Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Dismenore

1. Pengertian Dismenore

a. Dismenore berasal dari bahasa Yunani yaitu dys yang artinya sulit atau

menyakitkan atau tidak normal. Meno berarti bulan dan rrhea yang

berarti aliran. Sehinggah dismenore di defenisikan sebagai aliran

menstruasi yang sulit atau nyeri haid (Okaparasta, 2012)

Dismenore merupakan rasa nyeri pada saat menstruasi pada

bagian perut bawah yang menjalar ke pinggang yang dapat di sertai

sakit kepala yang berlangsung selama tujuh hari adanya perubahan

emosional, susah tidur, aktivitas terggangu dan sulit berkonsentrasi

(Agustin, 2018).

Dismenore juga menimbulkan rasa sakit yang bermacam dari rasa

nyeri kuat, terbakar,mual. Rasa nyeri akan berkurang pada saat

menstruasi akan berakhir. Jenis dismenore yang sering terjadi

merupakan dismenore primer dimana akan merasakan sakit yang kuat

hinggah menggangu kegiatan sehari hari serta terjadi pada remaja

sekitar 2-3 tahun setelah menstruasi pertama (SMA & Kanaan, 2019).

b. Klasifikasi dismenore

Terdapat dua macam dismenore, primer dan dismenore sekunder

(Teknik et al., 2019) :

1) Dismenore primer

Dismenore primer merupakan nyeri menstruasi yang di alami tidak

terdapat kelainan pada organ reproduksi. Pada dismenore primer

6
7

terjadi pada beberapa waktu setelah menarche dan merupakan

satu kondisi yang di kaitkan dengan siklus ovulasi

2) Dismenore sekunder

Merupakan rasa sakit menstruasi yang diakibatkan oleh kelainan

organ reproduksi atau yang terjadi karena penyakit tertentu. Pada

umumnya terjadi pada perempuan yang berusia lebih dari 25

tahun.

c. Derajat tingkat Dismenore

Menurut (Teknik et al., 2019) terdapat beberapa jenis pengukuran

skala nyeri dismenore yang dapat digunakan sebagai berikut:

1) Numerikal Rating Scale (NRS)

Derajat tingkat nyeri diukur dengan mengobyektifkan pendapat

subyektif nyeri dengan skala numerik nyeri dari angak 0 sampai 10

Gambar 2.1 Numerik Rating Scale (Sumber: (Teknik et al., 2019))

Intensitas derajat nyeri pada skala 0 tidak terjadi nyeri , pada

skala 1-3 intensitas nyeri berada pada derajat ringan ,pada skala

4-6 intensitas nyeri berada pada derajat sedang , pada skala 7-9

intensitas nyeri berada pada derajat berat sedangkan pada skala

10 intensitas nyeri tidak terkontrol. Cara pengukuran skala dengan

menunjukkan tanda pada salah satu angka yang sesuai dengan

intensitas nyeri yang sedang dirasakan


8

2. Etiologi dan Faktor Predisposisi Dismenore

Faktor penyebab terjadinya dismenore merupakan adanya zat kimia

dalam tubuh yang berpengaruh disebut dengan prostaglandin , adanya

senyawa kimia tersebut bertugas dalam mengelola sistem dalam tubuh

antara lain kegiatan usus, kontraksi uterus , perubahan masa pembulu

darah. Para pakar ahli beranggapan bahwa pada saat keadaan tertentu

kadar prostaglandin yang berlebih akan menambah kontraksi uterus

sehingga dapat menyebabkan nyeri yang bertambah hebat . Prostaglandin

yang berlebih dan menyebar ke seluruh tubuh dapat meningkatkan

aktivitas usus besar sehingga prostaglandin dapat sering mengakibatkan

sakit kepala , perubahan suhu pada wajah dan mual pada saat menstruasi

(Teknik et al., 2019).

3. Tanda dan Gejala Dismenore

Dismenore Primer , gejala yang di timbulkan antara lain kram perut,

tidak enak badan ,lemas ,nyeri pada daerah punggung bagian bawah ,

kecemasan, sebelum menstruasi terjadi mual, nyeri kepala dan pingsan.

