Anda di halaman 1dari 57

HASIL DISKUSI KELOMPOK

MATA KULIAH HUMANIORA


Dosen Pengampu Erindra Budi C., S.Kep.Ns., M.Kes

Disusun Oleh:
1

Gesit Kusuma W

R1114047

Ginanti Vinastiti

R1114049

Hexa Anita S

R1114053

Ika Kurnianingsih

R1114055

Irfi Ulimaz R

R1114057

Isnadewi Safitri

R1114059

Juwita Fitriyani

R1114061

Lailatif Nadiah S.

R1114063

Luluk Fauziah

R1114065

10 Maftukhah Arnum R.

R1114067

11 Mardiati Arifin

R1114069

12 Mifta Dyah A

R1114071

PROGRAM STUDI D IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2015

HASIL DISKUSI

Istilah yang tidak jelas:


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Premenstrual Syndrome (PMS)


Anamnesa
PP test
Haid tidak teratur
Obat generik
Indikasi
Sembuh
Sakit

Permasalahan:
1. Mengapa terlambat menstruasi?
(mengkaji informasi tentang menstruasi: siklus, tanda, gangguan, proses
2.
3.
4.
5.

menstruasi, dll)
Apa itu kondisi tidak sehat?
(berkaitan dengan stress, sakit, nyeri, dsb)
Bagaimana penyebaran informasi pasien?
(kapan, dimana, sejauh apa, privasi pasien, aspek bioetika bidan)
Mengapa pasien tidak puas dengan pelayanan bidan?
(berkaitan dengan standar pelayanan kebidanan, standar tindakan bidan)
Mengapa pasien tidak mampu membayar bidan?
(penghasilan pasien, tarif bidan, aspek bioetik bidan)

Tujuan Pembelajaran (Learning Objektif):


1. Mahasiswa mampu memberikan pelayanan sesuai dengan Standar Pelayanan
Kebidanan (SPK)
2. Mahasiswa mampu memahami konsep menstruasi
3. Mahasiswa mengerti tentang konsep sehat-sakit
4. Mahasiswa mampu memahami konsep bioetik yang terjadi dalam kasus
kebidanan
5. Mahasiswa mengerti tentang kode etik profesi bidan
MENSTRUASI
A. Pengertian
Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus disertai
pelepasan endometrium (Sarwono, 2007).

Menstruasi bukanlah suatu penyakit. Menstruasi merupakan puncak dari


serangkaian perubahan yang terjadi pada seorang remaja putri yang sedang
menginjak dewasa dan sebagai tanda ia sudah mampu hamil (Manuaba, 1999).
Menstruasi adalah suatu keadaan fisiologis atau normal, merupakan peristiwa
pengeluaran darah, lemdir dan sisa-sisa sel secara berkala yang berasal dari mukosa
uterus dan terjadi relatif teratur mulai dari menarche sampai menopause, kecuali
pada masa hamil dan laktasi. Lama perdarahan pada menstruasi bervariasi, pada
umumnya 4-6 hari, tapi 2-9 hari masih dianggap fisiologis (Ganong, 2003).
B. Siklus Menstruasi
Siklus menstruasi adalah jarak antara tanggal mulainya menstruasi yang lalu
dan mulainya menstruasi berikutnya. Panjang siklus menstruasi yang normal atau
dianggap sebagai siklus menstruasi yang klasik ialah 28 hari ditambah atau dikurangi
2-3 hari (Sarwono, 2007).
Lama menstruasi biasanya antara 35 hari, ada yang 12 hari diikuti darah
sedikit sedikit kemudian ada yang 78 hari. Pada setiap wanita biasanya lama
menstruasi itu tetap. Jumlah darah yang keluar rata-rata 16 cc, bila lebih 80 cc
dianggap patologik (Sarwono, 2007).
Pengeluaran darah menstruasi berlangsung antara 3-7 hari, dengan jumlah
darah yang hilang sekitar 50-60 cc tanpa bekuan darah. Bila perdarahan disertai
gumpalan darah menunjukkan terjadi perdarahan banyak, yang merupakan keadaan
abnormal pada menstruasi (Manuaba, 1999)
Siklus menstruasi dibagi menjadi siklus ovarium dan siklus endometrium. Di
ovarium terdapat tiga fase, yaitu fase folikuler, fase ovulasi dan fase luteal. Di
endometrium juga dibagi menjadi tiga fase yang terdiri dari fase menstruasi, fase
proliferasi dan fase ekskresi (Ganong, 2003).
Hari pertama mulainya menstruasi disebut sebagai hari pertama dari siklus
yang baru. Akan terjadi lagi peningkatan FSH (Folikel Stimulating Hormone), folikel
yang berkembang ini menghasilkan estrogen dalam jumlah banyak. Peningkatan
estrogen yang terus menerus pada akhir fase folikuler akan menekan pengeluaran
FSH. Dua hari sebelum ovulasi, kadar estrogen meningkat mencapai puncaknya,
akibatnya FSH dan LH dalam serum akan meningkat dan mencapai puncaknya satu
hari sebelum ovulasi. Saat yang sama pula, kadar estrogen akan kembali menurun
(Jacoeb dan Ali, 1994).

Terjadinya puncak LH dan FSH pada hari ke-14, maka pada saat ini folikel
akan mulai pecah dan suatu hari akan timbul ovulasi. Bersamaan dengan ini
dimulailah pembentukan dan pematangan korpus luteum yang disertai dengan
meningkatnya kadar progesteron (Jacoeb dan Ali, 1994).
Awal fase luteal, seiring dengan pematangan korpus luteum. Sekresi
progesteron terus menerus meningkat. Estrogen yang dikeluarkan dari folikel juga
tampak pada fase luteal dengan konsentrasi yang lebih tinggi daripada pertengahan
fase folikuler. Produksi estrogen dan progesteron maksimal dijumpai antara hari ke20 dan 23. Meningkatnya kembali produksi kedua hormon tersebut merangsang
berkembangnya folikel-folikel baru seiring dengan dimulainya fase folikuler (Jacoeb
dan Ali, 1994).
Fase-fase endometrium terjadi pada saat yang bersamaan mencerminkan
pengaruh hormon-hormon ovarium pada uterus. Pada awal fase folikuler, lapisan
endometrium yang kaya akan nutrien dan pembuluh darah terlepas, inilah yang
disebut fase menstruasi. Pelepasan ini terjadi akibat merosotnya estrogen dan
progesteron ketika korpus luteum tua berdegenerasi pada akhir fase luteal
sebelumnya.
Pada akhir fase folikuler, kadar estrogen yang meningkat menyebabkan
endometrium menebal atau sering disebut dengan fase proliferasi. Setelah ovulasi,
progesteron dari korpus luteum menimbulkan perubahan vaskuler dan sekretorik di
endometrium yang telah dirangsang oleh estrogen untuk menghasilkan lingkungan
yang ideal untuk implatasi, fase ini disebut fase sekresi. Sewaktu korpus luteum
berdegenerasi, dimulailah fase folikuler menstruasi yang baru (Jacoeb dan Ali,
1994).
Bila tidak ada pembuahan, korpus luteum berdegenerasi yang menyebabkan
kadar esterogen dan progesteron menurun, sehingga terjadi degenerasi serta
perdarahan dan pelepasan endometrium yang nekrotik, yang disebut masa mestruasi.
Bilamana ada pembuahan dalam masa ovulasi, maka korpus luteum dipertahankan
dan berkembang menjadi korpus luteum graviditatis.

Gambar 1. Hormon-hormon yang mengatur siklus menstruasi


Gambar 2. Hubungan hipotalamus, hipofisis, ovarium dan endometrium

Siklus mestruasi dapat dipengaruhi oleh stress, kelelahan fisik, pikiran dan
penggunaan obat untuk sakit jangka panjang (misalnya : hipertensi, diabetes, asma).
Hal-hal tersebut secara tidak langsung akan mempengaruhi pembuatan zat-zat
hormon seksual seperti estrogen dan progesteron, sehingga menyebabkan gangguan
pada siklus mentruasi. Namun biasanya tidak berlangsung lama karena tubuh bisa

segera beradaptasi dengan faktor pemicu tersebut. Jadi jika baru terjadi pertama kali,
tidak ada yang perlu dikhawatirkan namun sebaiknya pantau terus di bulan-bulan
berikutnya. Bila terjadi sampai 3 bulan berturut-turut sebaiknya segera berkonsultasi
ke dokter kandungan agar dapat ditemukan penyebab dan solusinya (LlewellynJones, 1997).
Gambar 3. Gambaran uterus saat siklus menstruasi
C. Tanda dan Gejala
1. Pre menstrual tension (Ketegangan Pra Haid)
Ketegangan sebelum haid terjadi beberapa hari sebelum haid bahkan sampai

menstruasi berlangsung. Terjadi karena ketidakseimbangan hormon estrogen dan


progesteron menjelang menstruasi. Premenstrual tension terjadi pada umur 30-40
tahun.
Gejala klinik dari premenstrual tension adalah:
a. Gangguan emosional
b. Gelisah
c. Susah tidur Perut kembung
d. Mual muntah
e. Payudara tegang dan sakit
Terapi:
a. Olahraga
b. Perubaha diet (tanpa garam, kopi, dan alkohol)
c. Mengurangi stres
d. Konsultasi dengan tenaga ahli

2. Mastodinia atau Mastalgia


Adalah rasa tegang pada payudara menjelang haid. Disebabkan oleh
dominasi hormon estrogen, sehingga terjadi retensi air dan garam yang disertai
hiperemia didaerah payudara.
3. Mittelschmerz (Rasa Nyeri pada Ovulasi)
Adalah rasa sakit yang timbul pada wanita saat ovulasi, berlangsung
beberapa jam sampai beberapa hari dipertengahan siklus menstruasi. Hal ini
terjadi karena pecahnya folikel de Graff. Lamanya bisa beberapa jam bahkan
sampai 2-3 hari.
4. Dismenorea
Adalah nyeri menstruasi yang memaksa wanita untuk istirahat atau
berkurangnya aktifitas sehari-hari (bahkan, kadang bisa membuat meringkuk
tidak berdaya).
5. Gejala psikologis
Gejala-gejala psikologis pada sindrom premenstruasi dapat disebabkan
karena perubahan hormonal selama fase luteal dan fase premenstruasi. Fase-fase
tersebut terjadi peningkatan kadar progesteron dan penurunan sekresi estrogen
yang

mempunyai

efek

neuroprotektif,

keduanya

dapat

menyebabkan

meningkatnya variasi emosional (Manuaba, 2003). Selain itu, keseimbangan


kalsium dan menurunnya konsentrasi endorfin juga dapat menyebabkan beberapa
gangguan afektif dan dapat mempengaruhi mood seseorang. Gejala psikologis
pada sindrom menstruasi terdiri dari :
a. Depresi, yang terdiri dari gejala utama dan gejala penyerta. Gejala utama
depresi meliputi perubahan suasana hati secara drastis dalam waktu singkat,
tidak bergairah, dan merasa sedih sedangkan gejala penyertanya adalah
gelisah, gangguan pola tidur, pesimis, penurunan konsentrasi, menarik diri atau
kesendirian, dan iritabilitas atau mudah marah, mudah tersinggung, dan mudah
menangis.
b. Senang mencari kesalahan
c. Tidak ramah, rasa bermusuhan
d. Sulit mengambil keputusan
e. Mudah lupa
f. Bingung

D. Gangguan Menstruasi
Gangguan saat menstruasi dinilai masih normal jika terjadi selama dua tahun
pertama setelah haid pertama kali (menarche). Bila seorang wanita telah
mendapatkan haid pertama saat berusia 11 tahun, maka diperkirakan hingga usia 13
tahun haidnya masih tidak teratur. Umumnya ketidakteraturan siklus menstruasi
terjadi pada waktu remaja dan menjelang menopause. Gangguan serta keluhan yang
menyertai menstruasi pada kebanyakan wanita, seringkali menimbulkan pengaruh
secara fisik maupun emosional ataupun kedua-duanya. Gangguan atau kelainan
dalam siklus menstruasi meliputi :
1. Hipermenorea, yaitu perdarahan dengan lama haid lebih panjang dari normal (>8 hari)
dengan darah haid sekitar 26-40 ml. Sedangkan hipomenorea, yaitu perdarahan dengan
jumlah yang lebih sedikit dari normal serta waktu haid yang lebih singkat.
2. Polimenorea yaitu siklus menstruasi lebih pendek dari normal (kurang dari 21 hari)
dengan perdarahan kurang lebih sama.
3. Oligomenorea yaitu menstruasi yang jarang dengan panjang siklus menstruasi > 35 hari.
4. Amenorea, yaitu tidak menstruasi > 3 bulan berturut-turut sejak menstruasi terakhir
5. Gangguan atau gejala yang menyertai siklus menstruasi, antara lain sindroma pramenstruasi dan dismenorea. Dismenorea yaitu rasa nyeri di perut bagian bawah karena
kontraksi otot-otot rahim saat terjadi peluruhan dinding. Bila tidak ada kelainan
ginekologi seperti endometriosis, radang panggul atau kista pada indung telur maka
disebut dismenorea primer, tetapi bila disertai kelainan ginekologi disebut dismenorea
sekunder (Manuaba, 1999).

