Anda di halaman 1dari 8

TUGAS ETIKA

KASUS ETIKA MENGENAI ASUHAN KEBIDANAN PADA NEONATUS

Disusun Oleh :
1.
2.
3.
4.
5.

Ginanti
Hanik
Susan
Sara Sulistyarini
yunita

(R1114107)

PROGRAM STUDI D IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014
KASUS ETIKA MENGENAI ASUHAN KEBIDANAN PADA NEONATUS

Disalah satu rumah sakit swasta di daerah X terjadi kasus yang sukses heboh warga
sekitar. Seorang bayi Ny A umur 2 bulan yang sedang opname karena menderita diare di ruang
bayi RS tsb. Diizinkan pulang oleh dokter setelah perawatan 3 hari di RS. Salah seorang bidan
yang bertugas jaga di ruang bayi tsb menyuruh salah satu praktikan dari SMK kesehatan untuk
melakukan aff infus pada bayi tsb, sehingga jarinya terluka dan mengeluarkan banyak darah.
Dan dari kejadian tsb, orang tua bayi menuntut RS tsb.
PEMBAHASAN
1. Analisa Kasus
Berdasarkan hasil analisa terhadap kasus tersebut, dapat disimpulkan bahwa keluarga
pasien melakukan tuntutan terhadap Rumah Sakit atas dasar dugaan malpraktik (kesalahan
dalam melaksanakan tindakan) yang telah dilakukan siswa praktikan terhadap bayi Ny. A.
Berkaitan dengan tuntutan tersebut, apabila dicermati secara seksama, sebenarnya yang
seharusnya bertanggung jawab dalam hal ini adalah tenaga kesehatan yang bersangkutan,
yaitu bidan. Bidan tersebut telah melakukan kelalaian medik karena sudah memberikan
instruksi pada siswa praktikan untuk melakukan aff infus pasien tanpa pendampingan.
Sementara apabila tuntutan yang diajukan keluarga pasien dianggap berlebihan,
sebenarnya hal tersebut justru merupakan indikasi yang baik, yang menunjukkan bahwa
masyarakat telah memiliki kesadaran hukum atas pelayanan kesehatan yang diterima, dengan
berlandaskan pada Undang Undang No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Undangundang tersebut menyatakan bahwa salah satu hak pasien adalah menggugat dan/ atau
menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai
dengan standar baik secara perdata ataupun pidana.
Sesuai Peraturan menteri kesehatan RI No. 161/menkes/per/1/2010 tentang registrasi
tenaga kesehatan yaitu :
tenaga kesehatan adalah seorang yang mengabdikan diri dalam bidang kesegaran serta
memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang
untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Dari Permenkes diatas dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan tindakan pelayanan
kesehatan, haruslah seseorang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan. Tindakan Siswa
SMK Kesehatan yang melakukan Aff Infus diatas melanggar Permenkes RI No.
161/menkes/per/1/2010.

Siswa atau mahasiwa praktikan di Rumah Sakit boleh melakukan tindakan pelayanan
kesehatan dibawah bimbingan pegawai Rumah sakit tersebut atau CI (Clinical Instructure).
Dari kasus diatas diketahui siswa SMK tersebut melakukan tindakan Aff Infus kepada pasien
karena disuruh oleh seorang bidan di rumah sakit tersebut. Sehingga yang bertanggung jawab
penuh atas tindakan siswa itu adalah bidan tersebut.
Selanjutnya dalam Kode Etik Seorang bidan dijabarkan sebagai berikut :
1. Kewajiban Bidan dalam Tugasnya:
Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna terhadap klien,keluarga
dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan
kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
2. Kewajiban Bidan terhadap Profesinya:
Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesinya
dengan menampilkan

kepribadian yang tinggi dan memberikan pelayanan

yang bermutu kepada masyarakat.


