Anda di halaman 1dari 47

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa remaja merupakan masa perubahan baik secara fisik, biologis, dan

produktif. Usia remaja dimulai sejak seseorang mengalami perubahan baik itu

secara fisik, biologis, reproduktif. Pada remaja wanita hal yang paling menonjol

ketika mengalami pertumbuhan dan perkembangan salah satunya ditandai dengan

terjanya haid (menstruasi) (Wardhani, 2018)

Sering dijumpai di awal menstruasinya remaja putri mengalami nyeri haid,

meskipun tidak jarang dijumpai pula pada wanita usia subur yang belum menikah

memiliki keluhan yang sama, yaitu mengalami nyeri haid di awal siklus

menstruasinya. Nyeri haid disebut diminore (Sari, 2012).

Dismenore dapat menimbulkan dampak terhadap aktivitas wanita jika tidak

ditangani. Dismenore menyebabkan intoleransi aktivitas, dan nyeri yang hebat

dapat mengakibatkan ketidakhadiran kerja atau disekolah. Sehingga

mengakibatkan penurunan produktifitas kerja dan perhatian dikelas. (Anisa,

2015).

Menurut (Kusmiran, 2013), berdasarkan jenisnya dysmenorrhea terdiri dari

Dysmenorrhea Primer dan sekunder. Dysmenorrhea primer adalah nyeri yang

timbul sejak haid pertama dan akan pulih sendiri dengan berjalannya waktu,

tepatnya setelah stabilnya hormone tubuh atau perubahan posisi rahim setelah

menikah dan melahirkan. Dysmenorrhea sekunder biasanya baru muncul

kemudian, yaitu jika ada penyakit atau kelainan yang menetap seperti infeksi

1
2

rahim, kista atau polip, tumor sekitar kandungan, serta kelainan kedudukan rahim

yang mengganggu organ dan jaringan disekitarnya.

(Cha NH, 2016) menyebutkan nyeri yang dialami oleh remaja dengan dismenore

primer dapat menyebabkan masalah serius seperti emosi negatif yang

terakumulasi dikarenakan keluhan- keluhan seperti nyeri perut bagian bawah,

kelelahan, kehilangan nafsu makan, sakit kepala, diare dan mual.

Menurut World Health Organization (WHO) dalam penelitian (Sulistyorini, 2017)

angka kejadian dismenore cukup tinggi diseluruh dunia. Rata-rata insidensi

terjadinya dismenore pada wanita muda antara 16,8 –81%. Rata-rata di negara-

negara Eropa dismenore terjadi pada 45-97% wanita. Dengan prevalensi terendah

di Bulgaria (8,8%) dan tertinggi mencapai 94% di negara Finlandia. Prevalensi

dismenore tertinggi sering ditemui pada remaja wanita, yang diperkirakan antara

20-90%. Sekitar 15% remaja dilaporkan mengalami dismenore berat. Di Amerika

Serikat, dismenore diakui sebagai penyebab paling sering ketidakhadiran di

sekolah yang dialami remaja putri. Selain itu, juga dilakukan survey pada 113

wanita Amerika Serikat dan dinyatakan prevalensi sebanyak 29-44%, paling

banyak pada usia 18-45 tahun.

Angka kejadian dismenorea di Indonesia sebesar 64,25% yang terdiri dari 54,89%

dismenorea primer dan 9,36% dismenorea sekunder. Pada tahun 2018, hasil

penelitian menunjukkan 84,4 % remaja putri Ners Tingkat I di Asrama Stikes

Santa Elisabeth Medan mengalami dismenore dengan intensitas nyeri ringan

26,7%, nyeri sedang 73,3%, dan nyeri berat 0% (Wardhani, 2018).


3

Data yang didapatkan oleh peneliti dari poli remaja UPTD Puskesmas Kec.

Sananwetan pada bulan September 2020 menunjukkan bahwa dari 35 remaja putri

PSRT kota Blitar didapatkan 25 orang di antaranya mengalami nyeri haid saat

menstruasi. Di samping itu peneliti juga sering menjumpai 2 dari 5 remaja PSRT

yang datang ke UGD UPTD Puskesmas Kec. Sananwetan mengalami keluhan

disminore setiap bulannya.

Nyeri yang bersifat akut yang dialami oleh remaja dengan dismenore primer

menjadikan alasan untuk individu mencari sumber pelayanan kesehatan. Penilaian

nyeri penting dilakukan untuk memberikan intervensi paling tepat untuk keluhan

nyeri yang dialami (Inayati, 2017).

Penatalaksanaan medis pada dismenorea primer terdiri atas pemberian kontrasepsi

oral dan NSAIDs (Nonsteroidal Anti-Inflamatory Drugs). Pada kontrasepsi oral

bekerja dengan mengurangi volume darah menstruasi dengan menekan

endometrium dan ovulasi, sehingga kadar protaglandin menjadi rendah. Golongan

obat NSAIDs (Nonsteroidal Anti-Inflamatory Drugs) yang diberikan pada pasien

dismenorea primer yaitu ibuprofen, naproksen dan asam mefenamat. Medikasi

diberikan setelah nyeri dirasakan, dan dilanjutkan selama 2 sampai 3 hari pertama

pada saat menstruasi (Reeder, 2013).

Penatalaksanaan atau terapi fisik untuk dismenorea sekunder bergantung dengan

penyebabnya. Pemberian terapi NSAIDs (Nonsteroidal Anti-Inflamatory Drugs),

karena nyeri yang disebabkan oleh peningkatan protaglandin. Antibiotik dapat

diberikan ketika ada infeksi dan pembedahan dapat dilakukan jika terdapat

abnormalitas anatomi dan struktural (Price, 2006).


4

(Wardhani, 2018) menyebutkan untuk dapat mengurangi intensitas dismenore

metode umum yang digunakan seperti kompres hangat, minum ramu-ramuan jahe

dan musik mozart. Selain dari metode tersebut penanganan disminore dapat juga

dilakukan dengan stretching abdominal untuk peregangan otot perut dan

mengurangi rasa nyeri perut. Selain stretching abdominal (Mirna Wati, 2018)

dalam skripsinya memberikan abdominal dengan senam disminorea untuk

mengurangi nyeri disminorea, stretching abdominal dan senam disminorea sama-

sama memberikan efek nyaman pada penderita disminorea, stretching abdominal

dan Senam disminore secara rutin dan teratur dapat meningkatkan sekresi

hormon khususnya esterogen. Senam secara teratur bagi remaja putri dapat

melepaskan endorfin beta (penghilang nyeri alami) ke dalam aliran darah

sehingga dapat mengurangi dismenore, selain itu menjadikan tubuh terasa segar

dan dapat menimbulkan perasaan senang. Senam yang dilakukan secara rutin saat

mengalami disminorea dapat meningkatkan jumlah dan ukuran pembuluh darah,

yang menyalurkan darah ke seluruh tubuh termasuk organ reproduksi sehingga

aliran darah menjadi lancar dan hal tersebut dapat menurunkan gejala dismenore.

Meningkatkan volume darah yang mengalir ke seluruh tubuh termasuk organ

reproduksi, hal tersebut dapat memperlancar pasokan oksigen ke darah yang

mengalami vasokonstriksi, sehigga nyeri menstruasi dapat berkurang (Reeder,

2013).

Senam disminorea adalah bentuk penanganan nonfarmakologi untuk disminorea

dalam bentuk kegiatan olahraga. Salah satu manfaat olahraga adalah merangsang

produksi endorphin dalam otak. Endorphin adalah hormon yang dihasilkan oleh
5

kelenjar pituitary yang dapat memberikan perasaan tenang dan daya tahan

terhadap perasaan nyeri (Kuntaraf, 2003 dalam Tarigan, 2013).

Senam dismenore menjadi pilihan peneliti karena senam dismenore mudah

dilakukan dan tidak memerlukan alat. Senam ini juga tidak membutuhkan biaya

mahal, mudah dilakukan dan tentunya tidak menimbulkan efek samping yang

berbahaya bagi tubuh. Dengan dilakukan senam secara berangsur-angsur akan

memberikan sensasi rileks serta dapat mengurangi nyeri (Badriyah dan Diati,

2008).

