Anda di halaman 1dari 25

Bab I

Pendahuluan

1.1 Latar belakang

Dispepsia adalah kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari nyeri atau

rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa

perut penuh, sendawa, regurgitasi dan rasa panas yang menjalar di dada. Salah

satu masalah yang muncul pada pasien dispepsia adalah nyeri.

Menurut Djojoningrat (2009) Berdasarkan pendapat para ahli bahwa 15-30

orang dewasa pernah mengalami dispepsia. Diperkirakan bahwa hampir 30 %

kasus pada praktek umum dan 60 % pada praktek gastroenterologist merupakan

kasus dispepsia. Berdasarkan penelitian pada populasi umum didapatkan bahwa

15-30 % orang dewasa pernah mengalami hal ini dalam beberapa hari. Dari data

pustaka Negara Barat idapatkan angka prevalensinya berkisar 7-14 %, tapi hanya

10-20 % yang akan mencari pertolongan medis.

WHO memprediksi pada tahun 2020, proporsi angka kematian karena

penyakit tidak menular akan meningkat menjadi 73% dan proporsi kesakitan

menjadi 60% di dunia, sedangkan untuk negara SEARO (South East Asian

Regional Office) pada tahun 2020 diprediksi angka kematian dan kesakitan karena

penyakit tidak menular akan meningkat menjadi 50% dan 42% (WHO, 2015).

Kejadian dispepsia biasanya disertai dengan nyeri ulu hati, perut begah, mual,

muntah, sendawa, memiliki saran cepat kenyang ketika makan (Wibawani,

Faturahman, & Purwanto, 2021).


Menurut profil data kesehatan Indonesia tahun 2011 dispepsia termasuk

dalam 10 besar penyakit rawat inap di rumah sakit tahun 2010, pada urutan ke-5

dengan angka kejadian kasus sebesar 9.594 kasus pada pria dan 15.122 kasus pada

wanita. Sedangkan untuk 10 besar penyakit rawat jalan di rumah sakit tahun 2010,

dispepsia berada pada urutan ke-6 dengan angka kejadian kasus sebesar 34.981

kasus pada pria dan 53.618 kasus pada wanita, jumlah kasus baru sebesar 88.599

kasus dan 163.428 kunjungan (Departemen Kesehatan RI, 2012).

Makan yang tidak teratur memicu timbulnya berbagai penyakit karena

terjadi ketidakseimbangan dalam tubuh. Ketidakteraturan ini berhubungan dengan

waktu makan. Biasanya, ia berada dalam kondisi terlalu lapar namun kadang-

kadang terlalu kenyang. Sehingga kondisi lambung dan pencernaannya menjadi

terganggu. Faktor yang memicu produksi asam lambung berlebihan, diantaranya

beberapa zat kimia, seperti alkohol, umumnya obat penahan nyeri, asam cuka.

Makanan dan minuman yang bersifat asam, makanan yang pedas serta bumbu

yang merangsang, semua faktor pemicu tersebut dapat mengakibatkan dispepsia.

Jenis-jenis makanan yang dikonsumsi juga dapat merangsang peningkatan asam

lambung seperti makanan pedas yang dimana biasanya cabai memiliki kandungan

zat bernama capsaicin yang dapat memperlambat kerja sistem pencernaan yang

akan semakin memperburuk kondisi seseorang bila sedang mengalami kejadian

dispepsia. Semakin lama makanan bertahan di perut, akan semakin meningkat

pula risiko naik asam lambung (Wibawani et al., 2021).

Manajemen untuk mengatasi nyeri dapat dibagi menjadi 2, yaitu

manajemen farmakologi dan manajemen non farmakologi. Manajemen


farmakologi yaitu manajemen yang berkolaborasi antara dokter dengan perawat,

yang menekankan pada pemberian obat yang mampu menghilangkan rasa nyeri.

Sedangkan manajemen non farmakologi merupakan manajemen untuk

menghilangkan rasa nyeri dengan menggunakan teknik, yaitu pemberian kompres

dingin atau panas, teknik relaksasi, terapi hypnothis, imajinasi terbimbing,

distraksi, stimulus saraf elektrik transkutan, stimulus, terapi music dan massage

kutaneus, massage bisa membuat nyaman karena akan merileksasikan otot-otot.

Jadi sangat efektif untuk meredakan nyeri (Permatasari, 2019).

Relaksasi merupakan bentuk dari teknik distraksi yang lebih khusus

dan efektif untuk nyeri kronis (Doliarn’do, Kurniajati, & Kristanti, 2018).

Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang

dalam hal ini perawat mengajarkan kepada bagaimana cara melakukan nafas

dalam nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana

menghembuskan nafas secara perlahan. Selain dapat menurunkan intesitas nyeri,

teknik relaksasi nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan

meningkatkan oksigenasi darah (Ruhman, 2017).