Bidan pada kasus ini jelas telah melanggar kedua Kewajiban Bidan tersebut.
2. Aspek Hukum
Rumah Sakit merupakan institusi kesehatan yang memegang peranan sangat penting
dalam pelayanan kesehatan bagi pasien selaku konsumen, yang harus ditunjang oleh tenaga
kesehatan yang profesional dalam melaksanakan pelayanan kesehatan, diantaranya dokter,
perawat, bidan ataupun tenaga kesehatan yang lainnya. Hal tersebut tentu tidak sesuai dengan
apa yang telah dilakukan oleh bidan dalam kasus di atas, dimana oleh masyarakat tindakan
tersebut bisa dikategorikan sebagai malpraktik, (lebih tepat disebut dengan kelalaian medik)
atas keputusannya memberi instruksi pada siswa yang belum berkompeten, melakukan
tindakan medis tanpa pendampingan.
a. Malpraktik Dalam Pelayanan Kesehatan
Ketidaksesuaian penggunaan istilah malpraktik dalam pelayanan kesehatan
Di dalam perundang undangan di Indonesia, belum ada satu pun pembatasan
yang jelas mengenai terminology malpraktik. UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang
kesehatan pada Pasal 54 dan 55 menggunakan istilah kesalahan / kelalaian ,
sedangkan UU No.29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pada Pasal 1 dan 4
menggunakan istilah kesalahan. Undang Undang No.36 Tahun 2009 menggunakan
istilah kelalaian.

Ungkapan malpraktik medis secara langsung pada kasus klinis dengan


outcome yang tidak diinginkan adalah tidak tepat atau tidak adil (tidak fair). Istilah
yang sebenarnya netral sebelum ada pembuktian adalah Adverse Clinical Incident,
Adverse Event, atau Medical Accident.
Adverse Clinical Incident atau Medical Accident menggambarkan peristiwa
atau kejadian klinis yang cocok atau yang berlawanan dengan harapan, tanpa
menetapkan dulu apa penyebab kejadian yang tidak diinginkan itu dan siapa yang
bersalah. Ini sesuai dengan asas hukum praduga tak bersalah, sampai kesalahan benarbenar terbukti.
Menurut Guwandi malpraktik adalah (Guwandi, J. 1994, 18):
1) Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh dokter atau
dokter gigi
2) Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan kewajiban
(negligence).
3) Melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan peraturan perundangundangan.
Klasifikasi kelalaian dalam pelayanan kesehatan
Kelalaian medik dari aspek hukum merupakan suatu sikap kurang hati hati
menurut ukuran yang wajar, acuh tak acuh, dan ceroboh. Sedangkan unsur unsur
kelalaian ini terdiri dari adanya suatu kewajiban, melanggar standar, tindakan di
bawah standar umum dan ada kerugian, serta sebab akibat.
Kelalaian tersebut terdiri dari :
1) Malfeasance (melakukan tindakan tidak layak, lalai membuat keputusan),
2) Misfeasance (melakukan pilihan yang tidak tepat, atau lalai melaksanakan

putusan atau eksekusi, dan


3) Nonfeasance (tidak melakukan kewajiban).

b. Perlindungan Hukum Bagi Pasien Terhadap Kelalaian Tenaga Kesehatan Dalam


Melakukan Tindakan Medik
Perlindungan hukum bagi pasien sebagai konsumen jasa pelayanan kesehatan
dalam hal ini dimaksudkan sebagai tindakan untuk melindungi pasien jika ada kelalaian/
kesalahan tenaga kesehatan dalam melakukan tindakan medik (Kelalaian medik).
Merugikan. Selain mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap profesi tenaga

