Anda di halaman 1dari 25

Makalah Interaksi Obat

Dosen Pengampu: apt. Ayu Dwi Utami, M.Farm

“Analgetik dan Obat NSAID”

Disusun Oleh : Kelompok IV


Laylatul Rahmania 10119005
Rahmad Ramadhani 10119011
Sri Sukria Nova Marnovy 10119014

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HAR-KAUSYAR
2022
Kata Pengantar

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan

YME atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan makalah mengenai “obat Analgesik dan Obat NSAID” ini dengan

lancar. Penulisan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan

oleh dosen matakuliah Interaksi Obat serta agar menambah ilmu pengetahuan

tentang obat Analgesik dan Obat NSAID.

Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang penulis

peroleh dari buku panduan, serta informasi dari media massa yang berhubungan

dengan “Analgesik dan Obat NSAID”.

Penulis harap makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Memang makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan

kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

Pematang Reba, 16 Oktober 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Obat merupakan bahan kimia yang memungkinkan terjadinya interaksi
bila tercampur dengan bahan kimia lain baik yang berupa makanan, minuman
ataupun obat-obatan. Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat
pemakaian obat dengan bahan-bahan lain tersebut termasuk obat tradisional
dan senyawa kimia lain. Interaksi obat yang signifikan dapat terjadi jika
duaatau lebih obat sekaligus dalam satu periode (polifarmasi)
digunakanbersama-sama. Interaksi obat berarti saling pengaruh antar obat
sehingga terjadi perubahan efek. Di dalam tubuh obat mengalami berbagai
macam proses hingga akhirnya obat di keluarkan lagi dari tubuh. Proses-
proses tersebut meliputi, absorpsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasi.
Dalam proses tersebut, bila berbagai macam obat diberikan secara bersamaan
dapat menimbulkan suatu interaksi. Selain itu, obat juga dapat berinteraksi
dengan zat makanan yang dikonsumsi bersamaan dengan obat.

Obat-obat analgesic dan anti-inflamasi nonsteroid (AINS) atau non-steroid


anti-inflammatory drugs (NSAID) merupakan suatu kelompok obat yang
heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda secara kimia. Walaupun
demikian obat-obat ini ternyata memiliki banyak persamaan dalam efek terapi
maupun efek samping. Golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase
sehingga konversi asam arakidonat menjadfi PGG2 terganggu. Setiap obat
menghambat siklooksigenase dengan cara yang berbeda.

