Anda di halaman 1dari 11

NAMA : MUAMMAR ILYAS

KELAS :C
NIM : N21021085

DUA ISU MALPRAKTEK

KASUS 1

Surat kabar Sumatera Ekspres Mingu @ Family News Paper – selasa, 12 April 2011 14:08

Salah Transfusi Darah, Gagal Ginjal

Kepada Yth Pengasuh Rubrik Konsultasi Hukum, Bapak Suharyono SH. Pertama saya
ucapkan terimah kasih atas perkenan Bapak membaca dan menjawab surat saya. Dalam
kesempatan kali ini, saya hendak menanyakan masalah menimpa anak saya. Ada pun
permasalahannya, akan saya jelaskan sebagai berikut:

Nama anak saya, M Rifqi. Tanggal 25 Mei 2010 lalu, pernah kami bawa ke RSUD Lahat.
Setibanya di sana, Anak saya ditempatkan di ruangan Unit Penyakit Dalam. Rabu, 26 Mei 2010,
sekira jam 11.30 WIB, Rifqi diperiksa oleh dokter Rh. Selanjutnya, sang dokter memberikan
surat pengantar kepada kami untuk membawa  Anak kami ke Laboratorium guna diperiksa
golongan darah.

Berdasarkan pemeriksaan laboratorium RSUD Lahat, golongan darah Rifqi adalah AB.
Selanjutnya, berbekal hasil pemeriksaan laboratorium RSUD Lahat tersebut, kami diberi surat
pengantar untuk meminta dua kantong darah golongan AB kepada PMI Cabang Lahat Unit
Tranfusi Darah.

Setelah mendapatkan dua kantong darah AB dari PMI, selanjutnya dr Rh melakukan


tranfusi darah. Saat transfusi darah baru berjalan setengah kantong yang masuk ke Rifqi, tiba-
tiba tubuhnya menggigil dan susah untuk bernafas maka kami meminta dokter untuk
menghentikan transfusi darah dan membukanya.

Tanggal 27 Mei 2010, dr Rh kembali akan melakukan transfusi darah terhadap Rifqi,
tetapi saat itu kami, menyatakan keberatan untuk dilakukan transfusi darah dengan alasan sesuai
faktanya, kondisi anak kami dalaam keadaan lemah dan masih susah bernafas.

Terhadap keberatan/penolakan dilakukan tranfusi darah tersebut maka kami disuruh


menanda tangani surat pernyataan yang pada pokoknya berisikan: Jika terjadi hal yang tidak
diinginkan terhadap Rifqi karena menolak dilakukan transfusi darah maka pihak RSUD Lahat,
tidak bertanggung jawab.

Tanggal 3 Juni 2010, Rifqi yang masih dirawat di RSUD Lahat, oleh dokter RSUD Lahat
dimintakan persetujuaan kepada kami untuk dilakukan transfusi darah dan kami menyetujui.
Akan tetapi, transfusi darah tersebut hanya berjalan ¼ (seperempat) kantong darah yang masuk
ke dalam tubuh Rifqi, tiba-tiba tubuhnya menggigil dan sudah untuk bernafas.

Maka kami meminta dokter maupun perawat yang ada di ruangan Unit Penyakit Dalam
untuk menghentikan transfusi darah. Bahwa, Rifqi dirawat RSUD Lahat sejak tanggal 25 Mei
2010 hingga 6 Juni 2010. Bahwa, sejak Rifqi keluar dari RSUD Lahat 6 Juni 2010, telah dua kali
mengalami pingsan yang diawali dengan kejang-kejang dan akhirnya terjatuh dan tidak sadarkan
diri.

Yang pertama, terjadi pada hari Minggu tanggal 22 juni 2010, sedang berada di kamarnya
ketika dia mau keluar dari kamar tidur. Sedangkan yang Kedua, Jum’at 2 Juli 2010, saat Rifqi
sedang mandi di kamar mandi, Rifqi tiba-tiba kejang dan terjatuh hingga tidak sadarkan diri.
Bahwa, setelah Rifqi mengalami kejang lalu terjatuh seperti diatas, tanggal 26 Juni 2010,
kami mengajukan berhenti sementara dari sekolah SMKN 2 Lahat untuk mengurangi aktifitas
Rifqi dan memberi banyak waktu untuk istirahat di rumah

Tangal 5 Juli 2010, M Rifqi dibawa berobat oleh kami ke RSMH Palembang. Dirawat
tanggal 27 Juli 201. Bahwa saat Rifqi dirawat di RSMH, diperiksa, dibawa ke laboratorium oleh
dokter pengawas RS RSMH. Alangkah terkejutnya kami, hasil pemeriksaan laboratorium RSMH
menyatakan golongan darah Rifqi, adahal darah B+.