KONSEP SEHAT-SAKIT
A. Konsep Sehat Sakit Menurut Who
Menurut WHO (1947) Sehat itu sendiri dapat diartikan bahwa suatu keadaan
yang sempurna baik secara fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari
penyakit atau kelemahan (WHO, 1947).
Definisi WHO tentang sehat mempunyai karakteristik berikut yang dapat
meningkatkan konsep sehat yang positif (Edelman dan Mandle. 1994) :
1. Memperhatikan individu sebagai sebuah sistem yang menyeluruh.
2. Memandang sehat dengan mengidentifikasi lingkungan internal dan eksternal.
3. Penghargaan terhadap pentingnya peran individu dalam hidup.
B. Sehat Menurut Depkes RI
UU No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa :
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan
sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan
ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat
sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur unsur fisik,
mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan
bagian integral kesehatan
Dalam pengertian yang paling luas sehat merupakan suatu
keadaan yang dinamis dimana individu menyesuaikan diri dengan
perubahan-perubahan lingkungan internal (psikologis, intelektua,
spiritual dan penyakit) dan eksternal (lingkungan fisik, social, dan
ekonomi) dalam mempertahankan kesehatannya.
Definisi sakit: seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita
penyakit menahun (kronis), atau gangguan kesehatan lain yang
menyebabkan aktivitas kerja/kegiatannya terganggu. Walaupun
seseorang sakit (istilah sehari -hari) seperti masuk angin, pilek,
tetapi bila ia tidak terganggu untuk melaksanakan kegiatannya,
maka ia di anggap tidak sakit(2).

Pengertian sakit menurut etiologi naturalistik dapat dijelaskan


dari segi impersonal dan sistematik, yaitu bahwa sakit merupakan
satu keadaan atau satu hal yang disebabkan oleh gangguan
terhadap sistem tubuh manusia.

C. Ciri-Ciri Sehat
Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan
mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara
objektif tidak tampak sakit.Semua organ tubuh berfungsi normal
atau tidak mengalami gangguan.
Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yakni
pikiran, emosional, dan spiritual.
1. Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran.
2. Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk
mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, kuatir,
sedih dan sebagainya.
3. Spiritual

sehat

tercermin

mengekspresikan

rasa

dari

syukur,

cara
pujian,

seseorang

dalam

kepercayaan

dan

sebagainya terhadap sesuatu di luar alam fana ini, yakni Tuhan


Yang Maha Kuasa (Allah SWT dalam agama Islam). Misalnya
sehat spiritual dapat dilihat dari praktik keagamaan seseorang.
4. Kesehatan

sosial

terwujud

apabila

seseorang

mampu

berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara baik,


tanpa membedakan ras, suku, agama atau kepercayan, status
sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya, serta saling toleran dan
menghargai.

D. Paradigma Sehat
Paradigma

sehat

adalah

cara

pandang

atau

pola

pikir

pembangunan kesehatan yang bersifat holistik, proaktif antisipatif,


dengan

melihat

masalah

kesehatan

sebagai

masalah

yang

dipengaruhi oleh banyak faktor secara dinamis dan lintas sektoral,

dalam

suatu

wilayah

yang

berorientasi

kepada

peningkatan

pemeliharaan dan per - lindungan terhadap penduduk agar tetap


sehat dan bukan hanya penyembuhan penduduk yang sakit.
Pada intinya paradigma sehat memberikan perhatian utama
terhadap

kebijakan

yang

bersifat

pencegahan

dan

promosi

kesehatan, memberikan dukungan dan alokasi sumber daya untuk


menjaga agar yang sehat tetap sehat namun teta p mengupayakan
yang

sakit

segera

sehat.Pada

prinsipnya

kebijakan

tersebut

menekankan pada masyarakat untuk mengutamakan kegiatan


kesehatan

daripada

mengobati

penyakit.Telah

dikembangkan

pengertian tentang penyakit yang mempunyai konotasi biomedik


dan sosio kultural.

E. Aspek-Aspek Pendukung Kesehatan


Faktor-faktor

yg

mempengaruhi

keselarasan

tersebut

berlangsung seterusnya adalah:


1.
2.
3.
4.
5.

Nutrisi yang lengkap dan seimbang


Istirahat yang cukup
Olah Raga yang teratur
Kondisi mental, sosial dan rohani yang seimbang
Lingkungan yang bersih

F. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keyakinan dan Tindakan Kesehatan


1. Faktor Internal
a. Tahap Perkembangan

Artinya status kesehatan dapat ditentukan oleh faktor usia


dalam hal ini adalah pertumbuhan dan perkembangan,
dengan demikian setiap rentang usia (bayi-lansia) memiliki
pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan yang
berbeda-beda.
b. Pendidikan atau Tingkat Pengetahuan
Keyakinan seseorang terhadap kesehatan terbentuk oleh
variabel intelektual yang terdiri dari pengetahuan tentang
berbagai

fungsi

tubuh

dan

penyakit

latar

belakang

pendidikan, dan pengalaman masa lalu.


c. Persepsi tentang Fungsi
Cara seseorang merasakan fungsi fisiknya akan berakibat
pada

keyakinan

terhadap

kesehatan

dan

cara

melak-

sanakannya. Contoh, seseorang dengan kondisi jantung yang


kronik merasa bahwa tingkat kesehatan mereka berbeda
dengan orang yang tidak pernah mempunyai masalah
kesehatan yang berarti. Akibatnya, keyakinan terhadap
kesehatan dan cara melaksanakan kesehatan pada masingmasing orang cenderung berbeda-beda. Selain itu, individu
yang sudah berhasil sembuh dari penyakit akut yang parah
mungkin

akan

mengubah

keyakinan

mereka

terhadap

kesehatan dan cara mereka melaksanakannya.


d. Faktor Emosi
Faktor emosional juga mempengaruhi keyakinan terhadap
kesehatan

dan

cara

melaksanakannya.Seseorang

yang

mengalami respons stres dalam setiap perubahan hidupnya


cenderung

berespons

terhadap

berbagai

tanda

sakit,

mungkin dilakukan dengan cara mengkhawatirkan bahwa


penyakit

tersebut

dapat

mengancam

kehidupannya.

Seseorang

yang

secara

umum

terlihat

sangat

tenang

mungkin mempunyai respons emosional yang kecil selama ia


sakit.
Seorang individu yang tidak mampu melakukan koping
secara emosionalterhadap ancaman penyakit mungkin akan
menyangkal adanya gejala penyakit pada dirinya dan tidak
mau menjalani pengobatan. Contoh: seseorang dengan
napas yang terengah-engah dan sering batuk mungkin akan
menyalahkan cuaca dingin jika ia secara emosional tidak
dapat menerima kemungkinan menderita penyakit saluran
pernapasan. Banyak orang yang memiliki reaksi emosional
yang berlebihan, yang berlawanan dengan kenyataan yang
ada, sampai-sampai mereka berpikir tentang risiko menderita
kanker dan akan menyangkal adanya gejala dan menolak
untuk mencari pengobatan. Ada beberapa penyakit lain yang
dapat lebih diterima secara emosional, sehingga mereka
akan mengakui gejala penyakit yang dialaminya dan mau
mencari pengobatan yang tepat.
e. Spiritual
Aspek spiritual dapat terlihat dari bagaimana seseorang
menjalani kehidupannya, mencakup nilai dan keyakinan yang
dilaksanakan, hubungan dengan keluarga atau teman, dan
kemampuan mencari harapan dan arti dalam hidup.
2. Faktor Eksternal
a. Praktik di Keluarga
Cara

bagaimana

kesehatan

biasanya

keluarga

menggunakan

mempengaruhi

melaksanakan kesehatannya. Misalnya:

cara

pelayanan
klien

dalam

Jika seorang anak bersikap bahwa setiap virus dan penyakit


dapat berpotensi mejadi penyakit berat dan mereka segera
mencari pengobatan, maka bisasnya anak tersebut akan
malakukan hal yang sama ketika mereka dewasa.

Klien juga kemungkinan besar akan melakukan tindakan


pencegahan jika keluarganya melakukan hal yang sama.
Misal:

anak

yang

selalu

diajak

orang

melakukan pemeriksaan kesehatan

tuanya

untuk

rutin, maka ketika

punya anak dia akan melakukan hal yang sama.

b. Faktor Sosioekonomi
Faktor sosial dan psikososial dapat meningkatkan risiko
terjadinya penyakit dan mempengaruhi cara seseorang
mendefinisikan dan bereaksi terhadap penyakitnya.Variabel
psikososial mencakup: stabilitas perkawinan, gaya hidup, dan
lingkungan kerja.Sesorang biasanya akan mencari dukungan
dan persetujuan dari kelompok sosialnya, hal ini akan
mempengaruhi

keyakinan

kesehatan

dan

cara

pelaksanaannya.
c. Latar Belakang Budaya
Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai dan
kebiasaan individu, termasuk sistem pelayanan kesehatan
dan cara pelaksanaan kesehatan pribadi.

BIOETIKA
A. Pengertian Bioetika
Secara harfiah, istilah ini muncul dari bahasa Yunani, bios (hidup) dan ethike (apa
yang seharusnya dilakukan manusia). Istilah ini sendiri diartikan sebagai kajian etika
mengenai isu sosial dan moral yang muncul akibat aplikasi bioteknologi dan medis
(Lim dan Ho, 2003).
Bioetik merupakan studi filosofi yang mempelajari tentang kontroversi dalam
etik, menyangkut masalah biologi dan pengobatan. Lebih lanjut, bioetik difokuskan
pada pertanyaan etik yang muncul tentang hubungan antara ilmu kehidupan,
bioteknologi, pengobatan, politik, hukum, dan theology.
Pada lingkup yang lebih sempit, bioetik merupakan evaluasi etik pada
moralitas treatment atau inovasi teknologi, dan waktu pelaksanaan pengobatan pada
manusia. Pada lingkup yang lebih luas, bioetik mengevaluasi pada semua tindakan
moral yang mungkin membantu atau bahkan membahayakan kemampuan organisme
terhadap perasaan takut dan nyeri, yang meliputi semua tindakan yang berhubungan
dengan pengobatan dan biologi. Isu dalam bioetik antara lain : peningkatan mutu
genetik, etika lingkungan, pemberian pelayanan kesehatan
Bioetika muncul sebagai respon atas semakin berkembangnya ilmu dan
teknologi hayati, utamanya di bidang medis yang berhubungan erat dan/atau
menjadikan manusia sebagai objeknya.
Dapat disimpulkan bahwa bioetik lebih berfokus pada dilema yang
menyangkut perawatan kesehatan modern, aplikasi teori etik dan prinsip etik
terhadap masalah-masalah pelayanan kesehatan
B. Bioetika dalam pelayanan kebidanan
Profesi kebidanan mempunyai kontrak sosial dengan masyarakat, yang berarti
masyarakat memberi kepercayaan kepada profesi kebidanan untuk memberikan
pelayanan yang dibutuhkan. Konsekwensi dari hal tersebut tentunya setiap
keputusan dari tindakan kebidanan harus mampu dipertanggungjawabkan dan
dipertanggunggugatkan dan setiap penganbilan keputusan tentunya tidak hanya
berdasarkan

pada

pertimbangan

mempertimbangkan etika.

ilmiah

semata

tetapi

juga

dengan

Etika adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi
perlaku seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang
dilakukan seseorang dan merupakan suatu kewajiban dan tanggungjawanb moral
(Nila Ismani, 2001).
Bioetik adalah studi tentang isu etika dalam pelayanan kesehatan (Hudak &
Gallo, 1997).Dalam pelaksanaannya etika kebidanan mengacu pada bioetik
sebagaimana tercantum dalam sumpah janji profesi kebidanan dan kode etik profesi
kebidanan.
Kemajuan ilmu dan teknologi terutama di bidang biologi dan kedokteran telah
menimbulkan berbagai permasalahan atau dilema etika kesehatan yang sebagian
besar belum teratasi (Catalano, 1991).
Etik merupakan suatu pertimbangan yang sistematis tentang perilaku benar
atau salah, kebajikan atau kejahatan yang berhubungan dengan perilaku. Etika
merupakan aplikasi atau penerapan teori tentang filosofi moral kedalam situasi nyata
dan berfokus pada prinsip-prinsip dan konsep yang membimbing manusia berpikir
dan bertindak dalam kehidupannya yang dilandasi oleh nilai-nilai yang dianutnya.
Banyak pihak yang menggunakan istilah etik untuk mengambarkan etika suatu
profesi dalam hubungannya dengan kode etik profesional seperti Kode Etik PPNI
atau IBI.
Nilai-nilai (values) adalah suatu keyakinan seseorang tentang penghargaan
terhadap suatu standar atau pegangan yang mengarah pada sikap/perilaku seseorang.
Sistem nilai dalam suatu organisasi adalah rentang nilai-nilai yang dianggap penting
dan sering diartikan sebagai perilaku personal. Moral hampir sama dengan etika,
biasanya merujuk pada standar personal tentang benar atau salah. Hal ini sangat
penting untuk mengenal antara etika dalam agama, hukum, adat dan praktek
professional.
Perawat atau bidan memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan asuhan
yang berkualitas berdasarkan standar perilaku yang etis dalam praktek asuhan
profesional. Pengetahuan tentang perilaku etis dimulai dari pendidikan perawat atau
bidan, dan berlanjut pada diskusi formal maupun informal dengan sejawat atau
teman. Perilaku yang etis mencapai puncaknya bila perawat atau bidan mencoba dan
mencontoh perilaku pengambilan keputusan yang etis untuk membantu memecahkan
masalah etika. Dalam hal ini, perawat atau bidan seringkali menggunakan dua

pendekatan: yaitu pendekatan berdasarkan prinsip dan pendekatan berdasarkan


asuhan kebidanan /kebidanan.
C. Prinsip prinsip Etika ( Kaidah Dasar Bioetik )
Prinsip-prinsip etika adalah aksiom yang mempermudah penalaran etik. Prinsipprinsip tersebut harus spesifik. Pada prakteknya, satu prinsip dapat dipertimbangkan
dengan prinsip lain. Pada beberapa kasus, satu prinsip dapat bersifat lebih penting
dari prinsip lainnya.
Beauchamp dan Childress (1994) menguraikan ( Empat prinsip etika Eropa )
bahwa untuk mencapai ke suatu keputusan ETIK diperlukan 4 Kaidah Dasar Moral /
Kaidah Dasar Bioetik (Moral Principle) dan beberapa rules atau kriteria dibawahnya.
Keempat Kaidah Dasar Moral tersebut adalah (Arismawat, 2011):

1. Prinsip Autonomy (self-determination) Yaitu prinsip yang menghormati hakhak pasien, terutama hak otonomi pasien (the rights to self determination) dan
merupakan kekuatan yang dimiliki pasien untuk memutuskan suatu prosedur
medis. Prinsip moral inilah yang kemudian melahirkan doktrin Informed consent.
2. Prinsip tidak merugikan Non-maleficence Adalah prinsip menghindari
terjadinya kerusakan atau prinsip moral yang melarang tindakan yang
memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai primum non nocere
atau above all do no harm .
3. Prinsip murah hati Beneficence Yaitu prinsip moral yang mengutamakan
tindakan yang ditujukan ke kebaikan pasien atau penyediaan keuntungan dan

menyeimbangkan keuntungan tersebut dengan risiko dan biaya. Dalam


Beneficence tidak hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan saja, melainkan juga
perbuatan yang sisi baiknya (manfaat) lebih besar daripada sisi buruknya
(mudharat).
4. Prinsip keadilan Justice Yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan
keadilan dalam bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya
(distributive justice) atau pendistribusian dari keuntungan, biaya dan risiko secara
adil.
D. Prinsip Etis Dalam Pelayanan Kebidanan
Lima prinsip penting dalam bidang kebidanan yang dikembangkan oleh Fry (1991)
meliputi :
1.

