Anda di halaman 1dari 6

HUKUM LINGKUNGAN

KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA

NAMA : FIRMANSYAH

NIM : D1A015081

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MATARAM

2017
A. Kasus kebakaran hutan Riau, Walhi laporkan PT NSP ke polisi

Kasus posisi

Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Riau menilai PT National Sago Prima (NSP) ikut
bertanggung jawab atas kebakaran hutan yang terjadi di Kabupaten Kepulauan Meranti.
Perusahaan ini pun dilaporkan ke Polda Riau. Menurut Direktur Eksekutif WALHI Riau, Riko
Kurniawan didampingi penasehat hukum, Indra Jaya SH dan Boy Jerry Even Sembiring SH
kepada wartawan, Jumat (21/2), mengatakan selimut kabut asap di Pekanbaru, memperjelas Riau
masih menjadi provinsi yang ramah bagi pembakar hutan dan lahan. "Sebagai bentuk konsistensi
perlawanan terhadap kabut asap dan pelaku pembakaran hutan dan lahan, maka pada hari ini
Eksekutif WALHI Riau melaporkan PT National Sago Prima ke Kepolisian Daerah Riau terkait
kebakaran HTI Sagu di areal konsesinya,

" ujar Riko. Riko menambahkan, luas kebakaran di areal konsesi HTI Sagu PT NSP ujar
Riko mencapai 1000 hektare lebih. Kebakaran seluas itu merupakan yang terbesar sepanjang
sejarah PT NSP. "Ini pertama kali terjadi di titik K 26 areal konsesi HTI Sagu PT NSP yang
berada di Dusun Kampung Baru, Desa Kepau Baru, Kecamatan Tebing Tinggi Timur,
Kabupaten Kepulauan Meranti," ungkap Riko. Selain melahap areal konsesi PT NSP, api dari
areal ini menyebar ke perkebunan sagu masyarakat. "Berdasarkan investigasi WALHI Riau,
kebakaran di kebun masyarakat mengakibatkan masyarakat terancam kehilangan nafkah hidup
selama 10 tahun ke depan," katanya. Pelaporan ini, kata Riko, adalah bentuk keseriusan jaringan
lawyer lingkungan hidup untuk memerangi permasalahan kabut asap yang telah menjadi bencana
ekologis tahunan di Provinsi Riau. "Hari ini kami hadir di Polda Riau bukan sekadar melakukan
laporan pidana, tetapi sekaligus membawa bukti-bukti kebakaran di areal konsesi HTI Sagu PT
NSP. Bukti-bukti ini kami harapkan mampu membantu tugas penyidik Polda Riau dalam
melakukan penyidikan," terangnya. Laporan polisi ini, dia mengimbuhkan, juga diharapkan
dapat mendorong penegak hukum bertindak tegas terhadap korporasi-korporasi yang areal
konsesi HTI dan perkebunannya mengalami kebakaran. "Kebakaran yang terjadi di areal konsesi
HTI sagu PT NSP merupakan bukti bahwa kebakaran hutan selama ini melibatkan korporasi.
Sehingga penegak hukum sudah saatnya didorong meminta pertanggungjawaban pidana
korporasi pembakaran hutan dan lahan," tutur Riko. Kabid Humas Polda Riau, AKBP Guntur
Aryo Tejo, saat dikonfirmasi merdeka.com, Jumat (21/2), mengatakan laporan tersebut akan
diselidiki terlebih dahulu. "Laporan tersebut saat ini sedang dipelajari," ujar Guntur. Humas PT
NSP, Setio Budi Utomo belum bisa dikonfirmasi terkait laporan ini. Teleponnya mati saat
dihubungi. Sementara pesan singkat yang dikirim hingga kini belum dibalas

Penyelesaian kasus kaitan dengan undang undang lingkungan hidup

Langkah-langkah dan upaya-upaya dalam rangka penanggulangan kebakaran hutan dan lahan
antara lain (Adinugroho, dkk. 2005):

a. Pemasyarakatan tindakan pencegahan dan penanggulangan (pemadaman)


b. Pelarangan kegiatan pembakaran dan pemasyarakatan kebijakan
c. Peningkatan keterampilan dan kemampuan sumberdaya manusia baik
d. Pemenuhan dan pengadaan peralatan pemadaman kebakaran
e. Melakukan kerjasama teknik dengan negara-negara donor.
f. Peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan.
g. Menindak tegas setiap pelanggar hukum/peraturan yang telah ditetapkan.
h. Peningkatan upaya penegakan hukum.

