Anda di halaman 1dari 4

PROFESIONALISME

ETIKA PROFESI
ARBITER

1
PENGERTIAN ARBITER

Arbiter adalah orang perorangan yang karena kompetensi dan integritasnya dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memeriksa dan
memberikan putusan atas sengketa yang bersangkutan. Para pihak berhak menunjuk Arbiter, dan Arbiter pun berhak untuk menerima atau
menolak penunjukan tersebut.

Arbiter adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa atau yang ditunjuk oleh Pengadilan Negeri atau oleh lembaga
arbitrase, untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase. Berbeda dengan profesi
hukum lainnya seperti hakim dan jaksa, arbiter bukan merupakan Pegawai Negeri Sipil, karena Arbiter bekerja untuk sebuah lembaga independen
yang sama halnya seperti Advokat. Arbiter bukanlah seorang hakim, namun ia mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan putusan.

Ada 2 prinsip dasar arbitrase yang harus dipegang oleh arbiter dalam menjalankan tugasnya yaitu:

1. Penyelesaian arbitrase harus didasarkan pada penyelesaian yang cepat, mandiri, dan adil

2. Penyelesaian perkara diluar pengdailan atas dasar perdamaian, terjaminnya kerahasiaan sengketa, terhindar dari kelambatan karena prosedural
dan administrasi, serta penyelesaian menekankan konsep win-win-solution.

IBID.,  HAL. 5. 2
PROFESI ARBITER

Profesi arbiter merupakan profesi yang mempunyai prospek sangat cerah untuk masa kini dan masa mendatang di
Indonesia. Untuk bisa berprofesi sebagai arbiter salah satu syaratnya adalah haruslah seorang professional. Seorang
arbiter dalam menjalankan profesi haruslah mempunyai keserasian dengan jalinan nilai-nilai yang ada.hal ini selaras
dengan tujuan hukum itu sendiri untuk mencari kedamaian.  Kedamaian berarti keserasian antara nilai ketertiban
dengan kententraman, yang mengejawantah pada tugas hukum yakni kepastian hukum dan kesebandingan hukum.

Arbiter sebagai pihak swasta yang diberi hak dan kewajiban, wewenang dan tanggung jawab oleh negara (undang-
undang) tidak selalu harus melihat kepada nilai kepastian hukum yang menyamaratakan untuk mencapai keadilan.
Keadilan juga jangan disamakan dengan kesebandingan dan dipertegangkan dengan nilai yang lain oleh karena
secara konsepsionil keadilan adalah nilai pencakup-penyerasi, yang bermakna intergrasi.

DARJI DARMODIHARJO DAN SHIDARTA, OP. CIT., HAL. 156. DAN PURNADI PURBACARAKA DAN
SOERJONO SOEKANTO, RENUNGAN TENTANG FILSAFAT HUKUM, (JAKARTA: RAJAWALI, 1987),
HAL. 17.
3
PROFESIONALISME ARBITER
Untuk mencapai keadilan, seorang arbiter juga harus menyerasikan antar nilai kepentingan pribadi dengan kepentingan antar pribadi.
Kepentingan pribadi memfokuskan pada perlindungan hukum satu kepentingan, sedangkan kepentingan antar pribadi memfokuskan pada
perlindungan individu-individu sebagai kesatuan masyarakat yang utuh.

Selain nilai kepentingan pribadi dengan kepentingan antar pribadi, jalinan nilai lain yang perlu diserasikan oleh seorang arbiter adalah nilai
nasionalism dan nilai internasionalism. Di dalam penyelesaian sengketa yang dilakukan seorang arbiter dimana terdapat terdapat unsur asing di
dalamnya seperti kasus sengketa penanaman modal asing antara Pemerintah Indonesia 

Berkaitan dengan kedudukan profesi arbiter adalah sebagai pihak swasta yang diberi hak dan kewajiban, wewenang dan tanggung jawab oleh
negara (undang-undang). Dalam kedudukannya sebagai profesi hukum, peranan arbiter pada umumnya dibagi ke dalam 2 bagian yaitu: 1.
Peranan sebelum sengketa terjadi, yaitu melalui pemberian saran, pendapat yang mengikat (binding advice) oleh lembaga arbitrase, berkenaan
dengan suatu perjanjian/kontrak; 2. Peranan sesudah timbul sengketa, yaitu melalui pemeriksaan dan pemberian putusan final dan
mengikat (final and binding)oleh arbiter. Atas dasar ini, adalah beralasan bagi pengemban profesi hukum arbiter untuk memberikan layanan
bantuan hukum yang sebaik-baiknya kepada klien yang membutuhkannya sesuai dengan jalinan nilai-nilai.

Jalinan pasangan nilai lain yang perlu diserasikan oleh seorang arbiter adalah nilai kebaruan dan nilai kelanggengan. Nilai kebaruan
memberikan inovasi terhadap suatu pembangunan hukum, sedangkan nilai kelangggengan bersifat memelihara system hukum yang telah ada.
Dalam menyelesaikan suatu sengketa, sorang arbiter harus melihat terhadap suatu perundang-undangan yang telah berlaku. Tetapi apakah 4

Anda mungkin juga menyukai