Kemurahan Hati (Beneficence)


Inti dari prinsip ini adalah tanggung jawab untuk melakukan kebaikan yang
menguntungkan klien dan menghindari perbuatan yang merugikan atau
membahayakan klien. Tetapi dengan kemajuan ilmu dan teknologi, resiko yang
membahayakan klien dapat terjadi sehingga akan menimbulkan konflik atau
dilema. Untuk itu diperlukan sistem klarifikasi nilai sebelum seseorang
memutuskan suatu tindakan. Megan (1989) mengelompokan tujuh proses
penilaian ke dalam tiga kelompok yaitu:
a. Menghargai

Menjunjung dan menghargai nila/keyakinan dan perilaku seseorang

Menegaskan di depan umum jika diperlukan


b. Memilih

Memilih dari berbagai alternative

Memilih setelah mempertimbangkan konsekuensinya

Memilih secara bebas


c. Bertindak

Bertindak sebagai pola, konsistensi, dan repetisi (mengulang yang telah


disepakati)
Langkah-langkah di atas dapat digunakan perawat untuk membantu pasien dalam
mengambil keputusan melalui proses mengidentifikasi bidang konflik, memilih
dan menentukan berbagai alternatif, menetapkan tujuan dan pada akhirnya
melakukan tindakan.

2.

Keadilan (Justice)

Beauchamp dan Childress memandang bahwa mereka yang sederajat harus


diperlakukan sederajat, sedangkan yang tidak sederajat diperlakukan secara tidak
sederajat, sesuai dengan kebutuhan mereka. Dengan kata lain ketika seseorang
mempunyai kebutuhan kesehatan yang besar, maka ia harus mendapatkan sumber
kesehatan yang besar pula.
3.

Kemandirian (Otonomi)
Prinsip otonomi menyatakan bahwa setiap individu mempunyai kebebasan untuk
menentukan tindakan atau keputusan berdasarkan rencana yang mereka pilih
(Veatch dan Fry, 1987). Penerapan prinsip ini dipengaruhi oleh banyak hal, seperti
tingkat kesadaran, usia, penyakit, ekonomi, lingkungan rumah sakit, tersedianya
informasi dan lain-lain.

4.

Kejujuran (Veracity)
Menurut Veatch dan Fry (1987), prinsip ini didefinisikan dengan menyatakan
yang sebenarnya atau tidak bohong. Hasil penelitian menjelaskan bahwa pada
klien dalam keadaan terminal, klien ingin diberi tahu tentang kondisinya secara
jujur (Veatch, 1978). Kejujuran harus dimiliki perawat saat berhubungan dengan
klien, karena kejujuran merupakan dasar terbinanya hubungan saling percaya
antara perawat dengan klien.

5.

Ketaatan (Fidelity)
Prinsip ini didefinisikan oleh Veatch dan Fry sebagai tanggung jawab untuk tetap
setia pada suatu kesepakatan. Dalam konteks hubungan perawat-klien meliputi
tanggungjawab menjaga janji, mempertahankan konfidensi, dan memberikan
perhatian/kepedulian. Kesetiaan perawat terhadap janji-janji tersebut mungkin
tidak akan mengurangi penyakit atau mencegah kematian klien, tetapi akan
mempengaruhi kehidupan serta kualitas kehidupan klien.

E. Model Keputusan Bioetika


Dalam pengambilan keputusan Etika kebidanan mengacu pada bioetik yang terdiri
dari 3 pendekatan:
1.

Pendekatan Telelogik
Menjelaskan suatu fenomena dan akibatnya
Pendekatan ini dihadapkan pada konsekuensi dan keputusan etik.
Membenarkan secara hukum tindakan atau keputusan yang diambil untuk

kepentingan medis.
Pendekatan ini selalu digunakan dalam menghadapi masalah medis

Contoh kasus:
Dalam suatu kondisi seorang pasien harus segerah dioperasi sedangkan tidak ada
ahli bedah yang berpengalaman, namun hanya ada ahli bedah yang belum
berpengalaman untuk keselamatan pasien bisa dilakukan operasi.
-Seorang perawat bisa menolong pesalinan bila tidak ada bidan.
2.

Pendekatan Deontologik
Adalah merupakan suatu teori atau study tentang kewajiban moral atau
pendekatannya didasarkan pada kewajiban moral. Moralitas dari suatu keputusan
etis yang sepenuhnya terpisah dari konsukensinya. Seorang perawat berkeyakinan
bahwa menyampaikan suatu kebenaran merupakan suatu hal yang sangat penting
dan tetap harus disampaikan.
Perbedaan 2 pendekatan pada kasus sbb;
Isu etis aborsi (teleologik); mungkin mempertimbangkan bahwa tujuan
menyelamatkan kehidupan ibu, hal yang dibenarkan dalam tindakan aborsi.
Deontologik ; secara moral terminasi kehidupan merupakan hal yang buruk untuk
dilakukan. Pendekatan ini dilakukan tanpa menentukan keputusan.

3.

Pendekatan Intiutionism
Bahwa pandangan atau sifat manusia dalam mengetahui hal yang benar dan salah.
Keyakinan akan etika kebidanan yang akan dilakukan dan meyakini baik dan
benar.
Contoh kasus:
Seorang perawat tentu mengetahui bahwa menyakiti pasien merupakan tindakan
yang tidak benar. Hal tersebut tidak perlu diajarkan lagi pada perawat, karena
mengacu pada etika seorang perawat yang diyakini dapat membedakan mana
yang benar dan mana yang buruk untuk dilakukan.

F. Kerangka Proses Pemecahan Masalah Dilema Etik


Kerangka pemecahan dilema etik banyak diutarakan oleh para ahli dan pada
dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan / Pemecahan masalah secara
ilmiah, antara lain (Arismwati dkk, 2011):

1. Etika Klinik ( Jonsen Ar Siegler )


Pembuatan keputusan etik, terutama dalam situasi klinik, dapat juga dilakukan
dengan pendekatan yang berbeda dengan pendekatan kaidah dasar moral diatas.
Jonsen, Siegler dan Winslade (2002) mengembangkan teori etik yang
menggunakan 4 topik yang esensial dalam pelayanan klinik , yaitu :
a. Medical Indication
Pada topik Medical Indication dimasukkan semua prosedur diagnostik dan
terapi yang sesuai untuk mengevaluasi keadaan pasien dan mengobatinya.
Penilaian aspek indikasi medis ini ditinjau dari dari sisi etiknya, dan terutama
manggunakan kaidah dasar bioetik Beneficence dan Nonmaleficence.
Pertanyaan etika pada topik ini adalah serupa dengan seluruh informasi yang
selayaknya disampaikan kepada pasien pada doktrin Informed consent.
b. Patient Preferrences
Pada topik Patient Preferrences kita memperhatikan nilai (value) dan penilaian
tentang manfaat dan beban yang akan diterimanya, yang berarti cerminan
kaidah Autonomy. Pertanyaan etiknya meliputi pertanyaan tentang kompetensi
pasien, sifat volunteer sikap dan keputusannya, pemahaman atas informasi,
siapa pembuat keputusan bila pasien tidak kompeten, nilai dan keyakinan yang
dianut pasien, dan lain-lain.
c. Quality of Life
Topik Quality of Life merupakan aktualisasi salah satu tujuan kedokteran,
yaitu memperbaiki, menjaga atau meningkatkan kualitas hidup insani. Apa,
siapa, dan bagaimana melakukan penilaian kualitas hidup merupakan

pertanyaan etik sekitar prognosis, yang berkaitan dengan kaidah dasar bioetik
yaitu Beneficence, Nonmaleficence dan Autonomy.
d. Contextual Features
Prinsip dalam Contextual Features adalah Loyalty and Fairness. Disini dibahas
pertanyaan etik seputar aspek non medis yang mempengaruhi keputusan,
seperti faktor keluarga, ekonomi, agama, budaya, kerahasiaan, alokasi sumber
daya dan faktor hukum.
2. Model Pemecahan masalah ( Megan, 1989 )
Ada lima langkah-langkah dalam pemecahan masalah dalam dilema etik.
a. Mengkaji situasi
b. Mendiagnosa masalah etik moral
c. Membuat tujuan dan rencana pemecahan
d. Melaksanakan rencana
e. Mengevaluasi hasil
3. Kerangka pemecahan dilema etik (kozier & erb, 1989 )
a. Mengembangkan data dasar.
Untuk melakukan ini perawat memerukan pengumpulan informasi sebanyak
mungkin meliputi :
Siapa yang terlibat dalam situasi tersebut dan bagaimana keterlibatannya
Apa tindakan yang diusulkan
Apa maksud dari tindakan yang diusulkan
Apa konsekuensi-konsekuensi yang mungkin timbul dari tindakan yang
diusulkan.
b. Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut
c. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan
dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut
d. Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil
keputusan yang tepat
e. Mengidentifikasi kewajiban perawat
f. Membuat keputusan
4. Model Murphy dan Murphy
a. Mengidentifikasi masalah kesehatan
b. Mengidentifikasi masalah etik
c. Siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusan
d. Mengidentifikasi peran perawat
e. Mempertimbangkan berbagai alternatif-alternatif yang mungkin dilaksanakan

f. Mempertimbangkan besar kecilnya konsekuensi untuk setiap alternatif


keputusan
g. Memberi keputusan
h. Mempertimbangkan bagaimanan keputusan tersebut hingga sesuai dengan
falsafah umum untuk perawatan klien
i. Analisa situasi hingga hasil aktual dari keputusan telah tampak dan
menggunakan informasi tersebut untuk membantu membuat keputusan
berikutnya.
5. Model Curtin
a. Mengumpulkan berbagai latar belakang informasi yang menyebabkan masalah
b. Identifikasi bagian-bagian etik dari masalah pengambilan keputusan.
c. Identifikasi orang-orang yang terlibat dalam pengambilan keputusan.
d. Identifikasi semua kemungkinan pilihan dan hasil dari pilihan itu.
e. Aplikasi teori, prinsip dan peran etik yang relevan.
f. Memecahkan dilema
g. Melaksanakan keputusan
6. Model Levine Ariff dan Gron
a. Mendefinisikan dilema
b. Identifikasi faktor-faktor pemberi pelayanan.
c. Identifikasi faktor-faktor bukan pemberi pelayana
Pasien dan keluarga
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Faktor-faktor eksternal
Pikirkan faktor-faktor tersebut satu persatu
Identifikasi item-item kebutuhan sesuai klasifikasi
Identifikasi pengambil keputusan
Kaji ulang pokok-pokok dari prinsip-prinsip etik
Tentukan alternatif-alternatif
Menindaklanjuti

7. Langkah-langkah menurut Purtilo dan Cassel ( 1981)


Purtilo dan cassel menyarankan 4 langkah dalam membuat keputusan etik
a. Mengumpulkan data yang relevan
b. Mengidentifikasi dilema
c. Memutuskan apa yang harus dilakukan
d. Melengkapi tindakan
8. Langkah-langkah menurut Thompson & Thompson ( 1981) mengusulkan 10
langkah model keputusan bioetis
a. Meninjau situasi untuk menentukan masalah kesehatan, keputusan yang
diperlukan, komponen etis dan petunjuk individual.
b. Mengumpulkan informasi tambahan untuk mengklasifikasi situasi
c. Mengidentifikasi Issue etik

d. Menentukan posisi moral pribadi dan professional


e. Mengidentifikasi posisi moral dari petunjuk individual yang terkait.
f. Mengidentifikasi konflik nilai yang ada
G. Strategi Penyelesaian Masalah Etik
Dalam menghadapi dan mengatasi permasalahan etis, antara perawat dan dokter
tidak menutup kemungkinan terjadi perbedaan pendapat. Bila ini berlanjut dapat
menyebabkan masalah komunikasi dan kerjasama, sehingga menghambat perawatan
pada pasien dan kenyamanan kerja. (Mac Phail, 1988)
Salah satu cara menyelesaikan permasalahan etis adalah dengan melakukan
rounde (Bioetics Rounds ) yang melibatkan perawat dengan dokter. Rounde ini tidak
difokuskan untuk menyelesaikan masalah etis tetapi untuk melakukan diskusi secara
terbuka tentang kemungkinan terdapat permasalahan etis.

