Disusun Oleh:
1
Gesit Kusuma W
R1114047
Ginanti Vinastiti
R1114049
Hexa Anita S
R1114053
Ika Kurnianingsih
R1114055
Irfi Ulimaz R
R1114057
Isnadewi Safitri
R1114059
Juwita Fitriyani
R1114061
Lailatif Nadiah S.
R1114063
Luluk Fauziah
R1114065
10 Maftukhah Arnum R.
R1114067
11 Mardiati Arifin
R1114069
12 Mifta Dyah A
R1114071
HASIL DISKUSI
Permasalahan:
1. Mengapa terlambat menstruasi?
(mengkaji informasi tentang menstruasi: siklus, tanda, gangguan, proses
2.
3.
4.
5.
menstruasi, dll)
Apa itu kondisi tidak sehat?
(berkaitan dengan stress, sakit, nyeri, dsb)
Bagaimana penyebaran informasi pasien?
(kapan, dimana, sejauh apa, privasi pasien, aspek bioetika bidan)
Mengapa pasien tidak puas dengan pelayanan bidan?
(berkaitan dengan standar pelayanan kebidanan, standar tindakan bidan)
Mengapa pasien tidak mampu membayar bidan?
(penghasilan pasien, tarif bidan, aspek bioetik bidan)
Terjadinya puncak LH dan FSH pada hari ke-14, maka pada saat ini folikel
akan mulai pecah dan suatu hari akan timbul ovulasi. Bersamaan dengan ini
dimulailah pembentukan dan pematangan korpus luteum yang disertai dengan
meningkatnya kadar progesteron (Jacoeb dan Ali, 1994).
Awal fase luteal, seiring dengan pematangan korpus luteum. Sekresi
progesteron terus menerus meningkat. Estrogen yang dikeluarkan dari folikel juga
tampak pada fase luteal dengan konsentrasi yang lebih tinggi daripada pertengahan
fase folikuler. Produksi estrogen dan progesteron maksimal dijumpai antara hari ke20 dan 23. Meningkatnya kembali produksi kedua hormon tersebut merangsang
berkembangnya folikel-folikel baru seiring dengan dimulainya fase folikuler (Jacoeb
dan Ali, 1994).
Fase-fase endometrium terjadi pada saat yang bersamaan mencerminkan
pengaruh hormon-hormon ovarium pada uterus. Pada awal fase folikuler, lapisan
endometrium yang kaya akan nutrien dan pembuluh darah terlepas, inilah yang
disebut fase menstruasi. Pelepasan ini terjadi akibat merosotnya estrogen dan
progesteron ketika korpus luteum tua berdegenerasi pada akhir fase luteal
sebelumnya.
Pada akhir fase folikuler, kadar estrogen yang meningkat menyebabkan
endometrium menebal atau sering disebut dengan fase proliferasi. Setelah ovulasi,
progesteron dari korpus luteum menimbulkan perubahan vaskuler dan sekretorik di
endometrium yang telah dirangsang oleh estrogen untuk menghasilkan lingkungan
yang ideal untuk implatasi, fase ini disebut fase sekresi. Sewaktu korpus luteum
berdegenerasi, dimulailah fase folikuler menstruasi yang baru (Jacoeb dan Ali,
1994).
Bila tidak ada pembuahan, korpus luteum berdegenerasi yang menyebabkan
kadar esterogen dan progesteron menurun, sehingga terjadi degenerasi serta
perdarahan dan pelepasan endometrium yang nekrotik, yang disebut masa mestruasi.
Bilamana ada pembuahan dalam masa ovulasi, maka korpus luteum dipertahankan
dan berkembang menjadi korpus luteum graviditatis.
Siklus mestruasi dapat dipengaruhi oleh stress, kelelahan fisik, pikiran dan
penggunaan obat untuk sakit jangka panjang (misalnya : hipertensi, diabetes, asma).
Hal-hal tersebut secara tidak langsung akan mempengaruhi pembuatan zat-zat
hormon seksual seperti estrogen dan progesteron, sehingga menyebabkan gangguan
pada siklus mentruasi. Namun biasanya tidak berlangsung lama karena tubuh bisa
segera beradaptasi dengan faktor pemicu tersebut. Jadi jika baru terjadi pertama kali,
tidak ada yang perlu dikhawatirkan namun sebaiknya pantau terus di bulan-bulan
berikutnya. Bila terjadi sampai 3 bulan berturut-turut sebaiknya segera berkonsultasi
ke dokter kandungan agar dapat ditemukan penyebab dan solusinya (LlewellynJones, 1997).
Gambar 3. Gambaran uterus saat siklus menstruasi
C. Tanda dan Gejala
1. Pre menstrual tension (Ketegangan Pra Haid)
Ketegangan sebelum haid terjadi beberapa hari sebelum haid bahkan sampai
mempunyai
efek
neuroprotektif,
keduanya
dapat
menyebabkan
D. Gangguan Menstruasi
Gangguan saat menstruasi dinilai masih normal jika terjadi selama dua tahun
pertama setelah haid pertama kali (menarche). Bila seorang wanita telah
mendapatkan haid pertama saat berusia 11 tahun, maka diperkirakan hingga usia 13
tahun haidnya masih tidak teratur. Umumnya ketidakteraturan siklus menstruasi
terjadi pada waktu remaja dan menjelang menopause. Gangguan serta keluhan yang
menyertai menstruasi pada kebanyakan wanita, seringkali menimbulkan pengaruh
secara fisik maupun emosional ataupun kedua-duanya. Gangguan atau kelainan
dalam siklus menstruasi meliputi :
1. Hipermenorea, yaitu perdarahan dengan lama haid lebih panjang dari normal (>8 hari)
dengan darah haid sekitar 26-40 ml. Sedangkan hipomenorea, yaitu perdarahan dengan
jumlah yang lebih sedikit dari normal serta waktu haid yang lebih singkat.