Slow deep breathing merupakan tindakan yang disadari untuk mengatur

pernapasan secara dalam dan lambat yang dapat menimbulkan efek relaksasi.

Terapi relaksasi banyak digunakan dalam kehidupan seharihari untuk dapat

mengatasi berbagai masalah misalnya stres, ketegangan otot, nyeri, hipertensi,

gangguan pernapasan, dan lain-lain. Relaksasi secara umum merupakan keadaan

menurunnya kognitif, fisiologi, dan perilaku (Potter & Perry, 2010).


Menurut Mehta et al. (2014) dan Ridho (2015) dalam penelitiannya

menjelaskan bahwa Aromaterapi adalah metode yang tidak hanya membantu

memperbaiki gejala fisik, tetapi juga membantu gejala fisiologis, dan dapat

mengarah pada peningkatan kualitas kesehatan mental pada manusia. alah satu

tumbuhan yang memiliki fungsi sebagai aromaterapi adalah bunga mawar. Pada

saat aromaterapi mawar dihirup, molekul yang mudah menguap akan membawa

unsur aromatic yang akan merangsang memori dan respon emosional yang

menyebabkan perasaan tenang dan rileks serta dapat memperlancar aliran darah.

Minyak mawar mengandung Nerol yang mempunyai bau harum sehingga

biasa digunakan sebagai bahan minyak bau terapi yang dapat memberikan efek

menenangkan, mengurangi depresi, stress, ketegangan, mengendorkan saraf

dan mengurangi nyeri. Selain kandungan nerol pada minyak mawar juga

memiliki kandungan citral, eugenol, geraniol, citronellol, farnesol, linalool, dan

phenylethyl alcohol.Penggunaan aromaterapi mawar bisa menumbuhkan perasaan

tenang pada jasmani, pikiran, dan rohani.Aromaterapi mawar juga memiliki efek

analgesik lokal dan antispasmodik (Uysal et al., 2016).

Dalam sebuah penelitian yang diteliti oleh Meita Ardella (2017) yang

berjudul efektivitas relaksasi nafas dalam dan relaksasi aromaterapi bunga Mawar

terhadap perubahan nyeri pada remaja yang mengalami dysmenorrhea primer di

Kecematan Lowokwaru Malang. Didapatkan hasil Penelitian ini menggunakan

desain quasi experimental dengan total subyek sebanyak 30 remaja putri yang

terbagi menjadi tiga kelompok penelitian yaitu kelompok kontrol, kelompok 1

(perlakuan relaksasi nafas dalam) dan kelompok 2 (relaksasi aromaterapi bunga


mawar) dengan jumlah sampel sama besar tiap kelompok. Dilakukan pretest pada

ketiga kelompok untuk mengetahui intesitas nyeri sebelum perlakuan, kemudian

diadakan pengukuran kembali (post test) 20 menit setelah pemberian perlakuan.

Hasil uji statistik menggunakan anova tunggal menunjukkan bahwa tidak ada

perbedaan intensitas nyeri pada ketiga kelompok sebelum perlakuan (p=0,564)

sedangkan setelah perlakuan terdapat perbedaan signifikan antara ketiga

kelompok (p=0,000). Penelitian ini menunjukkan bahwa aromaterapi bunga

mawar memiliki efek paling efektif dalam meredakan nyeri dysmenorrhea primer

(Ruhman, 2017).

Berdasarkan latar belakang masalah dan data di atas maka peneliti merasa

penting untuk melakukan penelitian terkait topik yang sama tetapi di ruang

lingkup yang berbeda yaitu Ruang gawat darurat sehingga peneliti mengangkat

judul penelitan Pengaruh Terapi Relaksasi Nafas Dalam Dan Terapi Relaksasi

Aroma Bunga Mawar Pada Pasien Dyspepsia Terhadap Perubahan Skala Nyeri Di

Ruang Gawat Darurat.

1.2 Identifikasi Masalah

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka

dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut; “Apakah ada Pengaruh Terapi

Relaksasi Nafas Dalam Dan Terapi Relaksasi Aroma Bunga Mawar Pada Pasien

Dyspepsia Terhadap Perubahan Skala Nyeri Di Ruang Gawat Darurat?”.

1.4 Tujuan penelitian


Berdasararkan rumusan masalah diatas maka tujuan umum dan

tujuan khusus penelitian ini adalah.

1.4.1. Tujuan Umum


Untuk menganalisis apakah terdapat pengaruh “Terapi Relaksasi Nafas

Dalam Dan Terapi Relaksasi Aroma Bunga Mawar Pada Pasien Dyspepsia

Terhadap Perubahan Skala Nyeri Di Ruang Gawat Darurat”.

