Anda di halaman 1dari 10

Putusan

Setelah semua prosedur pemeriksaan persidangan dilakuka, maka Hakim akan mengambil
suatu putusan terhadap perkara tersebut. Bagi Hakim dalam mengambil putusan yang terpenting
adalah fakta atau peristiwanya dan bukan hukumnya. 1 Hukumnya hanyalah alat sedangkan yang
menentukan adalah peristiwanya.
Dalam memgambil keputusan Hakim sebelumnya harus terlebih dahulu mengethaui secara objektif
mengenai duduk perkara sebenarnya sebagai dasar putusannya. Jadi sebelum Hakim mulai
merumuskan putusannya, ia harus terlebih dulu mengkontruksikan alasan-alasan putusannya dari
peristiwa yang menurutnya telah terbukti benar dari segala yang telah dihadirkan dalam
persidangan.
Setelah menentukan kebenaran dari peristiwa yang terjadi. Hakim diharuskan menentukan
peraturan yang terkait dengan peristiwa yang telah terbukti tersebut. Asas ius curia novit berlaku
dalam perkara apapun yang artinya urusan menemukan hukum adalah tanggung jawab dari Hakim
dan bukan kedua belah pihak akrena hakim dianggap mengetahui hukum.
A. Definisi Putusan
Menurut Rubini, S.H. dan Chaidir Ali, S.H. putusan adalah suatu akta penutup dari suatu
proses perkara. Putusan hakim tersebut disebut dengan vonis yang menurut kesimpulan-kesimpulan
terkahir mengenai hukum dari Hakim serta memuat akibat-akibatnya.2
Ridwan Syahrani, S.H. berpendapat bahwa putusan merupakan pernyataan Hakim yang diucapkan
pada sidang pengadilan yang terbuka untuk umum dalam menyelesaikan dan mengakhiri perkara
perdata.3
Sedangkan Prof. Sudikno Mertokusumo mengartikan putusan Hakim sebagai suatu pernyataan yang
oleh Hakim, sebagai pejabat negara yang diberik wewenang untuk itu, diucapkan di persidangan
dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan sutau perkara atau sengketa antara para pihak.4

1 Sudikono, hal.209
234 Sudikno, hal. 220

Suatu putusan boleh dituangkan dalam bentuk tertulis dengan syarat harus diucapkan dalam
persidangan dan tidak boleh berbeda dengan tulisan yang tercatat.
Mahkamah Agung menginttruksikan agar pada saat putusan diucapkan, konsepnya telah siap
agar tidak ada perbedaan antara yang diucapkan dengan yang tertulis. 5 Oleh karena itu seharusnya
berita acara sidang telah siap sehari sebelum pembacaan putusan atau setidaknya seminggu
kemudian.
Selain putusan, di dalam penyelesaian perkara di peradilan ada bentuk lain yaitu penetapan.
Ada perbedaan di keduanya. Putusan dijatuhkan untuk penyelesaian perkara yang mengandung
sengketa atau peradilan contentious. Sedangkan penetapan diberikan dalam penyelesaian perkara
yang tidak mengandung sengketa atua peradlan voluntair.
B. Kekuatan Putusan
Dalam HIR tidak diatur kekuatan dari sebuah putusan yang telah dijatuhkan Hakim.
menurut Sudikno putusan hakim memiliki tiga kekuatan yaitu (1) kekuatan mengikat, (2) kekuatan
pembuktian, dan (3) kekuatan eksekutorial.
1. Kekuatan Mengikat
Menurut Pasal 1917 BW suatu putusan adalah mengikat kedua belah pihak. Mengenai
kekuatan mengikat ada beberapa pendapat atau teori hukum. Pertama, menurut teori hukum materiil
dengan adanya putusan hakim menyebabkan timbulnya atau hilangnya suatu hubungan hukum.
Kedua, menurut teori hukum acara akibat putusan itu bersifat hukum acara maksudnya menciptakan
atau menghilangkan wewenang dan kewajiban prosesuil.
Ketiga, menurut teori hukum pembuktian. Menurut teori ini, putusan merupakan bukti tentang apa
yang ditetapkan di dalamnya, sehingga mempunyai kekuatan mengikat. Keempat, kekuatan hukum
yang pasti. Maksud teori ini adalah suatu putusan memperoleh kekuatan hukum yang tetap apabila
tidak ada lagi pengajuan upaya hukum oleh para pihk.
Ada pula yang mengemukakan teori mengenai kekuatan mengikat yaitu arti positif dan
negatif. Arti positif dari kekuatan mengikat suatu putusan ialah apa yang telah diputus di anatar para
pihak berlaku sebagai hukum positif yang benar. Sedangkan arti negatifnya adalah hakim tidak
boleh memutus perkara yang pernah diputus sebelumnya.
2. Kekuatan Pembuktian
5 SEMA No 5 Tahun 1959 tanggal 20 April 1959 dan SEMA No 1 Tahun 1962 tanggal 7
Maret 1962

