7 Ibid, hal. 4.
Perancis karena telah mendapatkan kembali kemerdekaannya.
Berdasarkan asas penyesuaian, maka dikehendaki peraturan
perundangan baru tersebut diberlakukan juga bagi Hindia Belanda.8
Maka dari itu, pada 15 Agustus 1839 oleh Firman Raja dibentuk
suatu komisi yang ditugaskan untuk menyusun rancangan peraturan
perndangan bagi Hinda Belanda yang didasarkan oleh peraturan
perundangan yang baru berlaku di Belanda. Setelah 6 tahun bekerja,
komisi tersebut dibubarkan dan digantikan oleh Firman Raja tanggal 15
Desember 1845 No. 67 dengan mengangkat Mr. Wichers selaku Ketua
Mahkamah Agung dan Mahkamah Agung Tentara, dimana salah satu
tugasnya adalah untuk menyiapkan peraturan perundangan untuk
Hindia Belanda.9
Setelah beberapa revisi, hasil rancangan Mr. Wichers diterima
oleh Gubernur Jendral dan diumumkan pada tanggal 5 April 1848
dengan sebutan yang lazim dikenal sebagai Inlandsch Reglement (IR),
yang selanjutnya disahkan dengan FIrman Raja tanggal 29 September
1849 No. 93. Setelah pengumumannya, IR telah mengalami beberapa
perubahan berdasarkan S.1941 No. 31 jo No. 98 dan S. 1941 No. 32.
Selanjutnya, Pasal 5 ayat (1) UU Darurat No. 1 Tahun 1951
mengatur mengenai pemberlakuan het Herziene Indonesisch
Reglement (HIR) atau Reglemen Indonesia yang diperbarui untuk
daerah jawa dan madura, serta Rechtsreglement Buitengewesten
(RBg) atau Reglemen Daerah Sebrang bagi rakyat luar Jawa dan
Madura,10 yang pembagianya selanjutnya diperkuat dengan Surat
Edaran MA No. 19 Tahun 1964 dan Surat Edaran MA No. 3 Tahun
1965.
3. Perihal kuasa
Bab 7: Penutup