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengidentifikasi perubahan skala nyeri pada pasien dyspepsia di

ruang gawat darurat sebelum diberikan tindakan terapi relaksasi nafas dalam

dan terapi relaksasi aroma bunga mawar.

2. Untuk mengidentifikasi perubahan skala nyeri pada pasien dyspepsia di

ruang gawat darurat setelah diberikan tindakan terapi relaksasi nafas dalam

dan terapi relaksasi aroma bunga mawar.

3. Untuk menganalisa pengaruh Terapi Relaksasi Nafas Dalam Dan Terapi

Relaksasi Aroma Bunga Mawar Pada Pasien Dyspepsia Terhadap

Perubahan Skala Nyeri Di Ruang Gawat Darurat.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai

berikut.

1.5.1. Manfaat Teoritis


Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dapat

menambah pengetahuan khususnya dalam ilmu keperawatan tentang adanya

pengaruh Terapi Relaksasi Nafas Dalam Dan Terapi Relaksasi Aroma Bunga
Mawar Pada Pasien Dyspepsia Terhadap Perubahan Skala Nyeri Di Ruang Gawat

Darurat.

1.5.2. Manfaat Praktis

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan belajar dalam

menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama mengikuti perkuliahan

melalui proses pengumpulan data-data dan informasi ilmiah untuk kemudan

dikaji, diteliti, dianilisis, dan disusun dalam karya tulis ilmiah yang

informatif serta menambah kekayaan intelektual.

2. Bagi Pihak Rumah sakit

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman dan

perbandingan informasi yang digunakan dengan baik sebagai sumbangan

pemikiran dan acuan yang lebih mendalam tentang pengaruh Terapi

Relaksasi Nafas Dalam Dan Terapi Relaksasi Aroma Bunga Mawar Pada

Pasien Dyspepsia Terhadap Perubahan Skala Nyeri.

3. Bagi Masyarakat

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasi kepada masyarakat khususnya penderita Sindrom Dyspepsia dan

meningkatkan pengetahuan tentang Terapi Relaksasi Nafas Dalam Dan

Terapi Relaksasi Aroma Bunga Mawar untuk menurunkan skala nyeri di

Ruang Gawat Darurat.


Bab II

A. Konsep Relaksasi Napas Dalam

Relaksasi merupakan bentuk dari teknik distraksi yang lebih khusus

dan efektif untuk nyeri kronis (Doliarn’do et al., 2018). Teknik relaksasi

nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini

perawat mengajarkan kepada bagaimana cara melakukan nafas dalam nafas

lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan

nafas secara perlahan. Selain dapat menurunkan intesitas nyeri, teknik relaksasi

nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan

oksigenasi darah (Ruhman, 2017).

Slow deep breathing merupakan tindakan yang disadari untuk mengatur

pernapasan secara dalam dan lambat yang dapat menimbulkan efek relaksasi.

Terapi relaksasi banyak digunakan dalam kehidupan seharihari untuk dapat

mengatasi berbagai masalah misalnya stres, ketegangan otot, nyeri, hipertensi,

gangguan pernapasan, dan lain-lain. Relaksasi secara umum merupakan

keadaan menurunnya kognitif, fisiologi, dan perilaku (Potter & Perry, 2010).

Pada saat relaksasi terjadi perpanjangan serabut otot, menurunnya pengiriman

impuls saraf ke otak, menurunnya aktifitas otak, dan fungsi tubuh yang lain.

Karakteristik dari respons relaksasi ditandai oleh menurunnya denyut nadi,

jumlah pernapasan, penurunan tekanan darah, dan konsumsi oksigen (Potter &

Perry, 2010).

Slow deep breathing adalah metode bernapas yang frekuensi bernapas

kurang dari 10 kali permenit dengan fase ekshalasi yang panjang (Breathesy,
2007). Slow deep breathing adalah gabungan dari metode nafas dalam (deep

breathing) dan napas lambat sehingga dalam pelaksanaan latihan pasien

melakukan nafas dalam dengan frekuensi kurang dari atau sama dengan 10 kali

permenit.

Hal yang perlu diperhatikan dalam teknik relaksasi adalah

postur tubuh yang benar, menenangkan pikiran dan lingkungan

yang sunyi (Doliarn’do et al., 2018). Tujuan teknik relaksasi nafas dalam

adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara pertukaran gas,

mencegah atelektasis paru, meningkatkan efisiensi batuk, mengurangi stres

fisik maupun emosional yaitu intensitas nyeri dan menurunkan kecemasan

(Ulinnuha, 2017).