1.2 Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan analgesic dan anti inflamasi non
steroid
2. Mengetahui kegunaan obat dari analgesic dan anti inflamasi non steroid
3. Mengetahui mekanisme dari kerja obat-obat tersebut
4. Mengetahui macam-macam obat dari analgesik dan anti inflamasi non
steroid
BAB II
Pembahasan
2.1 Analgesik
2.1.1 Pengertian Analgesik
Analgetik atau analgesik, merupakan obat untuk mengurangi atau
menghilangkan rasa sakit atau obat-obat penghilang nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran dan akhirnya akan memberikan rasa nyaman
pada orang yang menderita.
Rasa nyeri hanya merupakan suatu gejala, fungsinya memberi
tanda tentang adanya gangguan-gangguan di tubuh seperti peradangan,
infeksi kuman atau kejang otot. Rasa nyeri disebabkan rangsang mekanis
atau kimiawi, kalor atau listrik, yang dapat menimbulkan kerusakan
jaringan dan melepaskan zat yan disebut mediator nyeri (pengantara). Zat
ini merangsang reseptor nyeri yang letaknya pada ujung syaraf bebas di
kulit, selaput lendir dan jaringan lain. Dari tempat ini rangang dialaihkan
melalui syaraf sensoris ke susunan syaraf pusat (SSP), melalui sumsum
tulang belakang ke talamus (optikus) kemudian ke pusat nyeri dalam otak
besar, dimana rangsang terasa sebagai nyeri.
Cara Pemberantasan Rasa Nyeri:
1. Menghalangi pembentukan rangsang dalam reseptor nyeri perifer oleh
analgetik perifer atau oleh anestetik lokal.
2. Menghalangi penyaluran rangsang nyeri dalam syaraf sensoris,
misalnya dengan anestetik local.
3. Menghalangi pusat nyeri dalam SSP dengan analgesik sentral
(narkotik) atau dengan anestetik umum.
Umumnya cara kerja analgetik adalah dengan menghambat sintesa
neurotransmitter tertentu yang dapat menimbulkan rasa nyeri. Dengan
blokade sintesa neurotransmitter tersebut, maka otak tidak lagi
mendapatkan "sinyal" nyeri, sehingga rasa nyerinya berangsur-angsur
menghilang.
2.1.2 Penggolongan Analgesik
Analgesik dibagi menjadi dua, yaitu analgesik narkotik dan analgesik non
narkotik.
1. Analgesik Narkotik
Khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti
fraktur dan kanker. Nyeri pada kanker umumnya diobati menurut suatu
skema bertingkat empat, yaitu : obat perifer (non Opioid) peroral atau
rectal; parasetamol, asetosal, obat perifer bersama kodein atau
tramadol, obat sentral (Opioid) peroral atau rectal, obat Opioid
parenteral. Guna memperkuat analgetik dapat dikombinasikan dengan
co-analgetikum, seperti psikofarmaka (amitriptilin, levopromazin atau
prednisone).
Zat-zat ini memiliki daya menghalangi nyeri yang kuat sekali
dengan tingkat kerja yang terletak di Sistem Saraf Pusat. Umumnya
mengurangi kesadaran (sifat meredakan dan menidurkan) dan
menimbulkan perasaan nyaman (euforia). Dapat mengakibatkan
toleransi dan kebiasaan (habituasi) serta ketergantungan psikis dan
fisik (ketagihan adiksi) dengan gejala-gejala abstinensia bila
pengobatan dihentikan. Semua analgetik narkotik dapat mengurangi
nyeri yang hebat, teteapi potensi. Onzer, dan efek samping yang paling
sering adalah mual, muntah, konstipasi, dan mengantuk. Dosis yang
besar dapat menyebabkan hipotansi serta depresi pernafasan.
Morfin dan petidin merupakan analgetik narkotik yang paling
banyak dipakai untuk nyeri walaupun menimbulkan mual dan muntah.
Obat ini di Indonesia tersedia dalam bentuk injeksi dan masih
merupakan standar yang digunakan sebagai pembanding bagi analgetik
narkotika lainnya. Selain menghilangkan nyeri, morfin dapat
menimbulkan euphoria dan ganguan mental.
Berikut adalah contoh analgetik narkotik yang sampai sekarang masih
digunakan di Indonesia :
 Morfin HCL,
 Kodein (tunggal atau kombinasi dengan parasetamol),
 Fentanil HCL,
 Petinidin, dan
 Tramadol.

2. Analgesik Non – Narkotik


Terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja
sentral. Obat- obat ini dinamakan juga analgetika perifer, karena tidak
mempengaruhi Sistem Saraf Pusat, tidak menurunkan kesadaran atau
mengakibatkan ketagihan. Semua analgetika perifer juga memiliki
kerja antipiretik, yaitu menurunkan suhu badan pada keadaan demam,
maka disebut juga analgetik antipiretik. Khasiatnya berdasarkan
rangsangannya terhadap pusat pengatur kalor di hipotalamus, yang
mengakibatkan vasodilatasi perifer (di kulit) dengan bertambahnya
pengeluaran kalor dan disertai keluarnya banyak keringat.
Efek analgetik timbul karena mempengaruhi baik hipotalamus atau
di tempat cedera. Respon terhadap cedera umumnya berupa inflamasi,
udem, serta pelepasan zat aktif seperti brandikinin, PG, dan histamine.
PG dan brankinin menstimulasi ujung staraf perifer dengan membawa
implus nyeri ke SSP. AINS dapat menghambat sintesis PG dan
brankinin sehingga menghambat terjadinya perangsangan reseptor
nyeri. Obat-obat yang banyak digunakan sebagai analgetik dan
antipiretik adalah golongan salisilat dan asetaminofen (parasetamol).
Aspirin adalah penghambat sintesis PG paling efektif dari golongan
salisilat.
Salisilat merupakan protipe AINS yang sampai sekarang masih
digunakan. Termasuk salisilat adalah Na-salisilat, aspirin (asam asetil
salisilat), salisid, dan meril salisilat bersifat toksik jika tertelan oleh
Karen itu, hanya dipakai topical untuk menghangatkan kulit dan
antigatal ( antpruritus). Golongan salisilat dapat mengiritasi lapisan
mukosa lambung. Organ yang peka pada efek ini akan mengalami
mual setelah minum aspirin. Dalam lambung . PG berperan serta dalam
mekanisme perlindungan mukosa dari asam lambung atau gantrin. PG
berfungsi meningkatkan daya tahan membrane mukosa lambung.
Aspirin selain berefek analgetik, antipiretik, dan antiinflamasi, daalam
dosis kecil juga berfungsi sebagai antitrombosis (antiplatelet). Pada
dosis kecil, aspirin dapat menghambat agreasi trombosit (antikoagulan)
mencegah terbentuknya thrombus pada penderita infark jantung
sehingga ddapat mengurangi timbulnya stroke.