2. Polimenorea yaitu siklus menstruasi lebih pendek dari normal (kurang dari 21 hari)
dengan perdarahan kurang lebih sama.
3. Oligomenorea yaitu menstruasi yang jarang dengan panjang siklus menstruasi > 35 hari.
4. Amenorea, yaitu tidak menstruasi > 3 bulan berturut-turut sejak menstruasi terakhir
5. Gangguan atau gejala yang menyertai siklus menstruasi, antara lain sindroma pramenstruasi dan dismenorea. Dismenorea yaitu rasa nyeri di perut bagian bawah karena
kontraksi otot-otot rahim saat terjadi peluruhan dinding. Bila tidak ada kelainan
ginekologi seperti endometriosis, radang panggul atau kista pada indung telur maka
disebut dismenorea primer, tetapi bila disertai kelainan ginekologi disebut dismenorea
sekunder (Manuaba, 1999).
KONSEP SEHAT-SAKIT
A. Konsep Sehat Sakit Menurut Who
Menurut WHO (1947) Sehat itu sendiri dapat diartikan bahwa suatu keadaan
yang sempurna baik secara fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari
penyakit atau kelemahan (WHO, 1947).
Definisi WHO tentang sehat mempunyai karakteristik berikut yang dapat
meningkatkan konsep sehat yang positif (Edelman dan Mandle. 1994) :
1. Memperhatikan individu sebagai sebuah sistem yang menyeluruh.
2. Memandang sehat dengan mengidentifikasi lingkungan internal dan eksternal.
3. Penghargaan terhadap pentingnya peran individu dalam hidup.
B. Sehat Menurut Depkes RI
UU No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa :
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan
sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan
ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat
sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur unsur fisik,
mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan
bagian integral kesehatan
Dalam pengertian yang paling luas sehat merupakan suatu
keadaan yang dinamis dimana individu menyesuaikan diri dengan
perubahan-perubahan lingkungan internal (psikologis, intelektua,
spiritual dan penyakit) dan eksternal (lingkungan fisik, social, dan
ekonomi) dalam mempertahankan kesehatannya.
Definisi sakit: seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita
penyakit menahun (kronis), atau gangguan kesehatan lain yang
menyebabkan aktivitas kerja/kegiatannya terganggu. Walaupun
seseorang sakit (istilah sehari -hari) seperti masuk angin, pilek,
tetapi bila ia tidak terganggu untuk melaksanakan kegiatannya,
maka ia di anggap tidak sakit(2).
C. Ciri-Ciri Sehat
Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan
mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara
objektif tidak tampak sakit.Semua organ tubuh berfungsi normal
atau tidak mengalami gangguan.
Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yakni
pikiran, emosional, dan spiritual.
1. Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran.
2. Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk
mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, kuatir,
sedih dan sebagainya.
3. Spiritual
sehat
tercermin
mengekspresikan
rasa
dari
syukur,
cara
pujian,
seseorang
dalam
kepercayaan
dan
sosial
terwujud
apabila
seseorang
mampu
D. Paradigma Sehat
Paradigma
sehat
adalah
cara
pandang
atau
pola
pikir
melihat
masalah
kesehatan
sebagai
masalah
yang
dalam
suatu
wilayah
yang
berorientasi
kepada
peningkatan
kebijakan
yang
bersifat
pencegahan
dan
promosi
sakit
segera
sehat.Pada
prinsipnya
kebijakan
tersebut
daripada
mengobati
penyakit.Telah
dikembangkan
yg
mempengaruhi
keselarasan
tersebut
fungsi
tubuh
dan
penyakit
latar
belakang
keyakinan
terhadap
kesehatan
dan
cara
melak-
akan
mengubah
keyakinan
mereka
terhadap
dan
cara
melaksanakannya.Seseorang
yang
berespons
terhadap
berbagai
tanda
sakit,
tersebut
dapat
mengancam
kehidupannya.
Seseorang
yang
secara
umum
terlihat
sangat
tenang
bagaimana
kesehatan
biasanya
keluarga
menggunakan
mempengaruhi
cara
pelayanan
klien
dalam
anak
yang
selalu
diajak
orang
tuanya
untuk
b. Faktor Sosioekonomi
Faktor sosial dan psikososial dapat meningkatkan risiko
terjadinya penyakit dan mempengaruhi cara seseorang
mendefinisikan dan bereaksi terhadap penyakitnya.Variabel
psikososial mencakup: stabilitas perkawinan, gaya hidup, dan
lingkungan kerja.Sesorang biasanya akan mencari dukungan
dan persetujuan dari kelompok sosialnya, hal ini akan
mempengaruhi
keyakinan
kesehatan
dan
cara
pelaksanaannya.
c. Latar Belakang Budaya
Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai dan
kebiasaan individu, termasuk sistem pelayanan kesehatan
dan cara pelaksanaan kesehatan pribadi.
BIOETIKA
A. Pengertian Bioetika
Secara harfiah, istilah ini muncul dari bahasa Yunani, bios (hidup) dan ethike (apa
yang seharusnya dilakukan manusia). Istilah ini sendiri diartikan sebagai kajian etika
mengenai isu sosial dan moral yang muncul akibat aplikasi bioteknologi dan medis
(Lim dan Ho, 2003).
Bioetik merupakan studi filosofi yang mempelajari tentang kontroversi dalam
etik, menyangkut masalah biologi dan pengobatan. Lebih lanjut, bioetik difokuskan
pada pertanyaan etik yang muncul tentang hubungan antara ilmu kehidupan,
bioteknologi, pengobatan, politik, hukum, dan theology.
Pada lingkup yang lebih sempit, bioetik merupakan evaluasi etik pada
moralitas treatment atau inovasi teknologi, dan waktu pelaksanaan pengobatan pada
manusia. Pada lingkup yang lebih luas, bioetik mengevaluasi pada semua tindakan
moral yang mungkin membantu atau bahkan membahayakan kemampuan organisme
terhadap perasaan takut dan nyeri, yang meliputi semua tindakan yang berhubungan
dengan pengobatan dan biologi. Isu dalam bioetik antara lain : peningkatan mutu
genetik, etika lingkungan, pemberian pelayanan kesehatan
Bioetika muncul sebagai respon atas semakin berkembangnya ilmu dan
teknologi hayati, utamanya di bidang medis yang berhubungan erat dan/atau
menjadikan manusia sebagai objeknya.