Manfaat yang ditimbulkan dari teknik relaksasi nafas dalam adalah mampu

menurunkan atau menghilangkan rasa nyeri, meningkatkan ketentraman hati,

dan berkurangnya rasa cemas (Smeltzer & Bare, 2011). Selain itu, manfaat

teknik relaksasi napas dalam antara lain dapat menurunkan denyut nadi,

penurunan ketegangan otot, penginkatan kesadarn, perasaan damai sejahtera

dan peiode kewaspadaan santai. Teknik ini dapat dilakukan dimana saja dan

kapan saja, caranya sangat mudah dan dapat dilakukan secara mandiri oleh

pasien tanpa memerlukan media serta dapat merilekskan otot-otot yang tegang

(Ulinnuha, 2017).

Langkah-langkah dalam latihan slow deep breathing, menurut University

of Pittsburgh Medical Center (2003) dalam (Ruhman, 2017) :

1. Atur pasien dengan posisi duduk.


2. Kedua tangan pasien diletakkan di atas perut.

3. Anjurkan melakukan napas secara perlahan dan dalam melalui hidung dan

tarik napas selama 3 detik, rasakan abdomen mengembang saat menarik

napas

4. Tahan napas selama 3 detik.

5. Kerutkan bibir, keluarkan melalui mulut dan hembuskan napas secara

perlahan selama 6 detik. Rasakan abdomen bergerak ke bawah.

6. Ulangi langkah 1 sampai 5 selama 15 menit.

7. Latihan slow deep breathing dilakukan dengan frekuensi 3 kali sehari.

Supaya teknik ini dapat efektif maka diperlukan partisipasi individu dan

kerja sama.

B. Konsep Medis & Keperawatan Dispepsia

1. Konsep medis

Definisi

Menurut William & Martin (2014) dan Jaber et al. (2016) dalam

penelitiannya menjelaskan bahwa Dispepsia adalah kata yang berasal dari

bahasa Yunani. Dengan kata lain, “dys” (miskin) dan “pepse” (dispepsia)

berarti dispepsia. dispepsia didefinisikan sebagai nyeri atau

ketidaknyamanan kronis atau berulang, terutama di perut bagian atas. Rasa

yang tidak nyaman ini dapat didefinisikan sebagai rasa secara subjektif yang

tidak nyeri dan dapat digabungkan dari berbagai gejala termasuk rasa cepat

kenyang atau rasa penuh pada perut bagian atas. Dispepsia dapat disebabkan

oleh atau berdasarkan berbagai gangguan yang dapat dilokalisasi sebagai


gejala sekunder gangguan lambung, ekstragastrik atau sistemik (dalam

Habibie, 2021).

Dispepsia adalah kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari

nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat

kenyang, rasa perut penuh, sendawa, regurgitasi dan rasa panas yang

menjalar di dada. Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa keluhan

nyeri, perasaan tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik

disertai dengan keluhan seperti rasa penuh saat makan, cepat kenyang,

kembung, sendawa, anoreksia, mual, muntah, heartburn, regurgitasi

(Ruhman, 2017)

Etiologi

Sindrom atau keluhan ini dapat disebabkan atau didasari oleh

berbagai penyakit, termasuk juga didalamnya penyakit yang mengenai

lambung atau yang dikenal sebagai penyakit maag (Ruhman, 2017). Makan

yang tidak teratur memicu timbulnya berbagai penyakit karena terjadi

ketidakseimbangan dalam tubuh. Ketidakteraturan ini berhubungan dengan

waktu makan. Biasanya, ia berada dalam kondisi terlalu lapar namun

kadang-kadang terlalu kenyang. Sehingga kondisi lambung dan

pencernaannya menjadi terganggu. Faktor yang memicu produksi asam

lambung berlebihan, diantaranya beberapa zat kimia, seperti alkohol,

umumnya obat penahan nyeri, asam cuka. Makanan dan minuman yang

bersifat asam, makanan yang pedas serta bumbu yang merangsang, semua
faktor pemicu tersebut dapat mengakibatkan dispepsia (Wibawani et al.,

2021).

Hal-hal lain yang menjadi pemicu kejadian dispepsia diantaranya

jenis kelamin, usia dan tingkat stress. Jenis kelamin paling banyak yang

menderita gangguan dispepsia adalah perempuan, karena perempuan

menyukai makanan pedas yang berlebihan dan tidak sedikit menyukai

makanan asam. Usia paling banyak dialami oleh lansia karna semakin

bertambahnya usia semakin berkurang kinerja dalam tubuh seseorang.

Tingkat stress juga menjadi pemicu kejadian dispepsia karena stres yang

berlebihan dapat memicu lambung untuk mengeluarkan asam lambung

secara berlebihan, reaksi ini dapat mengganggu aktivitas lambung bahkan

dapat memicu kebocoran lambung (Wibawani et al., 2021).

Manifestasi klinis

Tanda dan gejala yang dialami oleh penderita Dispepsia bisanya

rasa nyeri atau rasa tidak nyaman pada area gastro-duodenum

(epigastrium/uluhati), penuh, rasa terbakar, mual atau muntah, dan rasa

cepat kenyang (Habibie, 2021).

