PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pre menstrual syndrome gejala fisik, psikologis dan perilaku yang menyusahkan yang
tidak disebabkan oleh penyakit organik, yang secara teratur berulang selama fase siklus yang
banyak mengalami regresi atau menghilang selama waktu haid yang tersisa (Magos).
Berdasarkan penelitian Menurut penelitian, hampir 80 persen perempuan mengalami gejala
PMS setiap bulan. Gejala PMS ini paling sering terjadi pada perempuan yang berusia sekitar
20 hingga 40-an tahun. Gejala PMS sangat bervariasi antara satu perempuan dengan
perempuan lainnya.
Gejala PMS biasanya hanya berlangsung selama beberapa hari sebelum menstruasi,
meskipun beberapa perempuan terkadang mengalami gejala-gejala tersebut sampai siklus
menstruasi berakhir. Meskipun tidak ada tes untuk membuktikan keberadaan PMS, namun
bagi perempuan yang pernah mengalaminya bahkan dan menderita karenanya tahu bahwa
PMS itu nyata. Gejala-gejala PMS ini diperkirakan disebabkan oleh fluktuasi kadar hormon
menjelang menstruasi. Oleh karenanya beberapa penelitian tentang pre menstrual syndrome
sangat diperlukan untuk mengatasi pre menstrual syndrome.
1.2 Tujuan
1.2.1 Untuk mengetahui pre menstrual syndrome
1.3 Manfaat
1.3.1 Mengetahui cara mengatasi PMS
BAB II
PEMBAHASAN
Premenstrual syndrome adalah kombinasi gejala yang terjadi sebelum haid dan
menghilang setelah haid keluar (Paath, 2004).
Premenstrual syndrome (PMS) merujuk pada kumpulan gejala fisik, psikologis, dan
perilaku yang terjadi selama akhir fase luteal dalam siklus menstruasi dan berakhir
dengan awitan menstruasi (Varney, 2006).
Sindrom premenstruasi (SPM) adalah sekelompok gejala yang terjadi dalam fase luteal
dari siklus haid. Gejala-gejala itu menyembuh dengan datangnya haid atau dalam 2-3 hari
setelah haid mulai (Rayburn, 2001).
(2). Penyebab
Terdapat banyak teori tentang etiologi dari PMS, dan tidak ada teori atau patofisiologi
yang dapat diterima secara universal. Kenaikan estrogen dikemukakan sebagai penyebab
(Rayburn, 2001).
Etiologi premenstrual syndrome (PMS) belum jelas, akan tetapi mungkin satu faktor yang
memegang peranan ialah ketidakseimbangan antara estrogen dan progesterone dengan
akibat retensi cairan dan natrium, penambahan berat badan, dan kadang-kadang edema
(Wiknjosastro, 2005).
Penyebab pasti PMS tidak diketahui, tetapi beberapa teori menunjukkan adanya
kelebihan estrogen atau defisit progesteron dalam fase luteal dari siklus menstruasi.
Selama bertahun-tahun teori ini mendapat dukungan yang cukup banyak dan terapi
progesteron biasa dipakai untuk mengatasi PMS (Brunner & Suddarth, 2001 dalam
Maulana, 2008).
Faktor kebiasaan makan seperti tinggi gula, garam, kopi, teh, coklat, minuman bersoda,
produk susu dan makanan olahan dapat memperberat gejala PMS (Rayburn, 2001).
Defisiensi zat gizi makro (energi, protein) dan zat gizi mikro, seperti kurang vitamin B
(terutama B6), vitamin E, vitamin C, magnesium, zat besi, seng, mangan, asam lemak
linoleat (Karyadi, 2007).
Status perkawinan
Status perkawinan dan status kesehatan juga mempunyai keterkaitan. Wanita yang telah
menikah pada umumnya mempunyai angka kesakitan dan kematian yang lebih rendah
dan biasanya mempunyai kesehatan fisik dan mental yang lebih baik daripada wanita
yang tidak menikah (Burman & Margolin dalam Haijiang Wang, 2005).
Sebuah penelitian pada tahun 1994 yang berjudul Biological, Social and Behavioral
Factors Associated with Premenstrual Syndrome yang melibatkan 874 wanita di Virginia
menemukan fakta bahwa mereka yang telah menikah cenderung mempunyai resiko yang
lebih kecil untuk mengalami PMS (3,7%) dari pada mereka yang tidak menikah (12,6%)
(Deuster, 1999 dalam Maulana, 2008).
