Anda di halaman 1dari 10

PUTUSAN NO. 211/G/2017/PTUN.

JKT
ACHMAD FIRDAUS
1710611229
1. SUBJEK SENGKETA TUN
PENGGUGAT/PEMOHON :
PERKUMPULAN HIZBUT TAHRIR INDONESIA (HTI) TERGUGAT/TERMOHON :
beralamat di Gedung Dakwah Hizbut Tahrir MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
Indonesia, Crown Palace, Jalan Prof. Dr. Soepomo, REPUBLIK INDONESIA,
S.H. Nomor 231, Jakarta Selatan, yang diwakili tempat kedudukan di Jalan H.R. Rasuna Said Kav 6 –
oleh Ir. H. Ismail Yusanto, M.M., jabatan Anggota 7 Kuningan, Jakarta Selatan 12940, Selanjutnya
sekaligus menjabat Sekretaris Umum/Juru Bicara Dalam hal ini diwakili oleh kuasa :
Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia, Selanjutnya
dalam hal ini diwakili oleh kuasa : 1. Cahyo Rahadian Muzhar, S.H., LL.M.,
kewarganegaraan Indonesia, jabatan Plt.
1. Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., Direktur Jenderal Administrasi Hukum
dan kawan-kawan, kewarganegaraan Umum/Direktur Otoritas Pusat dan Hukum
Indonesia, para Advokat pada Ihza & Ihza Internasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Law Firm, beralamat di Jakarta Selatan, Manusia dan kawan-kawan, berdasarkan
berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor Surat Kuasa Khusus Nomor M.HH.HH.07.04-
070/SK.TUN/I&I/X/18, tanggal 8 Oktober 50.1, tanggal 25 Oktober 2018.
2018.
2. OBJEK SENGKETA TUN

Keputusan Tata Usaha Negara yang dipersengketakan adalah Surat


Keputusan Nomor AHU-30.A.01.08.Tahun 2017 Tentang Pencabutan
Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor: AHU-00282.60.10.2014 Tentang Pengesahan
Pendirian Badan Hukum Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia.
3. KOMPETENSI PENGADILAN
• KOMPETENSI ABSOLUT :
Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta yang memeriksa, memutus
dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara pada Tingkat
Pertama dengan Acara Biasa.
• KOMPETENSI RELATIF :
Mengatur pembagian kekuasaan mengadili antara pengadilan yang
serupa tergantung dari tempat tinggalnya tergugat yaitu Pengadilan
Tata Usaha Negeri Jakarta.
4. KASUS POSISI

Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sebagai penggugat dibubarkan pemerintah melalui Perppu yang menjadi undang-undang
menggantikan UU Nomor 17 Tahun 2013. HTI dianggap ingin mengubah Pancasila, sehingga HTI melakukan protes dengan
membawa Perppu Ormas ke Mahkamah Konstitusi dalam rangka judicial review. Selain itu, HTI melayangkan gugatan ke
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas dicabutnya status badan hukum HTI melalui Perppu Ormas. Namun MK mementahkan
gugatan Perppu Ormas yang diajukan sejumlah pemohon. Gugatan dinyatakan tidak dapat diterima karena Perppu Ormas sudah
disahkan menjadi undang-undang.
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta memutuskan mengesahkan pembubaran HTI. Majelis hakim menganggap SK
Kemenkumham tentang pembubaran HTI sesuai dengan aturan. Gugatan tersebut ditolak karena adanya bukti-bukti yang
menyatakan HTI tidak sepaham dengan Pancasila. Badan Hukum Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia tanggal 19 Juli 2017 batal
dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat hukumnya.
Kemudian perkumpulan HTI mengajukan banding yang kemungkinan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Jakarta
menolak permohonan banding. Alhasil, pembubaran HTI oleh Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) sah. Keputusan yang
dilakukan oleh Kemenkumham tidak bertentangan dengan asas contrarius actus karena Menkumham berwenang menerbitkan
keputusan TUN tentang pengesahan pendirian badan hukum perkumpulan HTI. Majelis menyatakan fakta hasil pembuktian
perkumpulan HTI terbuktimengganti Pancasila, UUD 1945, serta mengubah NKRI menjadi negara khilafah.
 Posita Penggugat
Surat Keputusan Nomor AHU-30.A.01.08.Tahun 2017 Tentang Pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor : AHU-00282.60.10.2014 Tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia, tanggal
19 Juli 2017.
 Petitum Penggugat
• Dalam Penundaan
1. Mengabulkan Permohonan Penundaan Objek Sengketa;
2. Menyatakan Keputusan Tergugat yakni Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-
30.A.01.08.Tahun 2017 Tentang Pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor :
AHU-00282.60.10.2014 Tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia, tanggal 19 Juli
2017, ditunda pelaksanaanya hingga putusan perkara ini mendapatkan kekuatan hukum yang mengikat
• Dalam Pokok Perkara
• Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya
• Menyatakan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-30.A.01.08.Tahun 2017 Tentang
Pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : AHU-00282.60.10.2014 Tentang
Pengesahan Pendirian Badan Hukum Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia, tanggal 19 Juli 2017, batal dan tidak mempunyai kekuatan
hukum Mengikat dengan segala akibat hukumnya;
• Memerintahkan Tergugat Mencabut Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-
30.A.01.08.Tahun 2017 Tentang Pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : AHU-
00282.60.10.2014 Tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia, tanggal 19 Juli 2017;
• Menghukum Tergugat membayar biaya yang timbul dalam perkara a quo.
5. PERTIMBANGAN HUKUM
• Pada dokumen gugatan tingkat pertama, yang menjadi permasalahan sengketa dicantumkan di bagian posita atau bagian yang
berisi dalil. Bagian tersebut menggambarkan adanya hubungan yang menjadi dasar atau uraian dari suatu tuntutan, yaitu
Surat Keputusan Nomor AHU-30.A.01.08 Tahun 2017 Tentang Pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor: AHU-00282.60.10.2014 Tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Perkumpulan Hizbut Tahrir
Indonesia, tanggal 19 Juli 2017. Setelah posita, terdapat petitum yang berisi tuntutan yang dimintakan oleh penggugat kepada
hakim untuk dikabulkan. HTI mengajukan dua gugatan atau petitum yaitu penundaan dan pembatalan Surat Keputusan
tentang Pencabutan Status Hukum Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) HTI.
• Sebelumnya, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia telah mencabut status badan hukum Ormas HTI.
Pencabutan status badan hukum dilakukan sebagai tindak lanjut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu)
Nomor 2 Tahun 2017 yang mengubah UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Perppu tersebut
mengubah sejumlah ketentuan pada UU Ormas, salah satunya yaitu menghapus pasal di UU tersebut, yang menyebutkan
bahwa “Pencabutan status badan hukum dijatuhkan setelah adanya putusan pengadilan”. Perppu ini dibuat setelah
pemerintah mengumumkan upaya pembubaran Ormas HTI yang dianggap anti Pancasila.
• Maka, HTI mempermasalahkan pembubaran yang tidak melalui proses pengadilan, HTI juga menilai pembubaran tidak sesuai
dengan azas keterbukaan tanpa pemberian alasan yang jelas. Pengacara HTI yang juga disebut sebagai pemohon intervensi,
yaitu Yusril Ihza Mahendra, mengatakan pembubaran HTI sebagai bukti kesewenang-wenangan pemerintah karena mencabut