Tubuh akan bereaksi saat mengalami stres, sehingga menurunkan ketahanan

terhadap rasa nyeri. Tanda pertama yang menunjukkan keadaan stres adalah reaksi

meregangnya otot tubuh individu dipenuhi hormon stres yang menyebabkan suhu

tubuh, detak jantung, pernapasan dan tekanan darah meningkat. Disisi lain saat

stres, tubuh akan memproduksi hormone adrenalin, estrogen, progesterone serta

prostaglandin yang berlebihan. Hormon estrogen dapat menyebabkan

peningkatan kontraksi uterus yang berlebihan, sedangkan hormon progesterone

bersifat penghambat kontraksi. Peningkatan kontraksi yang berlebihan akan

menyebabkan rasa nyeri hormon adrenalin dapat menyebabkan otot tubuh

termasuk otot rahim menjadi tegang sehingga dapat menimbulkan nyeri ketika

haid (Nurul, 2012).

Olahraga dalam hal ini senam disminore terbukti dapat meningkatkan b-


endorphin 4 sampai 5 kali didalam darah, sehingga semakin banyak melakukan
olahraga/ senam maka akan semakin tinggi kadar b-endorphin dalam darah.
Senam disminore yang dilakukan secara teratur dan benar yaitu dilakukan selama
20 menit pada saat disminore, dilakukan 2 kali setiap latihan dapat meningkatkan
b-endorphin yang terbukti berhubungan erat dengan penurunan nyeri,
6

memperbaiki nafsu makan, kemampuan seksual, peningkatan daya ingat,


pernafasan dan tekanan darah, perbedaan dengan penelitian sebelumnya
penelelitian ini menggungakan skala numeric karena dalam hal ini skala numeric
lebih menggambarkakan keadaan sebenarnya. (Rahayu, Suryani, & Marlina,
2014).

Berlandaskan data dan penjabaran dalam paragraf sebelumnya, maka

peneliti ingin meneliti pengaruh senam disminore terhadap skala nyeri pada

remaja putri di asrama PSRT Kota Blitar.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka rumusan masalah dalm penelitian

ini adalah sebagai berikut: “Apakah ada pengaruh senam disminorea terhadap

skala nyeri disminorea pada remaja putri di asrama PSRT Kota Blitar tahun

2020?”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.2.1 Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian senam disminorea

pada remaja putri di PSRT Kota Blitar.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi skala nyeri disminore pada remaja putri sebelum senam

disminore di asrama PSRT Kota Blitar

2. Mengidentifikasi skala nyeri disminore pada remaja putri sesudah

dilakukan senam disminore di asrama PSRT Kota Blitar.

3. Menganalisa pengaruh senam terhadap skala nyeri disminorea pada remaja

putri di asrama PSRT Kota Blitar.


7

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan menjadi salah

satu sumber acuan dalam penanganan penderita skala nyeri dismenore secara

nonfarmakologis.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Manfaat bagi responden

Penelitian ini diharapkan menjadi sumber pengetahuan penderita nyeri haid dalam

mengurangi nyeri haid dan dapat meminimalkan efek dari pemakaian obat

farmakologis.

2. Manfaat bagi institusi pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan bahan tambahan

untuk memperoleh informasi dalam menambah pengetahuan dan wawasan yang

luas.

3. Manfaat bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini diharapkan menjadi sumber pengetahuan bagi peneliti selanjutnya

dan bahan acuan dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.


8

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Remaja

2.1.1 Definisi Remaja

Remaja pada umumnya didefinisikan sebagai orang-orang yang mengalami masa

peralihan dari masa kanak-kanak kemasa dewasa. Menurut WHO, remaja

(adolescence) adalah mereka yang berusia 10- 19 tahun. Sementara dalam

terminologi lain PBB menyebutkan anak muda (younth) untuk mereka yang

berusia 15 – 24 tahun (Marmi, 2013).

Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak kemasa dewasa.

Didalam ilmu kedokteran dan ilmu-ilmu lain yang terkait (seperti biologi dan

fisiologi), remaja dikenal sebagai suatu tahap perkembangan fisik ketika alat-alat

kelamin manusia mencapai kematangan. Hal ini berarti, secara anatomis, alat-alat

kelamin maupun organ tubuh yang lain akan memperoleh bentuknya yang

sempurna. Masa pematangan fisik berjalan kurang lebih selama dua tahun.

Biasanya dihitung mulai haid yang pertama pada wanita dan mimpi basah yang

pertama pada pria (Dahro, 2012).

Secara etiologi, remaja berarti “tumbuh menjadi dewasa”. Definisi remaja

menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) adalah periode usia antara 10 sampai

19 tahun, sedangkan perserikatan bangsa-bangsa (PBB) menyebutkan kaum muda

(youth) untuk usia antara 15 sampai 24 tahun. Sementara itu menurut The Health

Resources dan Services Administrations Guidelines Amerika Serikat, rentang usia

8
9

remaja adalah 11 – 21 tahun dan terbagi menjadi tiga tahap, yaitu remaja awal

(11-14 tahu), remaja menengah (15 – 17 tahun), dan remaja akhir (18 – 21 tahun).

Definisi ini kemudian disatukan dalam termiologi kaum muda (young people)

yang mencakup usia 10 – 24 tahun (Kusmiran, 2013).

2.1.2 Tumbuh Kembang Remaja

1) Perkembangan Remaja

Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang saling terkait,

berkesinambungan dan berlangsung secara bertahap. Menurut Depkes Poltekes

Jakarta, perubahan yang terjadi pada remaja tersebut adalah sebagai berikut:

a) Perubahan fisik

(1) Percepatan berat badan dan tinggi badan

Selama satu tahun pertumbuhan tinggi badan rata-rata 3,5 – 4,1 inci (Steinberg,

2010). Berat badan pada lelaki meningkat karena perubahan otot dan pada

perempuan kerena penambahan lemak.

(2) Karakteristik seks sekunder

Perubahan seks sekunder dipengaruhi oleh hormon, pada lelaki hormon androgen

dan hormon estrogen. Karakteristik sekunder pada wanita adalah rambut pubis,

rambut ketiak, serta menarche. Sedangkan pada pria terjadi pertumbuhan penis

skrotum, perubahan suara, kumis, jenggot dan meningkatnya kelenjar lemak yang

menimbulkan jerawat.

(3) Perubahan bentuk tubuh

Pada lelaki terjadi perubahan bentuk dada yang membesar dan membidang, serta

jakun yang lebih menonjol. Sedangkan pada perempuan seperti pinggul dan
10

payudara yang membesar, serta keadaan yang lebih menonjol.

(4) Perkembangan otak

Pada masa remaja awal sampai akhir, otak belum sepenuhnya berkembang

sempurna, sehingga pada masa ini kamampuan pengendalian emosi dan mental

masih belum stabil.

b) Perkembangan kognitif

Tahap operasional formal (remaja dan dewasa)

(1) Remaja awal

Remaja mulai berfokus pada pengambilan keputusan, baik di dalam rumah

ataupun di sekolah. Ramaja mulai menunjukan cara berfikir logis, seperti bartanya

kewenangan di sekolah, menggunakan istilah dan pandangan sendiri, memilih

olahraga yang baik, memilih kelompok bergaul, berpenampilan dan lain-lain.

(2) Remaja tengah

Pada tahap ini terjadi peningkatan interaksi dengan kelompok, sehingga tidak

selalu tergantung pada keluarga dan terjadi eksplorasi seksual. Dengan

pengalaman dan pemikiran. Dan mulai berfikir mengembangkan identitas diri.