Usia
PMS semakin mengganggu dengan semakin bertambahnya usia, terutama antara usia 3045 tahun. Faktor resiko yang paling berhubungan dengan PMS adalah faktor peningkatan
umur, penelitian menemukan bahwa sebagian besar wanita yang mencari pengobatan
PMS adalah mereka yang berusia lebih dari 30 tahun (Cornforth, 2000 dalam Maulana).
Walaupun ada fakta yang mengungkapkan bahwa sebagian remaja mengalami gejalagejala yang sama dan kekuatan PMS yang sama sebagaimana yang dialami oleh wanita
yang lebih tua (Freeman, 2007 dalam Maulana, 2008).
Stres dapat berasal dari internal maupun eksternal dalam diri wanita . Stres merupakan
predisposisi pada timbulnya beberapa penyakit, sehingga diperlukan kondisi fisik dan
mental yang baik untuk menghadapi dan mengatasi serangan stres tersebut. Stres
mungkin memainkan peran penting dalam tingkat kehebatan gejala premenstrual
syndrome (PMS) (Mulyono dkk, 2001 dalam Maulana, 2008).
Tatalaksana pertama kali adalah meyakinkan seorang wanita bahwa wanita lainnya pun
ada yang memiliki keluhan yang sama ketika menstruasi. Pencatatan secara teratur siklus
menstruasi setiap bulannya dapat memberikan gambaran seorang wanita mengenai waktu
terjadinya premenstrual syndrome. Sangat berguna bagi seorang wanita dengan
premenstrual syndrome untuk mengenali gejala yang akan terjadi sehingga dapat
mengantisipasi waktu setiap bulannya ketika ketidakstabilan emosi sedag terjadi.
pertengkaran dapat dihindari apabila pasangan maupun teman mengerti dan mengenali
penyebab dari kondisi tidak stabil wanita tersebut.
Penurunan asupan garam dan karbohidrat (nasi, kentang, roti) dapat mencegah edema
(bengkak) pada beberapa wanita. Penurunan konsumsi kafein (kopi) juga dapat
menurunkan ketegangan, kecemasan dan insomnia (sulit tidur). Pola makan disarankan
lebih sering namun dalam porsi kecil karena berdasarkan bukti bahwa selama periode
premenstruasi terdapat gangguan pengambilan glukosa untuk energi. Menjaga berat
badan, karena berat badan yang berlebihan dapat meningkatkan risiko menderita
premenstrual syndrome (PMS).
Obat-obatan
Asam mefenamat (500 mg, 3 kali sehari) berdasarkan penelitian dapat mengurangi gejala
premenstrual syndrome seperti dismenorea dan menoragia (menstruasi dalam jumlah
banyak) namun tidak semua. Asam mefenamat tidak diperbolehkan pada wanita yang
sensitif dengan aspirin atau memiliki risiko ulkus peptikum.
Kontrasepsi oral dapat mengurangi gejala premenstrual syndrome seperti dismenorea dan
menoragia, namun tidak berpengaruh terhadap ketidakstabilan mood. Pada wanita yang
sedang mengkonsumsi pil KB namun mengalami gejala premenstrual syndrome
sebaiknya pil KB tersebut dihentikan sampai gejala berkurang.
Obat penenang seperti alparazolam atau triazolam, dapat digunakan pada wanita yang
merasakan kecemasan, ketegangan berlebihan, maupun kesulitan tidur.
Obat anti depresi hanya digunakan bagi mereka yang memiliki gejala premenstrual
syndrome yang parah.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pendidikan gizi dapat dijadikan alternatif untuk mencegah dan menanggulangi gangguan selama
menstruasi yang jumlah penderitanya semakin banyak. Pendidikan gizi ini termasuk metode
pencegahan yang baru untuk melengkapi dan mengatasi kelemahan metode pencegahan yang
lainnya sehingga prevalensi penderita sindrom gangguan menstruasi dapat berkurang.
B.
Saran
Remaja hendaknya mengonsumsi makanan yang bergizi dan berimbang untuk mencegah
gangguan selama menstruasi. Selain itu, harus waspada terhadap propaganda iklan mengenai
produk yang dapat mengatasi keluhan menstruasi. Masyarakat hendaknya mencari informasi
lebih lanjut tentang kandungan zat gizi suatu produk kesehatan sehingga dapat terhindar dari
penipuan. Saran untuk pemerintah adalah hendaknya lebih mengintensifkan program
penanggulangan gangguan menstruasi dengan mempertimbangkan kondisi masyarakat.
C.
Daftar Pustaka
1.
2.
http://www.menstruasi.com/node/203
http://dr-suparyanto.blogspot.com/2010/07/konsep-premenstrual-syndrome-
pms.html
3.
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19766/kerangka%20pkm
%20gtku.docx?sequence=4