Dapat disimpulkan bahwa bioetik lebih berfokus pada dilema yang
menyangkut perawatan kesehatan modern, aplikasi teori etik dan prinsip etik
terhadap masalah-masalah pelayanan kesehatan
B. Bioetika dalam pelayanan kebidanan
Profesi kebidanan mempunyai kontrak sosial dengan masyarakat, yang berarti
masyarakat memberi kepercayaan kepada profesi kebidanan untuk memberikan
pelayanan yang dibutuhkan. Konsekwensi dari hal tersebut tentunya setiap
keputusan dari tindakan kebidanan harus mampu dipertanggungjawabkan dan
dipertanggunggugatkan dan setiap penganbilan keputusan tentunya tidak hanya
berdasarkan
pada
pertimbangan
mempertimbangkan etika.
ilmiah
semata
tetapi
juga
dengan
Etika adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi
perlaku seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang
dilakukan seseorang dan merupakan suatu kewajiban dan tanggungjawanb moral
(Nila Ismani, 2001).
Bioetik adalah studi tentang isu etika dalam pelayanan kesehatan (Hudak &
Gallo, 1997).Dalam pelaksanaannya etika kebidanan mengacu pada bioetik
sebagaimana tercantum dalam sumpah janji profesi kebidanan dan kode etik profesi
kebidanan.
Kemajuan ilmu dan teknologi terutama di bidang biologi dan kedokteran telah
menimbulkan berbagai permasalahan atau dilema etika kesehatan yang sebagian
besar belum teratasi (Catalano, 1991).
Etik merupakan suatu pertimbangan yang sistematis tentang perilaku benar
atau salah, kebajikan atau kejahatan yang berhubungan dengan perilaku. Etika
merupakan aplikasi atau penerapan teori tentang filosofi moral kedalam situasi nyata
dan berfokus pada prinsip-prinsip dan konsep yang membimbing manusia berpikir
dan bertindak dalam kehidupannya yang dilandasi oleh nilai-nilai yang dianutnya.
Banyak pihak yang menggunakan istilah etik untuk mengambarkan etika suatu
profesi dalam hubungannya dengan kode etik profesional seperti Kode Etik PPNI
atau IBI.
Nilai-nilai (values) adalah suatu keyakinan seseorang tentang penghargaan
terhadap suatu standar atau pegangan yang mengarah pada sikap/perilaku seseorang.
Sistem nilai dalam suatu organisasi adalah rentang nilai-nilai yang dianggap penting
dan sering diartikan sebagai perilaku personal. Moral hampir sama dengan etika,
biasanya merujuk pada standar personal tentang benar atau salah. Hal ini sangat
penting untuk mengenal antara etika dalam agama, hukum, adat dan praktek
professional.
Perawat atau bidan memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan asuhan
yang berkualitas berdasarkan standar perilaku yang etis dalam praktek asuhan
profesional. Pengetahuan tentang perilaku etis dimulai dari pendidikan perawat atau
bidan, dan berlanjut pada diskusi formal maupun informal dengan sejawat atau
teman. Perilaku yang etis mencapai puncaknya bila perawat atau bidan mencoba dan
mencontoh perilaku pengambilan keputusan yang etis untuk membantu memecahkan
masalah etika. Dalam hal ini, perawat atau bidan seringkali menggunakan dua
1. Prinsip Autonomy (self-determination) Yaitu prinsip yang menghormati hakhak pasien, terutama hak otonomi pasien (the rights to self determination) dan
merupakan kekuatan yang dimiliki pasien untuk memutuskan suatu prosedur
medis. Prinsip moral inilah yang kemudian melahirkan doktrin Informed consent.
2. Prinsip tidak merugikan Non-maleficence Adalah prinsip menghindari
terjadinya kerusakan atau prinsip moral yang melarang tindakan yang
memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai primum non nocere
atau above all do no harm .
3. Prinsip murah hati Beneficence Yaitu prinsip moral yang mengutamakan
tindakan yang ditujukan ke kebaikan pasien atau penyediaan keuntungan dan
2.
Keadilan (Justice)
Kemandirian (Otonomi)
Prinsip otonomi menyatakan bahwa setiap individu mempunyai kebebasan untuk
menentukan tindakan atau keputusan berdasarkan rencana yang mereka pilih
(Veatch dan Fry, 1987). Penerapan prinsip ini dipengaruhi oleh banyak hal, seperti
tingkat kesadaran, usia, penyakit, ekonomi, lingkungan rumah sakit, tersedianya
informasi dan lain-lain.
4.
Kejujuran (Veracity)
Menurut Veatch dan Fry (1987), prinsip ini didefinisikan dengan menyatakan
yang sebenarnya atau tidak bohong. Hasil penelitian menjelaskan bahwa pada
klien dalam keadaan terminal, klien ingin diberi tahu tentang kondisinya secara
jujur (Veatch, 1978). Kejujuran harus dimiliki perawat saat berhubungan dengan
klien, karena kejujuran merupakan dasar terbinanya hubungan saling percaya
antara perawat dengan klien.
5.
Ketaatan (Fidelity)
Prinsip ini didefinisikan oleh Veatch dan Fry sebagai tanggung jawab untuk tetap
setia pada suatu kesepakatan. Dalam konteks hubungan perawat-klien meliputi
tanggungjawab menjaga janji, mempertahankan konfidensi, dan memberikan
perhatian/kepedulian. Kesetiaan perawat terhadap janji-janji tersebut mungkin
tidak akan mengurangi penyakit atau mencegah kematian klien, tetapi akan
mempengaruhi kehidupan serta kualitas kehidupan klien.