(3) Remaja akhir

Pada tahap ini remaja lebih berkonsentrasi pada rencana yang akan datang dan

meningkatkan pergaulan. Proses berpikir secara komplek digunakan untuk

memfokuskan dari masalah idealisme, toleransi, keputusan, untuk kerier dan

pekerjaan serta peran orang dewasa dalam masyarakat.

c) Perkembangan psikologis

Masa remaja merupakan masa transisi emosional, yang ditandai dengan


11

perubahan dalam cara melihat dirinya sendiri. Sebagai remaja dewasa, intelektual

dan kognitif juga mengalami perubahan, yaitu dengan merasa lebih dari yang lain,

cenderung bekerja secara lebih kompleks dan abstrak, serta lebih tertarik untuk

memahami kepribadian mereka sendiri dan berperilaku menurut mereka.

Transisi sosial yang dialami oleh ramaja ditunjukan dengan adanya perubahan

hubungan sosial. Salah satu hal yang penting dalam perubahan sosial pada remaja

adalah meningkatnya waktu untuk berhubungan dengan rekan-rekan mereka, serta

lebih intens dan akrab dengan lawan jenis.

2.2 Disminore

2.2.1 Definisi

Dysmenorrhea adalah nyeri perut yang berasal dari kram rahim dan terjadi selama

menstruasi. Istilah dismenore (dysmenorrhea) berasal dari kata dalam bahasa

yunani kuno (Greek) kata tersebut berasal dari dys yang berarti sulit, nyeri,

abnormal; meno yang berarti bulan; dan rrhea yang berarti aliran atau arus. Secara

singkat dismenore dapat di definisikan sebagai aliran menstruasi yang sulit atau

menstruasi yang mengalami nyeri (Anurogo, 2011).

Dismenore yakni nyeri menstruasi yang dikarakteristikan sebagai nyeri singkat

sebelum atau selama menstruasi. Nyeri ini berlangsung selama satu sampai

beberapa hari selama menstruasi. Dismenore merupakan nyeri menstruasi yang

dikarakteristikan sebagai nyeri singkat sebelum awitan atau selama menstruasi

yang merupakan permasalahan ginekologikal utama, yang sering dikeluhkan oleh

wanita (Lowdermilk et al, 2013).


12

2.2.2 Klasifikasi Disminore

Menurut (Kusmiran, 2013), berdasarkan jenisnya dysmenorrhea terdiri dari:

1. Dysmenorrhea Primer

Dysmenorrhea primer adalah nyeri yang timbul sejak haid pertama dan akan pulih

sendiri dengan berjalannya waktu, tepatnya setelah stabilnya hormone tubuh atau

perubahan posisi rahim setelah menikah dan melahirkan (Kusmiran, 2013).

Dysmenorrhea primer memiliki ciri khas sebagai berikut (Setyowati, 2018):

a. Waktu terjadinya 6 – 12 bulan setelah menarche (haid pertama)

b. Nyeri pelvis atau perut bawah dimulai saat haid dan berakhir selama 8 –

72 jam.

c. Low back pain

d. Nyeri paha di bagian media atau anterior.

e. Headache (sakit kepala)

f. Diarrhea (diare)

g. Nausea (mual) atau vomiting (muntah)

2. Dysmenorrhea sekunder

Dysmenorrhea sekunder biasanya baru muncul kemudian, yaitu jika ada penyakit

atau kelainan yang menetap seperti infeksi rahim, kista atau polip, tumor sekitar

kandungan, serta kelainan kedudukan rahim yang mengganggu organ dan jaringan

disekitarnya (Kusmiran, 2013).

2.2.3 Patofisiologi
13

Peningkatan produksi prostaglandin dan pelepasannya (terutama PGF2α) dari

endometrium selama menstruasi menyebabkan kontraksi uterus yang tidak

terkoordinasi dan tidak teratur sehingga menimbulkan nyeri. Selama periode

menstruasi, wanita yang mempunyai riwayat dismenorea mempunyai tekanan

intrauteri yang lebih tinggi dan memiliki kadar prostaglandin dua kali lebih

banyak dalam darah (menstruasi) dibandingkan dengan wanita yang tidak

mengalami nyeri.

Uterus lebih sering berkontraksi dan tidak terkoordinasi atau tidak teratur. Akibat

peningkatan aktivitas uterus yang abnormal tersebut, aliran darah menjadi

berkurang sehingga terjadi iskemia atau hipoksia uterus yang menyebabkan

timbulnya nyeri. Mekanisme nyeri lainnya disebabkan oleh protaglandin (PGE2)

dan hormon lain yang membuat saraf sensori nyeri diuterus menjadi hipersensitif

terhadap kerja bradikinin serta stimulus nyeri fisik dan kimiawi lainnya (Reeder,

2013).

Kadar vasopresin mengalami peningkatan selama menstruasi pada wanita yang

mengalami dismenorea primer. Apabila disertai dengan peningkatan kadar

oksitosin, kadar vasopresin yang lebih tinggi menyebabkan ketidakteraturan

kontraksi uterus yang mengakibatkan adanya hipoksia dan iskemia uterus. Pada

wanita yang mengalami dismenorea primer tanpa disertai peningkatan

prostaglandin akan terjadi peningkatan aktivitas alur 5-lipoksigenase. Hal seperti

ini menyebabkan peningkatan sintesis leukotrien, vasokonstriktor sangat kuat

yang menginduksi kontraksi otot uterus (Reeder, 2013).


14

2.2.4 Gejala

Gejala pada dismenore sesuai dengan jenis dismenorenya yaitu:

1. Dismenore primer

Gejala-gejala umum seperti rasa tidak enak badan, lelah, mual, muntah, diare,

nyeri punggung bawah, sakit kepala, kadang-kadang dapat juga disertai vertigo

atau sensasi jatuh, perasaan cemas dan gelisah, hingga jatuh pingsan (Anurogo,

2011).

Nyeri dimulai beberapa jam sebelum atau bersamaan dengan awitan menstruasi

dan berlangsung selama 48 sampai 72 jam. Nyeri yang berlokasi di area

suprapubis dapat berupa nyeri tajam, dalam, kram, tumpul dan sakit. Sering kali

terdapat sensasi penuh di daerah pelvis atau sensasi mulas yang menjalar ke paha

bagian dalam dan area lumbosakralis. Beberapa wanita mengalami mual dan

muntah, sakit kepala, letih, pusing, pingsan, dan diare, serta kelabilan emosi

selama menstruasi (Reeder, 2013).

Sedangkan menurut (Sari, 2012) ciri-ciri atau gejala dismenore primer, yaitu 1)

Nyeri berupa keram dan tegang pada perut bagian bawah; 2) Pegal pada mulut

vagina; 3) Nyeri pinggang; 4) Pegal-pegal pada paha; 5) Pada beberapa orang

dapat disertai mual, muntah, nyeri kepala, dan diare.

2. Dismenore Sekunder

Nyeri dengan pola yang berbeda didapatkan pada dismenore sekunder yang

terbatas pada onset haid. Dismenore terjadi selama siklus pertama atau kedua
15

setelah haid pertama, dismenore dimulai setelah usia 25 tahun. Sedangkan

menurut (Sari, 2012) ciri-ciri atau gejala dismenore sekunder, yaitu 1) Darah

keluar dalam jumlah banyak dan kadang tidak beraturan; 2) Nyeri saat

berhubungan seksual; 3) Nyeri perut bagian bawah yang muncul di luar waktu

haid; 4) Nyeri tekan pada panggul; 5) Ditemukan adanya cairan yang keluar dari

vagina; 6) Teraba adanya benjolan pada rahim atau rongga panggul.