Berdasarkan Undang-Undang nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Peraturan


Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian kerusakan dan atau pencemaran
lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan atau lahan, bahwa kebakaran
hutan dan lahan di seluruh Indonesia merupakan tugas dan tanggung jawab setiap warga negara,
dunia usaha, pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah pusat. Dalam
peraturan dan perundangan tersebut dikatakan (Adinugroho, dkk. 2005):

a. Setiap orang berkewajiban mencegah kebakaran hutan dan lahan.


b. Pemerintah bertanggung jawab terhadap pengendalian kebakaran hutan
c. Penanggung jawab usaha (perorangan, badan usah milik swasta/negara/daerah,.
d. Pengendalian kebakaran hutan pada hutan hak dilakukan oleh pemegang hak.

Penyelesaian kasus

Penerapan usulan reformasi kebijakan untuk penanggulangan kebakaran di Indonesia


memerlukan pendekatan berjenjang yang melibatkan tiga tahap utama. Tahap pertama adalah
menyiapkan sebuah investasi yang dapat diterima pada tingkat propinsi dan kab/kota dan
dimasukkan ke dalam Rencana Tindak Terpadu untuk Penanggulangan Kebakaran di Propinsi
Riau. Tahap kedua tergantung kepada kepastian bahwa pemerintah Propinsi Riau akan
melakukan perubahan dan perbaikan kebijakan yang penting disertai peraturan-peraturan yang
tepat yang dipakai secara universal pada tingkat kab/kota. Tahap ketiga adalah memastikan
pelaksanaan komponen-komponen dari strategi manapun dengan mempromosikan nilai serta
keefektifannya kepada instansi atau lembaga terkait.
Rekomendasi kasus

1. Mengembangkan kebijakan, standar peraturan dan perundangan dan panduan yang


diperlukan di tingkat propinsi, kab/kota, kecamatan, desa/kelurahan dan perusahaan.
2. Memperkuat tanggapan/respons yang terkoordinasi untuk pemadaman api dan
pencegahan kebakaran di tingkat propinsi, kab/kota, kecamatan, kelurahan/desa dan
perusahaan.
3. Mengembangkan Sistem Peringatan Dini (SPD) Propinsi dan kab/kota yang baik dan
terkoordinasi.
4. Mengembangkan pendekatan yang terkoordinasi dan terpadu untuk mempertahankan
keanekaragaman hayati termasuk rehabilitasi dan pemulihan ekonomis dari lahan
yang terdegradasi karena kebakaran di kawasan yang terpilih sebagai berprioritas
tinggi serta di kawasan lindung.
5. Meningkatkan kapasitas dan kemampuan kelembagaan dari organisasi-organisasi
pengendalian karhutla yang ada di Propinsi Riau.

B. LIMBAH INDUSTRI

Kasus posisi

Kasus pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh industri adalah pencemaran oleh
perusahaan Exxonmobil Oil. Kasus pertama : penemuan cairan yang diduga kuat merkuri di areal
bekas kegiatan Exxonmobil Oil (Exxon). Di desa Hueng Kecamatan Tanah Luas Kabupaten
Aceh Utara. Oleh karena itu pencemaran lingkungan tersebut sudah merambat ke saluran air
warga Desa Gampong Ampeh. Kecamatan Tanah Luas, Aceh Utara berupa cairan minyak
pelumas (Oli) bekas perusahaan tersebut. Merkuri yang yang berasal dari hasil eksplorasi dan
produksi minyak gas dan panas bumi dan minyak pelimas bekas dapat dikategorikan ke dalam
limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Limbah berbahaya Exxonmobil mengalir ke saluran
air di pemukiman warga sekitar Gampong Ampeh adalah cairan berbahaya yaitu cairan minyak
pelumas (Oli) bekas milik perusahaan Exxonmobil di Aceh Utara.

Menurut pengakuan warga setempat perusahaan tersebut sudah sering membuang limbah
di saluran air tersbut. Akibatnya terjadi pencemaran saluran air yang mengaliri sawah warga bisa
menyebabkan tanamana padi petani mati serta kelangsungan hidup biota dan ekosistem saluran
air termasuk ikan juga terpengaruh. Apabila dalam waktu lama bisa terserap pada air permukaan
yang nantinya akan dikonsumsi warga sekitar hal tersebut akan lebih membahayakan bagi
masyarakat
Penyelesaian kaitan dengan UU No, 32 Tahun 2009

Dalam kasus di atas perusahaan Exxonmobil telah melakukan pencemaran lingkungan


sehingga dinilai telah lalai dalam mengindahkan kaidah-kaidah pelestarian lingkungan yang
termuat dalam peraturan perundang-undangan.