Menurut hukum pembuktian, putusan memiliki arti bahwa dengan putusan itu telah
diperoleh suatu kepastian tentang sesuatu. Dengan dituangkannya putusan dalam bentuk tertulis,
yaitu dalam bentuk akta otentik, dapat digunakan para pihak sebagai alat bukti baik untuk
mengajukan upaya hukum ataupun sebagai alat bukti kepada pihak ketiga yang tidak terikat dengan
putusan.
3. Kekuatan Eksekutorial
Suatu putusan yang memuat dengan tegas hak dan hukumnya dapat dengan pasti kemudian
untuk direalisasikan. Kekuatan untuk melaksanakan apa yang telah ditetapkan dalam putusan
tersebut dinamakan kekuatan eksekutorial. Di Indonesia agar suatu putusan memiliki kekuatan
eksekutorial, suatu putusan harus memuat frasa Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa. Jika tidak memuat frasa tersebut, maka suatu putusan dianggap tidak memiliki
kekuatan eksekutorial.
C. Asas Putusan
Asas-asas putusan dijelaskan dalam Pasal 178 HIR, Pasal 189 RBG, dan Pasal 19 UU No. 4
Tahun 2004, yaitu :
1. Memuat Dasar yang Jelas dan Rinci
Menurut asas ini, suatu putusan harus berdasarkan pertimbangan yang jelas dan cukup.
alasan-alasan yang menjadi dasar pertimbangan hukum adalah pasal-pasal dalam peraturan
perundang-undangan, hukum kebiasaan, yurisprudensi, dan doktrin hukum. Hal ini sesuai dengan
yang tertuang dalam Pasal 25 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2004 bahwa putusan hakim harus memuat
alasan-alasan dan dasar-dasar putusan dan mencantumkan pasal-pasal tertentu yang bersangkutan
dengan perkara yang diputus atau berdasarkan sumber hukum lainnya baik yang tertulis maupun
tida.
2. Wajib Mengadili Seluruh Bagian Gugatan
Dalam Pasal 178 ayat (2) HIR dijelaskan bahwa putusan harus secara total dan menyeluruh
memeriksa dan mengadili setiap segi gugatan yang diajukan. Tidak boleh Hakim dalam memutus
hanya memutuskan sebagian dari gugatan saja. Misalnya dalam gugatan penguguat mengajukan tiga
hal namun Hakim dalam putusannya hanya memuat putusan terkait dua atau satu hal saja sementara
sisanya tidak diputuskan.
3. Tidak Boleh Memutuskan Melebihi Tuntutan