Dismenore Sekunder memiliki gejala yang sesui dengan

penyebabnya masing - masing. Seperti halnya dengan keluar darah

dengan jumlah yang banyak atau terlalu sedikit, nyeri pada perut bagian

bawah yang terdapat diluar masa haid, dan nyeri tekan pada panggul

(Teknik et al., 2019).

4. Patofisiologi Dismenore

Dismenore primer diakibatkan oleh prostaglandin yang merupakan

stimulus miometrium poten dan vasokontriktor pada endometrium. Kadar

prostaglandin yang tinggi dapat meningkatkan derajat nyeri pada saat


9

menstruasi, tingginya kandungan prostaglandin yang mencapai tiga kali

diawali dari proses proliferal sampai dengan proses luteal. Sehingga

adanya peningkatan prostaglandin dapat meningkatkan tonus miometrium

dan kontraksi uterus, menghasilkan hormon pituitari posterior (vasopresin)

terlibat didalam proses peluruhan pada saat menstruasi. Selain itu faktor

psikis dan pola tidur dapat berpengaruh dengan timbulnya dismenore

(Teknik et al., 2019).

Pada saat masa subur terjadi peningkatan serta terjadi penurunan

hormon pada fase follikuler (pembentukan sel telur), kemudian terjadi

peningkatan pada pertengahan fase follikuler dimana terdapat kadar FSH

(Follicle Stimulating Hormone) sehingga dapat merangsang follikel agar

memproduksi hormon estrogen.Pada saat kadar progesteron menurun

terjadi peningkatan hormon estrogen. Pada saat terjadinya penurunan

kadar progesteron akan diikuti kenaikan kadar prostaglandin di

endometrium. Terjadinya peningkatan kontraksi pembulu darah diakibatkan

oleh prostaglandin yang telah disintesis dari luruhnya endometrium di

myometrium sehingga peningkatan kontraksi tersebut mangakibatkan

penurunan aliran darah dan memicu proses iskemi sehingga terjadi

nekrosis (kematian sel) pada sel dan jaringan di dalam nya. (Teknik et

al.,2019).

Penurunan kadar progesteron dapat menyebabkan ketidak stabilan

membran lisosom dan pelepasan enzim , prostaglandin terjadi akibat

penurunan kadar progesteron dalam jumlah banyak. Hormon progesteron

yang rendah diakibatkan oleh suatu regresi korpus luteum sehingga

menyebabkan terganggunya stabilitas pelepasan enzim fosfolipase dan


10

membran lisosom dimana berperan sebagai perantara prostaglandin

dengan melalui proses aktivitas fosfolipase sehingga menyebabkan terjadi

hidrolisis senyawa fosfolipid dan menghasilkan asam arakidonat.

Terjadinya dismenore primer akibat dari hasil metabolisme asam

arakidonat. asam arakidonat memeliki dua cara metabolisme yaitu jalur

lipoksigenase dan jalur siklooksigenase sehingga menghasilkan

prostaglandin , tromboksan dan leukotrien selain itu dapat berperan dalam

timbulnya rasa sakit pada saat menstruasi.

Dismenore primer dapat diperparah dengan adanya faktor stress

psikologis bisa menurunkan ketahahanan terhadap rasa sakit. Hormon

estrogen diproduksi pada saat tubuh merasa stres sedangkan peningkatan

yang terjadi pada miometrium dan rasa sakit yang muncul pada saat

menstruasi diakibatkan oleh kadar prostaglandin yang berlebih selain itu

dapat meningkatnya kelenjar adrenalin dalam sekresi kartisol sehingga otot

tubuh menjadi tegang dan otot rahim menjadi kontraksi secara berlebih.

Rasa sakit pada saat menstruasi dikarenakan terjadi kontraksi pada

otot rahim dengan jumlah besar sehingga dapat meningkatkan stres

sehingga dapat memicu aktivitas saraf simpatis. Ketika seseorang

mengalami stres hal tersebut akan mempengaruhi stimulasi hormon

sehingga terjadi respon neuroendokrin menyebabkan CRH (Kortikontrophin

Releasin Hormon) yang merupakan penghubung hipotalamus khusus

untuk merangsang sekresi ACTH (Adrenocorti Cotrophic Hormone) yang

berperan dalam meningkatkan sekresi kartisol adrenalin. Sekresi kartisol

adrenal menyebabkan beberapa kerugian pada hormon yang berperan

dalam menghambat hormon lainnya, sekresi FSH ( Follicle Stimulating


11

Hormone) dan LH (Luteinizing Hormon) yang diakibatkan dari hormon

tesebut menghambat perkemabngan follikel sehingga memicu

terganggunya sintesis dan pelepasan progesteron.