2.2.5 Penyebab Dismenore

1. Penyebab dismenore primer (Anurogo, 2011) yaitu :

a. Faktor endokrin

Rendahnya kadar progesteron pada akhir fase corpus luteum. Hormon progesteron

menghambat atau mencegah kontraktilitas uterus sedangkan hormon estrogren

merangsang kontraktilitas uterus). Di sisi lain, endometrium dalam fase sekresi

memproduksi prostaglandin F2 sehingga menyebabkan kontraksi otot-otot polos.

b. Kelainan organik

Seperti, retrofleksia uterus (kelainan letak arah anatomis rahim), hipoplasia uterus

(perkembangan rahim yang tak lengkap), obstruksi kanalis servikalis (sumbatan

saluran jalan lahir), mioma subkmukosa bertangkai (tumor jinak yang terdiri dari

jaringan otot).

c. Faktor kejiwaan atau gangguan psikis

Seperti rasa bersalah, ketakutan, seksual, takut hamil, hilangnya tempat berteduh,

konflik dengan masalah lawan jenis, dan imaturitas (belum mencapai

kematangan).

d. Faktor konstitusi
16

Seperti anemia dan penyakit menahun juga dapat mempengaruhi timbulnya

dismenore.

e. Faktor alergi

Penyebab alergi adalah toksin haid. Menurut riset, ada hubungan antara dismenore

dengan urtikaria (biduran), migran, dan asma.

2. Penyebab dismenorea sekunder menurut (Anurogo, 2011) :

a. Intrauterine contraceptive devices (alat kontrasepsi dalam rahim)

Adanya benda asing dapat meningkatkan aktivitas uterus yang dapat

menimbulkan rasa nyeri di abdomen.

b. Penyakit radang panggul kronis

Peradangan atau infeksi pada organ-organ yang terdapat pada panggul wanita.

Organ panggul termasuk uterus (rahim), tuba falopi (saluran telur), indung telur,

dan leher rahim. Gejalanya seperti nyeri perut bagian bawah, nyeri dan atau

perdarahan ketika melakukan hubungan.

c. Uterine leimyoma (tumor jinak otot rahim)

Pertumbuhan yang terdiri dari sel-sel otot polos dan jaringan ikat fibrosa biasanya

ditemukan dalam dinding rahim. Beberapa tumbuh dibawah lapisan rahim dan

tumbuh diantara otot-otot rahim. Gejalanya seperti nyeri di perut atau di pinggul,

nyeri haid, perdarahan haid yang tidak normal (lebih banyak atau lebih lama)

2.2.6 Pencegahan

Pencegahan dismenore menurut (Anurogo, 2011) yaitu : a)Menghindari stress, b)

Miliki pola makan yang teratur dengan asupan gizi yang memadai, memenuhi

standar 4 sehat 5 sempurna, c) Hindari makanan yang cenderung asam dan pedas,
17

saat menjelang haid, d)Istirahat yang cukup, menjaga kondisi agar tidak terlalu

lelah, dan tidak menguras energi yang berlebihan, e) Tidur yang cukup, sesuai

standar keperluan masing-masing 6-8 jam dalam sehari, f) Lakukan olahraga

ringan secara teratur.

2.2.7 Penatalaksanaan

Pengobatan seperti Pengobatan herbal, Penggunaan suplemen, Perawatan medis,

Relaksasi, Hipnoterapi.

Menurut (Reeder, 2013) penatalaksanaan pada disminore yaitu:

a. Dismenorea primer

Penatalaksanaan medis pada dismenorea primer terdiri atas pemberian kontrasepsi

oral dan NSAIDs. Pada kontrasepsi oral bekerja dengan mengurangi volume

darah menstruasi dengan menekan endometrium dan ovulasi, sehingga kadar

protaglandin menjadi rendah. Golongan obat NSAID yang diberikan pada pasien

dismenorea primer yaitu ibuprofen, naproksen dan asam mefenamat. Medikasi

diberikan setelah nyeri dirasakan, dan dilanjutkan selama 2 sampai 3 hari pertama

pada saat menstruasi.

b. Dismenorea sekunder

Penatalaksanaan atau terapi fisik untuk dismenorea sekunder bergantung dengan

penyebabnya. Pemberian terapi NSAIDs, karena nyeri yang disebabkan oleh

peningkatan protaglandin. Antibiotik dapat diberikan ketika ada infeksi dan

pembedahan dapat dilakukan jika terdapat abnormalitas anatomi dan struktural.

2.3 Nyeri

2.3.1 Definisi
18

Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subjektif dan hanya orang

yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut.

Secara umum, nyeri dapat didefenisikan sebagai perasaan tidak nyaman, baik

ringan maupun berat. (Wahit, 2015)

Menurut (Smeltzer, 2002) dalam (Wardhani, 2018) nyeri adalah pengalaman

sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan

yang aktual dan potensial.

2.3.2 Klasifikasi nyeri

Nyeri terbagi atas dua yaitu nyeri akut dan nyeri kronik. Nyeri akut adalah suatu

nyeri yang dapat dikenali penyebabnya, waktu pendek, meningkatnya tegangan

otot, serta kecemasan, sedangkan nyeri kronik adalah nyeri yang tidak dapat

dikenali dengan jelas penyebabnya. Nyeri kronik ini biasanya terjadi pada rentang

waktu 3-6 bulan. (Solehati & Cecep, 2015)

2.3.3 Respon prilaku terhadap nyeri

Respon prilaku terhadap nyeri dapat mencakup pernyataan verbal, prilaku vokal,

ekspresiwajah, geraktubuh, kontak fisik dengan oranglain,atau perubahan respon

terhadap lingkungan. Individu yang mengalami nyeri akut dapat menangis,

merintih, merenguttidak menggerakkan bagian tubuh, mengepal atau menarik diri.

Orang dapat menjadi marah atau mudah tersinggung dan meminta maaf saat

nyerinya hilang.Nyeri dapat menyebabkan keletihan danmembuat individu terlalu

letih untuk merintih atau menangis jika prilaku demikian merupakan respons

normal terhadap nyeri (Smeltzer, 2002 dalam Wardhani 2018).

2.3.4 Skala intensitas nyeri numerik/ Numeric Rating Scale (NRS)


19

Menurut (Wahit, 2015) mengatakan skala penilaian numerik (Numerical Rating

Scales-NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal

ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0–10. Oleh karena skala nyeri

numerik paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan

sesudah diberikan teknik relaksasi. Selain itu, selisih antara penurunan dan

peningkatan nyeri lebih mudah diketahui dibanding skala yang lain.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak nyeri Nyeri sedang Nyeri hebat

Keterangan :

0 : tidak nyeri 4-6: nyeri sedang 10: nyeri hebat

1-3: nyeri ringan 7-9: nyeri berat

2.3.5 Fisiologi Nyeri

Fisiologi nyeri merupakan alur terjadinya nyeri dalam tubuh. Rasa nyeri

merupakan sebuah mekanisme yang terjadi dalam tubuh, yang melibatkan fungsi

organ tubuh, terutama sistem saraf sebagai reseptor rasa nyeri. Reseptor nyeri

adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsangan nyeri. Organ

tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung saraf bebas dalam kulit

yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak.

Reseptor nyeri disebut juga nosireseptor, secara anatomis reseptor nyeri

(nosireseptor) ada yang bermielin dan ada juga yang tidak bermielin dari saraf

perifer , berdasarkan letaknya nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa

bagian yaitu pada kulit (cutaneus), somatic dalam (deepsomatic), danpada daerah
20

viseral. Oleh karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga

memiliki sensasi yang berbeda. (Wahit, 2015)

2.3.6 Efek yang ditimbulkan oleh Nyeri

Efek yang ditimbulkan oleh nyeri menurut (Wahit, 2015) adalah:

1. Tanda dan gejala fisik

Tanda fisiologis dapat menunjukkan nyeri pada klien yang berupaya untuk tidak

mengeluh atau mengakui ketidak nyamanan. Sangat penting untuk mengkaji

tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik termasuk mengobservasi keterlibatan saraf

otonom. Saat awitan nyeri akut, denyut jantung, tekanan darah, dan Ferekunsi

pernafasan meningkat.

2. Efek prilaku

Klien yang menunjukkan nyeri menunjukkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh

yang khas dan berespon secara vokal serta mengalami kerusakan dalam interaksi

sosial. Klien sering kali meringis, mengeryitkan dahi, menggigit bibir, gelisah,

imobilisasi, mengalami ketegangan otot, melakukan gerakan melindungi bagian

tubuh sampai dengan menghindari percakapan, menghindari kontak sosial, dan

hanya fokus pada aktivitas menghilangkan nyeri.