Selanjutnya, Rifqi tanggal 22 September 2010, karena mengalami susah bernafas dan
tidak bisa tidur selama dua hari dua malam, maka Rifqi kami bawa ke RSUD Lahat. Tetapi
setelah diterima di ruangan UGD RSUD Lahat, klien kami langsung di rujuk ke RSMH.

Akibat kesalahan dalam menentukan golongan darah ini, Rifqi yang semula hanya
“mengalami ginjal sebelah kiri bermasalah ringan”, saat ini telah mengalami “gagal ginjal”.

Kami sempat melakukan somasi ke RSUD Lahat, serta melaporkan kejadian ini polisi. Hanya
saja, hingga kini belum ada hasil memuaskan. Oleh sebab itu, dalam surat ini kami hendak
menanyakan kepada Bapak. Jalur apa saja (termasuk jalur hukum,red) yang bisa kami tempuh
untuk agar pihak terkait yang telah membuat anak kami menderita, dapat bertanggung jawab?

M Alfian : Lahat 

Kepada Saudara M Alfian. Kami turut prihatin dengan keadaan anak Anda yang bernama M
Rifqi. Untuk itu kami akan mencoba membantu Bapak untuk memberikan penjelasan terhadap
permasalahan hukum yang sedang keluarga  Bapak hadapi.

Maraknya kasus dugaan malpraktik belakangan ini,  seharusnya  dapat menjadi peringatan
dan sekaligus sebagai dorongan untuk dapat memperbaiki dan meningkatkan mutu pelayanan
medis. Melaksanakan tugas  dengan baik dan  berpegang pada janji profesi serta  tekad untuk
selalu meningkatkan kualitas diri perlu untuk selalu dipelihara.

Dari sudut hukum, profesi tenaga kesehatan dapat diminta pertanggungjawaban sesuai
dengan bentuk dan tingkat kesalahannya. Paling tidak ada beberapa ketentuan  hukum yang
relevan yaitu berdasarkan hukum perdata, hukum pidana, maupun hukum administrasi negara.
Tanggung jawab dari segi hukum perdata didasarkan pada ketentuan Pasal 1365 BW
(Burgerlijk Wetboek). Apabila tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya melakukan
tindakan yang mengakibatkan kerugian pada pasien, maka tenaga kesehatan tersebut dapat
digugat oleh pasien atau keluarganya yang merasa dirugikan itu berdasarkan ketentuan Pasal
1365 BW, yang bunyinya sebagai berikut:

“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan
orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-
hati”.

Dari segi hukum pidana juga seorang tenaga kesehatan dapat dikenai ancaman Pasal 351
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Ancaman pidana tersebut dikenakan kepada
seseorang (termasuk tenaga kesehatan) yang karena kelalaian atau kurang hati-hati menyebabkan
orang lain (pasien) cacat atau bahkan sampai meninggal dunia. Meski untuk mengetahui ada
tidaknya unsur kelalaian atau kekurang hati-hatian dalam tindakan seseorang tersebut perlu
dibuktikan menurut prosedur hukum pidana.

Ancaman pidana untuk tindakan semacam itu adalah penjara paling lama lima tahun.
Sedangkan yang terdapat dalam Pasal 360 ayat (1) Karena kealpaannya menyebabkan orang lain
mendapat luka berat, (2) Karena kesalahannya atau kealpaannya menyebabka orang lain luka –
luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan
atau pencaharian selama waktu tertentu.

Tentu saja semua ancaman, baik ganti rugi perdata maupun pidana penjara, harus terlebih
dahulu dibuktikan berdasarkan pemeriksaan di depan pengadilan. Oleh karena yang berwenang
memutuskan seseorang itu bersalah atau tidak adalah hakim dalam sidang pengadilan. Dan untuk
membuktikan tentang ada atau tidaknya tindakan medis yang bersifat malpraktek, secara hukum
bukanlah merupakan pembuktian yang mudah.

Karena hal demikian sangat ditentukan oleh keterangan ahli  dibidang  penanganan  medis, 
hasil uji laboratorium yang menjelaskan tentang penyebab timbulnya masalah baru yang
dihadapi pasien, ketersediaan peralatan  dan tenaga medis yang dimiliki oleh Rumah sakit
dikaitkan dengan kondisi kesehatan pasien pada saat itu harus mendapatkan layanan medis  dll, 
yang semua bermuara dan tergantung dari keterangan didapatkan dari kalangan orang-orang
medis. Sedangkan diantara  tenaga medis atau tenaga kesehatan dalam kenyataannya memiliki
ikatan  solidaritas yang cukup kuat sehingga aparat hukum menghadapi kesulitan dalam
mendapatkan bukti adanya tindakan malpraktek tersebut.