5. Komplikasi Dismenore

Komplikasi dismenore menurut (Studi et al., 2017) yaitu: Dismenore

primer dapat menimbulkan beberapa gejala antara lain mual,

muntah ,diare, cemas , stres , nyeri kepala , lesu sampai dengan pingan.

Mekipun dismeore primer tidak engancam nyawa apabila di biarkan dapat

berakibat buruk bagi penderita seperti depresi , infertilitas , ganguan fungsi

seksual penurunan kualtas hidup.

6. Pencegahan Dismenore

Pencegahan dismenore menurut (Studi et al., 2017) adalah:

a. Mengontrol stres

b. Makanan mengandung gizi

c. Menjauhi rasa masam dan pedas

d. Melakukan bad rest

e. Olahraga ringan secara rutin

7. Penatalaksanaan Dismenore

Menurut Magelang (2019) tindakan penanganan untuk mengurangi

dismenore dengan memberikan penjelasan dalam mengerti tentang

dismenore kemudian dengan memberikan terapi farmakologi seperti obat

analgesik, terapi hormon, terapi dengan obat anti prostaglandin non steroid

serta pengobatan non farmakologi.


12

a. Pemahaman tentang dismenore

Perlu dilakukan penjelasa pada remaja bahwa dismenore bukan

termasuk kelainan yang mengerikkan untuk kesehatan , dengan

dilakukan diskusi dan penjelasan tentang apa itu dismenore dan cara

untuk mengendalikan nyeri agar tidak berdampak serius diharapkan

dapat memberikan gambaran pada penderita agar tidak salah

mengartikan mengenai dismenore.

b. Pemberian obat analgesik

Pengobatan analgesik dapat di berikan sebagai terapi simptomatik,

obat - obatan yang selalu diberikan adalah jenis preparat kombinasi

aspirin, fenasetin dan kafein penggunaan pengobatan tersebut yang

tersebar adalah novalgin, ponstan, acid amenophen untuk

menggunakan obat dalam mengatasi intensitas nyeri sebaiknya

konsultasikan terlebih dahulu dengan dokter..

c. Terapi Hormonal

Arahan diberikan terapi hormon untuk merangsang ovulasi hal tersebut

bersifat sementara hanya untuk meunjukkan bahwa dismenore yang di

derita merupakan dismenore primer. Dengan mengonsumsi salah satu

jenis pil kombinasi dengan kontrasepsi

d. Terapi obat nonsteroid (Antiprostaglandin)

Terapi tersebut tergolong jenis indometasin , ibuprofen dan naproxen

sebaiknya pengobatan diberikan sebelum mengalami menstruasi di

hari pertama menstruasi konsultasikan pada dokter terlebih dahulu.


13

e. Pengobatan Non Frmakologi

Terapi non farmakologi merupakan terapi komplomenter yang dapat

dilakukan sebagai penanganan dismenore tanpa menggunakan obat-

obatan kimia. Tujuan dari terapi non farmkologi adalah untuk

meminimalisir efek dari zat kimia yang terkandung dalam obat.

Penanganan nyeri secara non farmakologi :

1) Terapi masase

Masase Effleurage adalah suatu gerakan dengan mempergunakan

seluruh permukaan telapak tangan dan jari-jari selalu

menyesuaikan dengan bagian tubuh yang di gosok (Bambang,

2012)

2) Terapi kompres hangat

Kompres hangat adalah memberikan rasa panas pada tubuh untuk

memberikan rasa nyaman, mengurangi atau membebaskan nyeri,

mengurangi atau mencegah spasme otot dan memberikan rasa

hangat pada daerah tertentu khususnya perut bagian bawah pada

saat mengalami nyeri haid (Uliyah & Hidayat, 2008).