Pendekatan Telelogik
Menjelaskan suatu fenomena dan akibatnya
Pendekatan ini dihadapkan pada konsekuensi dan keputusan etik.
Membenarkan secara hukum tindakan atau keputusan yang diambil untuk
kepentingan medis.
Pendekatan ini selalu digunakan dalam menghadapi masalah medis
Contoh kasus:
Dalam suatu kondisi seorang pasien harus segerah dioperasi sedangkan tidak ada
ahli bedah yang berpengalaman, namun hanya ada ahli bedah yang belum
berpengalaman untuk keselamatan pasien bisa dilakukan operasi.
-Seorang perawat bisa menolong pesalinan bila tidak ada bidan.
2.
Pendekatan Deontologik
Adalah merupakan suatu teori atau study tentang kewajiban moral atau
pendekatannya didasarkan pada kewajiban moral. Moralitas dari suatu keputusan
etis yang sepenuhnya terpisah dari konsukensinya. Seorang perawat berkeyakinan
bahwa menyampaikan suatu kebenaran merupakan suatu hal yang sangat penting
dan tetap harus disampaikan.
Perbedaan 2 pendekatan pada kasus sbb;
Isu etis aborsi (teleologik); mungkin mempertimbangkan bahwa tujuan
menyelamatkan kehidupan ibu, hal yang dibenarkan dalam tindakan aborsi.
Deontologik ; secara moral terminasi kehidupan merupakan hal yang buruk untuk
dilakukan. Pendekatan ini dilakukan tanpa menentukan keputusan.
3.
Pendekatan Intiutionism
Bahwa pandangan atau sifat manusia dalam mengetahui hal yang benar dan salah.
Keyakinan akan etika kebidanan yang akan dilakukan dan meyakini baik dan
benar.
Contoh kasus:
Seorang perawat tentu mengetahui bahwa menyakiti pasien merupakan tindakan
yang tidak benar. Hal tersebut tidak perlu diajarkan lagi pada perawat, karena
mengacu pada etika seorang perawat yang diyakini dapat membedakan mana
yang benar dan mana yang buruk untuk dilakukan.
pertanyaan etik sekitar prognosis, yang berkaitan dengan kaidah dasar bioetik
yaitu Beneficence, Nonmaleficence dan Autonomy.
d. Contextual Features
Prinsip dalam Contextual Features adalah Loyalty and Fairness. Disini dibahas
pertanyaan etik seputar aspek non medis yang mempengaruhi keputusan,
seperti faktor keluarga, ekonomi, agama, budaya, kerahasiaan, alokasi sumber
daya dan faktor hukum.
2. Model Pemecahan masalah ( Megan, 1989 )
Ada lima langkah-langkah dalam pemecahan masalah dalam dilema etik.
a. Mengkaji situasi
b. Mendiagnosa masalah etik moral
c. Membuat tujuan dan rencana pemecahan
d. Melaksanakan rencana
e. Mengevaluasi hasil
3. Kerangka pemecahan dilema etik (kozier & erb, 1989 )
a. Mengembangkan data dasar.
Untuk melakukan ini perawat memerukan pengumpulan informasi sebanyak
mungkin meliputi :
Siapa yang terlibat dalam situasi tersebut dan bagaimana keterlibatannya
Apa tindakan yang diusulkan
Apa maksud dari tindakan yang diusulkan
Apa konsekuensi-konsekuensi yang mungkin timbul dari tindakan yang
diusulkan.
b. Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut
c. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan
dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut
d. Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil
keputusan yang tepat
e. Mengidentifikasi kewajiban perawat
f. Membuat keputusan
4. Model Murphy dan Murphy
a. Mengidentifikasi masalah kesehatan
b. Mengidentifikasi masalah etik
c. Siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusan
d. Mengidentifikasi peran perawat
e. Mempertimbangkan berbagai alternatif-alternatif yang mungkin dilaksanakan
Faktor-faktor eksternal
Pikirkan faktor-faktor tersebut satu persatu
Identifikasi item-item kebutuhan sesuai klasifikasi
Identifikasi pengambil keputusan
Kaji ulang pokok-pokok dari prinsip-prinsip etik
Tentukan alternatif-alternatif
Menindaklanjuti
Kode etik profesi merupakan suatu pernyataaan komprehensif dari profesi yang
memberikan tuntunan bagi anggotanya untuk melaksanakn praktek dalam bidang
profesinya baik yang berhubungan dengan klien/pasien, keluarga,masyarakat, teman
sejawat, profesi dan dirinya sendiri. Namun dikatakan bahwa kode etik pada zaman
dimana nilai-nilai peradaban semakin kompleks,kode etik tidak dapat lagi dipakai
sebagai pegangan satu-satunya dalam menyelesikan masalah etik. Untuk itu
dibutuhkan juga suatu pengetahuan yang berhubungan dengan hukum. Benar atau
salah pada penerapan kode etik,ketentuan/nilai moral yang berlaku terpulang kepada
profesi.
C. Tujuan Kode Etik
Pada dasarnya tujuan menciptakan atau merumuskan kode etik suatu profesi adalah
untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi. Secara umum tujuan
menciptakan kode etik adalah sebagai berikut:
1. Untuk menjunjung tinggi martabat dan citra profesi
Dalam hal ini yang dijaga adalah image dari pihak luar atau masyarakat
mencegah orang luar memandang rendah atau remeh suatu profesi. Oleh karena
itu setiap kode etik suatu profesi akan melarng berbagai bentuk tindak tanduk atau
kelakuan anggota profesi yang dapat mencemarkan nama baik profesi di dunia
luar. Dari segi ini kode etik juga disebut kode kehormatan.