Tanggung jawab dari segi hukum administratif, tenaga kesehatan dapat dikenai sanksi berupa
pencabutan surat izin praktik apabila melakukan tindakan medik tanpa adanya persetujuan dari
pasien atau keluarganya. Tindakan administratif juga dapat dikenakan apabila seorang tenaga
kesehatan melalaikan kewajiban dan melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak boleh
diperbuat oleh seorang tenaga kesehatan, baik mengingat sumpah jabatannya maupun mengingat
sumpah sebagai tenaga kesehatan, mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh tenaga
kesehatan serta melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan undang-undang.

Dalam asas hukum dikenal lex specialis derogat lex generalis yang berarti ketentuan hukum
khusus mengeyampingkan ketentuan hukum umum. Maka dalam permasalahan hukum ini juga
dapat dikaitkan dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
dan Undang-Undang No. 23 Tahun  1992 yang telah diganti dengan UU No. 36 tahun 2009
Tentang Kesehatan.

Dengan diberlakukannya Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK), maka hukum


positif yang berlaku bagi perlindungan konsumen adalah UUPK. Namun dalam Pasal 64 tentang
aturan peralihan, dinyatakan bahwa:

“Segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertujuan melindungi konsumen


yang telah ada pada saat undang-undang ini diundangkan dinyatakan tetap berlaku sepanjang
tidak diatur secara “ khusus dan/atau tidak bertentangan dengan ketentuan dalam undang-undang
ini ”.

UU No. 8 Tahun 1999 mempunyai 2 sasaran pokok, yaitu : Memberdayakan konsumen


dalam hubungannya dengan pelaku usaha (publik atau privat) barang dan atau jasa dan
Mengembangkan sikap pelaku usaha yang jujur dan bertanggung jawab. Lalu pertanyaannya,
apakah pasien dapat disebut sebagai konsumen, dan pemberi pelayanan kesehatan (dokter)
sebagai pelaku usaha ? Untuk menjawabnya, kita harus mengetahui pengertian konsumen dan
pelaku usaha berdasarkan UUPK. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa
yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Adapun pengertian konsumen di sini yaitu konsumen akhir, sedangkan produk berupa
barang, mis : obat-obatan, suplemen makanan, alat kesehatan, dan produk berupa jasa, mis.: jasa
pelayanan kesehatan yang diberikan oleh dokter, dokter gigi, jasa asuransi kesehatan. Adapun
dalam pasal 62 ayat (3) terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat,cacat
tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.

Dan  menurut penjelasan Pasal 64 UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
telah secara jelas dicantumkan tentang beberapa peraturan perundang-undangan yang dimaksud
di antaranya Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 yang saat ini telah diganti dengan UU No.
36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (UU Kesehatan).

Dalam ketentuan pasal 90 UU No. 36 Tahun 2009 menyatakan bahwa: Pemerintah


bertanggung jawab atas pelayanan darah yang aman , musah diakses dan sesuai dengan
kebutuhan rakyat.

Relevan  dengan ketentuan hukum tersebut, sesungguhnya dalam Pasal 58  UU No 36 Tahun
2009  Tentang Kesehatan disebutkan bahwa:  (1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi
terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan
kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.

Berdasarkan berbagai ketentuan hukum sebagaimana telah disampaikan di atas kiranya kami
berharap dapat menjadi masukan pemikiran kepada bapak dan keluarga dalam memperoleh
keadilan  terhadap permasalahan hukum yang sedang dihadapi. Dan untuk lebih baiknya kami
sarankan  sebelum mengambil langkah hukum kiranya dapat berkonsultasi lebih lanjut dengan
pengacara bapak. Terima kasih

Analisa kasus Malpraktik

Permasalahan dalam kasus ini yaitu adanya kesalahan dalam penetapan hasil golongan darah.
Adanya perbedaan hasil dari pemeriksaan pertama di RSUD Lahat dengan hasil pemeriksaan
kedua di RS RSMH.