KODE ETIK PROFESI


Setiap profesi mutlak mengenal atau mempunyai kode etik. Dengan demikian
dokter, perawat, bidan, guru dan sebagainya yang merupakan bidang pekerjaan profesi
mempunyai kode etik.
A. Pengertian Kode Etik
Kode etik suatu profesi adalah berupa norma-norma yang harus diindahkanoleh
setiap anggota profesi yang bersngkutan didalam melaksanakan tugas profesinya dan
dlam hidupnya di masyarakat.
Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagi anggota profesi tentang
bagaimana mereka harus menjalankan profesinya dan larangan-larangan yaitu
ketentuan-ketentuan tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh diperbuat atau
dilaksanakan oleh anggota profesi, tidak saja dalam menjalankan tugas profesinya,
melainkan juga menyangkut tingkah laku pada umumnya dalam pergaulan seharihari di ddalam masyarakat.
B. Kode Etik Profesi

Kode etik profesi merupakan suatu pernyataaan komprehensif dari profesi yang
memberikan tuntunan bagi anggotanya untuk melaksanakn praktek dalam bidang
profesinya baik yang berhubungan dengan klien/pasien, keluarga,masyarakat, teman
sejawat, profesi dan dirinya sendiri. Namun dikatakan bahwa kode etik pada zaman
dimana nilai-nilai peradaban semakin kompleks,kode etik tidak dapat lagi dipakai
sebagai pegangan satu-satunya dalam menyelesikan masalah etik. Untuk itu
dibutuhkan juga suatu pengetahuan yang berhubungan dengan hukum. Benar atau
salah pada penerapan kode etik,ketentuan/nilai moral yang berlaku terpulang kepada
profesi.
C. Tujuan Kode Etik
Pada dasarnya tujuan menciptakan atau merumuskan kode etik suatu profesi adalah
untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi. Secara umum tujuan
menciptakan kode etik adalah sebagai berikut:
1. Untuk menjunjung tinggi martabat dan citra profesi
Dalam hal ini yang dijaga adalah image dari pihak luar atau masyarakat
mencegah orang luar memandang rendah atau remeh suatu profesi. Oleh karena
itu setiap kode etik suatu profesi akan melarng berbagai bentuk tindak tanduk atau
kelakuan anggota profesi yang dapat mencemarkan nama baik profesi di dunia
luar. Dari segi ini kode etik juga disebut kode kehormatan.
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota
Yang dimaksud kesejahteraan ialah kesejahteraan materiil dan spiritualatau
mental. Dalam hal kesejahteraan materiil anggota profesi kode etik umumnya
menetapkan larangan-larangan bagi anggotanya untuk melakukan perbuatan yang
merugikan kesejahteraan. Kode etik juga menciptakan peraturan-peraturan yang
ditujukan kepada pembahasan tingkah laku yang tidak pantas atau tidak jujur para
anggota profesi dalam interaksinya dengan sesama anggota profesi.
3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
Dalam hal ini kode etik juga berisi tujuan pengabdian profesi tertentu,sehingga
para anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggungjawab
pengabdian profesinya. Oleh karena itu kode etik merumuskan ketentuanketentuan yang diperlukan oleh para anggota profesi dalam menjalankan
tugasnya.
4. Untuk meningkatkan mutu profesi.
Kode etik juga memuat tentang norma-norma serta anjuran agar profesi selalu
berusaha untuk meningkatkan mutu profesi sesuai dengan bidang pengabdiannya.

Selain itu kode etik juga mengatur bagaimana cara memelihara dan menigkatkan
mutu organisasi profesi. Dari uraian di atas, jelas bahwa tujuan suatu profesi,
menjaga dan memelihara kesejahtereaan para anggota, meningkatkan pengabdian
anggota, dan meningkatkan mutu profesi serta meningkatkan mutu organisasi
profesi.
D. Dimensi Kode Etik
1. Anggota profesi dan klien / pasien.
2. Anggota profesi dan sistem kesehatan.
3. Anggota profesi dan profesi kesehatan
4. Sesama anggota profesi

KODE ETIK KEBIDANAN


Kode etik kebidanan merupakan suatu pernyataan komprehensif profesi yang
memberikan tuntunan bagi bidan untuk melaksanakan praktek kebidanan baik yang
berhubungan dengan kesejahteraan, keluarga, masyarakat, teman sejawat, profesi dan
dirinya.
A. Definisi bidan
Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan
bidan yang telah diakui pemerintah dan lulus ujian sesuai dengan persyaratanya yang
berlaku, dicatat ( register ), diberi izin secara sah untuk menjalankan praktek.
B. Definisi Kode Etik
Kode etik merupakan suatu ciri profesi yang bersumber dari nilai nilai internal dan
eksternal suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan komprehensif suatu profesi
yang memberikan tuntutan bagi anggota dalam melaksanakan pengabdian profesi.
C. Kode Etik Bidan
Kode etik bidan Indonesia pertama kali disusun pada tahun 1986 dan disahkan dalam
Kongres Nasional Ikatan Bidan Indonesia X tahun 1988, sedang petunjuk
pelaksanaanya disahkan dalam Rapat Kerja Nasional ( Rekernas ) IBI tahun 1991,
kemudian disempurnakan dan disahkan pada Kongres Nasional IBI ke XII tahun
1998. Sebagai pedoman sdalam berperilaku, Kode Etik Bidan Indonesia

mengandung beberapa kekuatan yang semuanya tertuang dalam mukadimah dan


tujuan dan bab. Secara umum kode etik tersebut berisi 7 bab. Ketujuh bab dapat
dibedakan atas tujuh bagian yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat ( 6 butir )


Kewajiban bidan terhadap tugasnya ( 3 butir )
Kewajiban Bidan terhadap sejawab dan tenaga kesehatan lainnya ( 2 butir )
Kewajiban bidan terhadap profesinya ( 3 butir )
Kewajiban bidan terhadap diri sendiri ( 2 butir )
Kewajiban bidan terhadap pemerintah, bangsa dan tanah air ( 2 butir )
Penutup ( 1 butir )

Beberapa kewajiban bidan yang diatur dalam pengabdian profesinya adalah :


1. Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat
a. Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan
sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.
b. Setiap bidan dalam menjalankan tugas proofesinya menjunjung tinggi harkat
dan martabat kemanusiaan yang yang utuh dan memelihara citra bidan.
c. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran
tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan
masyarakat.
d. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien,
menghormati hak klien, dan menghormati niulai nilai yang berlaku di
masyarakat.
e. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan
kepentingan klien, keluarga dan masyarakat denganj indentitas yang sama
sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.
f. Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan
pelaksanaan tugasnya, dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk
meningkatkan derajat kesehatannya secara optimal.
2. Kewajiban Terhadap Tugasnya
a. Setiap bidan senantiasa mwemberikan pelayanan paripurna terhadapklien,
keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesiyang dimilikinya
berdasarkan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
b. Setiap bidan berhal memberikan pertolongan dan mempunyaikewenangan
dalam mengambil keputusan mengadakan konsultasi danatau rujukan.
c.Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang dapat danatau
dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilanatau diperlukan
sehubungan kepentingan klien.

3. Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya


a. Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk
menciptakan suasana kerja yang seras.
b. Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati baik
terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya.

4. Kewajiban bidan terhadap profesinya


a. Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesinya
dengan menampilkan kepribadian yang tinggi dan memberikan pelatyanan
yang bermutu kepada masyarakat.
b. Setiap harus senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan
profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
c. Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan
sejenisnya yang dapat meniingkatkan mutu dan citra profesinya.
5. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri
a. Setiap bidan harus memelihara kesehatannya agar dalam melaksanakan tugas
profesinya dengan baik.
b. Setiap bidan harus berusaha secara terus menerus untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
6. Kewajiban bidan terhadap pemerinytah nusa, bangsa dan tanah air
a. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan ketentuan
ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam palayanan
KIA / KB dan kesehatan keluarga dan masyarakat.
b. Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi

dan

menyumbangkan

pemikirannya kepada pemerintahan untuk meningkatakan mutu jangkauan


pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA / KB dan kesehatan keluarga.
D. Bidan dan Rahasia Jabatan
Kerahasiaan merupakan satu prinsip penting dalam tugas tiap tenaga kesehatan
termasuk bidan. Kedudukan bidan di dalam sistem pelayanan kesehatan tidak saja
sebagai pemberi asuhan kebidanan, akan tetapi sering pula bidan menjadi semacam
biceht vader (tumpuhan permasalahan) dari klien maupun keluarganya.
Permasalahan ini dapat pula yang telah diamati sendiri oleh bidan pada waktu
menolong persalinan di rumah dan/atau pada waktu melakukan kunjungan rumah.
Data/informasi yang didapat bidan melalui anamnese klien di klinik menjadi faktor
rahasia pula dalam tugas bidan. Seorang wanita dalam keadaan hamil, melahirkan
atau nifas, seringkali mendapat gangguan pada emosinya atau pada keadaan

kesehatan mentalnya. Dalam keadaan seperti ini seringkali ia ingin mencurahkan


segala isi hatinya atau permasalahan dirinya secara pribadi maupun dalam keluarga
pada seseorang yang mau mendengarkannya. Biasanya orang tersebut adalah bidan,
yang pada waktu-waktu tersebut adalah dekat dengan klien. Bidan harus tetap
menghormati kepercayaan yang diberikan klien kepadanya dan memegang teguh
kerahasiaan informasi yang didapat.
Ada kalanya informasi perlu dibuka kerahasiaan, yaitu sebagai contoh pada
persidangan (hukum) bila bidan bertindak sebagai saksi dan informasi tertentu
dibutuhkan hakim sebagai bukti. Memegang kerahasiaan ditegaskan dalam Per
Menkes No. 572/1996, ps.30, ad 2 b untuk bidan dan dalam UU Kes No.23/1992
bagi semua tenaga kesehatan.
Kaidah-kaidah pokok etika profesi sebagai berikut :
1. Profesi harus dipandang dan dihayati sebagai suatu pelayanan,.
2. Pelayanan professional dalam mendahulukan kepentingan pasien atau klien
mengacu pada kepentingan atau nilai-nilai luhur
3. Pengembanan profesi harus selalu mengacu

pada masyarakat

keseluruhan.
4. Agar persaingan dalam pelayanan berlangsung secara sehat

sebagai

STANDAR PELAYANAN KEBIDANAN


A. Pengertian Standar
Standar Pelayanan Kebidanan (SPK) adalah rumusan tentang penampilan
atau nilai diinginkan yang mampu dicapai, berkaitan dengan parameter yang telah
ditetapkan yaitu standar pelayanan kebidanan yang menjadi tanggung jawab profesi
bidan dalam sistem pelayanan yang bertujuan untuk meningkatan kesehatan ibu dan
anak dalam rangka mewujudkan kesehatan keluarga dan masyarakat (Depkes RI,
2001: 53).
Menurut Clinical Practice Guideline (1990) Standar adalah keadaan ideal
atau tingkat pencapaian tertinggi dan sempurna yang dipergunakan sebagai batas
penerimaan minimal.Menurut Donabedian (1980) Standar adalah rumusan tentang
penampilan atau nilai diinginkan yang mampu dicapai, berkaitan dengan parameter
yang telah ditetapkan.Menurut Rowland and Rowland (1983) Standar adalah
spesifikasi dari fungsi atau tujuan yang harus dipenuhi oleh suatu sarana pelayanan
kesehatan agar pemakai jasa pelayanan dapat memperoleh keuntungan yang
maksimal

dari

pelayanan

kesehatan

yang

diselenggarakanSecara

luas,

pengertian standar layanan kesehatan adalah suatu pernyataan tentang mutu yang
diharapkan, yaitu akan menyangkut masukan, proses dan keluaran (outcome) sistem
layanan kesehatan.Standar layanan kesehatan merupakan suatu alat organisasi untuk
menjabarkan mutu layanan kesehatan ke dalam terminologi operasional sehingga
semua orang yang terlibat dalam layanan kesehatan akan terikat dalam suatu sistem,
baik pasien, penyedia layanan kesehatan, penunjang layanan kesehatan, ataupun
manajemen organisasi layanan kesehatan, dan akan bertanggung gugat dalam
menjalankan tugas dan perannya masing-masing.
Di kalangan profesi layanan kesehatan sendiri, terdapat berbagai definisi
tentang standar layanan kesehatan. Kadang-kadang standar layanan kesehatan itu
diartikan sebagai petunjuk pelaksanaan, protokol, dan Standar Prosedur Operasional
(SPO).
Petunjuk pelaksanaan adalah pernyataan dari para pakar yang merupakan
rekomendasi untuk dijadikan prosedur. Petunjuk pelaksanaan digunakan sebagai
referensi teknis yang luwes dan menjelaskan tentang apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukanoleh

pemberi

layanan

kesehatan

dalam

suatu

sotiuasi

klinis

tertentu. Protokol adalah ketentuan rinci dari pelaksanaan suatu proses atau

penatalaksaan

suatu

kondisi

klinis.