2.1.3 Penggunaan Analgetik dalam Kehamilan :


Penggunaan obat Analgetik-Antipiretik pada saat mengandung bagi
ibu hamil harus diperhatikan. Ibu hamil yang mengkonsumsi obat secara
sembarangan dapat menyebabkan cacat pada janin. Sebagian obat yang
diminum oleh ibu hamil dapat menembus plasenta sampai masuk ke dalam
sirkulasi janin, sehingga kadarnya dalam sirkulasi bayi hampir sama
dengan kadar dalam darah ibu yang dalam beberapa situasi akan
membahayakan bayi.
Pengaruh buruk obat terhadap janin, secara umum dapat bersifat
toksik, teratogenik, maupun letal tergantung pada sifat obat dan umur
kehamilan pada saat minum obat. Pengaruh toksik adalah jika obat yang
diminum selama masa kehamilan menyebabkan terjadinya gangguan
fisiologik atau bio-kimiawi dari janin yang dikandung, dan biasanya
gejalanya baru muncul beberapa saat setelah kelahiran. Pengaruh obat
bersifat teratogenik, jika menyebabkan terjadinya malformasi anatomic
(kelainan/kekurangan organ tubuh) pada pertumbuhan organ janin.
Pengaruh teratogenik ini biasanya terjadi pada dosis subletal. Sedangkan
pengaruh obat yang bersifat letal adalah yang mengakibatkan kematian
janin dalam kandungan.Secara umum pengaruh obat pada janin dapat
beragam sesuai dengan fase-fase berikut:
a. Fase Implantasi yaitu pada umur kehamilan kurang dari 3 minggu.Pada
fase ini obat dapat memberi pengaruh buruk atau mungkin tidak sama
sekali.Jika terjadi pengaruh buruk biasanya menyebabkan kematian
embrio atau berakhirnya kehamilan (abortus).
b. Fase Embrional atau Organogenesis,yaitu pada umur kehamilan antara
4-8 minggu.Pada fase ini terjadi diferensiasi pertumbuhan untuk
pembentukan organ-organ tubuh, sehingga merupakan fase yang paling
peka untuk terjadinya malformasi anatomik (pengaruh teratogenik).
Selama embriogenesis kerusakan bergantung pada saat kerusakan
terjadi, karena selama waktu itu organ-organ dibentuk dan blastula
mengalami deferensiasi pada waktu yang berbeda-beda. Jika blastula
yang dipengaruhi masih belum berdeferensiasi dan kerusakan tidak
letal maka terdapat kemungkinan untuk restitutio ad integrum.
Sebaliknya jika bahan yang merugikan mencapai blastula yang sedang
dalam fase deferensiasi maka terjadi cacat (pembentukan salah)

Berbagai pengaruh buruk yang terjadi pada fase ini antara lain:
1. Gangguan fungsional atau metabolic yang permanen yang biasanya baru
muncul kemudian jadi tidak timbul secara langsung pada saat kehamilan
2. Pengaruh letal berupa kematian janin atau terjadinya abortus
3. Pengaruh sub-letal,tidak terjadi kematian janin tetapi terjadi malformasi
anatomik (struktur) pertumbuhan organ atau pengaruh teratogenik. Kata
teratogenik sendiri berasal dari bahasa yunani yang berarti monster.
4. Fase Fetal yaitu pada trimester kedua dan ketiga kehamilan.Dalam fase
ini terjadi maturasi dan pertumbuhan lebih lanjut dari janin.Pengaruh
buruk senyawa asing bagi janin dalam fase ini dapat berupa gangguan
pertumbuhan baik terhadap fungsi-fungsi fisiologik atau biokimiawi
organ-organ.