Larangan ultra petitun partium dalam perkara perdata dimuat dalam Pasal 178 ayat (3) HIR.
Maksudnya, Hakim dalam menjatuhkan putusan tidak boleh melebihi dari apa yang diajukan oleh
penggugat dalam gugatan yang diajukannya. Putusan yang melanggar asas ini dianggap cacat walau
dilakukan hakim dengan itikad baik atau demi kepentingan umum. Hakim yang melanggar asas
ultra petitum dianggap melanggar prinsip rule of law karena memutus melebihi wewenangnya
sehingga tindakannya dapat dianggap tidak sah atau illegal.
4. Diucapkan di Muka Umum
Pengadilan pada umumnya diadakan terbuka untuk umu terkecuali dalam perkara-perkara
tertentu. Begitu puka dengan putusannya, harus diucapkan di muka pengadilan yang terbuka untuk
umum. Hal ini dimaksud agar adanya pengawasan oleh masyarakat dan pencegahan dari adanya
putusan yang berat sebelah yang dapat dilakukan Hakim. Asas ini bersifat imperatif artinya
mengikat dan tidak dapat dikesampingkan. Jadi, putusan baru sah apabila telah diucapkan dalam
sidang terbuka.
Apabila asas keterbukaan ini dilanggar dapat mengakibatkan putusan tidak sah atau tidak
mempunyai kekuatan hukum, sesuai dengan ketentuan Pasal 19 ayat (2) jo. Pasal 20 UU No. 4
Tahun 2004. Bahkan, pada pemeriksaan perkara yang dilakukan secara tertutup pembacaan
putusannya tetap tunduk pada ketentuan ini, jadi putusannya tetap diucapkan dalam sidang terbuka.
D. Isi Putusan
Sesuai dengan Pasal 184 HIR, suatu putusan Hakim harus memuat :
1. Pokok Perkara, Jawaban, Pertimbangan, dan Amar Putusan secara Jelas dan Singkat
Fundamentum petendi atau dalil gugatan, dasar huku,, hubungan hukum, serta fakta yang
menjadi dasar gugatan harus dijelaskan secara singkat dan jelas. Begitu juga jawaban tergugat,
dijelaskan pokoknya dan yang memiliki relevansi dengan syarat, artinya tidak boleh menghilangkan
makna hakiki jawaban tersebut.
Putusan hakim harus memuat pertimbangan hukum karena dari pertimbangan hakim
menjelaskan pendapatnya dalam pemeriksaan suatu perkara. Hakim menjelaskan dalam
pertimbangannya alat bukti dan dalil gugatan apa yang terbukti dan menjadi dasar dalam
pengambilan keputusannya.

Amar putusan memuat pernyataan yang berkenaan dengan status dan hubungan hukum
antara para pihak dengan barang objek yang disengketakan. Dan juga berisi perintah atau hukuman
yang ditimpakan kepada pihak yang berperkara.6
2. Mencantumkan Biaya Perkara
Dalam putusannya Hakim wajib mencantunkan kepada siapa beban akan ditanggungkan.
Bisa kepada pihak yang kalah ataupun kepada kedua belah pihak secara berimbang dalam hal
kemenangan yang tidak mutlak. Biaya perkara harus dibayarkan oleh siapa yang ditunjuk oleh
Hakim kepada panitera pengadilan.
Komponen-komponen biaya perkara ditentukan secara enumerative dalam Pasal 182 HIR
dan Pasal 193 RBG. Biaya-biaya termasuk adalah baiaya kantor panitera dan materai, biaya-biaya
alat bukti seperti menghadirkan saksi, juru bahasa, biaya pengucapan sumpah, biaya pemeriksaan
setempat, serta biaya untuk melaksanakan putusan Hakim.
3. Tanda tangan Hakim dan Panitera
Semua putusan yang telah dijatuhkan dan dituangkan dalam bentuk tertulis harus
ditandatangani oleh Hakim dan juga panitera yang hadir saat putusan diucapkan. Hal ini adalah
sebagai bentuk pengesahan atas putusan tersebut.
E. Susunan Putusan
Suatu putusan hakim terdiri dari empat bagian, yaitu :
1. Kepala Putusan
Putusan pengadilan agar mempunyai kekuatan eksekutorial harus mempunyai kepala
putusan yang berbunyi : Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Apabila dalam
pembacaan putusan Hakim telah membacakan kepala putusan dalam persidangan namun kepala
putusan lupa dicantumkan, dapat diatasi dengan mengetik ulang putusannya panitera yang
bersangkutan.
Dan apabila kalimat kepala putusan tersebut lupa dibacakan dan juga lupa dicantumkan
dalam putusan serta lupa untuk dicatatkan dalam berita acara, maka cara penyelesaiannya bisa
menggunakan arahan Mahkamah Agung dalam SEMA 10/1985. Dalam SEMA tersebut dijelaskan
cara penyelesaiannya bisa dengan pembukaan kembali persidangan oleh majelis hakim atas

