Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI

PERCOBAAN IV
ANALGESIK

Disusun oleh :
KELOMPOK J / 6

1. Lolita Sistia Anggraeni (1041311088)


2. Meris Alfa Ninggar (1041311097)
3. Nisrina Mawaddah (1041311110)
4. Nuky Meicintya Indriani (1041311112)
5. Dri Saputri Ana (1041311173)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI “YAYASAN PHARMASI”
SEMARANG
2015
ANALGESIK

I. TUJUAN
Setelah menyelesaikan praktikum ini mahasiswa :
1. Mengenal berbagai cara untuk mengevaluasi secara eksperimental efek analgesik
suatu obat .
2. Memahami dasar-dasar perbedaan dalam daya analgesik berbagai analgetika.
3. Mampu memberikan pandangan yang kritis mengenai kesesuaian khasiat yang
dianjurkan untuk sediaan-sedian farmasi analgetika.

II. DASAR TEORI


Analgetik atau obat penghalang nyeri adalah zat – zat yang mengurangi atau menghalau
rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.
Nyeri merupakan perasan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan
kerusakan jaringan. Keadaan psikis sangat mempengaruhi nyeri, misalnya emosi dapat
menimbulkan sakit (kepala) atau memperhebatnya, tetapi dapat pula menghindarkan sensasi
rangsangan nyeri. Nyeri merupakan suatu perasaan subjektif pribadi dan ambang toleransi
nyeri berbeda-beda bagi setiap orang.
Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang berfungsi sebagai
isyarat bahaya tentang adanya gangguan di jaringan, seperti peradangan, infeksi jasad renik
atau kejang otot. Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi atau fisis ( kalor,
listrik) dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut memicu pelepasan
zat – zat tertentu yang disebut mediator nyeri, antara lain histamin, bradikin, leukotrien dan
prostaglandin.
Semua mediator nyeri tersebut merangsang reseptor nyeri di ujung – ujung saraf bebas
di kulit, mukosa serta jaringan lain dan demikian menimbulkan antara lain reaksi radang dan
kejang – kejang. Nociceptor ini juga terdapat di seluruh jaringan dan oragan tubuh, terkecuali
di SSP. Dari tempat ini rangsangan disalurkan ke otak melalui jaringan lebat di tajuk – tajuk
neuron dengan sangat banyak sinaps via sumsum belakang, sumsum lanjutan, dan otak
tengah. Dari thalamus imuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, di mana
impuls dirasakan sebagai nyeri.
Mediator nyeri penting adalah amin histamin yang bertanggung jawab untuk
kebanyakan reaksi alergi dan nyeri. Bradykinin adalah polipeptida yang dibentuk dari
protein plasma. Prostaglandin mirip strukturnya dengan asam lemak dan terbentuk dari asam
arachidonat. Menurut perkiraan zat – zat ini meningkatkan kepekaan ujung sraf sensoris bagi
rangsangan nyeri yang diakibatkan oleh mediator lainnya. Zat – zat ini berkhasiat vasodilatasi
kuat dan meningkatkan permeabilitas kapiler yang mengakibatkan radang dan udema.
Berhubung kerjanya serta inaktivasinya cepat dan bersifat lokal, maka juga dinamakan
hormon lokal.
Ambang Nyeri didefinisikan sebagai tingkat pada mana nyeri dirasakan untuk pertama
kalinya. Dengan kata lain, intensitas rangsangan yang terendah saat seseorang merasakan
nyeri. Untuk setiap orang ambang nyerinya adalah konstan.
Penanganan Rasa Nyeri
Berdasarkan proses terjadinya, rasa nyeri dapat dilawan dengan beberapa cara, yakni
dengan :
a. Analgetik perifer, yang merintangi terbentuknya ransangan pada reseptor nyeri
perifer.
b. Anestetika lokal, yang meringtangi penyaluran rasangan di saraf – saraf sensoris.
c. Analgetika sentral (narkotika), yang memblokir pusat nyeri di SSP dengan anestesi
umum
d. Antidepresiva trisiklis, yang digunakan pada nyeri kanker dan saraf, mekanisme
kerjanya belum diketahui, misal amitrptilin.
e. Antiepileptika, yang meningkatkan jumlah neurotransmitter di ruang sinaps pada
nyeri, misal pregabalin. Juga si karbamazepin, okskarbazepin, fenitoin, valproat, dll.
(Tjay, 2007)

Analgetik non narkotik berasal dari golongan antiinflamasi non steroid (AINS) yang
menghilangkan nyeri ringan sampai sedang. Disebut AINS karena selain sebagai analgetik,
sebagian anggotanya mempunyai efek antiinflamasi dan penurunan panas, dan secara
kimiawi bukan steroid. Oleh karena itu, AINS sering disebut (analgetik, antipiretik dan
antiinflamasi) atau 3A.