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota
Yang dimaksud kesejahteraan ialah kesejahteraan materiil dan spiritualatau
mental. Dalam hal kesejahteraan materiil anggota profesi kode etik umumnya
menetapkan larangan-larangan bagi anggotanya untuk melakukan perbuatan yang
merugikan kesejahteraan. Kode etik juga menciptakan peraturan-peraturan yang
ditujukan kepada pembahasan tingkah laku yang tidak pantas atau tidak jujur para
anggota profesi dalam interaksinya dengan sesama anggota profesi.
3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
Dalam hal ini kode etik juga berisi tujuan pengabdian profesi tertentu,sehingga
para anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggungjawab
pengabdian profesinya. Oleh karena itu kode etik merumuskan ketentuanketentuan yang diperlukan oleh para anggota profesi dalam menjalankan
tugasnya.
4. Untuk meningkatkan mutu profesi.
Kode etik juga memuat tentang norma-norma serta anjuran agar profesi selalu
berusaha untuk meningkatkan mutu profesi sesuai dengan bidang pengabdiannya.
Selain itu kode etik juga mengatur bagaimana cara memelihara dan menigkatkan
mutu organisasi profesi. Dari uraian di atas, jelas bahwa tujuan suatu profesi,
menjaga dan memelihara kesejahtereaan para anggota, meningkatkan pengabdian
anggota, dan meningkatkan mutu profesi serta meningkatkan mutu organisasi
profesi.
D. Dimensi Kode Etik
1. Anggota profesi dan klien / pasien.
2. Anggota profesi dan sistem kesehatan.
3. Anggota profesi dan profesi kesehatan
4. Sesama anggota profesi
dan
menyumbangkan
pada masyarakat
keseluruhan.
4. Agar persaingan dalam pelayanan berlangsung secara sehat
sebagai
dari
pelayanan
kesehatan
yang
diselenggarakanSecara
luas,
pengertian standar layanan kesehatan adalah suatu pernyataan tentang mutu yang
diharapkan, yaitu akan menyangkut masukan, proses dan keluaran (outcome) sistem
layanan kesehatan.Standar layanan kesehatan merupakan suatu alat organisasi untuk
menjabarkan mutu layanan kesehatan ke dalam terminologi operasional sehingga
semua orang yang terlibat dalam layanan kesehatan akan terikat dalam suatu sistem,
baik pasien, penyedia layanan kesehatan, penunjang layanan kesehatan, ataupun
manajemen organisasi layanan kesehatan, dan akan bertanggung gugat dalam
menjalankan tugas dan perannya masing-masing.
Di kalangan profesi layanan kesehatan sendiri, terdapat berbagai definisi
tentang standar layanan kesehatan. Kadang-kadang standar layanan kesehatan itu
diartikan sebagai petunjuk pelaksanaan, protokol, dan Standar Prosedur Operasional
(SPO).
Petunjuk pelaksanaan adalah pernyataan dari para pakar yang merupakan
rekomendasi untuk dijadikan prosedur. Petunjuk pelaksanaan digunakan sebagai
referensi teknis yang luwes dan menjelaskan tentang apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukanoleh
pemberi
layanan
kesehatan
dalam
suatu
sotiuasi
klinis
tertentu. Protokol adalah ketentuan rinci dari pelaksanaan suatu proses atau
penatalaksaan
suatu
kondisi
klinis.
Protokol
lebih
ketat
dari
petunjuk
Ruang lingkup SPK meliputi 24 standar yaitu : standar pelayanan (2 standar), standar
pelayanan antenatal (6 standar), standar pertolongan persalinan (4 standar), standar
pelayanan nifas (3 standar), standar penanganan kegawatdaruratan obstetri neonatal
(9 standar) (Depkes RI, 2001:3).
F. Dasar Hukum
1. Undang-undang Keshatan Nomor 23 tahun 1992 Menurut Undang-Undang
Kesehatan Nomer 23 tahum 1992 kewajiban tenaga kesehatan adalah mematuhi
standar profesi tenaga kesehatan, menghormati hak pasien, menjaga kerahasiaan
identitas dan kesehatan pasien, memberikan informasi dan meminta persetujuan
(Informed consent), dan membuat serta memelihara rekam medik. Standar profesi
tenaga kesehatan adalah pedoman yang harus dipergunakan oleh tenaga kesehatan
sebagai petunjuk dalam menjalankan profesinya secara baik. Hak tenaga
kesehatan adalah memperoleh perlindungan hukum melakukan tugasnya sesuai
dengan profesi tenaga kesehatan serta mendapat penghargaan.
2. Pertemuan Program Safe Motherhood dari Negara-negara
di Wilayah
SEARO/Asia Tenggara Tahun 1995 tentang SPK Pada pertemuan ini disepakati
bahwa kualitas pelayanan kebidanan yang diberikan kepada setiap ibu yang
memerlukannya perlu diupayakan agar memenuhi standar tertentu agar aman dan
efektif. Sebagai tindak lanjutnya, WHO SEARO mengembangkan Standar
Pelayanan Kebidanan. Standar ini kemudian diadaptasikan untuk pemakaian di
Indonesia, khususnya untuk tingkat pelayanan dasar, sebagai acuan pelayanan di
tingkat masyarakat. Standar ini diberlakukan bagi semua pelaksana kebidanan.
3. Pertemuan Program Tingkat Provinsi DIY Tentang Penerapan SPK 1999 Bidan
sebagai tenaga profesional merupakan ujung tombak dalam pemeriksaan
kehamilan seharusnya sesuai dengan prosedur standar pelayanan kebidanan yang
telah ada yang telah tertulis dan ditetapkan sesuai dengan kondisi di Propinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta (Dinkes DIY, 1999).
4. Keputusan Mentri Kesehtan RI Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang
registrasi dan praktek bidan. Pada BAB I yaitu tentang KETENTUAN UMUM
pasal 1 ayat 6 yang berbunyi Standar profesi adalah pedoman yang harus
dipergunakan sebagai petunjuk dalam melaksanakan profesi secara baik.
Pelayanan kebidanan yang bermutu adalah pelayanan kebidanan yang dapat
memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kebidanan serta penyelenggaraannya
sesuai kode etik dan standar pelayanan pofesi yang telah ditetapkan. Standar
profesi pada dasarnya merupakan kesepakatan antar anggota profesi sendiri,
Republik
Indonesia
Nomor
Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala partus lama/macet serta
melakukan penanganan yang memadai dan tepat waktu atau merujuknya
Standar 19 : Persalinan dengan Penggunaan Vakum Ekstraktor
Bidan mengenali kapan diperlukan ekstraksi vakum, melakukannya dengan
benar
dalam
memberikan
pertolongan
persalinan
dengan
memastikan
akibat dari layanan kesehatan. Standar keluaran akan menunjukkan apakah layanan
kesehatan berhasi atau gagal. Keluaran (outcome) adalah apa yang diharapkan akan
terjadi sebagai hasil dari layanan kesehatan yang diselenggarakan dan terhadap apa
keberhasilan tersebut akan diukur. Standar keluaran berupa :
1. Penampilan Aspek Medis
2. Penampilan Aspek Non Medis
Untuk mengetahui apakah mutu pelayanan yang diselenggarakan masih dalam batasbatas yang wajar atau tidak, perlu ditetapkan standar keluaran.
menyebutkan:
1. Berkas rekam medis milik sarana pelayanan kesehatan.
2. Isi rekam medis merupakan milik pasien.
3. Isi rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam bentuk ringkasan
rekam medis.
4. Ringkasan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan,
dicatat, atau dicopy oleh pasien atau orang yang diberi kuasa atau atas
persetujuan tertulis pasien atau keluarga pasien yang berhak untuk itu.
Hak Pasien dalam UU No 44 / 2009 tentang Rumah Sakit (Pasal 32 UU
44/2009) menyebutkan bahwa setiap pasien mempunyai hak sebagai berikut:
1. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di
Rumah Sakit.
2. Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien.
3. Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi.
4. Memperoleh pelayanan kesehatan bermutu sesuai dengan standar profesi dan
standar prosedur operasional.
5. Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari
kerugian fisik dan materi;
6. Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan.
7. Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan
yang berlaku di rumah sakit.
8. Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain
(second opinion) yang memiliki Surat Ijin Praktik (SIP) baik di dalam maupun
di luar rumah sakit.
9. Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data
medisnya.
10. Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh
tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya.
11. Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis,
tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin
terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya
pengobatan.
12. Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.
13. Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal
itu tidak mengganggu pasien lainnya.
14. Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di
Rumah Sakit.
15. Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit terhadap
dirinya.
16. Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan
kepercayaan yang dianutnya.
17. Menggugat dan atau menuntut rumah sakit apabila rumah sakit itu diduga
memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata
ataupun pidana.
18. Mengeluhkan pelayanan rumah sakit yang tidak sesuai dengan standar
pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Sementara itu kewajiban pasien diatur diataranya dalam UU No 29 tahun
2004 tentang Praktik Kedokteran, terutama pasal 53 UU, yang meliputi:
1. Memberi informasi yg lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya.
2. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter dan dokter gigi.
3. Mematuhi ketentuan yang berlaku di saryankes.
4. Memberi imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
Terkait kewajiban pasien seperti disebut di atas, sebenarnya ada pesan
implisit terkait hal itu, diantaranya:
1. Masing-masing pihak, dalam hal ini pasien dan tenaga medis, harus selalu
memberi informasi yang tepat dan lengkap, baik sebelum maupun sesudah
tindakan (preventif/diagnostik/terapeutik/rehabilitatif).
2. Keputusan di tangan pasien, dokter mengadvokasi prosesnya (kecuali keadaan
darurat yang tak bisa ditunda).
3. Layanan medis harus sesuai kebutuhan medisnya.
B. Hak dan Kewajiban pasien dalam pelayanan Kesehatan
Hak pasien dalam memperoleh pelayanan kesehatan termasuk perawatan tercantum
pada UU Kesehatan no 23 tahun 1992 yaitu :
Pasal 14 mengungkapkan bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan kesehatan
optimal.
Pasal 53 menyebutkan bahwa setiap pasien berhak atas informasi, rahasia
kedokteran, dan hak opini kedua.
Pasal 55 menyebutkan bahwa setiap pasien berhak mendapatkan ganti rugi karena
kesalahan dan kelalaian petugas kesehatan.
Secara rinci, hak dan kewajiban pasien adalah sebagai berikut :
1. Hak Pasien :
a. Mendapatkan pelayanan kesehatan optimal /sebaik-baiknya sesuai dengan
standar profesi kedokteran.
b. Hak atas informasi yang jelas dan benar tentang penyakit dan tindakan medis
yang akan dilakukan dokter/ suster.
c. Hak memilih dokter dan rumah sakit yang akan merawat sang pasien.
d. Hak atas rahasia kedokteran / data penyakit, status, diagnosis dll.
e. Hak untuk memberi persetujuan / menolak atas tindakan medis yang akan
dilakukan pada pasien.
f. Hak untuk menghentikan pengobatan.
g. Hak untuk mencari pendapat kedua / pendapat dari dokter lain / Rumah Sakit
lain.
h. Hak atas isi rekaman medis / data medis.
i. Hak untuk didampingi anggota keluarga dalam keadaan kritis.
13. Hak untuk mengajukan usul, saran, perbaikan atas pelayanan rumah sakit
terhadap dirinya
14. Hak transparansi biaya pengobatan/tindakan medis yang akan dilakukan
terhadap dirinya (memeriksa dan mendapatkan penjelasan pembayaran)
15. Hak akses /inzage kepada rekam medis/ hak atas kandungan ISI rekam medis
miliknya
5. Kemanjuran adalah tingkat dimana perawatan atau tindakan yang diterima pasien
dapat diwujudkan atau ditunjukkan untuk menyempurnakan hasil sesuai harapan
pasien.
6. Efisiensi adalah ratio hasil pelayanan atau tindakan bagi pasien terhadap sumbersumber yang dipergunakan dalam memberikan layanan bagi pasien.
7. Penghormatan dan perhatian adalah tinkat dimana pasien dilibatkan dalam
pengambilan keputusan tentang perawatan dirinya. Berkaitan dengan hal tersebut
perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan pasien serta harapan-harapannya di
hargai.
8. Keamanan adalah tingkat dimana bahaya lingkungan perawatan diminimalisasi
untuk melindungi pasien orang lain, termaksud pertugas kesehatan.
9. Ketepatan waktu adalah tingkat dimana perawatan atau tindakan diberikan
kepada pasien tepat waktu sangat penting dan bermafaat.
Mutu dalam pelayanan kebidanan adalah peningkatan mutu pelayanan yang
dilakukam bidan didesa dengan wadah polindes atau puskesmas.(Wiyono 1999)
menerangkan bahwa mutu dapat dilihat dari berbagai perspektif. Untuk pasien dan
masyarakat, mutu pelayanan berarti suatu empati,respek dan tanggap akan kebutuhan
mereka dan diberikan dengan cara yang ramah waktu mereka berkunjung.Sedangkan
untuk petugas kesehatan, mutu berarti bebas melakukan segala sesuatu secara
professional untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien dan masyarakat sesuai
dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang maju, mutu peralatan yang baik,
dan memenuhi standar yang baik.
1. Kepuasan Pasien
Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang (pelanggan/pasien) setelah
membandingkan antara kinerja atau hasil yang dirasakan (pelayanan yang
diterima dan dirasakan) dengan yang diharapkannya.
Kepuasan pasien adalah memberikan apa yang sesungguhnya mereka
inginkan serta kapan dan bagaimana mereka inginkan atau memenuhi kebutuhan
dengan menjalankan manajemen mutu total (Sujianti, 2009).
Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai
akibat dari kinerja layanan kesehatan yang di perolehnya setelah pasien
membandingkannya dengan apa yang diharapkan (Pohan, 2006).
Berbagai penelitian memilah kepuasan pelanggan kedalam komponenkomponennya. Umumnya proses ini terdiri atas dimensi-dimensi kunci kepuasan
pelanggan. Pelanggan menilai produk atau jasa berdasarkan item-item spesifik,
seperti.
a. Harga
b. Kecepatan layanan
c. Fasilitas layanan
d. Keramahan staf layanan pelanggan
Menurut (Philip Kotler) Kepuasan adalah tingkat keadaan yang dirasakan
seseorang yang merupakan hasil dari membandingkan penampilan atau outcome
produk yang dirasakan dalam hubungannya dengan harapan seseorang.
Djoko Wijono, dalam bukunya Menejemen Mutu Pelayanan Kesehatan
menyebutkan bahwa ada tiga tingkat kepuasan pelanggan,yaitu :
a. Bila penampilan kurang dari harapan,pelanggan tidak puas.
b. Bila penampilan sebanding dengan harapan, pelanggan puas.
c. Bila penampilan melebihi harapan, pelanggan amat puas atau senang.
Menurut Gerson,2002) kepuasan pasien adalah bahwa harapannya telah
terpenuhi atau terlampau.
Kepuasan pelanggan rumah sakit atau organisasi pelayanan kesehatan lain
atau kepuasan pasien dipengaruhi banyak faktor,antara lain yang bersangkutan
dengan :
a. Pendekatan dan perilaku petugas, perasaan pasien terutama saat pertama kali
datang.
b. Mutu informasi yang diterima, seperti apa yang dikerjakan,apa yang dapat
c.
d.
e.
f.
g.
diharap.
Prosedur perjanjian
Waktu tunggu
Fasilitas umum yang tersedia
Fasilitas perhotelan
Outcome terapi dan perawatan yang diterima.
Menurut Budiastuti (2002 dalam Purwanto, 2007) pasien dalam
(durability),
keistimewaan
(feature),
keandalan/dapat
dipercaya
sensitif akan mendapatkan value of money yang tinggi dan merasa kepuasan
karenanya.
c. Service Quality. Kedua faktor di atas (kualitas dan harga) ternyata bukan
jaminan untuk memuaskan pelanggan. Kualitas yang baik dan harga yang
murah akan menjadi hal yang tidak bermakna bila pelayanan yang diberikan
karyawan tidak baik (tidak ramah, prosedur yang susah, dan pelayanan yang
tidak nyaman). Kualitas pelayanan disokong oleh tiga hal, yaitu sistem,
teknologi, dan manusia. Menurut konsep service quality yang populer,
ServQual dinyatakan bahwa kualitas pelayanan memiliki 5 dimensi, yaitu
reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangible (Parasuraman,
1985 dalam Rahmulyono, 2008).
d. Emotional factor. Pada awalnya kajian tentang kepuasan mengarah pada
asumsi bahwa para pelanggan menggunakan rasionalitasnya dalam berbelanja.
Namun kajian-kajian kekinian membuktikan bahwa pelanggan tidak selalu
rasional untuk melakukan transaksi, bahkan ada kecenderungan irasional.
Sering terjadi pelanggan mau membayar harga yang teramat tinggi (tidak
masuk akal) untuk sebuah barang maupun jasa, hanya karena barang terseut
bentuknya/warnanya sesuai dengan bentuk/penampilan/warna favoritnya.
Dengan demikian kajian kekinian menjadikan faktor emosi sebagai hal yang
menjadi driver kepuasan pelanggan.
Faktor emosional ini ada tiga komponen, yaitu: estetika, self-expressive value,
dan brand personality.
1) Aspek estetika mencakup bentuk, desain, ukuran, warna, maupun proporsi
dan kesimetrisan suatu barang. Untuk pelayanan dalam seting rumah sakit,
pelanggan akan merasa terpuaskan bila menggunakan jasa pelayanan
kesehatan dari rumah sakit yang ruang perawatannya nyaman, banyak
tamannya, bersih, mewah.
