus IMB adalah teknis atau sesuatu yang telah dibakukan
antara lain daya dukung infrastruktur kantor sebagai patokan dalam melakukan kegiatan
yang belum memadai, sarana kerja bidang dalam hal ini pelayanan perizinan.
administrasi mencakup juga peralatan kerja
yang masih manual dan sederhana. Formulir
pengurusan IMB yang tersedia masih
terbatas hal ini disebabkan disediakan juga
oleh instansi lain(Dinas Permukiman) serta
SKPD lainnya.
C. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis terhadap
aspek kemudahan dan pelayanan BPPTPM
Berdasarkan pembahasan diatas, maka
dalam memproses dan menerbitkan izin
dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab
pendirian bangunan (IMB) belum berjalan
pemerintah kabupaten sumenep
dengan baik serta belum mengutamakan
mengeluarkan izin pengalihan fungsi tanah
persepsi pelanggan dan ditandai masih
kepada investor dapat diklasifikasikan
adanya beberapa kelemahan dalam
menjadi dua faktor, yaitu faktor hukum dan
pelaksanaannya. Adapun kendala-kendala
faktor non hukum. Faktor hukum terdiri atas
yang dihadapi dalam penyampaian
tiga komponen dasar, yaitu faktor subtansi/
pelayanan yang berkualitas dihadapkan pada
hukumnya sendiri, faktor struktur/ penegak
persoalan antara lain struktur organisasi
hukum, dan faktor budaya hukum. Adapun
BPPTPM yang belum solid, ketimpangan
faktor non hukum dikarenakan tidak ada
sumber daya manusia baik kuantitatif
upaya untuk meningkatkan produktivitas
maupun kualitatif,daya dukung infrastruktur
tanah dekat pesisir oleh masyarakat lokal
dan teknologi perkantoran yang kurang
dan adanya rencana industrialisasi Pulau
memadai dan tidak up to date, dan
Madura. Seharusnya penyelenggaraan
ketidaksederhanaan prosedur yang belum
penatagunaan tanah perlu memperhatikan
terurai.
ketentuanketentuan yang diatur di dalam PP
Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Penatagunaan Tanah.

Terdapat 4 (empat) akibat hukum atas


adanya kebijakan alih fungsi lahan pertanian
yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten
Sumenep, yaitu adanya privatisasi pantai,
masyarakat lokal kehilangan kedaulatan atas
tanahnya, bertentangan dengan semangat
pembaruan agraria/ reforma agraria, dan
timbul perubahan sosial dan budaya.
DAFTAR PUSAKA

Parlindungan, A.P. Komentar Atas Undangundang pokok Agraria. Bandung: Mandar Maju, 1991.

Wiyata, A. Latief. Carok: Konflik Kekerasan dan Harga Diri Orang Madura. Yogyakarta: LKIS, 2013.

Sodiki, Achmad. Politik Hukum Agraria. Jakarta: Konstitusi Press, 2013.

Gunawan Wiradi. Reforma Agraria – Perjalanan yang Belum Berakhir. Bogor: Sajogyo Institute, 2009

Ridwan, Juniarso. Hukum Tata Ruang dalam Konsep Kebijakan Otonomi Daerah. Bandung: Nuansa, 2016

ARTIKEL ILMIAH

Devina, Dyah. “Kriteria Asas Pemisahan Horizontal Terhadap Penguasaan Tanah Dan Bangunan”. Jurnal
Yuridika Vol. 32, No. 2, (Mei 2017

Safa’at, Rachmad dan Dwi Yono. “Pengabaian Hak Nelayan Tradisional Masyarakat Hukum Adat dalam
Politik Perundangundangan Pengelolaan Sumber Daya Pesisir”. Jurnal Arena Hukum Vol. 10, No. 1, (April
2017

PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN

Undang-undang Dasar Negara Republik indonesia tahun 1945

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokoK Agraria

Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah

Peraturan Daerah Kabupaten Sumenep Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Sumenep Tahun 2013-2033

Anda mungkin juga menyukai