Dengan kesadaran melaksanakan tanggung jawab sosialnya perusahaan akan dapat melakukan
tanggung jawab hukumnya pula. Tanggung jawab hukum sebagai subyek hukum membawa
konsekuensi untuk mentaati peraturan yang berlaku seperti ketentuan yang telah ditetapkan
UUPPLH yang terkait dengan baku mutu lingkungan, AMDAL, pengelolaan limbah B3, dan
pembuangan limbah, serta menghindarkan diri subyek hukum itu dari saksi-saksi hukum yang
telah ditetapkan dalam peraturaan perundang-undangan tersebut.

1. Baku Muku Lingkungan


Sebagaimana disebutkan dalam pasal 20 ayat (1) UUPPLH, bahwa penentuan terjadinya
pencemaran lingkungan hidup diukur melalui baku mutu lingkungan hidup. Baku mutu
ditetapkan dengan peraturan pemerintah atau peraturan mentri. Dalam pasal yang sama
ayat (3) Exxonmobil diperbolehkan untuk membuang limbah ke media lingkungan hidup
dan mendapat izin dari mentri,gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenanganya.
2. AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup)
Ketentuan pasal 22 ayat (1) UUPPLH menyebutkan bahwa setiap usaha dan/atau
kegiatan yang memiliki dampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki
amdal. Exxonmobilmerupakan perusahaan yang memenuhi keriteria usaha dan/atau
kegiatan yang memiliki dampak penting yang wajib dilengkapi dengan amdal
sebagaimana pasal 23 UUPPLH sebutkan yaitu :
a. Mengubah bentuk lahan dengan bentuk alam.
b. Eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbarukan maupun tidak terbarukan.
c. Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta pemborosan dan kemerosotan sumber
daya alam dalam pemanfaatannya.
d. Proses kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam.
e. Proses kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi pelestarian kawasan
konservasi sumber daya alam.
f. Introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan dan jasad renik.
g. Pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non hayati.

3. Pengelolaan bahan limbah berbahaya dan beracun B3


Dalam hal pengelolaan limbah B3 sesuai pasa 59 UUPLH, Exxonmobil
berkewajiban melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkan (ayat 1) namun apabila
tidak mampu melakukan sendiri pengelolaan limbah B3, pengelolaan di serahkan di
pihak lain ayat 3
4. Pembuangan limbah
Exxonmobil dapat melakukan aktifitas pembuangan/damping limbahnya harus
mendapatkan ijin dari mentri,gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenanganya.

5. Jalur administratif
Yang terakhir adalah cara penyelesaian dengan menggunakan jalur administratif yaitu
sesuai dengan pasal 74 ayat 1 pejabat pengawas lingkungan hidup sebagaimana dimaksud
dalam pasal 71 ayat 3 berwenang :
a. Melakukan pemantauan.
b. Meminta keterangan
c. Membuat salinan dari dokumen
d. Memasuki tempat tertentu
e. Memotret
f. Membuat rekaman audio visual
g. Mengambil sampel
h. Memeriksa peralatan, instalasi dll
i. Menghentikan pelanggaran tertentu

Apabila dari kegiatan pengawasan yang dilakukan terdapat pelanggaran tertentu UUPLH
mentri, gubernur/walikota menerapkan sanksi administratif sesuai pasal 76 ayat 2 berupa :

a. Teguran tertulis
b. Paksaab pemerintah
c. Pembekuan izin lingkungan atau
d. Pencabutan izin lingkungan.
Penyelesaian kasus

Berdasarkan upaya-upaya penegak hukum lingkungan sesuai dengan UU nomor 32 tahun


2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup terhadap kasus pencemaran
exxonmobil di desa Hueng kecamatan tanah luas kabupaten aceh utara, maka penyelesaian dapat
melalui jalur pengadilan maupun penyelesaian sengketa di luar pengadilan.

Rekomendasi atau saran terhadap kasus

Pemerintah harus lebih memperhatikan tata ruang dlm membangun sebuah kota jika ingin
menjadikan kota yg aman dan tertib tanpa ada gangguan pencemaran lngkungan hidup

Anda mungkin juga menyukai