Hasil pemeriksaan golongan darah atas nama M. Rifqi di Laboratorium RSUD Lahat yaitu
M. Rifqi memiliki golongan darah AB, sedangkan pada pemeriksaan kedua di RS RSMH hasil
golongan darah M.Rifqi adalah B+.
Hal ini menyebabkan terjadinya kesalahan pada saat transfusi darah. Pasien M.Rifqi diminta
oleh dokter untuk melakukan transfusi darah, yang sebelumnya telah dilakukan terlebih dahulu
pemeriksaan golongan darah di Laboratorium RSUD Lahat. Setelah mendapatkan dua kantung
darh Ab dari PMI, selanjutnya dr Rh melakukan transfusi darah kepada pasien M.Rifqi. Saat
transfusi darah baru berjalan setengah kantong yang masuk ke Rifqi, tiba-tiba tubuhnya
menggigil dan susah untuk bernafas kemudian pihak keluarga meminta dokter untuk
menghentikan transfusi darah dan membukanya.

Rifqi dirawat RSUD Lahat sejak tanggal 25 Mei 2010 hingga 6 Juni 2010. Bahwa, sejak
Rifqi keluar dari RSUD Lahat 6 Juni 2010, telah dua kali mengalami pingsan yang diawali
dengan kejang-kejang dan akhirnya terjatuh dan tidak sadarkan diri.

Kemudian pihak keluarga Rifqi membawa Rifqi ke RS MH Palembang. Pasien dilakukan


perawtan dan ternyata setelah dilakukan pemeriksaan golongan darah ternyata golongan darah
pasien adalah B+.

 Akibat kesalahan dalam menentukan golongan darah ini, Rifqi yang semula hanya
“mengalami ginjal sebelah kiri bermasalah ringan”, saat ini telah mengalami “gagal ginjal”.

Pembahasan :

Darah adalah jaringan tubuh yang berbeda dengan jaringan tubuh lainnya, berada dalam
konsistensi cair, beredar dalam suatu sistem tertutup yang dinamakan sebagai pembuluh darah
dan menjalankan fungsi transfor berbagai bahan serta fungsi hemostasis. (Sodikin Mohamad,
2002).

Golongan darah secara umum terbagi menjadi empat golongan darah yaitu A, B, O dan AB.
Dalam darah terdapat antigen dan antibodi dimana antigen berada pada sel – sel darah merah dan
antibodi berada dalam serum. Sel – sel yang hanya memiliki antigen A dan mempunyai anti-B
didalam serum disebut golongan A. Sedangkan sel - sel yang hanya memiliki antigen B dan
mempunyai anti-A dalam serum disebut golongan B. Sel – sel yang memiliki antigen A dan
antigen B dan tidak mempunyai anti-A dan anti-B dalam serum disebut golongan AB. Sel-sel
yang tidak memiliki antigen A dan antigen B, mempunyai anti-Adan anti-B dalam serum disebut
golongan O.
Kebanyakan teknik yang digunakan untuk pemeriksaan golongan darah pada laboratorium
untuk mendeteksi reaksi – reaksi antara antigen – antibodi berdasarkan aglutinasi. Reagen yang
digunakan dalam pemeriksaan golongan darah antara lain Anti – A, Anti – B, Anti – AB. Reagen
tersebut terbuat dari antibodi monoclonal yang disekresi dari suatu kultur sel, sel – sel yang
dikultur disebut hibridomas. Keuntungan reagen monoclonal yaitu kerjanya spesifik serta bebas
dari antibodi lain yang dapat mengaburkan hasil tes. (Dinkes prov. Jateng, 2002).

Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Pengujian Golongan Darah antara lain :

1. Kesalahan teknik (kaca kotor, kontaminasi reagen, sentrifuge yang tidak baik,
pembacaan salah).
2. Kelainan dalam serum yang menyebabkan pembentukan rouleaux.
3. Eritrosit yang dilapisi antibodi dapat menimbulkan aglutinasi dalam lingkungan
protein tinggi.
4. Tranfusi yang diberikan sebelum pengujian menyebabkan sampel yang diperiksa
mengandung bermacam – macam populasi eritrosit.
5. Hipogama globunemia yang menyebabkan titer antibodi rendah.
6. Obat – obat yang dimasukkan intravena dapat menyebabkan eritrosit menggumpal.
(Kresna Boedina Siti, 1998).

Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau produk berbasis darah dari satu orang
ke sistem peredaran orang lainnya. Transfusi darah berhubungan dengan kondisi medis seperti
kehilangan darah dalam jumlah besar disebabkan trauma, operasi, shock, dan tidak berfungsinya
organ pembentuk SDM (misal: ginjal). ( http://id.m.wikipedia.com )

