ABSTRAK
Bagaimanakah apabila wajib pajak badan yang dalam hal ini adalah korporasi melakukan
suatu penghindaran pajak yang dikualifikasikan sebagai suatu tindak pidana penggelapan pajak?
Dalam hal bagaimana suatu korporasi dapat dimintakan pertanggungjawaban secara pidana?
Penelitian ini mengambil permasalahan bagaimana pertimbangan hakim dalam penerapan salah
satu doktrin pertanggungjawaban pidana korporasi yaitu doktrin Vicarious Liability dalam suatu
tindak pidana penggelapan pajak yang dilakukan oleh korporasi dalam Putusan Mahkamah Agung
No: 2239K/PID.SUS/2012 dan bagaimana pemidanaan terhadap penerapan Pertanggungjawaban
Vicarious Liability dalam putusan tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Berdasarkan hasil penelitian dapat
diketahui bahwa perbuatan terpidana berbasis pada kepentingan bisnis 14 (empat belas) korporasi
yang diwakilinya untuk menghindari Pajak Penghasilan dan Pajak Badan, dan pertimbangan
majelis hakim yaitu bahwa sekalipun secara individual perbuatan terpidana terjadi karena mens rea
dari terpidana, namun karena perbuatan tersebut semata-mata untuk kepentingan dari korporasi
maka Mahkamah Agung berpendapat bahwa apa yang dilakukan oleh terpidana adalah
dikehendaki atau mens rea dari 14 (korporasi) yang diwakilinya. Dalam hal ini diterapkan
pertanggungjawaban pidana kepada korporasi atas perbuatan atau prilaku Terdakwa sebagai
personifikasi dari korporasi yang diwakilinya. Lalu berdasarkan penelitian diketahui dalam perkara
a quo majelis hakim menerapkan pidana bersyarat kepada terpidana yang mana syarat khusus yang
ditetapkan oleh majelis hakim bukan sebagai syarat khusus penjatuhan pidana bersyarat terhadap
individu.
ABSTRACT
How if the taxpayer in this case is a corporation committed a tax evasion qualifies as a
criminal offense of tax evasion? In terms of how a corporation can be criminally held
accountable? This study takes the problem of how consideration of the judge in the application of
one doctrine of corporate criminal liability, namely the doctrine of Vicarious Liability in tax
evasion a criminal offense committed by the corporation in the Supreme Court decision No:
2239K / PID.SUS / 2012 and how the criminal prosecution of the application of Vicarious
Liability in the decision.
The method used in this study is juridical normative. Based on the results of this research
is that the actions of the convict based on business interests 14 (fourteen) corporation which
represents to avoid Income Tax and Corporate Tax, and the consideration of the judges which is
that even individual acts convict occurs because the mens rea of the convict, but because the act
solely for the benefit of the corporation, the Supreme Court found what was done by the convict is
desired or mens rea of 14 (corporation) it represents. In this case applied to corporate criminal
responsibility for the actions or behavior of the defendant as the personification of the corporation
they represent. Then based on the research note in the case a quo judges apply conditional
punishment to the convicts where special conditions set by the judge rather than as a special
condition of sentences conditional on individuals.
1
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
2
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
rakyat selaku Wajib Pajak. Agar yaitu badan hukum yang padanya
pemerintah selaku fiskus dapat melekat hak dan kewajiban hukum
mengenakan pajak maka pemerintah layaknya orang perseorangan sebagai
harus dilengkapi dengan kewenangan subjek hukum. Atas dasar itu, untuk
istimewa. Sementara rakyat sebagai mencari tahu apa yang dimaksud
Wajib Pajak tidak memiliki dengan korporasi, tidak dapat
kewenangan ini. Adanya kewajiban dilepaskan dari bidang hukum perdata.