Patofisiologi

Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak

jelas, zat-zat seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan

stress, pemasukan makanan menjadi kurang sehingga lambung akan kosong,

kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat

gesekan antara dinding-dinding lambung. Kondisi demikian dapat


mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan merangsang

terjadinya kondisi asam lambung, sehingga rangsangan di medulla

oblongata membawa impuls muntah yang mengakibatkan intake tidak

adekuat baik makanan maupun cairan (Ruhman, 2017). Patofisiologi

dispepsia hingga kini masih belum sepenuhnya jelas dan penelitian-

penelitian masih terus dilakukan terhadap faktor-faktor yang dicurigai

memiliki peranan bermakna, seperti Abnormalitas fungsi motorik lambung

(khususnya keterlambatan pengosongan lambung, hipomotilitas antrum,

hubungan antara volume lambung saat puasa yang rendah dengan

pengosongan lambung yang lebih cepat, serta gastric compliance yang lebih

rendah), infeksi Helicobacter pylori dan faktor-faktor psikososial,

khususnya terkait dengan gangguan cemas dan depresi.

a. Sekresi lambung

Peningkatan sensitivitas mukosa lambung dapat terjadi akibat pola

makan yang tidak teratur. Pola makan yang tidak teratur akan membuat

lambung sulit untuk beradaptasi dalam pengeluaran sekresi asam lambung.

Jika hal ini berlangsung dalam waktu yang lama, produksi asam lambung

akan berlebihan sehingga dapat mengiritasi dinding mukosa pada lambung.

b. Dismotilitas Gastrointestinal

Berbagai studi melaporkan bahwa pada dispepsia fungsional terjadi

perlambatan pengosongan lambung, adanya hipomotilitas antrum (sampai

50% kasus), gangguan akomodasi lambung saat makan, dan

hipersensitivitas gaster. Salah satu dari keadaan ini dapat ditemukan pada
setengah atau dua pertiga kasus dispepsia fungsional. Perlambatan

pengosongan lambung terjadi pada 25-80% kasus dispepsia fungsional

dengan keluhan seperti mual, muntah, dan rasa penuh di ulu hati.

c. Helicobacter pylori

Peran infeksi Helicobacter pylori pada dispepsia fungsional belum

sepenuhnya dimengerti dan diterima. Kekerapan infeksi H. pylori terdapat

sekitar 50% pada dispepsia fungsional dan tidak berbeda pada kelompok

orang sehat. Mulai terdapat kecenderungan untuk melakukan eradikasi H.

pylori pada dispepsia fungsional dengan H. pylori positif yang gagal dengan

pengobatan konservatif baku.

Jenis-jenis makanan yang dikonsumsi juga dapat merangsang

peningkatan asam lambung seperti makanan pedas yang dimana biasanya

cabai memiliki kandungan zat bernama capsaicin yang dapat memperlambat

kerja sistem pencernaan yang akan semakin memperburuk kondisi

seseorang bila sedang mengalami kejadian dispepsia. Semakin lama

makanan bertahan di perut, akan semakin meningkat pula risiko naik asam

lambung. Makanan asam juga mempengaruhi kejadian dispepsia karena

tingginya asam menyebabkan peradangan serta erosi pada mukosa lambung

sehingga dapat memunculkan gangguan dispepsia. Minuman bersoda dan

kopi juga mempengaruhi gangguan dispepia karena mengandung kafein

yang dapat meningkatkan sekresi gastrin sehingga akan merangsang

produksi asam lambung (Wibawani et al., 2021).

Penatalaksanaan
Tindakan non farmakologi yang dapat digunakan adalah

memberikan terapi dingin dan hangat, memberikan aromaterapi,

mendengarkan musik, menonton televisi, melakukan gerakan, memberikan

sentuhan terapeutik dan teknik relaksasi nafas dalam (Ruhman, 2017)

Penatalaksanaan dispesia mecakup pengaturan diet dan pengobatan

medis, antara lain sebagai berikut:

a. Membatasi konsumsi makanan yang dapat menyebabkan terjadinya

dispepsia seperti mengkonsumsi makanan pedas, minuman kafein dan

beralkohol

b. Makan dalam porsi kecil tetapi sering dan dianjurkan untuk makan 5-6

kali dalam sehari

c. Menghindari penggunaan atau konsumsi anti nyeri seperti aspirin dan

ibu profen. Gunakan anti nyeri lain yang lebih aman bagi lambung

seperti parasetamol

d. Mengontrol stres dan rasa cemas

e. Antasida

f. Penghambat pompa proton (PPI). Golongan obat ini dapat mengurangi

produksi asam lambung

g. Penyekat H2 reseptor antagonists (H2RAs)