1. Reaksi Transfusi darah segera, pada reaksi ini terjadi perusakan sel darah merah setelah
atau selama transffusi. Jenisnya:
a) Perusakan SDM Intravaskular, biasanya disebabkan oleh ABO incompatibilitas.
Gejala yang terjadi biasanya segera.
b) Perusakan SDM ekstravaskular, biasanya disebabkan oleh rhesus incompatibilitas
atau kualitas darah. Gejala yang terjadi tidak nyata. Gejala:
 Panas pada lengan yang ditransfusi
 Suhu tubuh meningkat
 Rasa mual/muntah
 Sesak nafas
 Terjadi perdarahan yang abnormal
 Produksi urine menurun Gagal ginjal – Mati.
2. Reaksi panas non hemolitik, paling sering terjadi
3. Reaksi transfusi karena darah tercemar
4. Reaksi transfusi karena alergi
5. Reaksi transfusi karena perdarahan abnormal
6. Reaksi transfusi karena kegagalan jantung
7. Reaksi transfusi karena kegagalan paru

Kesalahan yang mungkin dapat terjadi dapat dikarenakan pada tahap :

- Pra analitik
Sampel darah bisa tertukar dengan pasien lain
- Analitik
Kesalahan teknik (kaca kotor, kontaminasi reagen, sentrifuge yang tidak baik)
- Pasca Analitik
Kesalahan pada saat pembacaan hasil.
KASUS 2

CONTOH MALPRAKTEK KEPERAWATAN DAN KAJIAN ETIKA HUKUM


Pasien usia lanjut mengalami disorientasi pada saat berada di ruang perawatan. Perawat
tidak membuat rencana keperawatan guna memantau dan mempertahankan keamanan pasien
dengan memasang penghalang tempat tidur. Sebagai akibat disorientasi, pasien kemudian
terjatuh dari tempat tidur pada waktu malam hari dan pasien mengalami patah tulang tungkai
Dari kasus diatas , perawat telah melanggar etika keperawatan yang telah dituangkan dalam kode
etik keperawatan yang disusun oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia dalam Musyawarah
Nasionalnya di Jakarta pada tanggal 29 Nopember 1989 khususnya pada Bab I, pasal 1, yang
menjelaskan tanggung jawab perawat terhadap klien (individu, keluarga dan masyarakat).dimana
perawat tersebut tidak melaksanakan tanggung jawabnya terhadap klien dengan tidak membuat
rencana keperawatan guna memantau dan mempertahankan kemanan pasien dengan tidak
memasang penghalang tempat tidur. Selain itu perawat tersebut juga melanggar bab II pasal
V,yang bunyinya Mengutamakan perlindungan dan keselamatan klien dalam melaksanakan
tugas, serta matang dalam mempertimbangkan kemampuan jika menerima atau mengalih-
tugaskan tanggung jawab yang ada hubungan dengan keperawatan dimana ia tidak
mengutamakan keselamatan kliennya sehingga mengakibatkan kliennya terjatuh dari tempat
tidur dan mengalami patah tungkai. Disamping itu perawat juga tidak melaksanakan
kewajibannya sebagai perawat dalam hal Memberikan pelayanan/asuhan sesuai standar
profesi/batas kewenangan.

PEMBAHASAN :

Dari kasus tersebut perawat telah melakukan kelalaian yang mengakibatkan kerugian
seperti patah tulang tungkai sehingga bisa dikategorikan sebagai malpraktek yang termasuk ke
dalam criminal malpractice bersifat neglegence yang dapat dijerat hokum antara lain :

1. Pasal-pasal 359 sampai dengan 361 KUHP, pasal-pasal karena lalai menyebabkan mati atau
luka-luka berat.Pasal 359 KUHP, karena kelalaian menyebabkan orang mati :Barangsiapa karena
kealpaannya menyebabkan mati-nya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun atau kurungan paling lama satu tahun.

2. Pasal 360 KUHP, karena kelalaian menyebakan luka berat:Ayat (1) Barangsiapa karena
kealpaannya menyebakan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.Ayat (2) Barangsiapa karena
kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehinga menimbulkan penyakit
atau alangan menjalankan pekerjaan, jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu, diancam
de¬ngan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah.

3. Pasal 361 KUHP, karena kelalaian dalam melakukan jabatan atau pekerjaan (misalnya: dokter,
bidan, apoteker, sopir, masinis dan Iain-lain) apabila melalaikan peraturan-peraturan
pekerjaannya hingga mengakibatkan mati atau luka berat, maka mendapat hukuman yang lebih
berat pula.Pasal 361 KUHP menyatakan:Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini di-
lakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pen¬caharian, maka pidana ditambah dengan
pertiga, dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian dalam mana
dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusnya di-umumkan.Pertanggung
jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat individual/personal dan oleh
sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada rumah sakit/sarana kesehatan.

Selain pasal tersebut diatas, perawat tersebut juga telah melanggar Pasal 54 :

(1). Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan
profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.

(2). Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana yang dimaksud dalam ayat
(1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai