Anda di halaman 1dari 3

Kelompok 1 Kelas A1 2019

1. Ririn Nur Mahmudah 131911133005 5. Kharisma Nuur Lutfiyah 131911133161


2. Miftakhul Qorni Isna 131911133006 6. Rosula Ridly Nur Fathonah 131911133162
3. Azizia Kanya F 131911133034 7. Silvy Octavia 131911133163
4. Shafa Fadia Khanza S 131911133035 8. Azka Chusniah Fitrah 131911133164

GANGGUAN HAID SISTEM REPRODUKSI : PREMENSTRUAL SYNDROM (PMS)


Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Maternitas I Oleh Kelompok 1 A1 2019
Menstruasi adalah gejala periodik pelepasan darah dan mukosa jaringan dari lapisan dalam
rahim melalui vagina. Premenstrual syndrome merupakan suatu keadaan yang menerangkan bahwa
sejumlah gejala terjadi secara rutin dan berhubungan dengan siklus menstruasi. Biasanya, gejala
tersebut muncul pada 7-10 hari sebelum menstruasi dan menghilang ketika menstruasi dimulai (El
Manan, 2011). PMS kadang-kadang berlangsung terus sampai menstruasi berhenti (Prawiroharjo,
2005).
PMS memang kumpulan gejala akibat perubahan hormonal yang berhubungan dengan
siklus saat ovulasi (pelepasan sel telur dari ovarium). Terdapat beberapa etiologi berbeda terkait
dengan PMS diantaranya fungsi abnormal dari aksis hipotalamus-hipofisisadrenal (HPA), yang
mengarah ke kelainan sekresi hormon adrenal, abnormalitas gizi dan lingkungan merupakan faktor
utama untuk PMS. Penyebab utama premenstrual syndrome adalah faktor hormonal yaitu
perubahan hormon gonad seperti progesteron dan estrogen, faktor perubahan kimia otak seperti
sistem GABA (gamma-aminobutyric acid) (Ritung & Olivia, 2018) dan serotonin. Penyebab PMS
banyak terjadi akibat kombinasi dari berbagai faktor kompleks yang salah satunya adalah akibat
perubahan hormonal yang terjadi sebelum menstruasi. Kemungkinan lainnya yaitu berhubungan
dengan gangguan perasaan, faktor kejiwaan, masalah sosial atau fungsi serotonin yang dialami
penderita (Rodiani & Rusfiana, 2016).

Ada beberapa hal yang menjadi faktor risiko Premenstrual Syndrome (Dita, 2010) antara
lain yaitu wanita yang pernah melahirkan (Premenstrual Syndrome semakin berat setelah
melahirkan beberapa anak, terutama bila pernah mengalami kehamilan dengan komplikasi, seperti
toksima). Kemudian riwayat keluarga, Status perkawinan, Usia (Terutama antara usia 30-45 tahun),
Stres, Diet (kebiasaan makan, seperti tinggi garam, kopi, teh, coklat, minuman bersoda, makanan
olahan), dan juga kekurangan zat-zat gizi, seperti kurang vitamin B6, E, C, magnesium, zat besi,
seng, mangan, dan asam lemak linoleat. Serta kurangnya berolahraga dan aktivitas fisik yang
menyebabkan gejala semakin berat.

Gejala premenstrual syndrome meliputi gejala fisik, psikologis dan emosional. Keluhan
yang sering terjadi adalah cemas, lelah, sulit berkonsentrasi, susah tidur, hilang energi, nyeri
kepala, nyeri perut, dan nyeri pada payudara (Safitri et al., 2017). Gejala klinis yang ditemukan
pada sindrom pramenstruasi adalah sebagai berikut :
1. Gejala Fisik : Nyeri tekan dan pembengkakan payudara, Nyeri otot, Perut kembung, Sakit
kepala dan migrain, Rasa panas serta kemerahan pada wajah dan leher, Limbung /palpitasi,
Edema perifer, Gangguan penglihatan, Nyeri panggul, Perubahan pola buang air besar,
Perubahan pola nafsu makan, Timbul jerawat
2. Gejala Psikologis (Emosi dan Mental): Tegang, Iritabilitas, Perubahan perasaan (mood),
Penurunan libido, Ansietas, Depresi, Letargi, dan Penurunan konsentrasi.

Menurut (Ramadani, 2013) Tidak ada tes laboratorium khusus untuk mendiagnosa wanita
dengan sindroma premenstruasi. Alat diagnostik yang dapat membantu adalah catatan harian
menstruasi, yang berisi gejala-gejala fisik dan emosi selama berbulan-bulan. Jika perubahan-
perubahan yang terjadi secara konsisten sekitar ovulasi (midcycle, atau hari ke 6-10 dalam siklus
menstruasi) dan berlangsung sampai aliran menstruasi mulai, maka sindroma premenstruasi
kemungkinan adalah diagnosa yang akurat. National Institute of Mental Health membuat kriteria
diagnostic premenstrual syndrome yaitu peningkatan 30% intensitas gejala premenstrual syndrome
dari siklus hari ke 5 sampai ke 10 sebelum menstruasi beriangsung dan catat perubahan-perubahan
gejala minimal 2 siklus yang berurutan pada kalender gejala harian yang terstandarisasi, seperti the
Calender of Premenstrual Experiences (COPE). Berdasarkan rekomendasi The American College
of Obstetricians and Gynecologists (ACOG), saat perempuan mendapat satu saja gejala fisik. dan
satu gejala emosional, selama tiga kali masa menstruasi berturat-turut, hal itu sudah dapat disebut
menderita PMS.

Patofisiologi mengenai Premenstruasi Syndrome sendiri yaitu adanya ketidakseimbangan


kadar hormon estrogen dan progesteron dalam tubuh tepat sebelum fase menstruasi berlangsung,
sehingga dapat mempengaruhi kadar serotonin dalam otak merupakan penyebab utama terjadi
Premenstrual Syndrome (PMS). Penurunan level serotonin ini diketahui dapat secara langsung
mempengaruhi suasana hati seseorang sehingga timbul perubahan psikologis, perilaku, dan fisik
pada remaja. Gejala PMS ini biasanya timbul 6-10 hari sebelum menstruasi dan menghilang ketika
menstruasi dimulai.

Beberapa penelitian membuktikan bahwa peningkatan perbandingan kadar progesteron


dengan estrogen ini terkait dengan penurunan kadar endorfin otak. Kadar endorfin otak diketahui
berpengaruh meningkatkan perasaan senang. Pertambahan kadar estrogen juga berdampak pada
pemekatan konsentrasi aldosteron, hormon yang dapat meretensi air dan natrium. Perubahan ini
menyebabkan perubahan endomorfin, prolaktin, dan aldosteron yang dapat memperburuk gejala
fisik dan psikis PMS.
Penatalaksanaan mengenai PMS yakni terapi yang diberikan setelah diagnosis ditetapkan.
Terapi dibedakan menjadi 2 yaitu terapi farmakologi dan terapi non farmakologi. Terapi obat yang
biasa digunakan antara lain:

1) Obat anti peradangan non-steroid atau nonsteroidal : Antiinflamasi (NSAIDS) NSAIDS


seperti ibuprofen atau sodium naproksen dapat digunakan untuk mengurangi rasa sakit
kepala, kegelisahan, nyeri karena kram rahim, dismenore. Semua pengguna NSAIDS harus
memperhatikan gangguan dasar yang berkenan dengan ginjal atau alergi gastrointestinal pada
wanita sindrom pramenstruasi.
2) Asam mefenamat : Dosis asam mefenamat digunakan adalah 500 mg, diberikan 3X sehari.
Berdasarkan penelitian dapat mengurangi gejala sindrom pramenstruasi seperti dismenore
dan menoragia (menstruasi dalam jumlah banyak) namun tidak semua. Tidak dianjurkan bagi
wanita yang sensitif dengan aspirin atau memiliki risiko ilkus peptikum.
3) Obat penenang : Alprazolam atau trizolam dapat digunakan pada wanita yang merasakan
kecemasan, ketegangan berlebihan, maupun kesulitan tidur.
4) Obat antidepresi : Obat ini hanya diberikan pada mereka yang mengalami gejala sindrom
pramenstruasi yang parah. Anti-depressants, terutama SSRIs (selective serotonin reuptake
inhibitor) atau penghambat-penghambat pengambilan kembali serotonin selektif, dapat sangat
membantu mengurangi gejala suasana hati, tingkah laku dan gejaHla fisik dengan
kemanjuran yang serupa untuk terapi awal maupun terapi lanjutan.
5) Diuretika : Obat ini dapat meningkatkan kemampuan ginjal untuk mengeluarkan sodium dan
air didalam urine sehingga jumlah cairan dalam sel-sel jaringan tubuh berkurang.
Spironolactone merupakan satu antagonis aldosteron yang serupa dengan hormon-hormon
steroid adalah satu-satunya obat diuretik yang sangat efektif membebaskan gejala-gejala
sindrom pramenstruasi.

Sedangkan untuk terapi non farmakologi yang dapat diberikan yaitu menganjurkan klien
olahraga teratur seperti jogging, jalan cepat atau berenang. Kompres bagian perut atau bagian
punggung yang terasa sakit dengan botol berisi air hangat. Untuk mengurangi rasa sakit saat
menstruasi, cobalah mandi dengan air hangat atau bisa minum air hangat. Memijat perut bagian
bawah dengan ringan, buatlah gerakan melingkar dengan ujung jari anda. Dan tidurlah dengan cara
meringkuk dan lutut melekuk untuk mehindari peregangan otot panggul. Bisa juga menggunakan
bantal untuk menekan lembut perut bagian bawah jika itu terasa nyaman untuk anda. Jika anda
tidur telentang, sanggalah lutut anda dengan bantal agar menekuk.

Anda mungkin juga menyukai