Keluhan nyeri selama masa kehamilan umum di jumpai. Hal ini


berkaitan dengan masalah fisiologis dari si ibu karena adanya karena
adanya tarikan otot-otot dan sendi karena kehamilan maupun sebab-sebab
yang lain. Untuk nyeri yang tidak berkaitan dengan proses radang,
pemberian obat pengurang nyeri biasanya dilakukan dalam jangka waktu
relatife pendek.Untuk nyeri yang berkaitan dengan proses radang,umunya
diperlukan pengobatan dalam waktu tertentu. Penilaian yang seksama
terhadap pereda nyeri perlu dilakukan agar dapat ditentukan pilihan jenis
obat yang paling tepat.
Pemakaian obat NSAID(Non steroid anti infamantory Drug )
sebaiknya dihindari pada wanita hamil. Obat-obat tersebut menghambat
sintesis prostaglandin dan ketika diberikan pada wanita hamil dapat
menyebabkan penutupan ductus arteriousus, gangguan pembentukan ginjal
janin, menghambat agregasi trombosit dan tertundanya persalinan dan
kelahiran. Pengobatan NSAID selama trimester akhir kehamilan diberikan
sesuai dengan indikasi. Selama beberapa hari sebelum hari perkiraan lahir,
obat-obat ini sebaiknya dihindari. Yang termasuk golongan ini adalah
diklofenac, diffunisal, ibuprofen, indomethasin, ketoprofen, ketorolac,
asam mefenamat, nabumeton, naproxen, phenylbutazon, piroksikam,
sodium salisilat, sulindac, tenoksikam, asam tioprofenic mempunyai
mekanisme lazim untuk menghambat sintesa prostaglandin yang terlibat
dalam induksi proses melahirkan, NSAID dapat memperpanjang masa
kehamilan.

2.2 Anti inflamasi Nonsteroid


2.2.1 Pengertian anti inflamasi
Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka
jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau
zat-zat mikrobiologik. Inflamasi adalah usaha tubuh untuk mengaktifasi
atau merusak organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan, dan
mengatur derajat perbaikan jaringan. Jika penyembuhan lengkap, proses
peradangan biasanya reda. Namun kadang-kadang inflamasi tidak bisa
dicetuskan oleh suatu zatyang tidak berbahayaseperti tepung sari, atau oleh
suatu respon imun, seperti asma atau artritisrematid.
Obat anti inflamasi non steroid (AINS) merupakan obat yang paling
banyak diresepkan dan juga digunakan tanpa resep dari dokter. Obat-obat
golongan ini merupakan suatu obat yang heterogen secara kimia.
Klasifikasi kimiawi AINS, tidak banyak manfaat kliniknya karena ada
AINS dari subgolongan yang sama memiliki sifat yang berbeda,
sebaliknya ada obat AINS yang berbeda subgolongan tetapi memiliki sifat
yang serupa. Ternyata sebagian besar efek terapi dan efek sampingnya
berdasarkan atas penghambatan biosintesis prostaglandin (PG).
Bebrapa AINS umumnya bersifat anti-inflamasi, analgesika dan
antipiretik. Efek antipiretiknya bari terlihat pada dosis yang lebih besar
dari pada efek analgesiknya, dan AINS relatif lebih toksis dari pada
antipiretika klasik, maka obat-obat ini hanya digunakan untuk terapi
penyakit inflamasi sendi seperti artritis reumatoid, osteo-artritis,
spondilitis ankliosa dan penyakit pirai. Respon individual terhadap AINS
bisa sangat bervariasi walaupun obatnya tergolong dalam kelas atau
derivat kimiawi yang sama. Sehingga kegagalan dengan satu obat bisa
dicoba dengan obat sejenis dari derivat kimiawi yang sama. Semua AINS
merupakan iritan mukosa lambung walaupun ada perbedaan gradasi antar
obat-obat ini.

2.2.2 Mekanisme Kerja


Mekanisme kerja anti-inflamsi non steroid (AINS) berhubungan
dengan sistem biosintesis prostaglandin yaitu dengan menghambat enzim
siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat menjadi PGG2
menjadi terganggu. Enzim siklooksigenase terdapat dalam 2 isoform yang
disebut COXS-1 dan COXS-2. Kedua isoform tersebut dikode oleh gen
yang berbeda. Secara garis besar COXS-1 esensial dalam pemelihraan
berbagai fungsi dalam keadaan normal di berbagai jaringan khususnya
ginjal, saluran cerna, dan trombosit.
Di mukosa lambung aktivitas COXS-1 menghasilakan prostasiklin
yang bersifat protektif. Siklooksigenase 2 diinduksi berbagi stimulus
inflamatoar, termasuk sitokin, endotoksindan growth factors.
Teromboksan A2 yang di sintesis trombosit oleh COXS-1 menyebabkan
agregasi trombosit vasokontriksi dan proliferasi otot polos. Sebaliknya
prostasiklin PGL2 yang disintesis oleh COXS-2 di endotel malro vasikuler
melawan efek tersebut dan menyebabkan penghambatan agregasi
trombosit.

