Anda di halaman 1dari 4

Hukum Pemerintahan Daerah 1

Aninda Sekar Parindrastiti [110110160283]

Hukum Pemerintahan Daerah

12 November 2019

Perbandingan Pengaturan Mengenai Pembentukan Daerah dalam UU No. 23

Tahun 2014 dan UU No. 32 Tahun 2004

Sebelum dapat membuat perbandingan antara pengaturan mengenai pemben-

tukan daerah dalam UU No. 32 Tahun 2004 dengan UU No. 23 Tahun 2014, harus dike-

tahui terlebih dahulu apa isi dari peraturan tersebut pada masing-masing UU.

Pengaturan Pembentukan Daerah pada UU No. 32 Tahun 2004

Pengaturan Pembentukan daerah dalam UU No. 32 Tahun 2004 diatur dalam

Pasal 4 dan Pasal 5. Pasal 2 ayat (1) UU tersebut menyebutkan bahwa NKRI dibagi

menjadi daerah-daerah provinsi dan provinsi tersebut dibagi menjadi kabupaten dan

kota yang masing-masing memiliki pemerintahan daerah. Maka dari jabaran tersebut

dapat kita simpulkan bahwa menurut UU No. 32 Tahun 2004, yang disebut dengan

daerah adalah provinsi dan kabupaten/kota.

Pasal 4 menjelaskan bahwa pembentukan daerah dapat berbentuk penggabun-

gan (penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan menjadi

satu) dan pemekaran (dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih) dan ditetapkan

dengan undang-undang yang mencakup hal-hal seperti nama, batas wilayah, ibukota,

dll.

Pasal 5 menjelaskan mengenai syarat-syarat pembentukan daerah yang terbagi

menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Syarat Adminsitratif

Hukum Pemerintahan Daerah 2

Syarat administratif terbagi lagi menjadi dua, yaitu yang berlaku untuk provinsi

dan yang berlaku untuk kabupaten/kota. Syarat administratif untuk provinsi

meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan Bupati/Walikota yang

akan menjadi cakupan wilayah provinsi tersebut, persetujuan DPRD provinsi in-

duk dan Gubernur, serta rekomendasi Mendteri Dalam Negeri.

Syarat administratif untuk kabupaten/kota meliputi adanya persetujuan

DPRD kabupaten/kota dan Bupati/Walikota yang bersangkutan, persetujuan

DPRD provinsi dan Gubernur, serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri.

2. Syarat Teknis

Syarat teknis meliputi faktor-faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah

seperti kemampuan ekonomi, sosial budaya, kependudukan, luas daerah, dan

faktor-daktor lainnya yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.

3. Syarat Fisik

Syarat fisik meliputi paling sedikit lima kabupaten/kota untuk pembentukan

provinsi dan paling sedikit lima kecamatan untuk pementukan kabupaten, dan

empat kecamatan untuk pembentukan kota, serta lokasi calon ibukota, sarana

dan prasarana pemerintahan.

Dan yang terakhir pada Pasal 8, disebutkan bahwa tata cara pembentukan daer-

ah lebih lanjut diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pengaturan Pembentukan Daerah pada UU No. 23 Tahun 2014

Pengaturan Pembentukan daerah dalam UU No. 23 Tahun 2014 menjadi bagian

dari “penataan daerah”. Pasal 31 ayat (3) menyebutkan bahwa penataan daerah terdiri

atas pembentukan daerah dan penyesuaian daerah. Pembentukan daerah dapat beru-
Hukum Pemerintahan Daerah 3

pa pemekaran maupun penggabungan daerah, dan mencakup pembentukan daerah

provinsi serta kabupaten/kota berdasarkan Pasal 32.

Pemekaran daerah dapat berupa pemecahan daerah provinsi atau kabupaten/

kota menjadi dua atau lebih daerah baru, dan penggabungan bagian daerah dari daer-

ah yang bersanding dalam satu daerah provinsi menjadi satu daerah baru. Pemekaran

tersebut dilakukan melalui tahap Daerah Persiapan provinsi atau kabupaten/kota, yang

pembentukannya harus memenuhi persyaratan dasar dan persyaratan administratif.

Pada Pasal 34 dijelaskan bahwa persyaratan dasar terbagi menjadi persyaratan

dasar kewilayahan dan persyaratan dasar kapasitas daerah. Persyaratan kewilayahan

meliputi luas wilayah minimal, jumlah penduduk minimal, batas wilayah, cakupan

wilayah dan batas usia minimal daerah provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan. Se-

mentara itu, persyaratan kapasitas daerah adalah kemampuan daerah untuk berkem-

bang dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Persyaratan-persyaratan dasar

tersebut kemudian diatur lebih lanjut pada Pasal 35 bagi persyaratan kewilayahan dan

Pasal 36 bagi persyaratan kapasitas daerah.

Tata urutan penyusunan persyaratan adminsitratif berbeda untuk provinsi den-

gan untuk kabupaten/kota. Hal ini diatur dalam Pasal 37. Pasal 38 menjelaskan menge-

nai tata cara dan urutan pembentukan Daerah Persiapan, dan Pasal 39 menjelaskan

mengenai ketentuan-ketentuan jabatan dalam Daerah Persiapan. Pasal 40 mengatur

mengenai pendanaan penyelenggaraan pemerintahan Daerah Persiapan, Pasal 41

menjelaskan mengenai kewajiban Daerah induk terhadap Daerah Persiapan, kewajiban

Daerah Persiapan itu sendiri, serta peran masyarakat di Daerah Persiapan. Terakhir un-

tuk pengaturan pemekaran daerah, Pasal 42 dan 43 mengatur mengenai pembinaan,

pengawasan dan evaluasi Daerah Persiapan oleh Pemerintah Pusat serta hasil
Hukum Pemerintahan Daerah 4

akhirnya. Dalam UU ini sebetulnya masih banyak pengaturan mengenai pembentukan

daerah yang saya rasa terlalu mendalam dan detail untuk disebutkan dalam analisis ini.

Perbedaan dan Analisis

Dari penjabaran singkat mengenai pengaturan pembentukan daerah dalam kek-

dua UU bersangkutan, dapat kita lihat bahwa pengaturan dalam UU No. 23 Tahun 2014

lebih panjang, mendalam, detail dan ekstensif dibandingkan dengan pengaturannya

dalam UU No. 32 Tahun 2004. Dimana dalam UU No. 32/2004 pembentukan daerah

secara spesifik hanya diatur dalam beberapa pasal, namun pada UU No. 23 ada pu-

luhan pasal yang mengaturnya, mulai dari segi pembedaan, syarat, tata cara, lingkun-

gan jabatan, pendanaan hingga tanggung jawab yang bersangkutan dengan pemben-

tukan daerah dan tahapannya.

Menurut opini saya, ketentuan dalam UU No. 23 Tahun 2014 lebih baik diband-

ing dengan UU No. 32 Tahun 2004 karena ketentuan UU No, 23/2014 jauh lebih dije-

laskan secara detail dari berbagai aspek yang penting dalam pembentukan suatu daer-

ah. Memang ketentuan tersebut lebih rumit dibandingkan dengan UU No. 32/2004

karena adanya tahapan-tahapan pembentukan dengan perlu dibuatnya Daerah Persia-

pan dan lainnya, namun murni melihat dari segi legal certainty maka saya lebih memilih

ketentuan dalam UU No. 23/2014.

Anda mungkin juga menyukai