6 Yahya, hal. 811

permintaan pihak yang bersangkutan. Dalam persidangan tersebut dibacakan kembali putusan
secara lengkap dan atasnya dibuka kembali kesempatan untuk mengajukan upaya hukum.
2. Identitas Para Pihak
Dalam setiap putusan diwajibkan mencantumkan identitas para pihak yang berpengkara
yang sekurang-kurangnya terdiri dari dua pihak yaitu penggugat dan tergugat. Identitas kedua pihak
yang dimuat adalah nama, umur, dan alamat. Dan apabila ada pihak yang diwakilkan atau dibantu
oleh seorang kuasa, nama kuasanya juga dicantunkan.
3. Pertimbangan
Pertimbangan atau considerans, menurut Prof. Sudikno Mertokusumo, S.H., merupakan
dasar dari putusan.7 Menurut Pasal 184 HIR dan Pasal 50 UU No. 48 Tahun 2009 setiap putusan
harus memuat ringkasan mengenai tuntutan dan jawaban alasan dan dasar daripada putusan,
pasal-pasal, serta hukum tidak tertulis, pokok perkara, biaya perkara, serta hadir tidaknya para
pihak. Dan ringkasan tersebut harus jelas dan diucapkan oleh hakim pada saat putusan di ucapkan
dalam persidangan.
Mengapa pertimbangan harus dimuat dalam putusan? Karena pertimbangan merupakan
pertanggungjawaban Hakim kepada masyarakat mengapa ia sampai mengambil putusan yang
sedemikian. Itulah mengapa alasan dan dasar putusan tersebut harus dimuat dalam pertimbangan
putusan.8
Pertimbangan dalam menjatuhkan putusan dalam perkara perdata ada dua yaitu
pertimbangan tentang duduk perkara (feitelijke grode) dan pertimbangan hukum (recths groden).
Pertimbangan tentang duduk perkara adalah pertimbangan tentang apa yang terjadi di depan
pengadilan dimana seringkali gugatan dan jawaban dikutip secara lengkap. Pertimbangan hukum
digunakan untuk menentukan nilai dari suatu putusan Hakim, sehingga aspek pertimbangan hukum
oleh Hakim haruslah dilakukan dengan teliti, baik, dan cermat. Dan merupakan kewajiban Hakim
karena jabatannya untuk melengkapi segala alasan hukum yang tidak dikemukakan oleh para
pihak.9