3) Yoga

Gejala-gejala nyeri haid yang dialami pada wanita, nyeri dapat

berkurang dengan melakukan terapi yoga dengan Latihan yoga

yang terarah dan berkesinambungan dapat menyembuhkan nyeri

haid dan menyehatkan badan secara keseluruhan (Anugroho,

2011).
14

4) Senam

Senam dismenore merupakan salah satu bentuk aktivitas fisik

yang dapat digunakan untuk mengurangi nyeri. Dengan

melakukan senam tubuh akan menghasilkan endhoprin

(pembunuh rasa sakit pada tubuh), hormon endhoprin yang

semakin tinggi akan menurunkan atau meringankan nyeri yang

dirasakan seseorang sehingga seseorang menjadi lebih nyaman,

gembira, dan melancarkan pengiriman oksigen ke otot (Sugani &

Priandarini, 2010).

5) Aromaterapi

Aromaterapi merupakan suatu metode komplomenter yang

menggunakan aromaterapi untuk meningkatkan kesehatan fisik

dan juga mempengaruhi kesehatan emosi seseorang. Aromaterapi

perawatan menggunakan wangi wangian yang berasal dari minyak

alami yang diambil dari tanaman,bunga,pohon yang berbau harum

dan enak. Aromaterapi dapat digunakan sebagai minyak pijat

(massage), inhalasi, mengurangi stress, meningkatkan kualitas

tidur dan meringankan insomnia,produk untuk mandi dan parfum

(Koensoemardiyah, 2009 dalam Solehati 2015).

B. Manajemen Asuhan Kebidanan

1. Pengertian Manajemen Asuhan Kebidanan

Manajemen Kebidanan merupakan proses pemecahan masalah

yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan

tindakan dengan urutan logis dan perilaku yang diharapkan dari pemberi
15

asuhan yang berdasarkan ilmiah, penemuan, dan keterampilan dalam

tahapan yang logis untuk pengambilan keputusan yang berfokus pada

klien (Varney, 2007).

Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang

digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan

tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, keterampilan

dalam rangkaian tahapan logik untuk pengambilan keputusan yang

berfokus pada klien. Manajemen kebidanan dituntut untuk merencanakan,

mengorganisir, memimpin dan mengevaluasi sarana dan prasarana yang

tersedia untuk dapat memberikan asuhan kebidanan yang efektif dan

efisien (Zulvadi, 2014).

Proses manajemen kebidanan terdiri dari 7 (tujuh) langkah yang

berurutan dimana setiap langkah sempurna secara periodik. Dimulai

dengan pengumpulan data dasar dan diakhiri dengan evaluasi.

2. Langkah-Langkah Manajemen Asuhan Kebidanan

a. Pengumpulan Data Dasar

Pada langkah pertama ini bidan mengumpulkan semua

informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang

berkaitan dengan kondisi klien seperti : hasil anamnesa dengan klien,

suami/keluarga, hasil pemeriksaan fisik, tinjauan catatan lama dari

rumah sakit bersalin atau Puskesmas (hasil pemeriksaan

dokumentasi/rekam medis klien), tinjauan dari data laboratorium dan

pemeriksaan tambahan lainnya.

Data yang dikumpulkan antara lain :

1) Keluhan klien
16

2) Riwayat kesehatan, haid, kehamilan, persalinan, nifas dan kondisi

psikososial

3) Pemeriksaan fisik secara lengkap sesuai dengan kebutuhan

4) Pemeriksaan khusus

5) Pemeriksaan penunjang

6) Meninjau catatan terbaru atau catatan sebelumnya

7) Melihat catatan rekam medis klien

8) Meninjau data laboratorium

Langkah ini menentukan pengambilan keputusan yang akan

dibuat pada langkah berikutnya, sehingga pengkajian harus

komprehensif meliputi data subjektif, objektif, dan hasil pemeriksaan

yang dapat menggambarkan/menilai kondisi klien yang sebenarnya.

Setelah mengumpulkan data, lakukan pengkajian ulang

terhadap data yang sudah dikumpulkan tersebut, apakah sudah

tepat, lengkap dan akurat.

b. Interpretasi Data Dasar

Pada langkah ini bidan menganalisa data dasar yang diperoleh

pada langkah pertama, menginterpretasikannya secara akurat dan

logis, sehingga dapat merumuskan diagnosa atau masalah

kebidanan.