2.3 Obat Analgesik dan AINS


Berikut contoh obat-obat analgesik yang beredar di Indonesia saat ini :
1. Aspirin
Deskripsi: Aspirin menghambat pengaruh dan biosintesa dari pada zat-
zat yang menimbulkan rasa nyeri dan demam (prostaglandin). Daya
kerja antipiretik dan analgetik dari pada Aspirin diperkuat oleh pengaruh
langsung terhadap susunan saraf pusat.
Farmakokinetika Aspirin
Asam salisilat adalah asam organic sederhana dengan pKa 3,0.
Aspirin mempunyai pKa 3,5. Sodium salisilat dan aspirin adalah obat
antiinflamasi yang sama efektifnya , walaupun aspirin mungkin lebih
efektif sebagai analgesik. Salicylate dengan cepat diserap oleh lambung
dan usus kecil bagian atas, menghasilkan kadar puncak plasma salysilate
dalam 1-2 j1m. Aspirin diserap dalam cara yang sama dan dihidrolisis
cepat menjadi acetic acid dan salicylate oleh esterase-esterase dalam
jaringan dan darah.
Indikasi : untuk meringankan rasa sakit, terutama sakit keala dan pusing,
sakit gigi dan nyeri otot serta menurunkan demam.
Kontra indikasi : Penderita tukak lambung dan peka terhadap derivat
asam salisilat, penderita asma, dan alergi. Penderita yang pernahatau
sering mengalami pendarahan bawah kulit, penderita yang sedang terapi
dengan antikoagulan, penderita hemofolia dan trombositopenia
Farmakodinamika
a. Efek-efek anti inflamasi. Aspirin adalah penghambat non-selektif
kedua isoform COX , tetapi salicylate jauh lebih kurang efektif
dalam menghambat kedua isoform. Salicylate yang tidak di asetilasi
mungkin bekerja sebagai pemangsa (scavenger) radikal oksigen.
Dari catatan diketahui bahwa berbeda dari kebanyakan AINS
lainnya, aspirin menghambat COX secara irreversible, dan bahkan
dosis rendah bisa efektif dalam keadaan tertentu, misalnya
penghambatan agregasi platelet.
b. Efek-efek analgesik. Aspirin paling efektif untuk mengurangi nyeri
dengan intensitas ringan sampai sedang. Ia bekerja secara perifer
melalui efeknya terhadap inflamasi, tetapi mungkin juga
menghambat rangsangan nyeri pada daerah subkortikal.
c. Efek-efek antipiretik. Aspirin menurunkan suhu yang meningkat,
sedangkan suhu badan normal hanya terpengaruh sedidkit. Efek
antipiretik aspirin mungkin diperantarai oleh hambatan kedua COX
dalam sistem saraf pusat dan hambatan IL-1 (yang dirilis dari
makrofag selama episode inflamasi). Turunnya suhu, dikaitkan
dengan meningkatnya panas yang hilang karena vasodilatasi dari
pembuluh darah permukaan (superfisial) dan disertai keluarnya
keringat yang banyak.

Dosis
Dosis analgesik atau antipiretik yang optimal dari aspirin yang
secara umum dipergunakan adalah kurang dari 0,6 gram dosisi oral.
Dosis yang lebih besar mungkin memprpanjang efek. Dosisi biasa
tersebut bisa di ulang setiap 4 jam dan dosisi yang lebih kecil (0,3 g)
setiap 3 jam sekali. Dosisi untuk anak-anak adalah 50-75 mg/kg/hari
dalam dosisi yang terbagi.
Dosis antiinflamasi rata-rata dapat sampai 4 gram per hari. Untuk
anak-anak 50-75 mg/kg/hari. Kadar dalam darah 15-30 mg/dl. Waktu
paro 12 jam. Biasanya dosi terbagi 3 kali/hari, sesudah makan
2. Neuralgin
Indikasi:
Meringankan rasa nyeri pada sakit kepala, sakit kepala pada migrain,
nyeri otot, sakit gigi dan nyeri haid.
Kontra Indikasi:
Hipersensitif terhadap paracetamol atau ibuprofen dan anti-inflamasi
non steroid (AINS) lainnya serta caffeine.penderita dengan ulkus
peptikum (tukak lambung dan usus 12jari) yang berat dan aktif.
Penderita dimana bila menggunakan acetosal atau obat-obat anti-
inflamasi non-steroid lainnya akan timbul gejala asma, rinitis(selesma)
atau urtikana. Wanita pada kehamilan tiga bulan terakhir.
Cara Kerja Obat:
Paracetamol merupakan analgesik-antipiretik dan ibuprofen merupakan
obat analgetik, antipiretik dan anti-inflamasi non-steroid (AINS) yang
memiliki efek analgetik (menghilangkan rasa nyeri), antipiretik
(menurunkan demam), dan anti-inflamasi (mengurangi proses
peradangan).
Efek Samping:
Yang paling sering adalah gangguan saluran cerna seperti mual, muntah,
nyeri ulu hati, kemerahan pada kulit, trobositopenia, limfopenia, dll.
Dapat terjadi reaksi hipersensitivitas, terutama pada penderita dengan
riwayat asma, atau reaksi alergi lain terhadap golongan anti-inflamasi
nonsteroid (AINS). Penggunaan jangka lama dan dosis besar dapat
menimbulkan krusakan fungsi hati. Penggunaan pada penderita yang
mengkonsumsi alkohol dapat meningkatkan risiko kerusakan fungsi
hati. Penurunan ketajaman penglihatan dan kesulitan membedakan
warna dapat terjadi, tetapi sangat jarang dan akan sembuh bila
penggunaan dihentikan.