Minimal ada 4 perbedaan antara AINS dengan analgetik narkotik, yakni :

1. Struktur kimianya tidak mirip dengan morfin, bahkan masing – masing golongan
AINS juga tidak mirip.
2. Tidak efektif unutk nyeri hebat, nyeri viseral, dan nyeri terpotong.
3. Bekerja secara sentral (SSP) dan atau perifer.
4. Tidak menimbulkan toleransi dan addiksi (ketergantungan)
(Priyanto, 2008)

Berdasarkan kerja farmakologisnya, analgetika dibagi dalam dua kelompok besar


yaitu:

1. Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat
narkotik dan tidak bekerja sentral.
2. Analgetika narkotik, khusus digunakan untuk mengahalau rasa nyeri hebat, seperti
pada fractura dan kanker.

(Anonim, 2005)

Obat Analgesik Non-Nakotik dalam Ilmu Farmakologi juga sering dikenal dengan
istilah Analgetik/Analgetika/Analgesik Perifer. Penggunaan Obat Analgetik Non-Narkotik
atau Obat Analgesik Perifer ini cenderung mampu menghilangkan atau meringankan rasa
sakit tanpa berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat atau bahkan hingga efek
menurunkan tingkat kesadaran. Obat Analgetik Non-Narkotik / Obat Analgesik Perifer ini
juga tidak mengakibatkan efek ketagihan pada pengguna (berbeda halnya dengan
penggunanaan Obat Analgetika jenis Analgetik Narkotik).

Penggunaan analgetika perifer mampu meringankan atau menghilangkan rasa nyeri,


tanpa mempengaruhi SSP atau menurunkan kesadaran, juga tidak menimbulkan ketagihan.
Kombinasi dari dua atau lebih analgetika sering kali digunakan, karena terjadi efek
potensiasi.

(Tjay, 2007)

Analgetika narkotik merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti


opium atau morfin. Meskipun memperlihatkan berbagai efek farmakodinamik yang lain,
golongan obat ini terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri yang
hebat. Meskipun terbilang ampuh, jenis ini dapat menimbulkan ketergantungan pada si
pemakai. Seiring berjalannya waktu, ditemukannya obat yang bersifat campuran agonis dan
antagonis jenis ini yang mampu meniadakan ketergantungan fisik, maka penggunaan istilah
analgesik narkotik untuk pengertian farmakologik tidak sesuai lagi. Obat Analgetik Narkotik
ini biasanya khusus digunakan untuk mengahalau rasa nyeri hebat, seperti pada kasus patah
tulang dan penyakit kanker kronis.
(Anonim, 1995)

1. Analgetika Non Narkotik


Analgetik non narkotik digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang ringan sampai moderat,
sehingga sering disebut analgetika ringan, juga untuk menurunkan suhu badan pada keadaan
panas yang tinggi dan sebagai antiradang untuk pengobatan rematik. Analgetika nonnarkotik
bekerja pada perifer dan sentral sistemsaraf pusat. Obat golongan ini mengadakan potensiasi
dengan obat – obat penekan sistem saraf pusat.

2. Analgetika Narkotik
Merupakan senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf pusat secara selektif,
digunakan untuk mengurangi rasa sakit, yang moderat ataupun berat, seperti rasa sakit yang
disebabkan penyakit kanker, serangan jantung akut, sesudah operasi dan kolik usus atau
ginjal. Analgetika narkotik sering pula digunakan untuk pramedikasi anestesi, bersama –
sama dengan atropin, untuk mengontrol sekresi.