kesehatan juga menimbulkan kerugian pada pasien, misalnya terjadi kematian atau cacat
permanen.
c. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
Sebagai bagian dari perlindungan hukum bagi pasien baik yang bersifat preventif
maupun represif dapat dilihat dalam UU Nomor 29 tahun 2004 tentang ptaktik
kedokteran pada pasal 4 dinyatakan bahwa :
1) Untuk melindungi masyarakat penerima jasa pelayanan kesehatan dan meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan dari dokter & dokter gigi dibentuk oleh konsil kedokteran
yang terdiri dari Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi
2) Konsil kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat satu (1), bertanggung
pada Presiden
Undang-undang ini dikeluarkan oleh pemerintah atas dasar antisipasi bahwa, saat
ini adanya anggapan banyak institusi pendidikan tenaga kesehatan menghasilkan tenaga
yang belum siap pakai atau diduga akan melakukan malpraktik. Undang Undang
tersebut juga memuat muatan perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan.
d. Pasal 46 Undang Undang nomor 44 Tahun 2009
Pasal 46 UU nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, dinyatakan bahwa
Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang
ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit.
Sehingga pasien memiliki hak untuk menggugat dan/ atau menuntut rumah sakit apabila
rumah sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara
perdata ataupun pidana.
Tanggung jawab Rumah Sakit secara hukum dapat dikategorikan dalam tiga
bidang tanggung jawab yaitu tanggung jawab dalam bidang perdata, pidana dan
administrasi. Namun demikian, dalam pasal-pasal lain dalam undang-undang ini maupun
penjelasan pasal tersebut, tidak digambarkan lebih terperinci lagi mengenai tanggung
jawab hukum seperti apa yang dapat ditanggung oleh Rumah Sakit atas kelalaian yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang bekerja padanya dan seberapa besar tanggung
jawab rumah sakit dalam hal ini. Hal tersebut penting sebagai salah satu cara untuk
mengetahui apa saja & bagaimana perlindungan hukum bagi pasien & untuk mencegah
lepasnya tanggung jawab RS , akibat kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan yang
berada di bawah institusinya. Sebab di dalam pasal ini tidak diterangkan maupun memuat
apakah RS bertanggung jawab sendiri atau bersama-sama dengan tenaga kesehatan atas
kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan tersebut.

e. Ketentuan Undang-Undang Hukum Pidana & Perdata


Berkaitan dengan malpraktik, ketentuan pidana baik berupa tindak kesengajaan
(professional misconducts) ataupun akibat culpa (kelalaian/ kealpaan) sebagai berikut :
1) Menyebabkan mati atau luka karena kelalaian ( Pasal 359 KUHP, Pasal 360
2)

KUHP, Pasal 361 KUHP );


Penganiayaan ( Pasal 351 KUHP ), untuk tindakan medis tanpa persetujuan dari

pasien ( informed consent );


3) Aborsi ( Pasal 341 KUHP, Pasal 342 KUHP, Pasal 346 KUHP, Pasal 347 KUHP,
Pasal 348 KUHP , Pasal 349 KUHP );
4) Euthanasia ( Pasal 344 KUHP, , Pasal 345 KUHP);
5) Keterangan palsu (Pasal 267-268 KUHP).
Dalam bidang pidana, tenaga kesehatan/ dokter/ dokter gigi dapat dimintai
tanggung jawab pidana. Ketentuan yang ditetapkan adalah ketentuan yang terdapat pada
pasal 359, 360 dan 361 KUHP.
Sementara di dalam hukum perdata dikenal 2 dasar hukum bagi tanggung gugat hukum
(liabilitty).
a.

Tanggung jawab berdasarkan wanprestasi/ cedera janji/ ingkar janji sebagaimana di

b.

atur dalam pasal 1239 KUHP


Tanggung jawab berdasarkan perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dalam
pasal 1365 KUHP.
Berbagai kasus malpraktik medis yang diajukan gugatan secara perdata

didasarkan pada ketentuan perbuatan melanggar hukum ( Onrechtmatige Daad, Tort)


yang diatur dalam pasal 1365, pasal 1366, pasal 1367 KUH Perdata. Berkaitan dengan
ganti rugi ini juga diatur dalam pasal 55 UU Kesehatan sebagai berikut :
1) Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan
tenaga kesehatan.
2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Seorang tenaga kesehatan yang menyimpang dari standar profesi dan melakukan
kesalahan profesi belum tentu melakukan malpraktik medis yang dapat dipidana.
Malpraktik medis yang dipidana membutuhkan pembuktian atas adanya unsur culpa lata
atau kelalaian berat dan pula berakibat fatal atau serius (Ameln, Fred, 1991). Hal ini
sesuai dengan ketentuan pasal 359 KUHP, pasal 360, pasal 361 KUHP yang dibutuhkan
pembuktian culpa lata dari tenaga kesehatan.
Adapun unsur-unsur dari pasal 359 dan pasal 360 sebagai berikut :

1)
2)
3)
4)