2) Aspek self-expressive value menggambarkan bahwa pelanggan merasa
terpuaskan bila orang-orang disekitarnya menjadi lebih menganggapnya
berwibawa, patut dikagumi, dihormati,dll. Seorang pasien akan memilih
rung perawatan yang berkelas meski jauh lebih mahal, karena mereka
merasa lebih dihargai, lebih percaya diri, dan lebih dihormati oleh orangorang yang menjenguknya maupun petugas kesehatan yang merawatnya.
3) Brand personality. Kalau self-expressive value merupakan emosi yang
terbentuk dari lingkungan sosial, maka brand personality akan
memberikan kepuasan kepada konsumen secara internal (tidak bergantung
karakteristik
demografis
dan
sosio-psikologis
dan
demografi
Tujuan Perusahaan
Produk
Harapan Pelanggan Tarhadap Produk
terpadu
dalam
menetapkan
masalah
dan
penyebab
masalah
mutu
penyelesaian
masalah
sesuai
dengan
kemampuan
yang
tersedia,serta menilai hasil yang dan menyusun saran-saran tindak lanjut untuk lebih
meningkatkan mutunpelayanan.
Suatu upaya yang berkesinambungan, sistematis dan objektif dalam
memantau dan menilai pelayanan yang diselenggarakan dibandingkan dengan
standar yang telah du tetapkan, serta menyelesaikan masalah yang ditemukan untuk
memperbaiki mutu pelayanan (Maltos & Keller 1989).
Menurut Palmer 1983, Suatu proses yang mencakup kegiatan mengukur mutu
pelayanan yang diselenggarakan, menganalisis kekurangan, menetapkan dan
melaksanakan tindakan perbaikan,menilai hasil yang dicapai secara sistematis,
berdaul ulang berdasarkan standar yang telah ditetapkan.
Demikian pula halnya untuk memakai sumber daya yang tidak pada tempatnya
yang ditemukan pada pelayanan yang berlebihan.
c. Dapat meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
Peningkatan penerimaan ini erat berhubungannya dengan telah sesuainya
pelayanan kesehatan dengn kebutuhan dan tuntutan pemakaiaan jasa
pelayanan. Apabila peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan, pada
gilirannya pasti akan berperan besar dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat secara keseluruhan.
d. Dapat melindungi penyelenggara pelayanan kesehatan dan kemungkinan
timbulnya gugatan hukum
Pada saat ini sebagai akibat makin baiknya tingkat pendidikan masyarakat,
maka kesadaran hukum masyarakat juga telah semakin meningkat. Untuk
mencegah kemungkinan timbulnya gugatan hokum terhadap penyelenggara
pelayanan kesehatan, antara lain karna tidakpuasan terhadap pelayanan
kesehatan, perlulah diselenggarakan pelayanan kesehatan yang sebaik baiknya
( Siti Masitoh 2011).
Dari uraian ini mudah dipahami bahwa terselenggaranya program menjaga
mutu pelayanan kesehatan mempunyai peranan yang amat besar dalam
melindungi penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan kemungkinan timbulnya
gugatan hokum, karena memang pelayanan kesehatan yang diselenggarakan telah
terjamin mutunya.
3. Karakteristik pelaksanaan program menjaga mutu
a. Berkesinambungan
Terus menerus dilakukan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan (Quality improvement program).
b. Sistematis
Harus mengikuti alur kegiatan serta sasaran yang baku,yaitu :
1) Menetapkan masalah
2) Menetapkan penyebab masalah
3) Menetapkan cara penyelesaian masalah
4) Melaksanakan cara penyelesaian masalah.
5) Melakukan penilaian hasil dan membuat saran tindak lanjut.
Sedangkan sasarannya meliputi semua unsur yaitu:
1) Unsur masukan (input)
2) Unsur lingkungan (environment)
3) Unsur proses (process).
4) Unsur keluaran (output)
c. Objektif
Pelaksannan prigram menjaga mutu,terutama saat pemantauan dan penilaian
harus objektif, tidak boleh dipengaruhi oleh berbagai pertimbangan lain,
pelayanan
menurut
(Engeenderhealth,2003) ialah :
a. Adanya komitmen petugas kesehatan (Bidan)
b. Terpenuhinya kubutuhan bidan akan supervisi yang memenuhi fasilitas.
c. Menegemen, informasi, pelatihan dan pengembangan polindes.
d. Terpenuhunya kebutuhan akan bahan, peralatan dan insfrastur.
e. Terpenuhinya hak ibu hamil untuk memperoleh informasi agar ibu hamil
mendapatkan pelayanan yang diharapkan, diantaranya yaitu.
1) Pelayanan yang aman dan nyaman.
2) Pelayanan yang mengutamakan privasi dan menjaga kerahasiaan.
3) Pelayanan yang sopan, ramah, dan nyaman.
4) Dapat mengemukakan pendapat atau maslah secara bebas.
5) Hak untuk kelangsungan pelayanan.
Kualitas total suatu pelayanan terdiri atas tiga komponen utama (Gronroos
dalam Hunt Spen, 2004) yaitu :
a. Technical Quality yaitu kompenen yang berkaitan dengan kualitas output
(keluaran) pelayanan yang diterima pelanggan.Menurut Parasuraman, Etal
Technical Quality dapat diperinci lagi sebagai berikut:
1) Search quality yaitu kualitas yang dapat dievaluasi pelanggan sebelum
membeli. Misalnya harga.
angka
kelahiran
bayi,
cakupan
penanganan
kasus
beresiko,
Daftar Pustaka:
1. Eko N., 2010. Etika profesi dan hukum kebidanan. Yogyakarta: Pustaka Rihma.
2. Keputusan menteri kesehatan RI no. 369/Menkes/sk/III/2007
3. Arimaswati, Indria H., Syamsul R., 2011. Dilema Etik. Fakultas Kedokteran.
Universitas Haluoleo. http://fk.uho.ac.id/dokumenhpeq/modul/modul-Dilema-Etik.pdf
(20 Maret 2015)
4.
5.
6.
7.
8.