yang lahir dari Undang-Undang Hal ini disebabkan oleh istilah
menyebabkan rakyat selaku Wajib korporasi yang sangat erat kaitannya
Pajak atau Penanggung pajak harus dengan istilah ‘badan hukum’ yang
membayar pajak kepada negara yang dikenal dalam bidang hukum perdata.
diwakili oleh pemerintah selaku fiskus. Perlu pula dikemukakan bahwa
Pemerintah dalam hubungan itu menurut Rudi Prasetya, kata korporasi
dilengkapi dengan kewenangan hukum adalah sebutan yang lazim
publik yang merupakan kewenangan dipergunakan di kalangan pakar hukum
istimewa. Konsekuensinya adalah pidana untuk menyebut apa yang biasa
bahwa pihak pemerintah dapat dalam bidang hukum lain khususnya
menentukan secara sepihak tanpa harus bidang hukum perdata, sebagai badan
menunggu untuk memperoleh hukum atau yang dalam Bahasa
persetujuan dari rakyat selaku Wajib Belanda disebut sebagai rechtpersoon
pajak. Adanya keputusan yang atau yang dalam Bahasa Inggris disebut
ditentukan secara sepihak tersebut legal entities atau corporation4.
dapat dilihat dalam berbagai hal. Di samping berkaitan dengan
Misalnya, meskipun Wajib Pajak telah apa sebenarnya yang dimaksud dengan
menghitung dan melaporkan korporasi (dalam rangka memintakan
penghasilannya, tetapi bila dari hasil pertanggungjawaban pidana) tentu
pemeriksaan ternyata ditemukan akan berkaitan pula dengan berbagai
adanya bukti bahwa penghasilan Wajib permasalahan. Permasalahan tersebut
Pajak lebih besar dari yang dilaporkan, misalnya: kapan dan dalam hal
maka pihak fiskus dapat menetapkan bagaimana suatu korporasi dapat
besarnya pajak berdasarkan dimintakan pertanggungjawaban secara
penghasilan yang diperoleh dari pidana (untuk selanjutnya dirumuskan
pemeriksaan tersebut tanpa meminta dengan menggunakan istilah
persetujuan dari Wajib Pajak. Dan ‘klasifikasi perbuatan’)?5 Dikaitkan
seperti namanya, Wajib Pajak pun dengan pertanggungjwaban pidana
mempunyai kewajiban untuk Indonesia yang menganut asas
membayar Pajak sesuai dengan besaran kesalahan (mens rea), maka akan
yang ditetapkan oleh fiskus.3 timbul pertanyaan bagaimana
Secara umum, hukum tidak kesalahan (mens rea) sebagaimana
hanya mengatur orang (manusia tergambar dari asas tiada pidana tanpa
alamiah) sebagai subjek hukum, akan kesalahan (geen straf zonder schuld;
tetapi selain orang perseorangan
dikenal pula subjek hukum yang lain, 4
Muladi dan Dwidja Priyatno,
Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Hukum
Pidana, STHB, Bandung¸1991, hlm 47.
3 5
Adrian Sutedi, Hukum Pajak, (Jakarta: Sinar Kristian, Hukum Pidana Korporasi (Bandung:
Grafika) hlm. 7. Nuansa Aulia) hlm. 53.
3
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
4
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
8
Sedarmayanti & Syarifudin Hidayat,
Metodologi Penelitian, CV. Mandar Maju,
10
Bandung, 2002, hlm. 23 Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum,
9
Roni Hanitijo Soemitro, Op Cit, hlm. 97 (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hlm 26.