Protokol

lebih

ketat

dari

petunjuk

pelaksanaan. Standar Prosedur Operasional (SPO) adalah pernyataan tentang


harapan bagaimana petugas kesehatan melakukan suatu kegiatan yang bersifat
administratif.
B. Syarat Standar
1. Jelas
2. Masuk akal
3. Mudah dimengerti
4. Dapat dicapai
5. Absah
6. Meyakinkan
7. Mantap, spesifik serta eksplisit
C. Manfaat
Manfaat Standar Pelayanan Kebidanan Standar pelayanan kebidanan mempunyai
beberapa manfaat sebagai berikut:
1. Standar pelayanan berguna dalam penerapan norma tingkat kinerja yang
diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan
2. Melindungi masyarakat
3. Sebagai pelaksanaan, pemeliharaan, dan penelitian kualitas pelayanan
4. Untuk menentukan kompetisi yang diperlukan bidan dalam menjalankan praktek
sehari-hari.
5. Sebagai dasar untuk menilai pelayanan, menyusun rencana pelatihan dan
pengembangan pendidikan
(Depkes RI, 2001:2)
D. Format Standar Pelayanan Kebidanan
Dalam membahas tiap standar pelayanan kebidanan digunakan format bahasan
sebagai berikut:
1. Tujuan merupakan tujuan standar
2. Pernyataan standar berisi pernyataan tentang pelayanan kebidanan yang
dilakukan, dengan penjelasan tingkat kompetensi yang diharapkan.
3. Hasil yang akan dicapai oleh pelayanan yang diberikan dan dinyatakan dalam
bentuk yang dapat diatur.
4. Prasyarat yang diperlukan (misalnya, alat, obat, ketrampilan) agar pelaksana
pelayanan dapat menerapkan standar.
5. Proses yang berisi langkah-langkah pokok yang perlu diikuti untuk penerapan
standar (Depkes RI, 2001:2).
E. Ruang Lingkup

Ruang lingkup SPK meliputi 24 standar yaitu : standar pelayanan (2 standar), standar
pelayanan antenatal (6 standar), standar pertolongan persalinan (4 standar), standar
pelayanan nifas (3 standar), standar penanganan kegawatdaruratan obstetri neonatal
(9 standar) (Depkes RI, 2001:3).
F. Dasar Hukum
1. Undang-undang Keshatan Nomor 23 tahun 1992 Menurut Undang-Undang
Kesehatan Nomer 23 tahum 1992 kewajiban tenaga kesehatan adalah mematuhi
standar profesi tenaga kesehatan, menghormati hak pasien, menjaga kerahasiaan
identitas dan kesehatan pasien, memberikan informasi dan meminta persetujuan
(Informed consent), dan membuat serta memelihara rekam medik. Standar profesi
tenaga kesehatan adalah pedoman yang harus dipergunakan oleh tenaga kesehatan
sebagai petunjuk dalam menjalankan profesinya secara baik. Hak tenaga
kesehatan adalah memperoleh perlindungan hukum melakukan tugasnya sesuai
dengan profesi tenaga kesehatan serta mendapat penghargaan.
2. Pertemuan Program Safe Motherhood dari Negara-negara

di Wilayah

SEARO/Asia Tenggara Tahun 1995 tentang SPK Pada pertemuan ini disepakati
bahwa kualitas pelayanan kebidanan yang diberikan kepada setiap ibu yang
memerlukannya perlu diupayakan agar memenuhi standar tertentu agar aman dan
efektif. Sebagai tindak lanjutnya, WHO SEARO mengembangkan Standar
Pelayanan Kebidanan. Standar ini kemudian diadaptasikan untuk pemakaian di
Indonesia, khususnya untuk tingkat pelayanan dasar, sebagai acuan pelayanan di
tingkat masyarakat. Standar ini diberlakukan bagi semua pelaksana kebidanan.
3. Pertemuan Program Tingkat Provinsi DIY Tentang Penerapan SPK 1999 Bidan
sebagai tenaga profesional merupakan ujung tombak dalam pemeriksaan
kehamilan seharusnya sesuai dengan prosedur standar pelayanan kebidanan yang
telah ada yang telah tertulis dan ditetapkan sesuai dengan kondisi di Propinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta (Dinkes DIY, 1999).
4. Keputusan Mentri Kesehtan RI Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang
registrasi dan praktek bidan. Pada BAB I yaitu tentang KETENTUAN UMUM
pasal 1 ayat 6 yang berbunyi Standar profesi adalah pedoman yang harus
dipergunakan sebagai petunjuk dalam melaksanakan profesi secara baik.
Pelayanan kebidanan yang bermutu adalah pelayanan kebidanan yang dapat
memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kebidanan serta penyelenggaraannya
sesuai kode etik dan standar pelayanan pofesi yang telah ditetapkan. Standar
profesi pada dasarnya merupakan kesepakatan antar anggota profesi sendiri,

sehingga bersifat wajib menjadi pedoman dalam pelaksanaan setiap kegiatan


profesi (Heni dan Asmar, 2005:29)
5. Keputusan
Menteri
Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor

369/Menkes/SK/III/2007 Standar pelayanan kebidanan


G. Pengenalan Standar Pelayanan Kebidanan
Standar Pelayanan Kebidananan terdiri dari 24 Standar, meliputi :
1. Standar Pelayanan Umum (2 standar)
Standar 1 : Persiapan untuk Kehidupan Keluarga Sehat
Bidan memberikan penyuluhan dan nasehat kepada perorangan, keluarga
dan masyarakat terhadap segala hal yang berkaitan dengan kehamilan, termasuk
penyuluhan kesehatan umum, gizi, keluarga berencana, kesiapan dalam
menghadapi kehamilan dan menjadi calon orang tua, menghindari kebiasaan yang
tidak baik dan mendukung kebiasaan yang baik.
Standar 2 : Pencatatan dan Pelaporan
Bidan melakukan pencatatan semua kegiatan yang dilakukannya, yaitu
registrasi. Semua ibu hamil di wilayah kerja, rincian pelayanan yang diberikan
kepada setiap ibu hamil/bersalin/nifas dan bayi baru lahir, semua kunjungan
rumah dan penyuluhan kepada masyarakat. Di samping itu bidan hendaknya
mengikutsertakan kader untuk mencatat semua ibu hamil dan meninjau upaya
masyarakat yang berkaitan dengan ibu hamil dan bayi baru lahir. Bidan meninjau
secara teratur catatan tersebut untuk menilai kinerja dan penyusunan rencana
kegiatan untuk meningkatkan pelayanannya.
2. Standar Pelayanan Antenatal (6 standar)
Standar 3 : Identifikasi Ibu Hamil
Bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan masyarakat
secara berkala untuk memberikan penyuluhan dan memotivasi ibu, suami, dan
anggota keluarganya agar mendorong ibu untuk memeriksakan kehamilannya
sejak dini dan secara teratur
Standar 4 : Pemeriksaan dan Pemantauan Antenatal
Bidan memberikan sedikitnya 4x pelayanan antenatal. Pemeriksaan meliput
anamnesis dan pemantauan ibu janin dengan seksama untuk menilai apakah
perkembangan berlangsung normal. Bidan juga harus mengenali kehamilan risti/

kelainan, khususnya anemia, kurang gizi, hipertensi, PMS, infeksi HIV,


memberikan pelayanan imunisasi, nasehat dan penyuluhan kesehatan serta tugas
terkait lainnya yang diberikan oleh puskesmas. Mereka harus mencatat data yang
tepat pada setiap kunjungan. Bila ditemukan kelainan, mereka harus mampu
mengambil tindakan yang diperlukan dan merujuknya untuk tindakan selanjutnya.
Standar 5 : Palpasi dan Abdominal
Bidan melakukan pemeriksaan abdominal dan melakukan palpasi untuk
memperkirakan usia kehamilan; serta bila kehamilan bertambah memeriksa
posisi, bagian terendah janin dan masuknya kepala janin kedalam rongga
panggul, untuk mencari kelainan dan melakukan rujukan tepat waktu.
Standar 6 : Pengelolaan Anemia pada Kehamilan
Bidan melakukan tindakan pencegahan, penemuan, penanganan dan rujukan
semua kasus anemia pada kehamilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Standar 7 : Pengelolaan Dini Hipertensi pada Kehamilan
Bidan menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan darah pada
kehamilan dan mengenal tanda serta gejala preeklampsia lainnya, serta
mengambil tindakan yang tepat dan merujuknya.
Standar 8 : Persiapan Persalinan
Bidan memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil, suami serta
keluarganya pada trimester ketiga, untu memastikan bahwa persiapan persalinan
yang bersih dan aman serta suasana yang menyenangkan akan direncanakan
dengan baik, disamping persiapan transportasi dan biaya untuk merujuk, bila tibatiba terjadi keadaan gawat darurat. Bidan hendaknya melakukan kunjungan
rumah untuk hal ini.
3. Standar Pertolongan Persalinan (4 standar)
Standar 9 : Asuhan Persalinan Kala I
Bidan menilai secara tepat bahwa persalian sudah mulai, kemudian
memberikan asuhan dan pemantauan yang memadai, dengan memperhatikan
kebutuhan klien, selama proses persalinan berlangsung.
Standar 10 : Persalinan Kala II yang Aman
Bidan melakukan pertolongan persalinan yang aman, dengan sikap sopan
dan penghargaan terhadap klien serta memperhatikan tradisi setempat
Standar 11 : Penatalaksanaan Aktif Persalinan Kala III

Bidan melakukan penegangan tali pusat dengan benar untuk membantu


pengeluaran plasenta dan selaput ketuban secara lengkap
Standar 12 : Penanganan Kala II dengan Gawat Janin melalui Episiotomi
Bidan mengenali secara tepat tanda-tanda gawat janin pada kala II yang
lama, dan segera melakukan episiotomi dengan aman untuk memperlancar
persalinan, diikuti dengan penjahitan perineum.
4. Standar Pelayanan Nifas (3 standar)
Standar 13 : Perawatan Bayi Baru Lahir
Bidan memeriksa dan menilai bayi baru lahir untuk memastikan pernafasan
spontan mencegah hipoksia sekunder, menemukan kelainan, dan melakukan
tindakan atau merujuk sesuai dengan kebutuhan. Bidan juga harus mencegah atau
menangani hipotermia.
Standar 14 :Penanganan pada Dua Jam Pertama Setelah Persalinan
Bidan melakukan pemantauan ibu dan bayi terhadap terjadinya komplikasi
dalam dua jam setelah persalinan, serta melakukan tindakan yang diperlukan. Di
samping itu, bidan memberikan penjelasan tentang hal-hal yang mempercepat
pulihnya kesehatan ibu, dan membantu ibu untuk memulai pemberian ASI.
Standar 15 :Pelayanan bagi Ibu dan Bayi pada Masa Nifas
Bidan memberikan pelayanan selama masa nifas melalui kunjungan rumah
pada hari ketiga, minggu kedua dan minggu keenam setelah persalinan, untuk
membantu proses pemulihan ibu dan bayi melalui penanganan tali pusat yang
benar, penemuan dini penanganan atau rujukan komplikasi yang mungkin terjadi
pada masa nifas, serta memberikan penjelasan tentang kesehatan secara umum,
kebersihan perorangan, makanan bergizi, perawatan bayi baru lahir, pemberian
ASI, imunisasi dan KB.
5. Standar Penanganan Kegawatdaruratan Obstetri-Neonatal (9 standar)
Standar 16 : Penanganan Perdarahan dalam Kehamilan pada Trimester III
Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala perdarahan pada kehamilan,
serta melakukan pertolongan pertama dan merujuknya.
Standar 17 : Penanganan Kegawatan dan Eklampsia
Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala eklampsia mengancam, serta
merujuk dan/atau memberikan pertolongan pertama
Standar 18 : Penanganan Kegawatan pada Partus Lama/Macet

Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala partus lama/macet serta
melakukan penanganan yang memadai dan tepat waktu atau merujuknya
Standar 19 : Persalinan dengan Penggunaan Vakum Ekstraktor
Bidan mengenali kapan diperlukan ekstraksi vakum, melakukannya dengan
benar

dalam

memberikan

pertolongan

persalinan

dengan

memastikan

keamanannya bagi ibu dan janin/bayinya.


Standar 20 : Penanganan Retensio Plasenta
Bidan mampu mengenali retensio plasenta, dan memberikan pertolongan
pertama termasuk plasenta manualdan penanganan perdarahan, sesuai dengan
kebutuhan.
Standar 21 : Penanganan Perdarahan Post Partum Primer
Bidan mampu mengenali perdarahan yang berlebihan dalam 24 jam pertama
setelah persalinan (perdarahan post partum primer) dan segera melakukan
pertolongan pertama untuk mengendalikan perdarahan.
Standar 22 : Penanganan Perdarahan Post Partum Sekunder
Bidan mampu mengenali secara tepat dan dini tanda serta gejala perdarahan
post partum sekunder, dan melakukan pertolongan pertama untuk penyelamatan
jiwa ibu, atau merujuknya.
Standar 23 : Penanganan Sepsis Puerperalis
Bidan mampu mengamati secara tepat tanda dan gejala sepsis puerperalis,
serta melakukan pertolongan pertama atau merujuknya.
Standar 24 : Penanganan Asfiksia Neonatorum
Bidan mampu mengenali dengan tepat bayi baru lahir dengan asfiksia, serta
melakukan resusitasi, mengusahakan bantuan medis yang diperlukan dan
memberikan perawatan lanjutan.
H. Standar Persyaratan
Standar persyaratan minimal adalah keadaan minimal yang harus dipenuhi untuk
dapat menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu. Standar
persyaratan minimal terdiri dari
1. Standar Masukan
Dalam Standar Masukan ditetapkan persyaratan minimal unsur masukan yang
diperlukan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu
terdiri dari :
a. Jenis, jumlah dan kualifikasi tenaga pelaksana

b. Jenis, jumlah dan spesifikasi sarana


c. Jumlah dana (modal)
Jika standar masukan merujuk pada tenaga pelaksana disebut dengan nama
standar ketenagaan (standard of personnel). Sedangkan jika standar masukan
merujuk pada sarana dikenal dengan nama standar sarana (standard of facilities).
Untuk dapat menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu,
standar masukan tersebut haruslah dapat ditetapkan.
2. Standar Lingkungan
Dalam standar lingkungan ditetapkan persyaratan minimal unsur lingkungan yang
diperlukan untuk dapat meyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu,
terdiri dari :
a. Garis-garis besar kebijakan (policy)
b. Pola organisasi (organization)
c. Sistem manajemen (management) yang harus dipatuhi oleh setiap pelaksana
pelayanan kesehatan.
Standar lingkungan ini populer dengan sebutan standar organisasi dan
manajemen (standard organization and management). Sama halnya dengan
masukan, untuk dapat menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang
bermutu, maka standar lingkungan harus ditetapkan.
3. Standar Proses
Dalam standar proses ditetapkan persyaratan minimal unsur proses yang harus
dilakukan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu,
terdiri dari :
a. Tindakan medis
b. Tindakan non medis
Standar proses dikenal dengan nama standar tindakan (standar of conduct).
Karena baik tidaknya mutu pelayanan kesehatan sangat ditentukan oleh
kesesuaian tindakan dengan standar proses, maka haruslah dapat diupayakan
tersusunnya standar proses.
I. Standar Penampilan Minimal
Standar penampilan minimal merujuk pada penampilan layanan kesehatan yang
masih dapat diterima. Standar ini, karena merujuk pada unsur keluaran,
disebut dengan nama standar keluaran, atau populer dengan sebutan standar
penampilan (standar of performance). Standar keluaran merupakan hasil akhir atau

akibat dari layanan kesehatan. Standar keluaran akan menunjukkan apakah layanan
kesehatan berhasi atau gagal. Keluaran (outcome) adalah apa yang diharapkan akan
terjadi sebagai hasil dari layanan kesehatan yang diselenggarakan dan terhadap apa
keberhasilan tersebut akan diukur. Standar keluaran berupa :
1. Penampilan Aspek Medis
2. Penampilan Aspek Non Medis
Untuk mengetahui apakah mutu pelayanan yang diselenggarakan masih dalam batasbatas yang wajar atau tidak, perlu ditetapkan standar keluaran.

HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN


A. Hak dan Kewajiban Pasien Menurut Undang-Undang
Menurut Declaration of Lisbon (1981) : The Rights of the Patient disebutkan
beberapa hak pasien, diantaranya hak memilih dokter, hak dirawat dokter yang
bebas, hak menerima atau menolak pengobatan setelah menerima informasi, hak
atas kerahasiaan, hak mati secara bermartabat, hak atas dukungan moral atau
spiritual. Dalam UU No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 53 menyebutkan
beberapa hak pasien, yakni hak atas Informasi, hak atas second opinion, hak atas
kerahasiaan, hak atas persetujuan tindakan medis, hak atas masalah spiritual, dan hak
atas ganti rugi.
Menurut UU No.36 tahun 2009 tentang kesehatan, pada pasal 4-8 disebutkan
setiap orang berhak atas kesehatan, akses atas sumber daya, pelayanan kesehatan
yang aman, bermutu dan terjangkau; menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang
diperlukan, lingkungan yang sehat, info dan edukasi kesehatan yg seimbang dan
bertanggungjawab, dan informasi tentang data kesehatan dirinya.
Hak-hak pasien dalam UU No. 36 tahun 2009 itu diantaranya meliputi:
1. Hak menerima atau menolak sebagian atau seluruh pertolongan (kecuali tak
sadar, penyakit menular berat, gangguan jiwa berat).
2. Hak atas rahasia pribadi (kecuali perintah UU, pengadilan, ijin ybs, kepentngan
ybs, kepentingan masyarakat).
3. Hak tuntut ganti rugi akibat salah atau kelalaian (kecuali tindakan penyelamatan
nyawa atau cegah cacat).
Pada UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran khususnya pada
pasal 52 juga diatur hak-hak pasien, yang meliputi:
1. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana
2.
3.
4.
5.

dimaksud dalam pasal 45 ayat 3.


Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain.
Mendapat pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis.
Menolak tindakan medis.
Mendapatkan isi rekam medis.
Terkait rekam medis, Peraturan Menteri kesehatan No.269 pasal 12

menyebutkan:
1. Berkas rekam medis milik sarana pelayanan kesehatan.
2. Isi rekam medis merupakan milik pasien.
3. Isi rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam bentuk ringkasan
rekam medis.

4. Ringkasan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan,
dicatat, atau dicopy oleh pasien atau orang yang diberi kuasa atau atas
persetujuan tertulis pasien atau keluarga pasien yang berhak untuk itu.
Hak Pasien dalam UU No 44 / 2009 tentang Rumah Sakit (Pasal 32 UU
44/2009) menyebutkan bahwa setiap pasien mempunyai hak sebagai berikut:
1. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di
Rumah Sakit.
2. Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien.
3. Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi.
4. Memperoleh pelayanan kesehatan bermutu sesuai dengan standar profesi dan
standar prosedur operasional.
5. Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari
kerugian fisik dan materi;
6. Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan.
7. Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan
yang berlaku di rumah sakit.
8. Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain
(second opinion) yang memiliki Surat Ijin Praktik (SIP) baik di dalam maupun
di luar rumah sakit.
9. Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data
medisnya.
10. Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh
tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya.
11. Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis,
tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin
terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya
pengobatan.
12. Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.
13. Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal
itu tidak mengganggu pasien lainnya.
14. Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di
Rumah Sakit.
15. Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit terhadap
dirinya.
16. Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan
kepercayaan yang dianutnya.
17. Menggugat dan atau menuntut rumah sakit apabila rumah sakit itu diduga
memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata
ataupun pidana.

18. Mengeluhkan pelayanan rumah sakit yang tidak sesuai dengan standar
pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Sementara itu kewajiban pasien diatur diataranya dalam UU No 29 tahun
2004 tentang Praktik Kedokteran, terutama pasal 53 UU, yang meliputi:
1. Memberi informasi yg lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya.
2. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter dan dokter gigi.
3. Mematuhi ketentuan yang berlaku di saryankes.
4. Memberi imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
Terkait kewajiban pasien seperti disebut di atas, sebenarnya ada pesan
implisit terkait hal itu, diantaranya:
1. Masing-masing pihak, dalam hal ini pasien dan tenaga medis, harus selalu
memberi informasi yang tepat dan lengkap, baik sebelum maupun sesudah
tindakan (preventif/diagnostik/terapeutik/rehabilitatif).
2. Keputusan di tangan pasien, dokter mengadvokasi prosesnya (kecuali keadaan
darurat yang tak bisa ditunda).
3. Layanan medis harus sesuai kebutuhan medisnya.
B. Hak dan Kewajiban pasien dalam pelayanan Kesehatan
Hak pasien dalam memperoleh pelayanan kesehatan termasuk perawatan tercantum
pada UU Kesehatan no 23 tahun 1992 yaitu :
Pasal 14 mengungkapkan bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan kesehatan
optimal.
Pasal 53 menyebutkan bahwa setiap pasien berhak atas informasi, rahasia
kedokteran, dan hak opini kedua.
Pasal 55 menyebutkan bahwa setiap pasien berhak mendapatkan ganti rugi karena
kesalahan dan kelalaian petugas kesehatan.
Secara rinci, hak dan kewajiban pasien adalah sebagai berikut :
1. Hak Pasien :
a. Mendapatkan pelayanan kesehatan optimal /sebaik-baiknya sesuai dengan
standar profesi kedokteran.
b. Hak atas informasi yang jelas dan benar tentang penyakit dan tindakan medis
yang akan dilakukan dokter/ suster.
c. Hak memilih dokter dan rumah sakit yang akan merawat sang pasien.
d. Hak atas rahasia kedokteran / data penyakit, status, diagnosis dll.
e. Hak untuk memberi persetujuan / menolak atas tindakan medis yang akan
dilakukan pada pasien.
f. Hak untuk menghentikan pengobatan.
g. Hak untuk mencari pendapat kedua / pendapat dari dokter lain / Rumah Sakit
lain.
h. Hak atas isi rekaman medis / data medis.
i. Hak untuk didampingi anggota keluarga dalam keadaan kritis.

j. Hak untuk memeriksa dan menerima penjelasan tentang biaya yang


dikenakan / dokumen pembayaran / bon /bill.
k. Hak untuk mendapatkan ganti rugi kalau terjadi kelalaian dan tindakan yang
tidak mengikuti standar operasi profesi kesehatan.
2. Kewajiban Pasien
a. Memberi keterangan yang jujur tentang penyakit dan perjalanan penyakit
kepada petugas kesehatan.
b. Mematuhi nasihat dokter dan perawat
c. Harus ikut menjaga kesehatan dirinya.
d. Memenuhi imbalan jasa pelayanan.
Sedangkan menurut Surat Edaran DirJen Yan Medik No:YM.02.04.3.5.2504 Tentang
Pedoman Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah Sakit, Th.1997; UU
Republik Indonesia No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran dan
Pernyataan/SK PB. IDI, sebagai berikut : Hak pasien adalah hak-hak pribadi yang
dimiliki manusia sebagai pasien, yaitu :
1. Hak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di
rumah sakit. Hak atas pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur
2. Hak untuk mendapatkan pelayanan medis yang bermutu sesuai dengan standar
profesi kedokteran/kedokteran gigi dan tanpa diskriminasi
3. Hak memperoleh asuhan keperawatan sesuai dengan standar profesi
keperawatan
4. Hak untuk memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan
sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit
5. Hak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat klinik dan
pendapat etisnya tanpa campur tangan dari pihak luar
6. Hak atas privacy dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data
medisnya kecuali apabila ditentukan berbeda menurut peraturan yang berlaku
7. Hak untuk memperoleh informasi /penjelasan secara lengkap tentang tindakan
medik yg akan dilakukan thd dirinya.
8. Hak untuk memberikan persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan oleh
dokter sehubungan dengan penyakit yang dideritanya
9. Hak untuk menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan
mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri sesudah
memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya.
10. Hak didampingi keluarga dan atau penasehatnya dalam beribad dan atau
masalah lainya (dalam keadaan kritis atau menjelang kematian).
11. Hak beribadat menurut agama dan kepercayaannya selama tidak mengganggu
ketertiban & ketenangan umum/pasien lainya.
12. Hak atas keamanan dan keselamatan selama dalam perawatan di rumah sakit

13. Hak untuk mengajukan usul, saran, perbaikan atas pelayanan rumah sakit
terhadap dirinya
14. Hak transparansi biaya pengobatan/tindakan medis yang akan dilakukan
terhadap dirinya (memeriksa dan mendapatkan penjelasan pembayaran)
15. Hak akses /inzage kepada rekam medis/ hak atas kandungan ISI rekam medis
miliknya

ASPEK KEPUASAN PASIEN DALAM PELAYANAN KEBIDANAN


A. Konsep Dasar Mutu Pelayanan Kesehatan Dan Kebidanan
Mutu adalah suatu keputusan yang berhubungan dengan proses pelayanan, yang
berdasarkan tingkat dimana pelayan memberikan kontribusi terhadap nilai outcomes.
Mutu adalah kecocokan penggunaan produk (Fitness for use)untuk memenuhi
kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Kecocokan dari pengguna tersebut didasarkan
atas 5 ciri utama,yaitu:
1. Tehnologi
: Kekuatan dan daya tahan.
2. Spikologis
: Citra rasa atau status
3. Waktu
: Kehandalan
4. Kontraktual : Adanya jaminan
5. Etika
: Sopan santun,ramah atau jujur (juran).
Mutu produk dan jasa adalah seluruh gabungan sifat-sifat produk atau jasa
pelayanan dari pemasaran,engineering,manufaktur, dan pemeliharaan di mana
produk atau jasa pelayanan dalam penggunaannya akan bertemu dengan harapan
pelanggan (Dr.Armand V. Feigenbaun).
1. Mutu adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya.
2. Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang ditetapkan
3. Mutu adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan suatu yang sedang diamati.
Mutu adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk,
manusia/tenaga kerja,proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau
melebihi harapan pelanggan (konsumen).
Mutu adalah tingkat dimana pelayanan kesehatan pasien di tingkatkan
mendekati hasil yang diharapkan dan mengurangi faktor-faktor yang tidak di
inginkan ( JCAHO 1993). Definisi tersebut semula melahirkan 12 faktor-faktor yang
menentukan mutu pelayanan kesehatan, belakangan dikonfensi menjadi dimensi
mutu kinerja (Performance) yang dituangkan dengan spesifikasi seperti dibawah
ini:
1. Kelayakan adalah tingkat dimana perawatan atau tingkatan yang dilakukan
relevan terhadap kebutuhan klinis pasien dan memperoleh pengertahuan yang
berhubungan dengan keadaannya.
2. Kesiapan adalah tingkat dimana kesiapan perawatan atau tindakan yang layak
dapat memenuhi kebutuhan pasien sesuai keperluannya.
3. kesinambungan adalah tinkat dimana perawatan atau tindakan bagi pasien
terkoordinasi dengan baik setiap saat dimna tim kesehatan dalam organisasi.
4. Efektifitas adalah tingkat dimana perawatan atau tindakan terhadap pasien
dilakukan dengan benar, serta mendapat penjelasan dan pengetahuan sesuai
dengan kaadaannya, dalam rangka memenuhi harapan pasien.

