Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Disminore merupakan rasa nyeri ini disebabkan oleh kontraksi otot perut yang terjadi

secara terus menerus saat mengeluarkan darah. Kontaksi yang sangat sering ini kemudian

menyebabkan otot menegang. Ketegangan otot tidak hanya terjadi pada otot perut, tetapi

pada bagian pinggang, panggul, dan paha hingga betis (Maharani et al, 2016). Dismenore

sering kali terjadi pada usia remaja. Remaja sering mengalami dismenore dikarenakan

beberapa faktor resiko. Faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya dismenore

primer, salah satunya yaitu pola makan. Pola makan yang sering menimbulkan dismenore

adalah pola makan konsumsi makanan cepat saji atau fast food (Vivi, 2015).

Menurut World Health Organization (WHO 2016), yang menunjukkan angka

dismenore di dunia sangat besar, rata-rata lebih dari 50% perempuan di setiap Negara

mengalami dismenore. Kejadian dismenore cukup besar, menunjukkan penderita

dismenore mencapai 60-70% wanita di Indonesia. Prevalensi penderita dysmenorrhea di

Indonesia adalah sebesar 64,5% dengan kasus terbanyak ditemukan pada usia remaja, yaitu

usia 17-24 tahun. Angka kejadian dismenore tipe primer di Indonesia adalah 54,89%,

sedangkan sisanya 45,11% adalah tipe sekunder (Silaen et al., 2019). Berdasarkan data

survei Kesehatan reproduksi remaja (SKRR) Provinsi Jawa Timur tahun 2021 ditemukan

sekitar 4.653 remaja mengalami disminore. Angka kejadian disminore primer sebanyak

4.297 (90,25%) dan lainnya mengalami disminore sekunder sebanyak 365 orang (9,75%).

Jumlah penduduk remaja di Kabupaten Jombang yang berusia reproduktif sebesar 27,988

jiwa, dengan jumlah yang mengalami disminore dan datang ke pelayanan Kesehatan karena

nyeri saat haid sebesar 9,678 jiwa (Adi Aprilia, 2017). Berdasarkan study pendahuluan
yang dilakukan pada tanggal 10 Oktober 2022 terdapat jumlah suspek disminore sebanyak

40 kasus.

Disminore sering terjadi yang dapat menyebabkan ketidakmampuan dalam melakukan

aktivitas harian. Dampak yang terjadi jika nyeri haid tidak ditangani adalah gangguan

aktivitas sehari-hari, gelisah, depresi, cemas dan stress. Kondisi ini umumnya disebabkan

oleh peningkatan prostaglandin, yang diproduksi di lapisan rahim. Peningkatan

prostaglandin memicu kontraksi Rahim atau uterus. Secara alami, rahim cenderung

mengalami kontraksi yang lebih kuat selama menstruasi. Kontraksi rahim ini bisa

menimbulkan keluhan nyeri. Selain itu, kontraksi rahim yang terlalu kuat dapat

memberikan tekanan pada pembuluh darah di sekitarnya dan menyebabkan aliran darah ke

jaringan otot dari rahim berkurang. Jika jaringan otot ini kekurangan oksigen akibat

kekurangan suplai darah, keluhan nyeri bisa muncul. Dismenore sekunder adalah nyeri haid

yang disertai kelainan genetik anatomis (Anurogo & Wulndari, 2015). Faktor – factor yang

mempengaruhi Dismenore ; faktor endokrin, faktor konstitusi, merokok, usia, (Anurogo et

al, 2011).

Dampak dismenore pada remaja putri antara lain: kenyamanan terganggu, aktivitas

menurun, pola tidur terganggu, nafsu makan terganggu, hubungan interpersonal terganggu,

kesulitan konsentrasi belajar. Nyeri juga mempengaruhi status emosi perasaan, mudah

tersinggung, depresi dan kecemasan. Bentuk dismenore yang banyak dialami remaja

adalah pegal-pegal atau sesak pada perut bagian bawah. Rasanya sangat tidak nyaman

sehingga menyebabkan iritabilitas, lekas marah, mual, muntah, penambahan berat badan,

perut kembung, sakit punggung, sakit kepala, jerawat, ketegangan, lesu, dan depresi

(Anurogo & Wulndari, 2015).

Penanganan yang dapat dilakukan pada dismenore terbagi menjadi dua secara

farmakologis dismenore dapat ditangani dengan terapi analgesik sedangkan secara non
farmakologis dismenore dapat ditangani dengan kompres hangat, teknik relaksasi seperti

nafas dalam dan yoga. (Tyas & Heru, 2017). hasil penelitian terhadap 33 responden

sebelum dilakukan pengobatan terapi aroma lavender 58% (19 responden) mengalami

dismenore sedang, dan setelah dilakukan pengobatan terapi aroma lavender sebagian besar

58% (19 responden) mengalami dismenore ringan (Indah Christiana, Dwi Jayanti, 2020).