Adanya unsur kelalaian (culpa)


Adanya wujud perbuatan tertentu .
Adanya akibat luka berat atau matinya orang lain.
Adanya hubungan kausal antara wujud perbuatan dengan akibat kematian orang lain

itu.
3. Penyebab Adverse Clinical Incident dalam pelayanan kesehatan
Suatu adverse events (hasil yang tidak diharapkan) di bidang medik sebenarnya dapat
diakibatkan oleh beberapa kemungkinan, yaitu :
c. Hasil dari suatu perjalanan penyakitnya sendiri, tidak berhubungan dengan tindakan
d.

medis yang dilakukan dokter.


Hasil dari suatu risiko yang tak dapat dihindari, yaitu risiko yang tak dapat diketahui
sebelumnya (unforeseeable); atau risiko yang meskipun telah diketahui sebelumnya
(foreseeable) tetapi tidak dapat/tidak mungkin dihindari (unavoidable), karena tindakan
yang dilakukan adalah satu-satunya cara terapi. Risiko tersebut harus diinformasikan

e.
f.

terlebih dahulu.
Hasil dari suatu kelalaian medik.
Hasil dari suatu kesengajaan.
Penyebab timbulnya tuntutan pasien terhadap Rumah Sakit dalam kasus bayi Ny. A

adalah tindakan bidan yang secara tidak langsung menyebabkan adanya luka pada pasien.
Kesalahan (kelalaian medik) tersebut dapat terjadi akibat kurangnya pengetahuan, kurangnya
pengalaman dan pengertian serta mengabaikan suatu perbuatan yang

seharusnya tidak

dilakukan, berkaitan dengan hak & kewajiban kedua belah pihak yang terkait dengan
transaksi terapeutik, yaitu pasien dan tenaga kesehatan.
Hak dan kewajiban tersebut meliputi :
a. Masalah informasi yanng diterima oleh pasien sebelum dia memberikan persetujuan untuk
menerima perawatan.
b. Masalah persetujuan tindakan medis yang akan dilakukan oleh dokter/ tenaga kesehatan.
c. Masalah kehati-hatian dokter atau tenaga kesehatan yang melaksanakan perawatan. Hal ini
banyak sekali hubungannya dengan masalah kealpaan & standar pelayanan medis.
4. Antisipasi
Menurut Nugroho Kampono, Ketua Komite Medis RSCM untuk mengurangi Adverse
Events dan kelalaian medik dapat dilakukan dengan manajemen risiko klinis.
Manajemen risiko klinis adalah suatu proses yang secara sistimatik mengidentifikasi,
mengevaluasi dan mengarahkan kejadian yang berpotensi atau yang telah terjadi suatu risiko
melalui suatu penataan program yang dapat mencegah, mengendalikan dan meminimalkan
kemungkinan risiko.

Manajemen risiko klinis diperlukan untuk :


a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Mengurangi kejadian yang merugikan dan ketidakpuasan dari pasien dan keluarga.
Mencegah pengelolaan yang buruk dari tenaga kesehatan
Pencegahan terhadap tuntutan masyarakat dan pertanggungjawaban kelalaian medic
Mencegah publikasi buruk.
Membuat tenaga kesehatan waspada terhadap akibat tindakannya.
Menganalisa derajat risiko.
Membuat keputusan lebih eksplisit dan berdasarkan norma kebenaran.

DAFTAR PUSTAKA
Siswati Sis. 2013. Etika dan Hukum Kesehatan Dalam Perspektif Undang Undang Kesehatan.
Jakarta : Raja Grafindo Persada
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Buku Kesatu)
Rohima, Siti Kemala.2013. Perlindungan Hukum Bagi Pasien Terhadap Kelalaian Tenaga
Kesehatan (Dokter) Dalam Melaksanakan Tindakan Medik Berdasarkan Peraturan
Perundang-Undangan Yang Berlaku. Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Universitas
Mataram
Safwan,

dahlan.2008.HospitalLiabilty.(Diakses

dari

Http://Hukumkes.wordpress.com

2008/03/15/hospitalliability, tanggal 6 November 2014, pukul 14.13 WIB)

Anda mungkin juga menyukai