3. Pengaruh pada aktivitas sehari-hari

Klien yang mengalami nyeri setiap hari kurang mampu berpartisipasi dalam

aktivitas rutin, seperti mengalami kesulitan dalam melakukan tindakan kebersihan

normal serta dapat mengganggu aktivitas sosial.


21

2.3.7 Penyebab Nyeri

Menurut (Wahit, 2015) penyebab yang ditimbulkan oleh nyeri adalah :

1. Trauma

a. mekanik, yaitu rasa nyeri timbul akibat ujung-ujung saraf bebas

mengalami kerusakan. Misalnya akibat benturan, gesekan, luka, dan lain-

lain,

b. termal, yaitu nyeri timbul karna ujung saraf reseptor mendapat rangsangan

akibat panas dan dingin. Misal karena api dan air,

c. kimia, yaitu timbul karena kontak dengan zat kimia yang bersifat asam

atau basa kuat,

d. elektrik, yaitu timbul karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai

reseptor rasa nyeri yang menimbulkan kekejangan otot atau luka bakar.

2. Peradangan, yakni nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf

reseptor akibat adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan,

misalnya abses.

3. Gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah.

4. Gangguan pada jaringan tubuh, misalnya karena edema akibat terjadinya

penekanan pada reseptor nyeri.

5. Tumor, dapat juga menekan pada reseptor nyeri.

6. Iskemi pada jaringan, misalnya terjadi blokade pada arteri koronaria yang

menstimulasi reseptor nyeri akibat tertutupnya asam laktat.


22

7. Spasme otot, dapat menstimulasi mekanik.

2.3.8 Penatalaksanaa Nyeri

Wahit,(2015) mengatakan bahwa ada 2 penatalaksanaan nyeri adalah sebagai

berikut:

1. Farmakologi

a. Analgesik narkotik

Analgesik narkotik terdiri atas berbagai derivat opium seperti morvin dan kodein.

Narkotik dapat memberikan efek menurunan nyeri dan kegembiraan karea obat ini

membuat ikatan dengan reseptor opiat dan mengaktifkan penekanan nyeri

endogen pada sususnan saraf pusat.

b. Analgesik nonnarkotik

Analgesik nonnarkotik seperti aspirin, asetaminorfin, dan ibuprofen selain

memiliki efek antinyeri juga memiliki efek antiinflamasi dan antipiretik.

2. Nonfarmakologi

a. Relaksasi progresif

Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan stres. Teknik

relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau

nyeri, stres fisik, dan emosi pada nyeri.

b. Stimulus kutaneus placebo

Plasebo merupakan zat tanpa kegiatan farmakologis dalam bentuk yang dikenal

oleh klien sebagai obat seperti kapsul, cairan injeksi, dan sebagainya. Plasebo

umumnya terdiri atas larutan gula, larutan salin normal, atau air biasa.
23

3. Teknik distraksi

Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan nyeri dengan cara

mengalihkan perhatian klien pada hal-hal yang lain sehingga klien lupa terhadap

nyeri yang dialami.

2.4 Senam Disminore

2.4.1 Pengertian

Senam dismenore merupakan aktivitas fisik yang dapat digunakan untuk

mengurangi nyeri. Saat melakukan senam, tubuh akan menghasilkan endorphin.

Hormon endorphin yang semakin tinggi akan menurunkan atau meringankan

nyeri yang dirasakan seseorang sehingga seseorang menjadi lebih nyaman,

gembira, dan melancarkan pengiriman oksigen ke otot (Sugani, 2010).

Latihan senam dismenore mampu meningkatkan produksi endorphin (pembunuh

rasa sakit alami dalam tubuh), dan dapat meningkatkan kadar serotonin. Latihan

atau senam ini tidak membutuhkan biaya yang mahal, mudah dilakukan dan

tentunya tidak menimbulkan efek samping yang berbahaya bagi tubuh (Sugani,

2010).

2.4.2 Tujuan Senam

a. Membantu remaja yang mengalami dismenore untuk mengurangi dan

mencegah dismenore.

b. Alternatif terapi dalam mengatasi dismenore.


24

c. Intervensi yang nantinya dapat diterapkan untuk memberikan pelayanan

asuhan keperawatan bagi masalah dismenore yang sering dialami remaja.

d. Memberikan pengalaman baru remaja.

2.4.3 Gerakan senam dismenore

Teknik pergerakan senam dismenore terdiri dari pemanasan, inti dan pendinginan

(Puji, 2009).

a. Gerakan Pemanasan

1) Tarik nafas dalam melalui hidung, sampai perut menggelembung. Tahan

sampai beberapa detik dan hembuskan nafas lewat mulut.

2) Kedua tangan di perut samping, tunduk dan tegakkan kepala (2x 8

hitungan)

3) Kedua tangan di perut samping, tengokkan kepala ke kanan – kiri (2 x 8

hitungan).

4) Kedua tangan di perut samping, patahkan leher ke kiri – ke kanan (2 x 8

hitungan).

5) Putar bahu bersamaan keduanya (2 x 8 hitungan)

b. Gerakan Inti Gerak badan I


25

1) Berdiri dengan tangan direntangkan ke samping dan kaki diregangkan

kira-kira 30 sampai 35 cm.

2) Bungkukkan ke pinggang berputar ke arah kiri, mencoba meraba kaki kiri

dengan tangan kanan tanpa membengkokkan lutut.

3) Lakukan hal yang sama dengan tangan kiri menjamah kaki kanan.

4) Ulangilah masing-masing posisi sebanyak empat kali.

Gerak badan II

1) Berdirilah dengan tangan di samping dan kaki sejajar

2) Luruskan tangan dan angkat sampai melewati kepala. Pada waktu yang

sama tendangkan kaki kiri anda dengan kuat ke belakang.

3) Lakukan bergantian dengan kaki kanan.

4) Ulangi empat kali masing-masing kaki (2x8 hitungan)

c. Gerakan Pendinginan

1) Lengan dan tangan, genggam tangan kerutkan lengan dengan kuat tahan,

lepaskan

2) Tungkai dan kaki, luruskan kaki (dorsi fleksi), tahan beberapa detik,

lepaskan
26

3) Seluruh tubuh, kontraksikan/kencangkan semua otot sambil nafas dada

pelan teratur lalu relaks (bayangkan hal menyenangkan).

2.4.4 Lama dan Frekuensi Senam

Menurut (Lina, 2017), senam dismenore sebaiknya dilakukan 2-4 kali saat

disminore. Menurut (Solihatunisa, 2012) frekuensi dan lama latihan senam

menggunakan pola yang sama dengan takaran olahraga secara umum, yaitu

prinsip frekuensi, intensitas dan time (FIT) yang meliputi :

a. frekuensi latihan 2-4 kali saat disminore

b. lama latihan 20-60 menit dalam satu kali latihan, setelah latihan dianjurkan

untuk istirahat selama 15 menit, bertujuan untuk pendinginan tubuh dan

mengembalikan detak jantung dan suhu tubuh ke situasi normal.

2.4.5 Manfaat senam disminore

Berikut ini merupakan beberapa manfaat senam dismenore (Wirakusumah , 2007)

yaitu :

1) Senam secara rutin dan teratur dapat meningkatkan sekresi hormon

khususnya esterogen.

2) Senam secara teratur bagi remaja putri dapat melepaskan endorfin beta

(penghilang nyeri alami) ke dalam aliran darah sehingga dapat mengurangi


27

dismenore, selain itu menjadikan tubuh terasa segar dan dapat menimbulkan

perasaan senang.

3) Senam yang dilakukan secara rutin dapat meningkatkan jumlah dan

ukuran pembuluh darah, yang menyalurkan darah ke seluruh tubuh termasuk

organ reproduksi sehingga aliran darah mencari lancar dan hal tersebut dapat

menurunkan gejala dismenore.