5. Kemanjuran adalah tingkat dimana perawatan atau tindakan yang diterima pasien
dapat diwujudkan atau ditunjukkan untuk menyempurnakan hasil sesuai harapan
pasien.
6. Efisiensi adalah ratio hasil pelayanan atau tindakan bagi pasien terhadap sumbersumber yang dipergunakan dalam memberikan layanan bagi pasien.
7. Penghormatan dan perhatian adalah tinkat dimana pasien dilibatkan dalam
pengambilan keputusan tentang perawatan dirinya. Berkaitan dengan hal tersebut
perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan pasien serta harapan-harapannya di
hargai.
8. Keamanan adalah tingkat dimana bahaya lingkungan perawatan diminimalisasi
untuk melindungi pasien orang lain, termaksud pertugas kesehatan.
9. Ketepatan waktu adalah tingkat dimana perawatan atau tindakan diberikan
kepada pasien tepat waktu sangat penting dan bermafaat.
Mutu dalam pelayanan kebidanan adalah peningkatan mutu pelayanan yang
dilakukam bidan didesa dengan wadah polindes atau puskesmas.(Wiyono 1999)
menerangkan bahwa mutu dapat dilihat dari berbagai perspektif. Untuk pasien dan
masyarakat, mutu pelayanan berarti suatu empati,respek dan tanggap akan kebutuhan
mereka dan diberikan dengan cara yang ramah waktu mereka berkunjung.Sedangkan
untuk petugas kesehatan, mutu berarti bebas melakukan segala sesuatu secara
professional untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien dan masyarakat sesuai
dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang maju, mutu peralatan yang baik,
dan memenuhi standar yang baik.
1. Kepuasan Pasien
Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang (pelanggan/pasien) setelah
membandingkan antara kinerja atau hasil yang dirasakan (pelayanan yang
diterima dan dirasakan) dengan yang diharapkannya.
Kepuasan pasien adalah memberikan apa yang sesungguhnya mereka
inginkan serta kapan dan bagaimana mereka inginkan atau memenuhi kebutuhan
dengan menjalankan manajemen mutu total (Sujianti, 2009).
Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai
akibat dari kinerja layanan kesehatan yang di perolehnya setelah pasien
membandingkannya dengan apa yang diharapkan (Pohan, 2006).
Berbagai penelitian memilah kepuasan pelanggan kedalam komponenkomponennya. Umumnya proses ini terdiri atas dimensi-dimensi kunci kepuasan
pelanggan. Pelanggan menilai produk atau jasa berdasarkan item-item spesifik,
seperti.
a. Harga
b. Kecepatan layanan

c. Fasilitas layanan
d. Keramahan staf layanan pelanggan
Menurut (Philip Kotler) Kepuasan adalah tingkat keadaan yang dirasakan
seseorang yang merupakan hasil dari membandingkan penampilan atau outcome
produk yang dirasakan dalam hubungannya dengan harapan seseorang.
Djoko Wijono, dalam bukunya Menejemen Mutu Pelayanan Kesehatan
menyebutkan bahwa ada tiga tingkat kepuasan pelanggan,yaitu :
a. Bila penampilan kurang dari harapan,pelanggan tidak puas.
b. Bila penampilan sebanding dengan harapan, pelanggan puas.
c. Bila penampilan melebihi harapan, pelanggan amat puas atau senang.
Menurut Gerson,2002) kepuasan pasien adalah bahwa harapannya telah
terpenuhi atau terlampau.
Kepuasan pelanggan rumah sakit atau organisasi pelayanan kesehatan lain
atau kepuasan pasien dipengaruhi banyak faktor,antara lain yang bersangkutan
dengan :
a. Pendekatan dan perilaku petugas, perasaan pasien terutama saat pertama kali
datang.
b. Mutu informasi yang diterima, seperti apa yang dikerjakan,apa yang dapat
c.
d.
e.
f.
g.

diharap.
Prosedur perjanjian
Waktu tunggu
Fasilitas umum yang tersedia
Fasilitas perhotelan
Outcome terapi dan perawatan yang diterima.
Menurut Budiastuti (2002 dalam Purwanto, 2007) pasien dalam

mengevaluasi kepuasan terhadap jasa pelayanan yang diterima mengacu pada


beberapa faktor, antara lain:
a. Kualitas produk. Pelanggan akan puas bila kualitas produk (barang/jasa) yang
ditawarkan relatif baik. Kualitas produk ini merupakan dimensi global dan
paling tidak memiliki 6 elemen, yaitu penampilan produk (performance), daya
tahan

(durability),

keistimewaan

(feature),

keandalan/dapat

dipercaya

(reliability), konsistensi (consistency), dan model (design). Pelanggan akan


merasa puas saat membeli produk yang kualitasnya bagus, tahan lama,
modelnya apik, dan memiliki banyak keunggulan (fasilitas). Produk yang
berbentuk pelayanan jasa, kualitas yang baik dapat diartikan sebagai pelayanan
yang tepat waktu, aman, paripurna, dan diberkan oleh ahli, dan mudah
dijangkau (secara jarak maupun biaya)
b. Harga. Komponen yang satu ini hanya berlaku bagi mereka yang sensitif
terhadap masalah value of money. Dengan harga yang murah mereka yang

sensitif akan mendapatkan value of money yang tinggi dan merasa kepuasan
karenanya.
c. Service Quality. Kedua faktor di atas (kualitas dan harga) ternyata bukan
jaminan untuk memuaskan pelanggan. Kualitas yang baik dan harga yang
murah akan menjadi hal yang tidak bermakna bila pelayanan yang diberikan
karyawan tidak baik (tidak ramah, prosedur yang susah, dan pelayanan yang
tidak nyaman). Kualitas pelayanan disokong oleh tiga hal, yaitu sistem,
teknologi, dan manusia. Menurut konsep service quality yang populer,
ServQual dinyatakan bahwa kualitas pelayanan memiliki 5 dimensi, yaitu
reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangible (Parasuraman,
1985 dalam Rahmulyono, 2008).
d. Emotional factor. Pada awalnya kajian tentang kepuasan mengarah pada
asumsi bahwa para pelanggan menggunakan rasionalitasnya dalam berbelanja.
Namun kajian-kajian kekinian membuktikan bahwa pelanggan tidak selalu
rasional untuk melakukan transaksi, bahkan ada kecenderungan irasional.
Sering terjadi pelanggan mau membayar harga yang teramat tinggi (tidak
masuk akal) untuk sebuah barang maupun jasa, hanya karena barang terseut
bentuknya/warnanya sesuai dengan bentuk/penampilan/warna favoritnya.
Dengan demikian kajian kekinian menjadikan faktor emosi sebagai hal yang
menjadi driver kepuasan pelanggan.
Faktor emosional ini ada tiga komponen, yaitu: estetika, self-expressive value,
dan brand personality.
1) Aspek estetika mencakup bentuk, desain, ukuran, warna, maupun proporsi
dan kesimetrisan suatu barang. Untuk pelayanan dalam seting rumah sakit,
pelanggan akan merasa terpuaskan bila menggunakan jasa pelayanan
kesehatan dari rumah sakit yang ruang perawatannya nyaman, banyak
tamannya, bersih, mewah.
2) Aspek self-expressive value menggambarkan bahwa pelanggan merasa
terpuaskan bila orang-orang disekitarnya menjadi lebih menganggapnya
berwibawa, patut dikagumi, dihormati,dll. Seorang pasien akan memilih
rung perawatan yang berkelas meski jauh lebih mahal, karena mereka
merasa lebih dihargai, lebih percaya diri, dan lebih dihormati oleh orangorang yang menjenguknya maupun petugas kesehatan yang merawatnya.
3) Brand personality. Kalau self-expressive value merupakan emosi yang
terbentuk dari lingkungan sosial, maka brand personality akan
memberikan kepuasan kepada konsumen secara internal (tidak bergantung

kepada pandangan/penilaian orang-orang disekitarnya). Unsur yang satu


ini bersifat sangat personal (individual pelanggan). Dalam hal ini setiap
pelanggan berhak mendefinisikan kepuasannya masing-masing,terserah
orang mau bilang apa tentang standarnya. Dengan kata lain ada suatu
kefanatikan terhadap suatu produk (barang/jasa dengan merk tertentu).
Contohnya, ada segolongan pelanggan yang akan terpuaskan oleh salah
satu merk/produk dari suatu institusi, terlepas orang di sekitarnya
mencemooh, menentang maupun menilainya salah.
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien
Tanggapan yang diberikan pasien mengenai kepuasan akan dipengaruhi oleh
beberapa

karakteristik

demografis

dan

sosio-psikologis

dan

demografi

diantaranya: usia, kompetensi pribadi, tingkat pendidikan, tingkat penghasilan,


status pernikahan, gaya hidup, dan seterusnya.Menurut Taty Rosyanawaty 2011.
a. Pendekatan dan perilaku petugas terutama saat pertama kali datang.
b. Mutu informasi yang diterima, seperti pa yang dikerjakan, apa yang bisa
diperoleh.
c. Prosedur penjanjian
d. Waktu tunggu
e. Pelayanan lainnya seperti mutu makanan, privacy dan pengaturan kunjungan.
f. Fasilitas umum yang tersedia.
g. Output terapi dan perawatan yang diterima
3. Mengukur Kepuasan Pelanggan
Menurut Syafudin 2011, Puas atau tidak puas seseorang tergantung pada :
a. Sikapnya terhadap ketidaksesuaian (rasa senang atau tidak senang).
b. Tingkatan dari pada evaluasi baik atau tidak untuk dirinya, melebihi atau
dibawah standar.
Metode mengukur kepuasan pelanggan menurut Adrian Palmer (2001)
dengan Sistem keluhan dan saran yaitu dengan menyediakan kotak saran, hotline
service, dan lain-lain untuk memberikan kesempatan seluas luasnya kepada
pasien atau pelanggan untuk menyampaikan keluhan, saran, komentar, dan
pendapat mereka.
4. Harapan Pelanggan
Menurut (Freddy rangkuti 2002) harapan adalah tingkat kepentingan pelanggan,
yaitu keyakinan pelanggan sebuah mencoba atau membeli suatu produk atau jasa
yang akan dijadikan standar acuan untuk menilai produk atau jasa tersebut.
Harapan adalah kunci pokok bagi setiap penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang terlibat dalam kepuasan pasien atau klien.Ada dua tingkat harapan
(Hamdi Irawan,2002):

a. Disired Expectation, Harapan ini memcerminkan apa yang harus dilakukan


fasilitas kesehatan atau pelayanan kesehatan kepada pasien atau klien.
b. Adequate expectation, Harapan minimal yang masih dapat diterima oleh pasien
atau klien, karena alas an yang dapat diterima dan tergantung pada alternative
yang tersedia.
5. Manfaat Kepuasan
a. Kepuasan pelanggan merupakan sarana untuk menghadapi kompetisi dimasa
yang akan datang.
b. Kepuasan pelanggan merupakan promosi terbaik.
c. Kepuasan pelanggan merupakan asset perusahaan terpenting.
d. Kepuasan pelanggan menjamin pertumbuhan dan perkembangan perusahaan.
e. Pelanggan semakin kritis dalam memilih produk.
f. Pelanggan puas akan kembali.
g. Pelanggan yang puas mudah memberikan referensi.
6. Ketidak Puasan Pelanggan Dan Ketidak Puasan Produk/Jasa
Defisiensi produk/jasa pada dasarnya merupakan sumber ketidak puasan
pelanggan, yang dapat menimbulkan keluhan, klaim, tuntutan.
Kepuasan produk/jasa bersumber pada keistimewaan produk, sedangkan
ketidak puasan produk/jasa bersumber pada ketidak sesuaian dan alasan-alasan
lain yang menimbulkan keluhan bagi pelanggan (Siti Masitoh 2011).
7. Indikator Untuk Mengukur Kepuasan Pelanggan
Menurut parasuraman dalam wiyoyo (1999) terdapat 10 indikatif untuk mengukur
kepuasan pelanggan.dalam perkembangan selanjutnya ke sepuluh faktor tersebut
dirangkum menjadi 5 (lima).dimensi mutu pelayanan sebagai penentu klualitas
jasa, yaitu :
a. Bentuk langsung : adalah segala sesuatu yang tampak seperti fasilitas,
peralatan, kenyamanan ruangan, dan sikap petugas.
b. Keadaan adalah elemen yang berkaitan dengan kemamampuan untuk mewujut
kan pelayanan yang dapat di adakan.
c. Daya tangkap adalah elemen yang berkaitan dengan kesediaan karyawan
dalam membantu dan memberikan pelayanan yang terbaik bagi pasien, petugas
dapat memberikan informasi yang jelas petugas memberikan pelayanan dengan
segera dan tepat waktu petugas memberikan pelayanan yang baik.
d. Jaminan hal itu terutama mencakup pengtahuan, kemampuan, kesopanan, dan
sifat dapat dipercaya petugas.Selain itu,bebas dari bahaya saat pelayanan
merupakan jaminan juga.
e. Empati meliputi perhatian pribadi dalam memahami kebutuhan para pasien.

DIAGRAM KONSEP KEPUASAN PASIEN


Kebutuhan Dan Keinginan Pelanggan

Tujuan Perusahaan

Produk
Harapan Pelanggan Tarhadap Produk

Nilai Produk Bagi pelanggan


Tingkat Kepuasan Pelanggan

B. Progam Menjaga Mutu Pelayanan Kebidanan


Program menjaga mutu adalah suatu aspek yang cukup penting dalam pelayanan
kebidanan, banyak ahli mendefinisikan Program Menjaga Mutu sebagai berikut :
DR. dr. Azrul Azwar, MPH, dalam buku pengantar administrasi KesehatanEdisi ke
3 menyebutkan bahwa Program Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan diartikan
sebagai suatu upaya yang dilakukan secara berkesinambungan, sistematis, objektif
dan

terpadu

dalam

menetapkan

masalah

dan

penyebab

masalah

mutu

pelayanankesehatan berdasarkan standar yang telah ditetapkan, menetapkan dan


melaksanakancara

penyelesaian

masalah

sesuai

dengan

kemampuan

yang

tersedia,serta menilai hasil yang dan menyusun saran-saran tindak lanjut untuk lebih
meningkatkan mutunpelayanan.
Suatu upaya yang berkesinambungan, sistematis dan objektif dalam
memantau dan menilai pelayanan yang diselenggarakan dibandingkan dengan
standar yang telah du tetapkan, serta menyelesaikan masalah yang ditemukan untuk
memperbaiki mutu pelayanan (Maltos & Keller 1989).
Menurut Palmer 1983, Suatu proses yang mencakup kegiatan mengukur mutu
pelayanan yang diselenggarakan, menganalisis kekurangan, menetapkan dan
melaksanakan tindakan perbaikan,menilai hasil yang dicapai secara sistematis,
berdaul ulang berdasarkan standar yang telah ditetapkan.