3. Ibuprofen
Ibuprofen merupakan derivat asam propionat yang diperkenalkan
banyak negara. Obat ini bersifat analgesik dengan daya antiinflamasi
yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama dengan aspirin.
Ibuprofen tidak dianjurkan diminum oleh wanita hamil dan menyusui.
Indikasi: analgesic dan anti inflamasai rheumatoid
Kontra indikasi : asma, tukak lambung, wanita hamil, hiersensivitas.
Efek : mual, muntah, diare, kostipasi, nyeri dan rasa panas di
epigastrum
Dosis :
Oral: Dewasa : 1200 – 1800 mg/ hr Dibagi 3 – 4 (maks 2.400
mg/hr
Anak > 30 Kg BB : 20 mg/ kg BB/ hr
Anak < 30 kg BB : maks 500 mg/ hr
PO : Berikan segera sesudah makan

4. Asam mefenamat
Asam mefenamat digunakan sebagai analgesik. Asam mefenamat
sangat kuat terikat pada protein plasma, sehingga interaksi dengan obat
antikoagulan harus diperhatikan. Efek samping terhadap saluran cerna
sering timbul misalnya dispepsia dan gejala iritasi lain terhadap
mukosa lambung.
Indikasi : Sakit kepala, sakit gigi, nyeri otot tulang , nyeri karena luka,
nyeri setelah operasi, nyeri setelah melahirkan, dismenore, nyeri
reumatik, nyeri tulang belakang, demam.
kontra indikasi : Ulserasi sampai inflamasi saluran cerna, peny. ginjal
atau hati, hipersensitif, tukak lambung.
Efek samping : Mual, muntah, diare, iritasi lambung, pusing-using dan
gangguan penglihatan.

5. Tramadol
Tramadol adalah senyawa sintetik yang berefek seperti morfin.
Tramadol digunakan untuk sakit nyeri menengah hingga parah.
Sediaan tramadol pelepasan lambat digunakan untuk menangani nyeri
menengah hingga parah yang memerlukan waktu yang lama.
Minumlah tramadol sesuai dosis yang diberikan, jangan minum
dengan dosis lebih besar atau lebih lama dari yang diresepkan dokter.
Jangan minum tramadol lebih dari 300 mg sehari.
Indikasi : Pengobatan nyeri akut dan kronik yang berat, nyeri pasca op.
Ketergantungan obat dan opium, sensitif terhadap tramadol atau opiat,
mendapat terapi MAOI, intoksikasi akut dengan alkohol, hipnotik,
analgesik, atau obat yang mempengaruhi system syaraf pusat dan yang
lainya.
Kontra indikasi : tidak dianjurkan pada wanita hami dan menyusui.
Efek samping : pusing, sedasi, lelah, sakit kepala pruritus, berkeringat,
kulit kemerahan, mulut kering, mual, muntah, dyspepsia, obstipas
Dosis : Dewasa & anak > 16 thn 50 mg dosis tunggal, dapat
ditingkatkan 50 mg ssdh selang waktu 4-6 jam. Maks : 400 mg /hr.
Diberikan bersama atau tanpa makanan.
6. Benorylate
Benorylate adalah kombinasi dari parasetamol dan ester aspirin.
Obat ini digunakan sebagai obat antiinflamasi dan antipiretik. Untuk
pengobatan demam pada anak obat ini bekerja lebih baik dibanding
dengan parasetamol dan aspirin dalam penggunaan yang terpisah.
Karena obat ini derivat dari aspirin maka obat ini tidak boleh
digunakan untuk anak yang mengidap Sindrom Reye.