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata skala nyeri sebelum dilakukan perlakuan 5,48,

kemudian berkurang menjadi 2,61 setelah diberikan aromaterapi lavender (Ramadhania

Bella Nur HidayatAri Widyaningsih, S.SiT., M.Tr.Keb2 Moneca Diah L, S.ST., M.Kes3,

2019). Terapi non farmakologi merupakan manajemen untuk menghilangkan rasa nyeri

dengan menggunakan teknik, yaitu pemberian kompres dingin atau panas, teknik relaksasi,

terapi hypnothis, imajinasi terbimbing, distraksi, stimulus saraf elektrik transkutan,

stimulus, terapi music dan massage kutaneus, massage bisa membuat nyaman karena akan

merileksasikan otot-otot. Jadi sangat efektif untuk meredakan nyeri (Mediarti, 2015).

Pada aromaterapi lavender terdapat kandungan utamanya yaitu linalyl asetat dan

linalool, dimana linalyl asetat berfungsi untuk mengendorkan dan melemaskan sistem kerja

saraf dan otot yang mengalami ketegangan sedangakan linalool berperan sebagai relaksasi

dan sedatif sehingga dapat menurunkan nyeri haid. Aromaterapi lavender bekerja dengan

mempengaruhi tidak hanya fisik tetapi juga tingkat emosi. Kandungan lavender oil yang

terdiri dari linalool, linalyl acetate, dan 1,8 - cincole dapat menurunkan, mengendorkan,

dan melemaskan secara spontan ketegangan pada seseorang yang mengalami spasme pada

otot. Minyak aroma terapi masuk ke rongga hidung melalui penghirupan langsung akan

bekerja lebih cepat, karena molekul-molekul minyak esensial mudah menguap oleh

hipotalamus karena aroma tersebut diolah dan di konversikan oleh tubuh menjadi suatu

aksi dengan pelepasan subtansi sehingga berpengaruh langsung pada organ penciuman dan

dipersepsikan oleh otak untuk memberikan reaksi yang membuat perubahan fisiologis pada
tubuh, jiwa, dan menghasilkan efek menenangkan pada tubuh ( Uysal M., dkk, 2016).

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang nyeri haid

pada Mahasiswi putri mengingat masalah dari nyeri haid ini pada Mahasiswi yang dapat

menganggu aktivitas sehari-hari, maka peneliti ingin mengetahui lebih jauh tentang ”

Pengaruh Pemberian Aroma Terapi Lavender Terhadap Penurunan Nyeri Haid Pada

Mahasiswi Di STIKES Husada Jombang”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan rumusan latar belakang diatas maka rumusan masalah pada penelitian ini

adalah “Pengaruh Pemberian Aroma Terapi Lavender Terhadap Penurunan Nyeri Haid

Pada Mahasiswi Putri Di STIKES Husada Jombang?”.

1.3 Tujuan Umum

1.3.1 Untuk mengetahui pengaruh aromaterapi lavender terhadap penurunan intensitas

nyeri haid pada Mahasiswi.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi tingkat nyeri sebelum (pre test) terhadap penurunan intensitas

nyeri haid (dismenore primer) pada wanita usia 17- 23 tahun.

b. Mengidentifikasi tingkat nyeri setelah (post test) terhadap penurunan intensitas

nyeri haid (dismenore Primer) pada Wanita usia 17-23 tahun.

c. Menganalisis pengaruh aromaterapi lavender terhadap penurunan intensitas

nyeri haid (dismenore primer) pada wanita usia 17- 23 tahun.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis

Di harapkan berguna untuk mengembangkan dan menambah pengetahuan

tentang salah satu Teknik mengurangi nyeri menstruasi serta dapat dijadikan sebagai

dasar penelitian selanjutnya.

1.4.2 Manfaat Praktis

a) Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan serta wawasan penulis

mengenai efek Aromaterapi Lavender Dalam Menurunkan Nyeri Menstruasi

Pada Mahasiswa Stikes Husada Jombang.

b) Bagi Institusi Pendidikan

Di harapkan berguna dalam memberikan motivasia kepada Mahasiswa

yang mengalami nyeri menstruasi untuk penerapan menghirup aromaterapi

lavender dalam mengurangi nyeri.

c) Bagi tenaga kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi atau

bahan pengukuran untuk menentukan penanganan pada mahasiswi putri yang

mengalami dismenore.

d) Bagi Mahasiswi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tambahan

bagi mahasiswi putri mengenai dismenore pada mahasiswi putri.

Anda mungkin juga menyukai