Aktivitas analgetik narkotik jauh lebih besar dibanding golongan analgetika non
narkotik, sehingga disebut pula analgetika kuat. Golongan ini pada umumnya menimbulkan
euforia sehingga banyak disalahguankan.

Pemberian obat secara terus menerus menimbulkan ketergantungan fisik dan mental
atau kecanduan, dan efek ini terjadi secara cepat. Penghentian pemberian obat secara tiba –
tiba menyebabkan sindrom abstinence atau gejala withdrawal. Kelebihan dosis dapat
menyebabkan kematian karena terjadi depresi pernafasan.

(Siswandono,2008)

Walaupun riset intensif, sedikit sekali dikembangkan obat – obat lain yang sama
efektifnya pada pengobatan rasa sakit. Opioid menginduksi tidur, dan pada keadaan klinik
yang terdapat rasa nyeri dan tidur diperlukan.

( Mary J,2001)
III. ALAT DAN BAHAN
Alat :
 Spuit injeksi ( 0,1-1 ml )
 Jarum oral ( ujung tumpul )
 Bekker glass
 Stopwatch
 Penangas air
 Neraca ohauss
 Thermometer

Bahan :
 Larutan CMC Na 0,5%
 Suspensi Na. Diklofenak dalam CMC Na 0,5%
 Suspensi Asam Mefenamat dalam CMC Na 0,5%
 Suspensi Ibuprofen dalam CMC Na 0,5%
 Suspensi Metil Prednisolon dalam CMC Na 0,5%
 Suspensi Paracetamol dalam CMC Na 0,5%

IV. SKEMA KERJA


Metode Jentik Ekor
Rangsang nyeri yang digunakan dalam metode ini berupa air panas (50˚C), diman ekor
tikus dimasukan ke dalam air panas akan merasakan nyeri panas dan ekor dijentikan
keluar air panas.
Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV: Kelompok V

(Ibu profen) (Na diklofenak) (Metilprednisolon) (AsamMefenamat) (Parasetamol)

suspensi ibu Suspensi Na Suspensi Suspensi Asam suspensi


profen dosis diklofenak dosis Metilprednisolon Mefenamat dosis Parasetamol
200mg/50 50 mg/50 kgBB dosis 8mg/50 500 mg/50kgBB dosis 500mg/50
kgBB manusia. kgBB manusia. manusia. kgBB manusia.
manusia.

Diamkan 10 menit, nilai respons masing-


masing tikus terhadap stimulus nyeri .

Ulangi penilaian respon tikus selang 20 menit , 30 menit , 60


menit ,90 menit dst sampai efek analgesic hilang.

Tabelkan hasil – hasil pengamatan

Gambarkan kurva yang merefleksikan pengaruh obat – obat


yang diberikan terhadap respon tikus untuk stimulus nyeri.
V. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
KONTROL IBU PROFEN

Pemberian T1 T2 T3 T4 T5 T6
PERLAKUAN
(detik) 10’ 20’ 30’ 60’ 90’ 120’

Kel I 2,06 2,11 1,93 3,40 4,02 4,23 -

Kel II 2,00 2,25 3,17 2,18 2,49 4,18 -

Rata-Rata 2,03 2,18 2,55 2,79 3,26 4,21 -

UJI IBUPROFEN

Pemberian T1 T2 T3 T4 T5 T6
PERLAKUAN
(detik) 10’ 20’ 30’ 60’ 90’ 120’

Kel I 6.5 5,87 4,92 3,68 2,07 4,15 -

Kel II 7.49 2,22 3,80 3,95 8,15 10,21 -

Kel III 7.22 5,11 6,12 7,09 9,25 11,98 -

Kel IV 4.29 3,29 4,05 6,37 9,11 11,48 -

Kel V 5.3 4,37 3,62 5,75 5,98 2,53 -

Rata-Rata 6.16 4,17 4,50 5,37 6,91 8,07 -

KONTROL ASAM MEFENAMAT

Pemberian T1 T2 T3 T4 T5 T6
PERLAKUAN
(detik) 10’ 20’ 30’ 60’ 90’ 120’