7 Sudikno, hal. 232


8 Pasal 84 HIR, Pasal 195 RBG, Pasal 50 ayat (1) UU No 48 Tahun 2009
9 Pasal 178 ayat (1) HIR

Mahkamah Agung tidak menentukan peraturan mana yang digunakan oleh Hakim yang
dapat menyebabkan putusan batal.10 Jadi sumber-sumber hukum yang dijadikan alasan penjatuhan
putusan harus dimuat dalam putusan baik sumber hukum yang tertulis ataupun tidak. Namun,
menurut Retnowulan, dalam pertimbangan hukum hanyalah keterangan-keterangan saksi yang
terpenting saja yang dikemukakan.
Selain itu, dalam putusan juga harus dimuat mengenai pihak yang dihukum untuk
membayar biaya perkara dan juga keterangan mengenai pihak yang hadir dan tidak hadir dalam
pembacaan putusan. Apabila dalam petitumnya penggugat lupa mencantumkan agar tergugat
dihukum untuk membayar biaya perkara, dan ternyata penggugat menang, penggugat tidak
diperkenankan menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara.11
4. Amar
Amar atau dictum merupakan jawaban atau tanggapan terhadap petitum dalam gugatan.
Dalam mengadili Hakim diwajibkan mengadili semua bagian tuntutan dan dilarang menjatuhkan
putusan atas perkara yang tidak dituntut atau mengabulkan lebih daripada yang dituntut. 12 Dalam
beberapa putusannya, Mahkamah Agung berpendapat bahwa mengabulkan lebih dari yang dituntut,
memutuskan sebagian dari semua tuntutan, atau memutuskan perkara yang tidak dituntut adalah
sebuah pelanggaran terhadap Pasal 178 ayat (3) HIR.13
Retnowulan dalam bukunya berpendapat bahwa putusan hakim tidak selalu mengabulkan
gugat untuk seluruhnya, namun dalam pemeriksaannya semua gugatan harus diperiksa. Putusan
dapat pula mengabulkan hanya sebagian saja dan selebihnya ditolak atau dalam hal tertentu
dinyatakan tidak dapat diterima.14
Menurut Prof. Sudikno terkait penafsiran Pasal 178 ayat (3) HIR hakim harus diberikan
kelonggaran, karena Hakim dalam menjatuhkan putusan harus bersikap seadil-adilnya sesuai

10 Sudikno, hal. 233


11 Retno, hal. 112
12 Pasal 178 ayat (2) dan ayat (3) HIR
13 Sudikno, hal. 234
14 Retnowulan, hal. 111

kenyataan dan sungguh-sungguh menyelesaikan perkara sampai tuntas, bukan hanya mementingkan
kepentingan pihak pengugat.15
Bagian putusan terbagi menjadi dua yaitu apa yang disebut deklaratif dan apa yang disebut
diktum atau dispotif. Deklaratif adalah bagian yang merupakan penetapan dari hubungan hukum
yang menjadi sengketa. Sedangkan diktum adalah bagian yang member hukum atau hukumannya.
Setiap putusan harus ditandatangai oleh Hakim Ketua, Hakim Anggota, dan panitera.16
F. Jenis-jenis Putusan
Dalam HIR tidak dikenal macam-macam putusan seperti yang dikenal dalam hukum acara
perdata barat. Penggolongan putusan hanya dikemukakan beberapa sarjana. Dalam HIR hanya
dikenal dua jenis putusan yaitu putusan sela dan putusan akhir.
Putusan sela adalah putusan yang dijatuhkan sebelum putusan akhir yang artinya hanya
berfungsi memperlancar pemeriksaan perkara.17 Putusan sela terdiri dari beberapa macam putusan
yaitu putusan preparatoir, putusan insidentil, putusan provisioil, dan putusan interlocutoir. Dalam
hukum acara perdata Indonesia keempatnya disebut putusan sela saja karena memang dalam hukum
acara perdata kita tidak dikenal adanya penggolongan putusan.18
Putusan preparatoir adalah putusan persiapan mengenai jalannya pemerksaan guna
melancarkan proses persidangan hingga tercapainya putusan akhir. Sedangkan putusan yang
berhubungan dengan suatu insiden dalam artian suatu peristiwa yang menunda prosedur peradilan
biasa yang tidak berhubungan dengan pokok perkara disebut dengan putusan insidentil.
Putusan provisionil adalah putusan yang menjawab tuntutan provisi, yaitu permintaan pihak
yang berperkara suoaya diadakan tindakan pendahuluan untuk kepentingan salah satu pihak
sebelum putusan akhir dijatuhkan. Putusan interlocutoir adalah putusan yang memerintahkan
pembuktian. Putusan ini memengaruhi putusan akhir.

