PENDAHULUAN
Disminore merupakan rasa nyeri ini disebabkan oleh kontraksi otot perut yang terjadi
secara terus menerus saat mengeluarkan darah. Kontaksi yang sangat sering ini kemudian
menyebabkan otot menegang. Ketegangan otot tidak hanya terjadi pada otot perut, tetapi
pada bagian pinggang, panggul, dan paha hingga betis (Maharani et al, 2016). Dismenore
sering kali terjadi pada usia remaja. Remaja sering mengalami dismenore dikarenakan
beberapa faktor resiko. Faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya dismenore
primer, salah satunya yaitu pola makan. Pola makan yang sering menimbulkan dismenore
adalah pola makan konsumsi makanan cepat saji atau fast food (Vivi, 2015).
dismenore di dunia sangat besar, rata-rata lebih dari 50% perempuan di setiap Negara
Indonesia adalah sebesar 64,5% dengan kasus terbanyak ditemukan pada usia remaja, yaitu
usia 17-24 tahun. Angka kejadian dismenore tipe primer di Indonesia adalah 54,89%,
sedangkan sisanya 45,11% adalah tipe sekunder (Silaen et al., 2019). Berdasarkan data
survei Kesehatan reproduksi remaja (SKRR) Provinsi Jawa Timur tahun 2021 ditemukan
sekitar 4.653 remaja mengalami disminore. Angka kejadian disminore primer sebanyak
4.297 (90,25%) dan lainnya mengalami disminore sekunder sebanyak 365 orang (9,75%).
Jumlah penduduk remaja di Kabupaten Jombang yang berusia reproduktif sebesar 27,988
jiwa, dengan jumlah yang mengalami disminore dan datang ke pelayanan Kesehatan karena
nyeri saat haid sebesar 9,678 jiwa (Adi Aprilia, 2017). Berdasarkan study pendahuluan
yang dilakukan pada tanggal 10 Oktober 2022 terdapat jumlah suspek disminore sebanyak
40 kasus.
aktivitas harian. Dampak yang terjadi jika nyeri haid tidak ditangani adalah gangguan
aktivitas sehari-hari, gelisah, depresi, cemas dan stress. Kondisi ini umumnya disebabkan
prostaglandin memicu kontraksi Rahim atau uterus. Secara alami, rahim cenderung
mengalami kontraksi yang lebih kuat selama menstruasi. Kontraksi rahim ini bisa
menimbulkan keluhan nyeri. Selain itu, kontraksi rahim yang terlalu kuat dapat
memberikan tekanan pada pembuluh darah di sekitarnya dan menyebabkan aliran darah ke
jaringan otot dari rahim berkurang. Jika jaringan otot ini kekurangan oksigen akibat
kekurangan suplai darah, keluhan nyeri bisa muncul. Dismenore sekunder adalah nyeri haid
yang disertai kelainan genetik anatomis (Anurogo & Wulndari, 2015). Faktor – factor yang
al, 2011).
Dampak dismenore pada remaja putri antara lain: kenyamanan terganggu, aktivitas
menurun, pola tidur terganggu, nafsu makan terganggu, hubungan interpersonal terganggu,
kesulitan konsentrasi belajar. Nyeri juga mempengaruhi status emosi perasaan, mudah
tersinggung, depresi dan kecemasan. Bentuk dismenore yang banyak dialami remaja
adalah pegal-pegal atau sesak pada perut bagian bawah. Rasanya sangat tidak nyaman
sehingga menyebabkan iritabilitas, lekas marah, mual, muntah, penambahan berat badan,
perut kembung, sakit punggung, sakit kepala, jerawat, ketegangan, lesu, dan depresi
Penanganan yang dapat dilakukan pada dismenore terbagi menjadi dua secara
farmakologis dismenore dapat ditangani dengan terapi analgesik sedangkan secara non
farmakologis dismenore dapat ditangani dengan kompres hangat, teknik relaksasi seperti
nafas dalam dan yoga. (Tyas & Heru, 2017). hasil penelitian terhadap 33 responden
sebelum dilakukan pengobatan terapi aroma lavender 58% (19 responden) mengalami
dismenore sedang, dan setelah dilakukan pengobatan terapi aroma lavender sebagian besar
58% (19 responden) mengalami dismenore ringan (Indah Christiana, Dwi Jayanti, 2020).
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata skala nyeri sebelum dilakukan perlakuan 5,48,
Bella Nur HidayatAri Widyaningsih, S.SiT., M.Tr.Keb2 Moneca Diah L, S.ST., M.Kes3,
2019). Terapi non farmakologi merupakan manajemen untuk menghilangkan rasa nyeri
dengan menggunakan teknik, yaitu pemberian kompres dingin atau panas, teknik relaksasi,
stimulus, terapi music dan massage kutaneus, massage bisa membuat nyaman karena akan
merileksasikan otot-otot. Jadi sangat efektif untuk meredakan nyeri (Mediarti, 2015).
Pada aromaterapi lavender terdapat kandungan utamanya yaitu linalyl asetat dan
linalool, dimana linalyl asetat berfungsi untuk mengendorkan dan melemaskan sistem kerja
saraf dan otot yang mengalami ketegangan sedangakan linalool berperan sebagai relaksasi
dan sedatif sehingga dapat menurunkan nyeri haid. Aromaterapi lavender bekerja dengan
mempengaruhi tidak hanya fisik tetapi juga tingkat emosi. Kandungan lavender oil yang
terdiri dari linalool, linalyl acetate, dan 1,8 - cincole dapat menurunkan, mengendorkan,
dan melemaskan secara spontan ketegangan pada seseorang yang mengalami spasme pada
otot. Minyak aroma terapi masuk ke rongga hidung melalui penghirupan langsung akan
bekerja lebih cepat, karena molekul-molekul minyak esensial mudah menguap oleh
hipotalamus karena aroma tersebut diolah dan di konversikan oleh tubuh menjadi suatu
aksi dengan pelepasan subtansi sehingga berpengaruh langsung pada organ penciuman dan
dipersepsikan oleh otak untuk memberikan reaksi yang membuat perubahan fisiologis pada
tubuh, jiwa, dan menghasilkan efek menenangkan pada tubuh ( Uysal M., dkk, 2016).
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang nyeri haid
pada Mahasiswi putri mengingat masalah dari nyeri haid ini pada Mahasiswi yang dapat
menganggu aktivitas sehari-hari, maka peneliti ingin mengetahui lebih jauh tentang ”
Pengaruh Pemberian Aroma Terapi Lavender Terhadap Penurunan Nyeri Haid Pada
Berdasarkan rumusan latar belakang diatas maka rumusan masalah pada penelitian ini
adalah “Pengaruh Pemberian Aroma Terapi Lavender Terhadap Penurunan Nyeri Haid
tentang salah satu Teknik mengurangi nyeri menstruasi serta dapat dijadikan sebagai
a) Bagi Peneliti
mengalami dismenore.
d) Bagi Mahasiswi