I 3,00 4,00 3,00 5,00 4,00 7,00 10,00

II 5,00 4,00 5,00 1,00 5,00 4,00 4,00

III 6,14 3,00 3,00 6,14 3,98 6,42 5,00

Rata-Rata 4,71 3,33 3,67 4,05 4,33 5,81 6,33

UJI ASAM MEFENAMAT

Pemberian T1 T2 T3 T4 T5 T6
PERLAKUAN
(detik) 10’ 20’ 30’ 60’ 90’ 120’
Kel I 8,00 3,00 7,00 3,00 10,00 7,00 10,00

Kel II 8,00 10,00 3,00 10,00 4,00 7,00 2,00

Kel III 3,00 4,00 3,00 7,00 10,00 7,78 8,00

Kel IV 4,42 4,80 7,68 7,08 4,71 3,13 3,00

Kel V 3,11 3,26 4,76 7,20 6,06 7,51 4,45

Kel VI 4,00 3,00 3,00 3,00 4,00 5,00 3,00

Rata-Rata 5,09 4,68 4,74 6,21 6,46 6,24 5,01

KONTROL METIL PREDNISOLON

Pemberian T1 T2 T3 T4 T5 T6
PERLAKUAN
(detik) 10’ 20’ 30’ 60’ 90’ 120’

I 3,96 2.,73 3,02 4,22 7,51 5,35 4,26

II 3,51 5.,4 5,32 7,10 6,88 4,18 4,08

Rata-Rata 3,74 4,01 4,17 5,66 7,20 4,77 4,17

UJI METIL PREDNISOLON

Pemberian T1 T2 T3 T4 T5 T6
PERLAKUAN
(detik) 10’ 20’ 30’ 60’ 90’ 120’

Kel I 3,23 8,33 9,23 8,41 7,1 6,73 6,7

Kel II 1,89 5,30 5,20 6,83 3,73 3,28 3,02

Kel III 7,65 7,08 9,19 9,07 9,58 8,32 7,62

Kel IV 2,8 3,31 10 8,73 7,5 5,96 5,37

Kel V 5,73 9,45 10 10 9,07 7,75 6,26

Rata-Rata 4,26 6,69 8,72 8,61 7,40 6,41 5,79


KONTROL DEXAMETHASON

PERLAKUAN Pemberian T1 T2 T3 T4 T5 T6
(detik) 10’ 20’ 30’ 60’ 90’ 120’

I 2,71 3,72 3,895 2,325 3,80 4,015 -

II 8 2,5 4 5 6 5 -

Rata-Rata 5,36 3,11 3,95 3,66 4,9 4,51 -

UJI DEXAMETHASON

PERLAKUAN Pemberian T1 T2 T3 T4 T5 T6
(detik) 10’ 20’ 30’ 60’ 90’ 120’

Kel I 5,205 6,39 3,94 3,07 3,685 3,01 -

Kel II 8,5 4 4,5 8,5 5 9 -

Kel III 4,845 4,67 2,505 2,23 2,20 4,675 -

Kel IV 7,36 2,50 2,01 1,64 2,77 1,40 -

Kel V 7,2 5,6 3,4 3,1 2,7 5,40 -

Rata-Rata 6,62 4,63 3,27 3,71 3,27 4,70 -

KONTROL NA DIKLOFENAK

PERLAKUAN Pemberian T1 T2 T3 T4 T5 T6
(detik) 10’ 20’ 30’ 60’ 90’ 120’

Kel I 7,53 8,53 2,5 2,73 3,05 3,92 -

Kel II 7,4 5,6 3,9 3,07 4,23 3,67 -

Kel III 5,99 7,75 6,60 5,21 3,77 3,22 -

Kel IV 3,58 3,52 4,55 3,56 2,57 3,97 -

Kel V 7,93 13,51 11,35 9,61 8,13 6,3 -

Rata-Rata 6,49 7,78 5,78 4,84 4,35 4,22 -

UJI NA DIKLOFENAK
PERLAKUAN Pemberian T1 T2 T3 T4 T5 T6
(detik) 10’ 20’ 30’ 60’ 90’ 120’

Kel I 11,17 3,53 3,15 6,27 8,69 5,08 -

Kel II 9,8 6,47 7,40 7,8 5,92 4,3 -

Kel III 5,4 5,38 5,20 5,20 4,4 3,36 -

Kel IV 5,12 3,17 3,27 4,30 8,61 4,94 -

Kel V 5,23 5,02 4,6 4,72 4,01 3,42 -

Rata-Rata 7,34 4,71 4,72 5,66 6,33 4,22 -

KONTROL PARASETAMOL

PERLAKUAN Pemberian T1 T2 T3 T4 T5 T6
(detik) 10’ 20’ 30’ 60’ 90’ 120’