4) Meningkatkan volume darah yang mengalir ke seluruh tubuh termasuk

organ reproduksi, hal tersebut dapat memperlancar pasokan oksigen ke darah yang

mengalami vasokonstriksi, sehigga nyeri menstruasi dapat berkurang.


28

2.3 Kerangka Konseptual


Remaja

1. Tumbuh kembang remaja. 2. Perubahan psikologis

Perubahan fisik :
a. Karakeristik seks sekunder :
 Rambut pubis
 Menstruasi Disminore
b. Perubahan bentuk tubuh
c. Perkembangan otak

Faktor penyebab : Faktor nyeri :


a. Faktor endokrin Disminore primer Disminore sekunder 1. Trauma
b. Faktor kelainan organik 2. Peradangan
c. Faktor psikis 3. Gangguan sirkulasi darah
d. Faktor konstitusi a. Peningkatan produksi prostaglandin 4. Gangguan jaringan tubuh
e. Faktor alergi 5. Tumor
b. Pelepasan PGF2α dari endometrium selama menstruasi 6. Iskemik jaringan
Penatalaksanaan c. Kontraksi uterus, terjadi iskemia atau hipoksia timbul nyeri. 7. Spasme otot

Klasifiksi Nyeri skala numeric


(Wahit, 2015) :
0 tidak nyeri
1. farmakologis 2. Pnon farmakologis 1-3 nyeri ringan
4-6 nyeri sedang
7-9 nyeri berat
Senam disminore : 10 nyeri hebat

Meningkatkan volume
darah yang mengalir
ke organ reproduksi,
nyeri menstruasi dapat
keterangan : : Diteliti
berkurang.
: Tidak diteliti

Gambar 3.1: Kerangka konsep pengaruh senam disminorea terhadap skala nyeri remaja putri di asrama PSRT
29

2.4 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan

penelitian. Hipotesis disusun sebelum penelitian dilaksanakan karena hipotesis

akan bisa memberikan petunjuk pada tahap pengumpulan,analisis, dan interpretasi

data (Nursalam, 2013). Dari tinjauan tersebut hipotesis yang dapat dirumuskan

pada penelitian ini adalah :

Ha : Ada adalah pengaruh senam disminorea terhadap skala nyeri disminore

remaja putri di asrama PSRT.


30

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain quasi eksperimental, quasi eksperimental

adalah desain penelitian yang mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak

berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang

mempengaruhi pelaksanaan eksperimen (Sugiyono, 2014). Metode yang

digunakan peneliti adalah metode pendekatan one group pretest - posttest design

merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara memberikan pretest

(pengamatan awal) terlebih dahulu sebelum diberikan intervensi, setelah itu

diberikan intervensi, kemudian dilakukan posttest (pengamatan akhir) (Hidayat,

2010). Peneliti memilih jenis penelitian ini untuk mengetahui pengaruh senam

disminore terhadap intensitas nyeri haid (dismenore) pada remaja putri yang

mengalami nyeri haid (dismenore).

01 X 02

Pretest Perlakuan Posttest

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di asrama PSRT yang menjadi remajaan binaan di

wilayah kerja UPTD Puskesmas Kec. Sananwetan Kota Blitar yang dilakukan

pada tanggal 10 - 28 Februari 2021 lebih besar kemungkinan untuk mendapatkan

30
31

sampel yang telah ditetapkan, sehingga penelitian ini dapat dilakukan dengan

efisien dan efektif baik dalam hal waktu maupun biaya.

3.2.1 Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010). Populasi dalam

penelitian adalah seluruh remaja putri di asrama PSRT yang berjumlah 30 orang

yang menjadi remaja binaan di wilayah kerja UPTD Puskesmas Kec. Sananwetan

Kota Blitar.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah

dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sample dalam penelitian ini adalah

semua populasi yang memenuhi kriteria dijadikan sample. Adapun pengambilan

sampel menggunakan Purposive Sampling sebanyak 30 orang remaja putri yang

mengalami dismenore di asrama PSRT Kota Blitar.

Sampel diambil berdasarkan dengan menentukan kriteria, dimana kriteria

pemilihan terdiri dari kriteria inklusi dan ekslusi. Kriteria insklusi adalah

karakteristik umum subjek penelitian pada populasi yang harus relevan dengan

penelitian, sedangkan kriteria ekslusi adalah keadaan atau tidak dapat diikut

sertakan dalam penelitian karena berbagai sebab (Sastroasmoro & Ismael, 2008).

Kriteria inklusi pada sampel penelitian ini:


32

a. Remaja perempuan yang sedang menstruasi.

b. Remaja perempuan yang mengalami disminore.

c. Tidak menggunakan terapi farmakologi seperti analgesik ataupun

NSAID’s selama dilakukan penelitian

d. Skala nyeri dalam rentan ringaan sampai sedang.

e. Bersedia menjadi responden

Kriteria ekslusi pada sampel penelitian ini:

a. Memiliki penyakit ginekologis tertentu atau dismenore sekunder yang

dapat mempengaruhi periode menstruasi.

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.3.1 Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini:

a. Variabel Independent (Bebas)

Variabel independent adalah variable yang mempengaruhi atau disebut variable

penyebab. Variabel independent dalam penelitian ini adalah pemberian senam

disminore pada remaja putri di asrama PSRT Kota Blitar.

b. Variabel Dependent (Terikat)

Variabel dependent adalah variabel akibat. Variabel dependent pada penelitian ini

tingkat nyeri saat disminore pada remaja putri di asrama PSRT Kota Blitar.

3.3.2 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah pemberian arti/ makna pada masing-masing variabel

untuk kepentingan akurasi, komunikasi dan reflikasi agar memberikan


33

pemahaman yang sama kepada setiap orang mengenai variabel-variabel yang

dirumuskan dalam suatu penelitian (Nursalam,2011).


34

3.1 Definisi operasional penelitian pengaruh senam disminore terhadap skala nyeri disminore pada remaja putri di asrama PSRT

Kota Blitar.

Variabel Definisi operasional Indikator Alat Ukur Skala Scoring dan

Kategori

Variable independen: Senam aktivitas fisik yang dapat digunakan untuk Ketepatan responden Standart Nominal 0 = gerakan salah

disminore mengurangi nyeri, memelihara dan melakukan senam operasional 1 = gerakan benar

mengembangkan fleksibilitas atau kelenturan disminore prosedur

daerah perut untuk mengurangi intensitas

dismenore.

Dilakukan selama 20 menit pada saat

disminore, dilakukan 2 kali setiap latihan

Variabel dependen: tingkat nyeri Penurunan rasa tidak nyaman berupa nyeri di Penilaian nyeri Lembar Interval 0-10

saat disminore yang dirasakan perut yang dirasakan remaja saat menstruasi dismenore pengukuran

remaja di asrama PSRT Kota - 0 (Tidak Nyeri) Numeric Untuk tujuan

Blitar - 1-3(Nyeri ringan) Rating Scale diskriptif sebagai

- 4-6(Nyeri Sedang) dengan berikut :

memberikan
35

- 7-9 (Nyeri berat rentan angka

- 10 (Nyeri hebat) 1-10 kepada 0 = Tidak nyeri

responden 1-3= Nyeri Ringan

untuk 4-6 = Nyeri Sedang

menggamabar 7-9= Nyeri Berat

kan nyeri yang 10 =Nyeri Hebat

dirasakan

responden
36

3.3 Instrumen Penelitian

Menurut (Saryono, 2011) Instrumen penelitian adalah suatu fasilitas yang

digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih

mudah dan hasil lebih baik (cermat, lengkap dan sistematis) sehingga lebih mudah

diolah. Pada penelitian ini menggunakan lembar observasi, dan menggunakan

skala ukur terdiri dari 1 skala ukur dengan menggunakan Skala intensitas nyeri

numerik/ Numeric Rating Scale (NRS)

Menurut (Wahit, 2015) mengatakan skala penilaian numerik (Numerical Rating

Scales-NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal

ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0–10. Oleh karena skala nyeri

numerik paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan

sesudah diberikan teknik relaksasi. Selain itu, selisih antara penurunan dan

peningkatan nyeri lebih mudah diketahui dibanding skala yang lain.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak nyeri Nyeri sedang Nyeri hebat

Keterangan :

0 : tidak nyeri 4-6: nyeri sedang 10: nyeri hebat

1-3: nyeri ringan 7-9: nyeri berat

Memberikan senam disminore pada remaja putri di asrama PSRT Kota Blitar

dengan frekuensi 20 menit pemberiaan saat disminore. Pemberian senam


37

disminore dilakukan pada masing- masing responden, pemberian senam

disminore dilakukan sebanyak 2 kali saat terjadi disminore, kemudian

mengidentifikasi dismenore setelah diberikan senam disminore pada remaja putri

di asrama PSRT Kota Blitar

3.5 Pengumpulan Data

1. Pengumpulan data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses

pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian.