h. Prokinetik dapat membantu proses pengosongan lambung

i. Antibiotik. Pemberian dilakukan jika dyspepsia disebabkan oleh

infeksi
j. Anti-depressants atau anti-anxiety dapat digunakan untuk

menghilangkan rasa tidak nyaman yang disebabkan oleh dispesia

dengan menurunkan sensasi nyeri yang dialami

k. Psikoterapi

Pemeriksaan penunjang

Salah satu diagnosis Dispepsia dapat ditegakkan atas dasar

pemeriksaan Endoskopi. Hasil pemeriksaan endoskopi saluran cerna atas

yang sering ditemukan dari kasus dispepsia yaitu gastritis, dispepsia

fungsional, gastritis erosif, dan duodenitis.Lokasi kelainan dispepsia sering

ditemukan pada lambung diikuti duodenum. Hasil pemeriksaan endoskopi

dapat 8 ditemukan normal walaupun gejala dispepsia tersebut ada hal ini

dinamakan dengan istilah dispepsia fungsional (Kumar dkk, 2012).

Pemeriksaan lain untuk menegakkan diagnosis dispepsia dapat berupa tes

darah, pemeriksaan nafas, pemeriksaan feses, ultrasonografi abdomen dan

pemeriksaan pencitraan (X-ray atau CT scan).

2. Konsep Keperawatan

Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan

yang dilakukan yaitu : mengumpulkan data, mengelompokan data dan

menganalisa data. Data fokus yang berhubungan dengan dispepsia meliputi

adanya nyeri perut, rasa pedi di ulu hati, mual kadang-kadang muntah, nafsu

makan berkurang, rasa lekas kenyang, perut kembung, rasa panas di dada

dan perut dan regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba).
Pengkajian pada pasien dispepsia dapat berupa :

1) Identitas pasien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pekerjaan,

pendidikan, dan alamat.

2) Keluhan Utama

Nyeri/pedih pada epigastrium bagian samping atas dan bagian

samping dada depan epigastrium, mual, muntah dan tidak nafsu

makan, kembung dan rasa kenyang.

3) Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Sering nyeri pada daerah epigastrium, adanya stres psikologi,

riwayat minum minuman beralkohol.

4) Riwayat Kesehatan Keluarga

Adanya anggota keluaraga yang menderita penyakit saluran

pencernaan.

5) Pola Aktivitas

Pola makan yaitu kebiasaan makan yang tidak teratur, makan

makanan yang merangsang selaput mukosa lambung, berat badan

sebelum dan sesudah sakit.

6) Aspek Psikosoial

Keadaan emosional, hubungan dengan keluarga, teman, adanya

masalah interpersonal yang bisa menyebabkan stress.

7) Aspek Ekonomi
Jenis pekerjaan dan jadwal pekerjaan, jarak tempat kerja dengan

tempat tinggal, hal-hal dalam pekerjaan yang mempengaruhi stress

psikologi dan pola makan.

8) Pemeriksaan Fisik

 Inspeksi

Pasien tampak kesakitan, berat badan menurun, kelemahan dan

cemas.

 Palpasi

Nyeri tekan daerah epigastrium, turgor kulit menurun karena

sering muntah.

 Auskultasi

Peristaltik sangat lambat dan hampir tidak terdengar (< 5x /

menit).

 Perkusi

Pekak karena peningkatan produksi HCl lambungg dan

perdarahan akibat perlukaan

Diagnosa

Berdasarkan tanda dan gejala yang biasa dialami oleh penderita

dispepsia maka diagnosa yang lazim timbul dan disesuaikan dengan buku

Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (2017) yaitu :

1) Nyeri Akut (D.0077) berhubungan dengan nyeri epigatrium karena

iritai mukosa lambung.


2) Defisit Nutrisi (D.0019) b.d rasa tidak enak setelah makan, anoreksia

dan penurunan berat badan.

3) Nausea (D.0076) b.d adanya mual hingga muntah

4) Ansietas (D.0080) b.d perubahan status kesehatan yang

menyebabkan terganggunya kondisi emosional.

Intervensi

Berdasarkan diagnosa yang lazim timbul pada penderita dispepsia

maka intervensi kepeerawatan yang dapat diangkat berdasarkan buku

Standar Intervensi Keperawatan Indonesia oleh Tim Pokja PPNI (2018)

terdapat dalam tabel berikut :