1. Tujuan Menjaga Mutu


Tujuan program menjaga mutu secara umum adalah untuk lebih meningkatkan
mutunpelayanan kesehatan yang diselenggarakan. Sedangkan tujuan menjaga
mutu secara khusus :
a. Diketahui masalah mutu pelayanan kesehatan yang disenggarakan.
b. Diketahui penyebab masalah menculnya masalah mutu pelayanan kesehatan
yang diselenggarakan.
c. Tersusunyan upaya penyelesaian masalah dan penyebab masalah mutu
pelayanan kesehatan yang ditentukan.
d. Terselenggarakanya upaya penyelesaian masalah dan penyebab masalah mutu
pelayanan kesehatan yang ditemukan.
e. Tersusunnya saran tindak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan yang di selenggarakan.
Tujuan program menjaga mutu pelayanan kebidanan:
a. Tujuan antara
Yaitu diketahuinya mutu pelayanan, tujuan ini dapat dicapai apabila masalah
mutu berhasil ditetapkan.
b. Tujuan akhir
Yaitu makin meningkatnya mutu pelayanan, tujuan ini dapat dicapai apabila
program penyelesaian masalah berhasil dilaksanakan.
Tujuan dan manfaat jaminan mutu (QA):
a. Pemahaman staf terhadap tingkat mutu pelayanan yang ingin dicapai.
b. Meningkatkan efektifitas pelayanan yang diberikan.
c. Mendorong serta meningkatkan efisiensi dalam pengelolaan pelayan
kesehatan.
d. Melindungi palaksana pelayanan kesehatan dari gugutan hokum.
e. Tujuan akhir adalah semakin meningkatnya mutu pelayanan.
2. Manfaat Program Menjaga Mutu Pelayanan Kebidanan
a. Dapat meningkatkan efektivitas pelayanan kesehatan
Peningkatan efektivitas pelayanan kesehatan ini erat hubungannya dengan
dapat diatasinya masalah kesehatan secara tepat, karna pelayanan kesehatan
yang diselenggarakan telah sesuai dengan kemajuan ilmu dan tehnologi dan
ataupun standar yang telah ditetaokan.
b. Dapat meningkatkan efesiensi pelayanan kesehatan
Peningkatan efisiensi yang dimaksud era hubungannya dengan dapat
dicegahnya pelayanan kesehatan yang dibawah standar ataupun yang
berlebihan. Biaya tambahan karena harus menengani efek samping atau
komplikasi karena pelayanan kesehatan di bawah standar akan dapat dihindari.

Demikian pula halnya untuk memakai sumber daya yang tidak pada tempatnya
yang ditemukan pada pelayanan yang berlebihan.
c. Dapat meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
Peningkatan penerimaan ini erat berhubungannya dengan telah sesuainya
pelayanan kesehatan dengn kebutuhan dan tuntutan pemakaiaan jasa
pelayanan. Apabila peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan, pada
gilirannya pasti akan berperan besar dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat secara keseluruhan.
d. Dapat melindungi penyelenggara pelayanan kesehatan dan kemungkinan
timbulnya gugatan hukum
Pada saat ini sebagai akibat makin baiknya tingkat pendidikan masyarakat,
maka kesadaran hukum masyarakat juga telah semakin meningkat. Untuk
mencegah kemungkinan timbulnya gugatan hokum terhadap penyelenggara
pelayanan kesehatan, antara lain karna tidakpuasan terhadap pelayanan
kesehatan, perlulah diselenggarakan pelayanan kesehatan yang sebaik baiknya
( Siti Masitoh 2011).
Dari uraian ini mudah dipahami bahwa terselenggaranya program menjaga
mutu pelayanan kesehatan mempunyai peranan yang amat besar dalam
melindungi penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan kemungkinan timbulnya
gugatan hokum, karena memang pelayanan kesehatan yang diselenggarakan telah
terjamin mutunya.
3. Karakteristik pelaksanaan program menjaga mutu
a. Berkesinambungan
Terus menerus dilakukan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan (Quality improvement program).
b. Sistematis
Harus mengikuti alur kegiatan serta sasaran yang baku,yaitu :
1) Menetapkan masalah
2) Menetapkan penyebab masalah
3) Menetapkan cara penyelesaian masalah
4) Melaksanakan cara penyelesaian masalah.
5) Melakukan penilaian hasil dan membuat saran tindak lanjut.
Sedangkan sasarannya meliputi semua unsur yaitu:
1) Unsur masukan (input)
2) Unsur lingkungan (environment)
3) Unsur proses (process).
4) Unsur keluaran (output)
c. Objektif
Pelaksannan prigram menjaga mutu,terutama saat pemantauan dan penilaian
harus objektif, tidak boleh dipengaruhi oleh berbagai pertimbangan lain,

kecuali atas dasar data yang ditemukan. Untuk menilainya menggunakan


berbagai standard an indicator.
d. Terpadu
Pelaksaan program menjaga mutu harus terpadu dengan pelaksanaan
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan. Hal ini biasa disebut dengan istilah
Menajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management- TQM).
C. Kualitas Pelayanan Kebidanan
1. Konsep Teori Pelayanan Yang Berkualitas
Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk,
jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan
kualitas menurut Plilip Kolter adalah keseluruhan diri serta sifat suatu produk atau
pelayanan yang dinyatakan atau tersedia.
Menurut Azwar, kualitas pelayanan kesehatan mengacu pada tingkat
kesempurnaan pelayanan kesehatan yang disatu pihak menimbulkan kepuasan
pasien. Selain itu, tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan standard an kode
etik profesi yang telah ditentukan. Definisi kualitas jasa diatas berpusat pada
upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan pemberi
pelayanan untuk mengimbangi harapan pelanggan.
2. Kualitas pelayanan kesehatan
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
kualitas

pelayanan

menurut

(Engeenderhealth,2003) ialah :
a. Adanya komitmen petugas kesehatan (Bidan)
b. Terpenuhinya kubutuhan bidan akan supervisi yang memenuhi fasilitas.
c. Menegemen, informasi, pelatihan dan pengembangan polindes.
d. Terpenuhunya kebutuhan akan bahan, peralatan dan insfrastur.
e. Terpenuhinya hak ibu hamil untuk memperoleh informasi agar ibu hamil
mendapatkan pelayanan yang diharapkan, diantaranya yaitu.
1) Pelayanan yang aman dan nyaman.
2) Pelayanan yang mengutamakan privasi dan menjaga kerahasiaan.
3) Pelayanan yang sopan, ramah, dan nyaman.
4) Dapat mengemukakan pendapat atau maslah secara bebas.
5) Hak untuk kelangsungan pelayanan.
Kualitas total suatu pelayanan terdiri atas tiga komponen utama (Gronroos
dalam Hunt Spen, 2004) yaitu :
a. Technical Quality yaitu kompenen yang berkaitan dengan kualitas output
(keluaran) pelayanan yang diterima pelanggan.Menurut Parasuraman, Etal
Technical Quality dapat diperinci lagi sebagai berikut:
1) Search quality yaitu kualitas yang dapat dievaluasi pelanggan sebelum
membeli. Misalnya harga.

2) Experience quality yaitu kualitas yang bisa dievaluasi pelanggan setelah


membeli atau mengkonsumsi suatu jasa pelayanan.Misalnya : ketepatan
waktu, kecepatan pelayanan.
3) Credence quality yaitu kualitas yang sukar dievaluasi pelanggan meskipun
telah mengkonsumsi suatu jasa. Misalnya kualitas pembedahan.
b. Fungsional quality yaitu komponen dengan kualitas cara penyampaian suatu
jasa.
c. Corporate image yaitu profil, reputasi, citra umum, daya tarik khusus suatu
perusahaan.
Rendahnya kualitas pelayanan Anternatal menurut Engeenderhealth, 2003
dipengaruh oleh:
a. Bidan yang belum memiliki komitmen yang tinggi terhadap kualitas pelayanan
Antenatal.
b. Belum terpenuhinya kebutuhan bidan akan supervise yang mempengaruhi
fasilitas (kunjung rumah).
c. Lama waktu pemeriksaan antenatal.
d. Belum terpenuhinya hak-hak ibu hamil untuk memperoleh informasi dan
mendapatkan pelayanan yang diharapkan.
3. Peningkatan Kualitas Pelayanan
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan di polindes/puskesmas di antaranya
(Menurut Syafudin 2011) ialah:
a. Menciptakan visi tentang pelayanan Antenatal sehingga semua petugas
polindes/ puskesmas mempunyai komitmen untuk melaksanaan pelayanan
Antenatal secara maksimal.
b. Perlu dikembangkan supervise yang memfasilitasi (kunjungan rumah) seperti
ibu hamil yang belum pernah memeriksaan kehamilannya.
c. Perlu adanya upaya untuk menyesuaiakan target ibu hamil dengan jumlah ibu
hamil yang ada diwilayah polindes/puskesmas melalui validasi data secara
dinamis. Pendataan dapat melalui bidan desa, kader desa puskesmas, atau
kader posyandu.
d. Menyusun perencanaan terpadu polindes dengan melibatkan masyarakat desa
untuk meningkatkan kualitas pelayanan Antenatal.
e. Menyusun Standart Operating Procedure (SOP) yang meliputi prosedur untuk
memenuhi hak-hak ibu hamil dalam pelayanan Antenatal.
f. Memberikan kesempatan kepada bidan dan petugas kesehatan lainnya untuk
pelatihan dan pengembangan sebagai upaya meningkatkan kompetensinya.
Pelatihan tersebut termasuk pelatihan tentang tehnik komunikasi yang efektif
dan pengelolaan program KIA, agar mampu menyampaikan berbagai
informasi yang dibutuhkan oleh ibu hamil untuk memilihara kehamilan yang

sehat dan pelatihan Antenatal Comprehensif dan pelayanan prima untuk


meningkatkan kemampuan bidan dalam memberikan pelayanan Antenatal yang
lebih berkualitas.
g. Review pelaksanaan pencatatan kohort dan pelapor PSW KIA secara benar.
h. Perbaikan fasilitas Polindes/Puskesmas yang menunjang kenyamanan pasien.
4. Disiplin dalam sandar mutu pelayanan kesehatan /kebidanan meliputi
a. Standard mutu masukan, meliputi mutu tenaga, dana, sarana/ fasilitas.
b. Standard mutu lingkungan, meliputi mutu oganisasi dan manajemen institusi
kesehatan.
c. Standard mutu proses, meliputi mutu tindakan medis dan non medis.
d. Standard mutu keluarga, keluaran, yaitu mutu atau penampilan pelayanan
kesehatan /kebidanan.
Keempat standard mutu tersebut harus selalu dipelihara, dipantau dan
ditingkatkan sesuai dengan

perkembangan ilmu dan tehnologi agar mutu

pelayanan kesehatan/kebidanan yang dihasilkan selalu terjaga.


D. Pelayanan Bidan
Merupakan bagian yang tidak terpisahkan oleh layanan kesehatan. Pelayanan
kebidanan tergantung bagaimana struktur sosial budaya masyarakat dan termasuk
kondisi sosial ekonomi, sosial demografi.
Parameter sosial demografi dalam pelayanan kebidanan, antara lain : perbaikan
status gizi bayi, cakupan pertolonggan persalinan, menurut angka kematian Ibu,
menurunnya

angka

kelahiran

bayi,

cakupan

penanganan

kasus

beresiko,

meningkatkan cakupa pemeriksaan antenatal.


Bidan sebagai tenaga pemberi jasa pelayanan harus menyiapkan diri untuk
mengantisipasi perubahan kebutuhan masyarakat atau pelayanan kebidanan.
Keadilan dalam sumber daya pelayanan dimulai dari : pemenuhan kebutuhan klien
sesuai, sumber daya pelayanan dalam kebidanan untuk meningkatkan pelayan
kebidanan, dan keterjangkauan tempat pelayanan. Tingkat ketersediaan ini merupaka
syarat utama untuk terlaksananya pelayan kebidanana. Sikap bidan harus tanggap
terhadap klien, sesuai kebutuhan klien, tidak membedakan pelayanan kepada
siapapun.

Daftar Pustaka:
1. Eko N., 2010. Etika profesi dan hukum kebidanan. Yogyakarta: Pustaka Rihma.
2. Keputusan menteri kesehatan RI no. 369/Menkes/sk/III/2007
3. Arimaswati, Indria H., Syamsul R., 2011. Dilema Etik. Fakultas Kedokteran.
Universitas Haluoleo. http://fk.uho.ac.id/dokumenhpeq/modul/modul-Dilema-Etik.pdf
(20 Maret 2015)

4.
5.
6.
7.
8.

Undang-undang RI 23 Tahun 1992


http://www.sumbarsehat.com/2012/07/standar-pelayanan-kebidanan-dasar.html
http://saintek.uin-malang.ac.id/forum
http://saintek.uin-malang.ac.id/index.php/perpustakaan.html
https://www.academia.edu/5837957/BAB_II_kepuasan

Anda mungkin juga menyukai