Langkah- langkah dalam pengumpulan data bergabung pada rancangan penelitian

dan teknik instrumen yang digunakan (Nursalam, 2011). Data ini diperoleh

dengan observasi terlebih dahulu untuk mengetahui pengaruh senam dismionorea

terhadap skala nyeri disminorea pada remaja putri di asrama PSRT Kota Blitar.

Langkah-langkah pengumpulan data dari kelompok eksperimen (protokol

intervensi) :

1. Peneliti mengajukan surat permohonan ijin penelitian dari Stikes Patria

Husada Blitar yang ditujukan kepada Kepala Puskesmas Sananwetan

kota Blitar

2. Mendapatkan surat rekomendasi untuk memberikan izin penelitian dari

Puskesmas Sananwetan kota Blitar

3. Membawa surat rekomendasi dari Puskesmas Sananwetan kota Blitar

pada kepala asrama PSRT untuk memperoleh izin penelitian dari pihak

asrama.

4. Peneliti mengumpulkan seluruh calon responden kemudian menjelaskan


38

maksut dan tujuan serta mengajarkan senam kepada calon responden

dengan dibantu oleh 2 enumerator yakni penanggungjawab kesehatan

diPSRT dan penanggungjawab program kesehatan remaja Puskesmas

Sananwetan, kemudian remaja yang mengalami disminore diminta untuk

menghubungi penanggung jawab kesehatan diPSRT jika peneliti

berhalangan hadir.

5. Responden yang memenuhi kriteria diukur skala nyeri (pretest) kemudian

diberikan senam disminore selama 20 menit dan dilakukan 2 kali, setelah

istirahat selama 15 menit kemudian diukur kembali skala nyeri (posttest)

(Solihatunisa, 2015), remaja yang melakukan senam disupervisi langsung

oleh penanggung jawab kesehatan diPSRT, jika ada gerakan yang salah

enumerator langsung membetulkan gerakan yang salah sesuai SOP.

6. Penelitian ini dilakukan 1 bulan dan bisa berhenti sewaktu-waktu jika

data sudah terkumpul atau semua responden sudah mengalami

menstruasi pada bulan penelitian.

7. Data atau hasil yang telah diperoleh dimasukan dan dicatat dalam lembar

observasi kemudian diolah.

3.6 Etika Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti memberikan surat izin permohonan

penelitian kepada pihak kepala asrama PSRT untuk memperoleh izin penelitian

dari pihak asrama. dengan memperhatikan etika penelitian yaitu (Hidayat, 2007) :

1. Anonimity (tanpa nama)

Pada saat penelitian, peneliti memberikan jaminan dalam penggunaan subjek


39

penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden

pada lembar observasi dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan

data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

2. Confidentiality (kerahasiaan)

Pada saat penelitian, peneliti memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian,

baik informasi maupun masalah-masalah lainnya yang berhubungan dengan

responden. Hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.

3. Informed consent

Pada saat penelitian, setelah calon responden ditentukan maka peneliti

memberikan penjelasan tentang tujuan, manfaat dan kerahasiaan informasi atau

data yang diberikan. Peneliti memberikan kesempatan kepada calon responden

untuk bertanya tentang penjelasan yang diberikan, jika dianggap sudah jelas dan

mengerti, maka peneliti meminta calon responden yang bersedia menjadi

responden pada penelitian untuk menandatangani informed consent sebagai bukti

kesediaannya berpartisipasi dalam penelitian yaitu sebagai sampel atau responden.

3.7 Pengolahan Dan Analisa Data

1. Pengolahan Data

a. Editing

Setelah dilakukan penelitian peneliti melakukan pengecekan seluruh lembar

observasi yang telah diisi oleh responden. Editing adalah upaya untuk memeriksa

kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat

dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul (Hidayat,

2007).
40

b. Coding

Coding adalah kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang

terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan

dan analisis data menggunakan komputer. Biasanya dalam pemberian kode dibuat

juga daftar kode artinya dalam satu buku (code book) untuk memudahkan kembali

melihat lokasi arti suatu kode dari suatu variabel (Notoatmodjo, 2010). Pada

penelitian ini skala nyeri dismenore pada remaja jika hasilnya 0= tidak nyeri, 1-3

= nyeri ringan 4-6= nyeri sedang, 7-9= nyeri berat, dan 10= nyeri hebat.

c. Penilaian (skoring)

Dalam pemberian skor digunakan Skala intensitas nyeri numerik/ Numeric Rating

Scale (NRS) yang merupakan salah satu untuk menentukan skor. Pemberian

skoring pada lembar observasi pada penurunan nyeri dismenore diberikan angka

0-10 yang masing- masing nomor dapat menunjukan intensitas nyeri yang

dirasakan responden yaitu : tidak nyeri (0), nyeri ringan (1-3), nyeri sedang (4-6),

nyeri berat (7-9), dan nyeri hebat (10).

d. Processing

Setelah semua lembar observasi sudah diperiksa, selanjutnya peneliti memasukan

data ke Microsoft excel dan kemudian membuat distribusi frekuensi

menggunakan spss.

e. Cleaning data

Apabila semua data dari setiap suember data atau responden selesai dimasukan,

perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahn

kode, ketidak lengkapan dan lainnya, kemudian dilakukan pembetulan atau


41

koreksi.

3.8 Analisis Data

3.8.1 Analisa Univariat

Analisa Univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik

setiap univariat ini yaitu untuk mengidentifikasi skala nyeri sebelum dilakukan

senam dismenore pada remaja putri di asrama PSRT Kota Blitar, dan untuk

mengidentifikasi skala nyeri setelah dilakukan senam dismenore pada remaja putri

di asrama PSRT Kota Blitar.

3.8.2 Analisa Bivariat (Uji Hipotesis)

Analisa Bivariat adalah uji terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau

berkorelasi (Notoatmodjo, 2012). Penelitian ini menggunakan analisa bivariat

untuk melihat pengaruh senam dismenore terhadap skala nyeri dismenore pada

remaja putri di asrama PSRT Kota Blitar. Uji statistik menggunakan T-test

dependen (dependen T-test) untuk masing masing kelompok eksperimen dan

untuk kelompok kontrol. Uji statistik T-test independen (Independen T-test)

dilakukan untuk uji beda antara dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol. Perhitungan uji statistik menggunakan perhitungan dengan

sistem komputerisasi (SPSS) dengan tingkat kemaknaan atau tingkat kesalahan

yang dapat ditolerir α = 0,05.