No Diagnosis Intervensi
.
1. Nyeri Akut (D.0077) Pemberian Obat (I.020062)
Definisi : mempersiapkan, memberi, dan
mengevaluasi keefektifan agen
farmakologis yang diprogramkan
Tindakan :
1. Identifikasi kemungkinan alergi,
interaksi, dan kontraindikasi obat.
2. Periksa tanda kadarluawarsa obat.
3. Monitor efek terapeutik obat
4. Monitor efek samping, toksisitas dan
interaksi obat
5. Lakukan prinsip enam benar (pasien,
obat, dosis, rute, waktu, dokumentasi.
6. Jelaskan jenis obat, alasan pemberian,
tindakan yang diharapkan dan efek
samping sebelumnya.
2. Defisit Nutrisi (D.0019) Manajemen Nutrisi (I.03119)
Definisi : mengidentifikasi dan mengelola
asupan nutrisi yang seimbang.
Tindakan
1. Identifikasi alergi dan intolerasni
makanan
2. Monitor asupan makanan
3. Monitor berat badan
4. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
5. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan nutrien
yang dibutuhkan.
3. Nausea (D.0076) Manajemen mual (I.03117)
Definisi : mengidentifikasi dan mengelola
perasaan tidak enak pada bagian
tenggorokan atau lambung yang dapat
menyebabkan muntah.
Tindakan :
1. Identifikasi dampak mual terhadap
kualitas hidup
2. Identifikasi antiemetik untuk
mencegah mual
3. Monitor mual
4. Kolaborasi pemberian antiemetik, jika
perlu.
4. Ansietas (D.0080) Edukasi kesehatan (I.12383)
Definisi : mengajarkan pengelolaan faktor
risiko penyakit dan perilaku hidup bersih
dan sehat.
Tindakan
1. Identifikasi kesiapan dan
kemampuan menerima informasi
2. Identifikasi faktor-faktor yang dapat
meningkatkan dan menurunkan
motivasi perilaku hidup bersih dan
sehat
3. Berikan kesempatan untuk bertanya
4. Jelaskan faktor risiko yang dapat
mempengaruhi kesehatan
5. Ajarkan perilaku hidup bersih dan
sehat

C. Skala Nyeri

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual dan potensial

(Doliarn’do et al., 2018). Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak


menyenangkan bersifat sangat subjekif karena perasaan nyeri berbeda pada

setiap orang dalam hal skala dan tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah

yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya

(Ulinnuha, 2017).

Intensitas nyeri dapat ditentukan dengan berbagai cara, salah satunya

adalah bertanya pada pasien tentang nyeri atau ketidaknyaman. Pengukuran

intensitas nyeri dapat menggunakan skala angka atau Numeric Rating Scale

(NRS) atau Skala Wajah yang biasanya digunakan pada anak-anak yang sulit

mengungkapkan intepretasi nyeri yang ia rasakan (Ulinnuha, 2017).

Gambar Numeric Rating Scale (NRS)

Gambar Skala Wajah

D. Peneltian yang Relevan


1. Penelitian yang dilakukan oleh Eka Devi Permatasari pada tahun

2019 dengan judul “Pengaruh Aromaterapi Mawar Terhadap

Tingkat Nyeri Post Operasi Fraktur Ekstremitas Di Rs Ortopedi

Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta” dengan rancangan penelitian

menggunakan quasi experiment (eksperimen semu) dengan

menggunakan non randomized pre-test and post-test control group.

Jumlah sampel sebanyak 30 orang dengan teknik pengambilan

sampel purposive sampling. Hasil penelitian yaitu Hasil uji

independent t-test terhadap tingkat nyeri pre test antara kelompok

kontrol dan intervensi menunjukkan terdapat perbedaan tingkat

nyeriyang tidak signifikan dengan nilai p-value 1.000. Sedangkan

tingkat nyeri post test antara kelompok kontrol dan intervensi

terdapat perbedaan tingkat nyeri yang signifikan dengan nilai p-

value 0.014. Hasil uji paired sampel t-test terhadap tingkat nyeri

pre test dan post test pada kelompok kontrol menunjukkan terdapat

perbedaan tingkat nyeri yang tidak begitu signifikan dengan nilai

p-value 0,384. Sedangkan pada kelompok intervensi terdapat

perbedaan tingkatnyeri yang signifikan dengan nilai p-value

0,001.Disimpulkan bahwa pemberian aromaterapi mawar dapat

menurunkan tingkat nyeri pada pasien post operasi fraktur

ekstremitas.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Muhammda Ruhman pada tahun

2017 dengan judul penelitian “Analisis Praktik Klinik


Keperawatan pada Pasien Dispepsia dengan Intervensi Relaksasi

Nafas Dalam dan Relaksasi Aromaterapi Bunga Mawar Terhadap

Perubahan Skala Nyeri di Ruang Unit Gawat Darurat RSUD Aji

Muhammad Parikesit Tenggarong” dengan hasil analisis dapat

disimpulkan bahwa hasil intervensi terapi inovatif terhadap 3 kasus

pasien dispepsia yang mengalami nyeri akut mengalami perubahan

skala nyeri sebelum intervensi dilakukan dengan rerata skala nyeri

setiap pasien 5-6 (nyeri sedang) dan setelah diberikan intervensi

inovatif dengan interval jarak 40-50 menit, kategori nyeri pasien

menurun menjadi skala nyeri setiap pasien 2-3 (nyeri ringan),

peneliti juga memastikan bahwa pasien tidak mendapat obat

selama proses terapi intervensi dilakukan sampai hasil akhir

pemeriksaan ulang skala nyeri. Hasil analisa menunjukkan adanya

pengaruh pemberian relaksasi nafas dalam dan relaksasi

aromaterapi bunga mawar terhadap perubahan skala nyeri pasien,

baik dari tanda-tanda vital dan keadaan umum pasien.