1) Diagnosis kebidanan yaitu diagnosis yang ditegakkan oleh

bidan dalam lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar

nomenklatur (tata nama) diagnosis kebidanan (diagnosa yang

sudah disepakati bersama oleh profesi).


17

2) Masalah adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman

klien yang ditemukan dari hasil pengkajian atau yang menyertai

diagnosis.

Masalah dirumuskan bila bidan menemukan kesenjangan

yang terjadi pada respon ibu terhadap kehamilan, persalinan,

nifas dan bayi baru lahir. Masalah ini terjadi pada ibu tetapi

belum termasuk dalam rumusan diagnosa yang ada, tetapi

masalah tersebut membutuhkan penanganan/intervensi bidan,

maka masalah dirumuskan setelah diagnosa. (Masalah sering

berkaitan dengan hal-hal yang sedang dialami wanita yang

diidentifikasi oleh bidan sesuai dengan hasil pengkajian. Masalah

tersebut juga sering menyertai diagnosa).

3) Kebutuhan adalah hal-hal yang dibutuhkan oleh klien dan

belum teridentifikasi dalam diagnosa dan masalah yang

didapatkan dengan melakukan analisa data.

c. Identifikasi Diagnosis/Masalah Potensial

Langkah ini merupakan langkah antisipasi, sehingga dalam

melakukan asuhan kebidanan, bidan dituntut untuk mengantisipasi

permasalahan yang akan timbul dari kondisi yang ada/ sudah terjadi.

Dengan mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosa

potensial yang akan terjadi berdasarkan diagnosa/masalah yang

sudah ada. Bidan harus dapat merumuskan tindakan yang perlu

diberikan untuk mencegah atau menghindari masalah/diagnosa

potensial yang akan terjadi.


18

Pada langkah antisipasif ini diharapkan bidan selalu waspada

dan bersiap-siap bila diagnosa/masalah potensial ini benar-benar

terjadi. Langkah ini penting sekali dalam melakukan asuhan yang

aman dan dilakukan secara cepat, karena sering terjadi dalam

kondisi emergensi.

d. Menetapkan Kebutuhan Tindakan Segera

Pada tahap ini bidan mengidentifikasi perlunya tindakan segera,

baik tindakan intervensi, tindakan konsultasi, kolaborasi dengan

dokter, atau rujukan berdasarkan kondisi klien.

Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari proses

penatalaksanaan kebidanan dalam kondisi emergensi, berdasarkan

hasil analisa data bahwa klien membutuhkan tindakan segera untuk

menyelamatkan jiwa ibu dan bayinya.

Pada langkah ini mungkin saja diperlukan data baru yang lebih

spesifik sehingga bidan mengetahui penyebab langsung masalah

yang ada. Untuk itu diperlukan tindakan segera yang bersifat

observasi atau pengkajian kembali.

Seorang wanita/klien dalam kondisi tertentu mungkin juga akan

memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter atau tim

kesehatan lain. Bidan bila menemukan klien dengan kondisi tersebut

harus mampu mengevaluasi dan menentukan dengan tepat kepada

siap konsultasi dan kolaborasi ditujukan dalam penatalaksanaan

asuhan klien.

Dalam melakukan tindakan harus sesuai dengan prioritas

masalah/ kebutuhan yang dihadapi kliennya. Dalam rumusan ini


19

tindakan segera meliputi tindakan yang dilakukan secara mandiri,

kolaborasi atau rujukan.

e. Menyusun Rencana Asuhan Yang Menyeluruh

Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh yang

ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini

merupakan kelanjutan penatalaksanaan terhadap masalah atau

diagnosa yang telah diidentifikasi atau diantisipasi, yang sifatnya

segera ataupun rutin. Rencana pelayanan komprehensif ditentukan

berdasarkan tahapan terdahulu (satu, dua, tiga dan empat) untuk

mengantisipasi masalah dan diagnosa serta perlu untuk

mendapatkan data yang belum diperoleh atau tambahan informasi

data dasar.