15 Sudikno, hal. 235


16 Pasal 184 HIR
17 Sudikno, hal. 241
18 Retno, hal. 109-110

Putusan akhir adalah putusan yang mengakhiri suatu sengketa atau perkara dalam suatu
tingkatan peradilan.19 Putusan akhir ada beberapa macam tergantung pada sifatnya, ada yang
bersifat menghukum (condemnatoir), bersifat menciptakan (constitutief), dan bersifat menerangkan
(declaratoir).
Putusan condemnatoir adalah putusan yang bersifat menghukum pihak yang dikalahkan
untuk memenuhi suatu prestasi. Jadi putusan condemnatoir dapat dikatakan sebagai putusan yang
berisi penghukuman, yang pada umumnya berupa penghukuman untuk membayarkan sejumlah
uang. Putusan ini memiliki kekuatan eksekutorial dalam artian pihak yang dimenangkan dapat
menjalankan putusan secara paksa.
Putusan constitutief adalah putusan yang meniadakan atau menciptakan suatu keadaan
hukum. Dalam putusan ini tidak ditetapkan hak atas suatu prestasi dan juga pelaksanaannya tidak
tergnatung pada bantuan pihak lain. Perubahan keadaan atau hubungan hukum itu sekaligus terjadi
pada saat putusan itu diucapkan tanpa memerlukan upaya paksa.
Putusan declaratoir adalah putusan yang isinya bersifat menerangkan atau menyatakan apa
yang sah menurut hukum semata-mata. Keadaan hukum tersebutlah yang menjadi tuntutan dari
pengugat atau pemohon sehiggga tidak menimbulkan hak atas suatu prestasi. Karena tidak
memerlukan upaya paksa untuk pelaksanaannya, putusan ini hnaya mempunyai kekuatan mengikat
tanpa kekuatan eksekutorial.
Pada umumnya dalam suatu putusan tidak hanya terdiri dari satu macam putusan. Putusan
condemnatoir atau constitutief akan sering didahului putusan declaratoir. Putusan condemnatoir
dapat dilaksanakan sebelum mempunyai kekuatan hukum yang pasti karena itu mempunyai
kekuatan eksekutorial.
Selain dua macam putusan diatas, ada beberapa macam putusan lain yaitu putusan
perdamaian, putusan gugur, putusan verstek, putusan contradictoir, putusan serta merta, putusan
serta merta, dan putusan berkekuatan hukum tetap.
Putusan perdamaian adalah putusan yang dijatuhkan Hakim yang isinya menghukum para
pihak yang berperkara untuk melaksanakan isi perjanjian perdamaian yang sebelumnya telah
disetujui oleh para pihak. Dengan adanya acta van dading putusan perdamaian mempunyai
kekuatan yang sama dengan putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

19 Sudikno, hal. 240

Putusan gugur adalah putusan yang dijatuhkan apabila penggugat tidak hadir pada sidang
hari pertama tanpa alasan yang sah dan tidak pula menyuruh wakilnya untuk hadir. Dan pengugat
dalam hal ini harus sudah dipanggil sacara sah dan patut. Semetara putusan verstek adalah putusan
yang dijatuhkan apabila tergugat tidak hadir pada hari sidang pertama dan tidak pula megirimkan
wakilnya. Dan untuk putusan yang dijatuhkan apabila tergugat pernah menghadap saat persidangan
disebut dengan putusan contradictoir.
Putusan serta merta adalah putusan yang dapat dijalankan terlebih dahulu walaupun
terhadap putusan tersebut diajukan upaya hukum. Sementar putusan yang berkekuatan hukum tetap
adalah putusan yang tidak dapat lagi diajukan upaya hukum kecuali dengan upaya hukum luar
biasa.

Anda mungkin juga menyukai