Daftar Pustaka

Departemen Kesehatan RI. (2012). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta:


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Djojoningrat. (2009). Pendekatan Klinis Penyakti Gastrointestinal & Dispepsia


Fungsional. Jakarta: Internal Publishing.

Doliarn’do, D. A. B., Kurniajati, S., & Kristanti, E. E. (2018). Kompres Hangat


dan Relaksasi Nafas Dalam Efektif Menurunkan Nyeri Pasien Reumatoid
Artritis. Jurnal Penelitian Keperawatan, 4 No. 2. Retrieved from
https://jurnal.stikesbaptis.ac.id/index.php/keperawatan/article/view/324/297

Habibie, B. Y. (2021). Terapi Pada Dispepsia. Jurnal Penelitian Perawat


Profesional, 3 No. 3. Retrieved from
http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP

Jaber, N., Oudah, M., Kowatli, A., Jibril, J., Baig, I., Mathew, E., &
Muttappallymyalil, J. (2016). Dietary and Lifestyle Factors Associated with
Dyspepsia among Pre-clinical Medical Students in Ajman, United Arab
Emirates. Central Asian Journal of Global Health, 5 No. 1. Retrieved from
https://doi.org/10.5195/cajgh.2016.192

Mehta, P. P., Shah, R. M., Shinde, V. M., Kamble, R. N., & Mahadik, K. R.
(2014). Article Details Phytochemical and Pharmacological Aspects of
Sandalwood.

Permatasari, E. D. (2019). Pengaruh Aroma Terapi Mawar Terhadap Tingkat


Nyeri Post Operasi Fraktur Ekstremitas Di RS Ortopedi Prof. Dr. R.
Soeharso Surakarta. Unversitas Muhammadiyah Surakarta.

Potter, P. ., & Perry, A. G. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan:


Konsep, Proses, dan Praktik (7 Vo. 3). Jakarta: Salemba Medika.

Ridho, M. (2015). Pengaruh Pemberian Aromaterapi Bunga Mawar Terhadap


Penurunan Tekanan Darah Pada Lanjut Usia Dengan Hipertensi Di Sungai
Bundung Laut Kabupaten Mempawah.

Ruhman, M. (2017). Analisis Praktik Klinik Keperawatan Pada Pasien Dispepsia


Dengan Intervensi Relaksasi Nafas Dalam dan Relaksasi Aromaterapi
Bunga Mawar Terhadap Perubahan Skala Nyeri Di Ruang Unit Gawat
Darurat RSUD Aji Muhammad Parikesit Tenggarong (Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Muhammadiyah Samarinda). Retrieved from
https://dspace.umkt.ac.id/bitstream/handle/463.2017/358/KIAN-.pdf?
sequence=1&isAllowed=y

Smeltzer, & Bare. (2011). Buku Ajar keperawatan medikal bedah Brunner &
Suddarth, Alih Bahasa oleh agung waluyo, dkk. Jakarta: EGC.

Tim Pokja PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta


Selatan: Dewan penguru pusat PPNI.

Ulinnuha, T. N. (2017). Pengaruh Teknik Relaksasi Napas Dalam Terhadap


Penurunan Tingkat Nyeri Pada Lansia Dengan Rheumathoid Arthritis.
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang.

Uysal, M., Dogru, H., Sapmaz, E., Tas, U., Cakmak, B., & Ozyos, A. (2016).
Investigating The Effect Of Rose Essential Oil In Patients With Primary
Dysmnorrhea.Complementary Therapies in Clinical Practice. 24, 45–49.

WHO. (2015). Maternal Mortality. In : Reproduction Health And Research


(World Health Organization, Ed.). Geneva: World Health Organization.

Wibawani, E. A., Faturahman, Y., & Purwanto, A. (2021). Faktor-faktor Yang


Berhubungan Dengan Kejadian Dispepsia Pada Pasien Rawat Jalan Poli
Penyakit Dalam RSUD Koja. Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia, 17 No.
1.

William, O. ., & Martin, G. Z. (2014). Update on approaches to patients with


dyspepsia and functional dyspepsia. Revista Colombiana de
Gastroenterologia, 29 No. 2.

Anda mungkin juga menyukai