I 5,44 4,61 4,08 3,18 3,12 1,60 1,94

II 1,58 1,60 1,65 1,63 1,68 1,70 1,72

III 2,34 3,81 2,98 4,84 2,34 1,91 3,21

Rata-Rata 3,12 3,34 2,90 3,22 2,38 1,74 2,29

UJI PARASETAMOL

PERLAKUAN Pemberian T1 T2 T3 T4 T5 T6
(detik) 10’ 20’ 30’ 60’ 90’ 120’

KEL I 4,18 5,73 6,31 4,07 7,19 3,14 3,10

KEL II 1,36 1,41 1,46 1,72 1,87 1,36 1,31

KEL III 3,08 3,98 3,96 1,73 4,00 3,16 3,27

KEL IV 1,77 2,71 3,45 3,23 1,70 2,73 2,20

KEL V 3 3,35 4,00 4,50 2,81 3,58 1,80

KEL VI 2,41 2,68 3,73 4,15 4,10 3,15 1,59

Rata-Rata 2,63 3,31 3,82 3,23 3,61 2,85 2,21


 PERHITUNGAN
Pembuatan larutan stok Asam Mefenamat
70 𝑘𝑔
x 500 mg = 700 mg
50 𝑘𝑔

0,018 x 700 mg = 12,6 mg/200 g tikus


1000 𝑔
x 12,6 = 63 mg/kgBB tikus
200 𝑔
175,9 𝑔
Dosis max = 1000 𝑔 x 63 mg = 11,0817 mg
11,0817 𝑚𝑔
Cstok = 1 = 4,43268 mg/ml
𝑥 5 𝑚𝑙
2

 Pembuatan Karagenin
1
x 25 ml = 0,25 g
100

 Dosis Pemberian
153,1 𝑔
a. x 63 mg = 9,645 mg/153,1 g tikus
1000 𝑔
175,9 𝑔
b. x 63 mg = 11,08 mg/175,9 g tikus
1000 𝑔
172,5 𝑔
c. x 63 mg = 10,07 mg/172,5 g tikus
1000 𝑔

 Volume Pemberian
9,645 𝑚𝑔
a. = 2,17588 ml ~ 2,5 ml
4,43268 𝑚𝑔/𝑚𝑙
11,08 𝑚𝑔
b. = 2,4979 ml ~ 2,5 ml
4,43268 𝑚𝑔/𝑚𝑙
10,07 𝑚𝑔
c. = 2,271 ml ~ 2,5 ml
4,43268 𝑚𝑔/𝑚𝑙

 GRAFIK

 KELOMPOK KONTROL ANALGESIK (IBUPROFEN)


Kurva Waktu Pemberian VS Respon
4.5
4
3.5
3
respon (detik)

2.5 Kontrol 1
2 kontrol 2
1.5
1
0.5
0
0 10 20 30 60 90

Waktu Pemberian (Menit)

 KELOMPOK UJI ANALGESIK (IBUPROFEN)

Kurva Waktu Pemberian VS Respon


14

12

10 Kelompok I
respon (detik)

8 Kelompok II
Kelompok III
6
Kelompok IV
4
Kelompok V
2

0
0 10 20 30 60 90

Waktu Pemberian (Menit)


 KELOMPOK KONTROL ANALGESIK (ASAM MEFENAMAT)

Kurva Waktu Pemberian VS Respon


12

10

Kontrol 1
respon (detik)

6
Kontrol 2

4 Kontrol 3

0
0 10 20 30 60 90 120

Waktu Pemberian (Menit)

 KELOMPOK UJI ANALGESIK (ASAM MEFENAMAT)

Kurva Waktu Pemberian VS Respon


12

10

8 Kelompok I
Kelompok II
respon (detik)

6 Kelompok III

4 Kelompok IV
Kelompok V
2 Kelompok VI

0
0 10 20 30 60 90 120

Waktu Pemberian (Menit)


 KELOMPOK KONTROL ANALGESIK (METIL PREDNISOLON)