Langkah-langkah analisisnya yaitu :

a. Pertama melakukan uji varian menggunakan Levene’s test yaitu untuk

mengetahui apakah dua variabel atau lebih data mempunyai varian yang sama

atau tidak. Jika uji varian menghasilkan nilai p > 0,05 berarti varian sama, apabila
42

uji varian menghasilkan nilai p < 0,05 berarti varian berbeda.

b. Setelah itu dilakukan uji normalitas data dengan Shapiro Wilk. Jika hasil uji

kenormalan penelitian ini diperoleh nila P value > 0,05 berarti data berdistribusi

normal, sedangkan jika diperoleh nilai P value < 0,05 berarti data berdistribusi

tidak normal.

c. Kemudian dilakukan memilih uji analisis dengan ketentuan sebagai berikut :

1) Bila berdistribusi normal dan varian sama maka menggunakan uji t

berpasangan (dependent t test) untuk varian yang sama

2) Bila distribusi data tidak normal maka pengujian menggunakan wilcoxon.

d. Keputusan hasil uji statistik dengan membandingkan nilai p (p-value) dan

nilai α (0,05), ketentuan yang berlaku adalah sebagai berikut:

1) Jika p-value < 0,05 berarti H0 ditolak, artinya tidak ada pengaruh senam

disminorea terhadap skala nyeri disminorea pada remaja putri di asrama

PSRT Kota Blitar.

2) Jika p-value > 0,05 berarti H0 diterima, artinya ada pengaruh senam

disminorea terhadap skala nyeri disminorea pada remaja putri di asrama

PSRT Kota Blitar.


43

3.9 Kerangka Kerja

Tingkat nyeri remaja yang mengalami disminore pada masing-masing individu

tidaklah sama, terhadap kasus tersebut peneliti merasakan perlu dilakukan

penelitian untuk mengetahui tingkat nyeri remaja yang mengalami disminore dan

setelah dilakukan tindakan senam disminore apakah tingkat nyeri tersebut ada

perubahan. Berdasarkan pada pemikiran di atas, maka kerangka kerja penelitian

ini adalah sebagai berikut:

Populasi adalah semua seluruh remaja putri di asrama PSRT yang menjadi
remajaan binaan di wilayah kerja UPTD Puskesmas Kec. Sananwetan Kota
Blitar yaitu sebanyak 30 orang remaja.

Sampel:
Purposive Sampling

Pengumpulan Data

pretest

Senam Disminore

posttest

Pengolahan data

Penyajian data

Kesimpulan
44

Gambar 3.1: Kerangka kerja Penelitian pengaruh senam disminorea terhadap

skala nyeri disminorea pada remaja putri di asrama PSRT Kota Blitar.
45

DAFTAR PUSTAKA

A Dahro. 2012. Psikologi Kebidanan: analisis perilaku wanita untuk kesehatan.


Jakarta: Salemba Medika.
Anisa, M. V. 2015. The effect of exercise on primary dysmenorrhea. J Majority
Volume 4 Nomor 2.
Anurogo & Wulandari. 2011. Cara Jitu Mengatasi Nyeri Haid. Ed. I.
Yogyakarta : ANDI.
Badriah & Diati. 2008. Be Smart Girl : Petunjuk Islami Kesehatan Reproduksi
Bagi Remaja. Jakarta : Gema Insani
Cha NH, Sok SR. 2016. Effects of Aricular Acupressure Therapy on primary
dysmenorrhea for female high school students in south korea. J nurs scholarsh an
off publ sigma theta tau int honor soc nurs, 48
Hidayat, A., A., A., 2010, Metode Penelitian Kebidanan & Teknik
Analisis Data, Jakarta, Salemba Medika.
Hidayat. A.A. 2007. Metode Penelitian Kebidanan Dan Tehnik Analisis Data.
Jakarta: Salemba Medika.
Kusmiran, E. (2013). Kesehatan reproduksi remaja dan wanita. Jakarta:
Salemba Medika.
Lowdermilk, D, Shannon, P, Mary, C.C, 2013, Keperawatan Maternitas, Ed. 8.
Elsevier, Singapura.
H. Inayati, Sri. R, Elis. H. 2017. Pengkajian nyeri multidimensional pada remaja
dengan disminore primer.
http://journal.ungres.ac.id/index.php.JNC/article/view/326
Marmi. 2013. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nursalam. 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan Praktis.
Ed. 3. Jakarta : Salemba Medika.
Nursalam 2011, Manajemen Keperawatan, Ed. 3, Salemba Medika, Jakarta.
Lali, Nurul. 2012. Perbedaan tingkat Nyeri Haid (Dismenorea) sebelum dan
sesudah senam Dismenorea pada Remaja Putri di SMA N 2 Jember. Skripsi
Lina , Susanti. 2017. Pengaruh Senam Dismenore terhadap penurunan nyeri
dismenore pada Mahasiswi tingkat II Keperawatan Stikes Bhakti Husada Mulia
Madiun. skripsi
46

M. Wahit iqbal. 2015. ilmu keperawatan dasar.Jakarta: Penerbit Salemba Medika.


Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Ed.Rev. Jakarta :
Rineka Cipta.
Price, W. 2006. Patofisologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed.6 Vol.2.
Jakarta : EGC.
Puji, I.A. 2009. Efektifitas Senam Dismenore dalam Mengurangi Dismenore pada
Remaja Putri di SMUN Semarang.
(http://eprints.undip.ac.id/9253/1/ARTIKELSKRIPSI234.pdf).
Rahayu, Suryani, & Marlina. (2014). Efektifitas Senam
Dismenore dalam Mengurangi Dismenore pada Mahasiswa.
Jurnal Ilmiah Solusi, 2.
Reeder, S. J., Martin, Griffin, K. 2013. Keperawatan Maternitas: Kesehatan
Wanita, Bayi, dan Keluarga, Jakarta: EGC.
Sari Priyanti, & Anggraeni Devi Mustikasari. 2012. Hubungan Tingkat Stres
terhadap Dismenore pada Remaja Putri di Madrasah Aliyah Mamba’ulum Ulum
Awang-awang Mojosari Mojokerto.
http://ejurnalp2m.poltekkesmajapahit.ac.id/index.php/HM/article/viewFile/1
3/146.sari.
Saryono. 2011. Metodologi Penelitian Keperawatan. Purwokerto: UPT
Universitas Jendral Sudirman
Sastroasmoro, S., & Ismael, S. (2011). Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis
(4th ed.). Jakarta: CV. Sagung Seto.
Setyowati, Heni. 2018. Akupresur Untuk Kesehatan Wanita Bebasis Hasil
Penelitian. Magelang. Unimma Press
Solehati, Tetti dan Cecep Eli Kosasih., 2015. Konsep dan Aplikasi Relaksasi
dalam Keperawatan Maternitas. Bandung : PT. Refika Aditama.
Solihatunnisa, Ica. 2012. Pengaruh Senam Terhadap Penurunan
Intensitas Nyeri Saat Dismenore Pada Mahasiswi Program Studi Ilmu
Keperawatan UIN Syarif Hidayatulloh. Skripsi. Jakarta: UIN syarif
Hidayatulloh.
Sugani & Priandarini, 2010, Cara cerdas untuk sehat : Rahasia hidup
sehat tanpa dokter, Transmedia, Jakarta.
47

Sulistyorini, S., Santi, S. M., & Ningsih, S. S. 2017. Faktor-faktor yang


Mempengaruhi Kejadian disminorhea primer pada siswi SMA PGRI 2
Palembang. Journalstikesmp.ac.id, volume 5.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Alfabeta.
Sugiyono. 2012. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.
Tarigan, Beny DJ., 2013, Pengaruh Abdominal Straching Exericise terhadap
Intensitas Nyeri Menstruasi (disminore) pada remaja Putri Surabaya, Akademi
Kebidanan Griya Husada Surabaya, http://www.jurnal.akbid-griyahusada.ac.id
Wati, Mirna. (2018). Perbedaan Pemberian Abdominal Stretching Dan Senam
Dismenorea Terhadap Penurunan Nyeri Haid Pada Remaja Putri.
http://digilib.unisayogya.ac.id.
Wardhani, A. Kusuma. 2018. Hubungan Tingkat Pengetahuan Nyeri Haid dengan
Kesiapan Remaja Putri Menghadapi Menarche pada Siswi Kelas IV dan V SDN
01 Purworejo Madiun. http://www.repository.stikes-bhm.ac.id/id/eprint/139
Wirakusumah, E. S. 2007. Tip dan Solusi Agar Tetap Sehat, Cantik dan Bahagia
Menopouse. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Anda mungkin juga menyukai