5
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
6
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
7
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
8
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
9
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
10
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
11
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
13 14
http://hasanudinnoor.blogspot.co.id/2010/05/ http://achmadnizamfuturelawyer.blogspot.co.
penerapan-pertanggungjawaban- id/2013/09/pengaturan-korporasi-sebagai-
korporasi.html terakhir diakses pada hari subjek.html terakhir diakses pada hari Kamis,
Selasa 5 April 2016 pukul 13.17 WIB 21 April 2016 pukul 22.29 WIB
12
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
17maksudnya
Selanjutnya dalam pertimbangan adalah bahwa
majelis hakim ‘bahwa apa yang majikan (employer) adalah
dilakukan oleh Terdakwa adalah penanggung jawab utama dari
dikehendaki atau ”mensrea” dari perbuatan para buruhnya atau
14 (empat belas) korporasi, karyawannya. Jadi dalam hal ini
sehingga dengan demikian terlihat prinsip ‘the servant’s act is
pembebanan tanggung jawab the master act in law’ atau yang
pidana ”Individual Liability” dikenal juga dengan prinsip the
dengan corporate liability harus agency principle yang berbunyi
diterapkan secara simultan ‘the company is liable for the
sebagai cerminan dari doktrin wrongful acts of all its employees’.
respondeat superior atau doktrin Di sisi lain, vicarious liability
”Vicarious Liability” diterapkan doctrine ini sering diartikan
pertanggungan jawab pidana sebagai pertanggungjawaban
kepada korporasi atas perbuatan pengganti (pertanggungjawaban
atau prilaku Terdakwa sebagai menurut hukum dimana seseorang
personifikasi dari korporasi yang atas perbuatan salah yang
diwakilinya menjadi tugas dan dilakukan oleh orang lain).18
tanggung jawab lagi pula apa Dalam perkara a quo dapat kita
yang dilakukan Terdakwa telah jumpai pada pertimbangan hakim
diputuskan secara kolektif’ bahwa Terpidana dianggap sebagai
membahas tentang Doktrin personifikasi korporasi yang
Pertanggungjawaban Pidana diwakilinya sehingga Terpidana
Korporasi Vicarious Liability bertanggungjawab secara pidana
Doctrine. Sutan Remi Sjahdeni atas perbuatan salah yang
selaras dengan apa yang dilakukan oleh korporasi. Pada
dikemukakan oleh Barda Nawawi dasarnya, teori atau doktrin atau
Arief, menjabarkan konsep ajaran ini diambil dari hukum
pertanggungjawaban ini dengan perdata yang diterapkan pada
istilah ‘pertanggungjawaban hukum pidana. Vicarious Liability
pengganti’.15 Lebih tepatnya, biasanya berlaku dalam hukum
Sutan Remy Sjahdeni menyatakan perdata tentang perbuatan
bahwa ajaran Vicarious Liability melawan hukum berdasarkan asas
atau yang dalam bahasa Indonesia doctrine of respondeat superior19
disebut dengan istilah menurut asas tersebut ada
’pertanggungjawaban vikarius atau hubungan antara master dan
pertanggungjawaban pengganti’ servant atau antara principal dan
adalah pertanggungjawaban pidana agent, sehingga berlaku pendapat
dari tindak pidana yang dilakukan, dari Maxim yaitu seorang yang
misalnya oleh A kepada B16. Pada berbuat melalui orang lain
dasarnya, doktrin vicarious dianggap diri sendiri yang
liability didasarkan pada prinsip melakukan perbuatan itu. Oleh
‘employment principle’ karena itu ajaran vicarious liablity
17
Barda Nawawi Arief, Op. Cit., hlm.249
15 18
Sutan Remi Sjahdeni, Op.Cit., hlm.84 Barda Nawawi Arief, Op. Cit., hlm.41
16 19
Ibid., hlm. 84 Ibid
13
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
22
Bismar Nasution, Kejahatan Korporasi dan
20
Sutan Remi Sjahdeni, Pertanggungjawaban Pertanggungjawabannya,
Pidana Korporasi, Grafiti Pers, Jakarta, 2006, http://bismar.wordpress.com/2009/12/23/kej
hlm.43 ahatan-korporasi/ terakhir diakses pada hari
21
Barda Nawawi Arief, Op.Cit., hlm. 245 Selasa, 12 April 2016 pukul 18.32 WIB
14
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
15
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
16
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
17
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/
18