status badan hukum tanpa pengadilan, juga mengklaim bahwa doktrin khilafah tidak bertentangan dengan pancasila, karena
dianggap tidak masuk dalam paham yang dilarang dalam UU Ormas, yaitu ateisme, komunisme dan marxisme.
• Ada tiga alasan pemerintah membubarkan HTI. Pertama, sebagai Ormas berbadan hukum, HTI tidak melaksanakan peran
positif untuk mengambil bagian dalam proses pembangunan guna mencapai tujuan nasional. Kedua, kegiatan yang
dilaksanakan HTI terindikasi kuat telah bertentangan dengan tujuan, azas, dan ciri yang berdasarkan Pancasila dan UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana diatur dalam Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas.
Ketiga, aktivitas yang dilakukan HTI dinilai telah menimbulkan benturan di masyarakat yang dapat mengancam keamanan dan
ketertiban masyarakat, serta membahayakan keutuhan NKRI.
• Pada dasarnya, terdapat 19 tahapan sidang yang dimulai dengan Sidang Tahap Pertama pada tanggal 23 November 2017 dan
berakhir pada tanggal 7 Mei 2018 dengan agenda pembacaan putusan. Pada sidang tahap pertama, setelah gugatan
dibacakan oleh pihak penggugat, pihak tergugat akan membuat jawaban atas gugatan. Kemudian, pihak penggugat akan
menjawab kembali jawaban yang disampaikan tergugat yang disebut dengan replik. Terhadap replik penggugat, tergugat akan
kembali menanggapi yang disebut dengan duplik. Setelah proses jawab-menjawab (gugatan, jawaban, replik, duplik) sidang
dilanjutkan dengan pembuktian.
• Dalam proses persidangan, tahap pembuktian dilakukan dengan menghadirkan sejumlah saksi fakta maupun ahli serta
menyerahkan bukti-bukti yang menguatkan argumentasi masing-masing dari pihak penggugat maupun tergugat. Setelah
tahap pembuktian, majelis hakim kemudian bermusyawarat untuk merumuskan putusan. Hakim tidak diizinkan menjatuhkan
putusan atas perkara yang tidak digugat, atau memberikan lebih dari pada yang digugat (Pasal 178 HIR).
• Pada tanggal 30 November 2017 ditetapkan putusan sela, Isi dari putusan sela yang ditetapkan pada tanggal 30 November
2017, yaitu menolak permohonan para pemohon intervensi dan menyatakan biaya perkara yang timbul oleh adanya
permohonan intervensi ini akan diperhitungkan bersamaan dengan putusan akhir. Pada tanggal 7 Mei 2018 ditetapkan
putusan akhir dengan sumber hukum peraturan perundang-undangan, yang menyatakan bahwa status putusan penggugat
ditolak. Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) memutuskan mengesahkan pembubaran HTI. Tergugat juga menghukum
penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 455.000,- (empat ratus lima puluh lima ribu rupiah). Dalam tahap
pertama ini gugatan ditolak karena majelis hakim sependapat dengan tergugat, bahwa Surat Keputusan tersebut memang
harus diterbitkan. Dengan demikian, HTI tetap dibubarkan sesuai Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas, karena
mengancam keutuhan NKRI dan tidak sesuai dengan ideologi negara. Majelis hakim juga beralasan, bahwa tidak ada cacat
yuridis dalam pembuatan Perppu Nomor 2 tahun 2017 yang digunakan untuk membubarkan HTI.
• Majelis Hakim menganggap Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia tentang pembubaran HTI sesuai dengan aturan. Gugatan yang diajukan penggugat ditolak karena adanya
bukti-bukti yang menyatakan bahwa HTI tidak sepaham dengan Pancasila. Badan hukum perkumpulan HTI tanggal 19 Juli 2017
dinyatakan batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan sagala akibat hukumnya.
• Majelis Hakim menyebutkan bahwa HTI terbukti berkeinginan mengubah negara Pancasila menjadi Khilafah Islamiyah, lewat
berbagai bukti rekaman video, yaitu tentang muktamar khilafah yang diadakan di Gelora Bung Karno pada tahun 2013. Juga
bukti lain mengenai pembacaan ikrar sekitar 1.500 mahasiswa Intitut Pertanian Bogor (IPB) yang diadakan Simposium
Nasional Lembaga Dakwah Kampus pada tanggal 25-26 Maret 2016, yang bersumpah sepenuh jiwa untuk memperjuangkan
khilafah di Indonesia dan menyatakan bahwa paham sekuler hanyalah sumber penderitaan rakyat.
• Bukti rekaman video sudah cukup membuktikan bahwa HTI telah melakukan aksi untuk mengubah sendi-sendi Negara seperti
Demokrasi, Nasionalisme dan Pancasila. Majelis Hakim juga menjelaskan bahwa wajar bagi pemerintah untuk tidak mengajak
HTI berdiskusi sebelum pembubaran, karena tindakan menyebarkan paham yang bertentangan dengan Pancasila, adalah
kondisi yang luar biasa tercela, sehingga tidak perlu didiskusikan. Pada akhirnya, juru bicara HTI yaitu Ismail Yusanto
memaparkan bahwa HTI tidak menerima hasil putusan yang diberikan PTUN di tingkat pertama, dan akan kembali
mengajukan banding.
6. AMAR PUTUSAN

• MENGADILI
I. DALAM PENUNDAAN
• Menolak permohonan penundaan surat keputusan yang diajukan oleh Penggugat
II. DALAM EKSEPSI
• Menyatakan eksepsi Tergugat tidak diterima untuk seluruhnya

III. DALAM POKOK SENGKETA


• Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
• Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 455.000,- (empat ratus lima puluh
lima ribu rupiah).

Anda mungkin juga menyukai