Kurva Waktu Pemberian VS Respon


8

5
respon (detik)

4 Kontrol 1
Kontrol 2
3

0
0 10 20 30 60 90 120

Waktu Pemberian (Menit)

 KELOMPOK UJI ANALGESIK ( METIL PREDNISOLON)


Kurva
Kurva Waktu
Waktu Pemberian
Pemberian VS VS Respon
Respon
12

10

8
Kelompok I
respon (detik)

6 Kelompok II
Kelompok III
4 Kelompok IV
Kelompok V
2

0
0 10 20 30 60 90 120

Waktu
WaktuPemberian
Pemberian(Menit)
(Menit)

 KELOMPOK KONTROL ANALGESIK (DEXAMETHASON)

Kurva Waktu Pemberian VS Respon


9
8
7
respon (detik)

6
5
4 Kontrol 1
3
Kontrol 2
2
1
0
0 10 20 30 60 90

Waktu Pemberian (Menit)

 KELOMPOK UJI ANALGESIK (DEXAMETHASON)


Kurva Waktu Pemberian VS Respon
10

7
Kelompok I
6
respon (detik)

Kelompok II
5
Kelompok III
4
Kelompok IV
3 Kelompok V
2

0
0 10 20 30 60 90

Waktu Pemberian (Menit)

 KELOMPOK KONTROL ANALGESIK ( NA DIKLOFENAK )

Kurva Waktu Pemberian VS Respon


16

14

12
Kontrol 1
10
Kontrol 2
8
respon

Kontrol 3
(detik)

6 Kontrol 4
4 Kontrol 5
2

0
0 10 20 30 60 90

Waktu Pemberian (Menit)

 KELOMPOK UJI ANALGESIK (NA DIKLOFENAK)


Kurva Waktu Pemberian VS Respon
12

10

8 Kelompok I
respon (detik)

Kelompok II
6 Kelompok III
Kelompok IV
4
Kelompok V

0
0 10 20 30 60 90

Waktu Pemberian (Menit)

 KELOMPOK KONTROL ANALGESIK ( PARASETAMOL )

Kurva Waktu Pemberian VS Respon


6

4
Kontrol 1
respon
(detik)

3
Kontrol 2
2 Kontrol 3
1

0
0 10 20 30 60 90 120

Waktu Pemberian (Menit)

 KELOMPOK UJI ANALGESIK ( PARASETAMOL)


Kurva Waktu Pemberian VS Respon
8
7
respon (detik)

6
Kelompok I
5
Kelompok II
4
Kelompok III
3
Kelompok IV
2
Kelompok V
1 Kelompok VI
0
0 10 20 30 60 90 120

Waktu Pemberian (Menit)