7. Fentanyl
Fentanyl termasuk obat golongan analgesik narkotika. Analgesik
narkotika digunakan sebagai penghilang nyeri. Dalam bentuk sediaan
injeksi IM (intramuskular) Fentanyl digunakan untuk menghilangkan
sakit yang disebabkan kanker. Menghilangkan periode sakit pada
kanker adalah dengan menghilangkan rasa sakit secara menyeluruh
dengan obat untuk mengontrol rasa sakit yang persisten/menetap. Obat
Fentanyl digunakan hanya untuk pasien yang siap menggunakan
analgesik narkotika. Fentanyl bekerja di dalam sistem syaraf pusat
untuk menghilangkan rasa sakit. Beberapa efek samping juga
disebabkan oleh aksinya di dalam sistem syaraf pusat. Pada pemakaian
yang lama dapat menyebabkan ketergantungan tetapi tidak sering
terjadi bila pemakaiannya sesuai dengan aturan.
Ketergantungan biasa terjadi jika pengobatan dihentikan secara
mendadak. Sehingga untuk mencegah efek samping tersebut perlu
dilakukan penurunan dosis secara bertahap dengan periode tertentu
sebelum pengobatan dihentikan.

8. Naproxen
Naproxen termasuk dalam golongan antiinflamasi nonsteroid.
Naproxen bekerja dengan cara menurunkan hormon yang
menyebabkan pembengkakan dan rasa nyeri di tubuh.

2.4 Interkasi Obat


Daftar Interaksi Obat
No Nama Obat A Nama Obat B Interaksi Obat Efek Ket
1 Aspirin Antasida Antasida Menetralisir asam Aditif
meningkatkan ph lambung dengan
urine sehingga meningkatkan ph
klirens salisilat
meningkat dan
dosis salisilat
dalam darah
menurun
Acetazolamide Aspirin Memblok enzim Aditif
menggeser ikatan karbonik
acetazolamid anhidrase
dengan protein
plasma akumulasi
acetazolamid
dalam darah
toksisitas
acetazolamid

2 Ibuprofen fluconazole Fluconazole Menghambat


menginhibisi enzim
metabolisme cytochrome P450
ibuprofen melalui sehingga
CYP2Y9 kadar merintangi sintesa
ibuprofen ergosterol
meningkat
gentamisin Ibuprofen Antibiotik
menurunkan laju golongan
filtrasi glomerulus aminoglikosida
a akumulasi yang bersifat
gentamisin a bakteriostatik
toksisitas dengan berikatan
secara irreversible
pada sub unit 30s
dari ribosom