Pada langkah ini informasi data yang kurang dapat dilengkapi

dengan merumuskan tindakan yang sifatnya mengevaluasi/

memeriksa kembali, atau perlu tindakan yang sifatnya follow up.

Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi

penanganan masalah yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien

atau dari setiap masalah yang berkaitan, tetapi juga tindakan yang

bentuknya antisipasi (penyuluhan, konseling).

Begitu pula tindakan rujukan mungkin dibutuhkan klien bila ada

masalah-masalah yang berkaitan dengan sosial ekonomi-kultural

atau masalah psikologis. Dengan perkataan lain asuhan terhadap

wanita tersebut sudah mencakup setiap hal yang berkaitan dengan

semua aspek asuhan kesehatan.


20

Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua belah

pihak, yaitu oleh bidan dan klien agar dapat dilaksanakan dengan

efektif karena klien juga akan melaksanakan rencana tersebut

(Informed Consent). Oleh karena itu, pada langkah ini tugas bidan

adalah merumuskan sesuai dengan hasil pembahasan bersama klien

baik lisan ataupun tertulis, kemudian membuat kesepakatan bersama

sebelum melaksanakannya.

Semua keputusan yang dikembangkan dalam asuhan

menyeluruh ini harus rasional dan benar-benar nyata berdasarkan

pengetahuan dan teori yang up to date serta telah dibuktikan bahwa

tindakan tersebut bermanfaat/efektif berdasarkan penelitian

(Evidence Based).

f. Pelaksanaan Rencana Asuhan (Implementasi)

Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti

yang telah diuraikan pada langkah ke-5 dilaksanakan secara efisien,

efektif dan aman. Pelaksanaan rencana asuhan yang telah

dirumuskan dapat dilaksanakan seluruhnya oleh bidan secara

mandiri atau bersama-sama dengan klien atau sebagian

dilaksanakan oleh ibu atau anggota tim kesehatan lainnya.

Apabila ada tindakan yang tidak dilakukan oleh bidan tetapi

dilakukan oleh dokter atau tim kesehatan yang lain, bidan tetap

memegang tanggung jawab untuk mengarahkan kesinambungan

asuhan berikutnya. (misalnya : memastikan langkah-langkah tersebut

benar-benar terlaksana dan sesuai dengan kebutuhan klien).


21

Bila diputuskan bidan berkolaborasi dengan dokter untuk

menangani klien yang mengalami komplikasi, maka keterlibatan

bidan dalam penatalaksanaan asuhan bagi klien adalah tetap

bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana bersama yang

menyeluruh tersebut. Penatalaksanaan yang efisien akan

menyangkut waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dan asuhan

klien. Kaji ulang apakah semua rencana asuhan telah dilaksanakan.

g. Evaluasi

Pada langkah terakhir ini dilakukan evaluasi keefektifan dari

asuhan yang sudah diberikan, meliputi pemenuhan kebutuhan akan

bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan

kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasikan di dalam diagnosa

dan masalah. Evaluasi merupakan suatu penganalisaan hasil

implementasi asuhan yang telah dilaksanakan periode untuk menilai

keberhasilannya apakah benar-benar memenuhi kebutuhan untuk

dibantu. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar

efektif dalam pelaksanaannya.

Tujuan dari evaluasi/penilaian adalah untuk mengetahui faktor-

faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan

implementasi asuhan berdasarkan analisa.

Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut efektif

sedangkan sebagian belum efektif. Mengingat bahwa proses

penatalaksanaan ini merupakan suatu kegiatan yang

berkesinambungan maka perlu mengulang kembali dari awal setiap

asuhan yang tidak efektif melalui pengkajian ulang (memeriksa


22

kondisi klien). Proses evaluasi ini dilaksanakan untuk menilai proses

penatalaksanaan efektif atau tidak efektif serta melakukan

penyesuaian pada rencana asuhan tersebut.

C. Kerangka Teori

Dismenore

Nyeri Dismenore

Penatalaksanaan

Farmakologi Non Farmakologi

Massage
Analgetik Kompres hangat
Terapi hormonal Yoga
Senam
Aromaterapi

Anda mungkin juga menyukai