3 diklofenak kolestiramin meningkatkan Menurunkan


klirens plasma kadar kolesterol
diklofenak plasma dengan
absorpsi mengikat asam
diklofenak empedu dalam
menurun saluran cerna
efektifitas
diklofenak
menurun
4 sukralfat Terjadi penurunan Melindungi
absorpsi permukaan sel
diklofenak dari asam
efektifitas lambung pepsin
diklofenak dan empedu
menurun
5 Alfentanil Erythromycin erythromycin, Alfentanil dapat Sinergis
(Alfenta) fluconazole, segera di
troleandomycin eliminasi dari
6 Troleandomyci
menghambat dalam tubuh
n
cytochrome
7 Fluconazole P450isoenzyme
CYP3A 3/4 di
hati yang
berfungsi
memetabolisme
alfentanil.
8 H2-blockers Cimetidine tapi Kadar alfentanil Aditif
bukan ranitidine meningkat
meningkatkan
kadar alfentanil
dalam darah.
9 Aspirin or Caffeine Caffeine Kadar aspirin Aditif
Salicylates meningkatkan meningkat
absorbs aspirin
dalam darah
10 Tamarindus Tamarindus Kadar aspirin Aditif
indica fruit indica fruit meningkat
extract extract
meningkatkan
absorbs aspirin
sehingga kadar
didalam darah
meningkat
11 Dextromorami Troleandomyci Meningkatnya Efek Aditif
de n efek farmakologis
dextromoramide meningkat
dan koma pada
laki-laki dapat
diatasi dengan
troleandomycin.
12 Fentanyl Baclofen Efek fentanyl efek farmakologis Aditif
meningkat dengan meningkat
adanya baclofen
13 Cimetidine Efek fentanyl efek farmakologis Aditif
meningkat dengan meningkat
adanya cimetidine
14 Lornoxicam H2-blockers Cimetidine, tapi Kadar meningkat Aditif
bukan ranitidine,
dalam kadar yang
kecil dapat
meningkatkan
kadar lornoxicam
15 glibenclamide Lornoxicam Efek farmakologi Aditif
meningkatkan meningkat
efek glibenklamid
16 Cimetidine Kadar cimetidine Kadar cimetidine Aditif
meningkat meningkat
17 Methadone Ciprofloxacin Lonorxicam Kadar Aditif
menghambat ciprofloxacin
metabolism meningkat
ciprofloxacin
18 Fluconazole Fluconazole Kadar methadone Aditif
meningkatkan meningkat
level methadone.
19 Selective Methadone Efek Aditif
serotonin re- meningkatkan farmakologis
uptake efek samping dari fluvoxamine
inhibitors fluvoxamine meningkat
(SSRIs)
20 Morphine Dexamfetamin Dua kombinasi Efek Sinergis
e obat dapat farmakologis
(Dextroamphet meningkatkan meningkat
amine) or efek analgesic
Methylphenidat dan menurunkan
e efek samping
21 Fluoxetine Fluoxetine dapat Efek Sinergis
meningkatkan farmakologis
efek analgesic meningkat
dan menurunkan
efek samping dari
morfin
22 Food Makanan dapat Efek Aditif
meningkatkan farmakologis
efek morfin yang meningkat
digunakan oral
dalam darah
23 Metoclopramid Metoclopramide Efek Aditif
e meningkatkan farmakologis
tingkat absorbs meningkat
morfin-oral dan
kadar didalam
darah
24 Secobarbital meningkatkan Efek Aditif
(Quinalbarbito efek depresan farmakologis
ne) respiratory meningkat
25 Tricyclic Bioavaibilitas Kadar analgetik Aditif
antidepressants analgetik meningkat
meningkat
26 Metadon Karbamazepin Metadon Efek metadon
(dolophine) (tegretol) digunakan untuk dapat berkurang
membantu
pecandu
melapaskan diri
dari
ketergantunganny
a pada heroin dan
narkotika. Obat
ini apabila
dikombinasi
membuat
kecanduan
mungkin tidak
terkendali dengan
baik.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Obat yang ada saat ini masih jauh dari ideal. Tidak ada obat yang
memenuhi semua kriteria obat ideal, tidak ada obat yang aman, semua obat
menimbulkan efek samping, respon terhadap obat sulit diprediksi dan
mungkin berubah sesuai dengan hasil interaksi obat, dan banyak obat yang
mahal, tidak stabil, dan sulit diberikan. Karena banyak obat tidak ideal, semua
anggota tim kesehatan harus berlatih “care” untuk meningkatkan efek
terapeutik dan meminimalkan kemungkinan bahaya yang ditimbulkan obat.
Sebagai salah satu dari tim kesehatan, seyogyanya harus paham betul akan
pemanfaatan obat yang bertujuan memberikan manfaat maksimal dengan
tujuan minimal. Dan berikut ini adalah hal yang harus diperhatikan dalam
pengobatan :
a. Mengkaji kondisi pasien
b. Mengobservasi kerja obat dan efek samping obat.
c. Memberikan pengetahuan tentang indikasi obat dan cara penggunaannya.

3.2 Saran
Adapun saran yang dapat kami berikan yaitu :
a. Untuk obat analgesic dianjurkan jangan terlalu mengkonsumsi obat ini
secara berlebihan dikarenakan dapat menyebabkan ketergantungan bagi
pemakainya.
b. Dan untuk obat anti inflamasi pengguna juga di harapkan tidak terlalu
berlebihan atau ketergantungan karena mekanisme kerja obat ini dapat
menyebabkan terjadinya perubahan kerja enzim.
Daftar Pustaka

Berman, Audrey., dkk. 2009. Buku Ajar Praktis Keperawatan Klinis. Jakarta :
EGC.
dr. Theodorus. Penuntun Praktis Peresepan Obat. Jakarta : EGC.
Ganiswara, Silistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi (Basic Therapy
Pharmacology). Jakarta : Alih Bahasa: Bagian Farmakologi F K U I.
Katzung. G. Bertram 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik EdisiVIII Bagian ke II.
Jakarta : Salemba Medika.
Schmitz, Gery, dkk. 2008. Farmakologi dan Toksikologi. Jakarta : EGC. Staf
Pengajar Departemen Farmakologi Fak. Kedokteran UNSRI. 2008. Kumpulan
Kuliah Farmakologi. Jakarta : EGC.
Richard Harkness. 1989. Interaksi Obat. Buku. Bandung

Anda mungkin juga menyukai