VI. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini dilakukan uji daya analgesik terhadap obat yang
memiliki komposisi yang berbeda sehingga dengan adanya uji tersebut dapat
dibandingkan daya analgetika masing-masing obat yang diuji dalam hal ini antara lain
asam mefenamat, natrium diklofenak, ibuprofen, metil prednisolon, dexamethason, dan
parasetamol.
Analgetika sendiri didefinisikan sebagai zat yang dapat mengurangi atau
menghalau rasa nyeri tanpa kehilangan kesadaran. Nyeri merupakan perasaan sensoris
dan emosional yang tidak nyaman dan berkaitan dengan kerusakan jaringan. Nyeri
merupakan suatu gejala dan merupakan tanda adanya gangguan dijaringan seperti
peradangan, infeksi jasad renik atau kejang otot. Namun rasa nyeri juga dapat
ditimbulkan oleh rangsangan mekanis kimiawi atau fisis (kalor , lstrik) sehingga dapat
menimbulkan kerusakan jaringan.
Pada percobaan kali ini hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan.
Alasan penggunaan tikus adalah karena tikus memiliki anatomi dan fisiologi yang
hampir sama dengan tubuh manusia sehingga pengujian pada tikus dapat
menggambarkan profil farmakokinetika obat pada tubuh manusia dimana sebelum
dilakukan perlakuan tikus dipuasakan terlebih dahulu. Hal ini bertujuan agar tidak
terjadi interaksi antara obat dengan makanan selain itu agar dapat diperoleh efek yang
maksimal.
Dari berbagai macam rangsangan, dalam praktikum kali ini menggunakan
rangsangan fisis berupa kalor. Kalor akan memicu pelepasan zat tertentu yakni
mediator nyeri dimana mediator nyeri tersebut akan merangsang reseptor nyeri diujung-
ujung saraf bebas di kulit, mukosa atau jaringan lain. Dengan metode yang digunakan
dalam praktikum adalah metode jentik ekor, metode ini digunakan sebagai parameter
dalam uji coba yang ditandai dengan menggeliatnya ekor. Digunakannya parameter
tersebut merupakan respon kejang otot yang diberikan jika nyeri terjadi.
Suatu obat dinyatakan telah menimbulkan efek jika pada parameter geliat , ekor
yang diberi rangsangan panas akan lama tidak menunjukkan geliat ekor. Obat yang
dibandingkan adalah sebagai berikut :
Asam mefenamat dimana terjadi peningkatan kerja obat sampai menit ke 60.
Obat yang bekerja baik selanjutnya sebagai analgesik selain asam mefenamat
berdasarkan hasil praktikum kali ini adalah Na. diklofenak yang juga memberikan
kenaikan kurva tetapi hanya sampai di menit ke 20 kemudian turun menandakan obat
lebih cepat di eliminasi. Na diklofenak mempunyai aktivitas antirematik, antiradang
dan analgesik-antipiretik, digunakan terutama untuk mengurangi rasa nyeri alkibat
keradangan pada berbagai keadaan rematik dan kelainan degenerative pasa sistem otot
rangka. Na diklofenak diabsorbsi secara cepat dan sempurna dalam lambung, kadar
plasma tertinggi dicapai 2 jam setelah pemberian oral dengan waktu paro eliminasi 3-6
jam. Aktivitas diklofenak dengan jalan menghambat enzim siklo-oksigenase sehingga
pembentukan prostaglandin terhambat.
Untuk efek obat yang paling tinggi terjadi pada pemberian ibuprofen terutama
kenaikan efek analgesik pada menit ke 60, hal ini disebabkan karena ibuprofen
mempunyai aktivitas antirematik, antiradang, dan analgesik-antipiretik, digunakan
terutama untuk mengurangi rasa nyeri akibat keradangan pada berbagai kondisi rematik
dan arthritis. Ibuprofen diabsorbsi dengan cepat dalam saluran cerna, kadar serum
tertinggi terjadi dalam 1-2 jam setelah pemberian oral. Namun dari hasil percobaan
pada 10 menit pertama ibuprofen mengalami penurunan daya analgesiknya sebesar 2,58
detik yaitu dari respon normal tikus mampu menahan rangsangan panas selama 6,16
detik kemudian turun menjadi 3,58 detik pada menit ke 10.
Untuk obat metil prednisolon dan dexamethason aktivitas analgetiknya kurang
bagus karena jika dilihat pada kurva, grafik mengalami kenaikan yang tidak signifikan
kemudian mengalami penurunan secara perlahan. Hal ini terjadi karena metil
prednisolon merupakan golongan obat SAID (Steroid Antiinflamatory Drug) dimana
aktivitas androgenik hormon androgennya sangat rendah yaitu 0,25%. Dimana
diketahui jika obat SAID hanya efektif untuk menyembuhkan peradangan atau
inflamasi (disebut sebagai obat antiinflamasi). Dexamethason sama dengan metil
prednisolon dimana Deksametason merupakan golongan obat SAID dimana aktivitas
androgenik hormon androgennya sangat rendah yaitu 0,1%.
Pada obat parasetamol menimbulkan efek analgesik paling cepat yaitu dari
respon normal, tikus mampu menahan rangsangan panas selama 5,21 detik kemudian
pada menit ke 10 tikus mampu menahan rangsangan panas selama 7,83 detik. Namun
pada menit selanjutnya mengalami penurunan daya analgesiknya. Parasetamol
merupakan metabolit dari fenisetin yang dahulu banyak digunakan sebagai
analgetikum, tetapi tidak itu saja khasiatnya selain sebagai analgetik juga sebagai
antipiretik tetapi tidak antiradang. Parasetamol hanya mempunyai efek ringan pada
siklooksigenase perifer sehingga kurang kuat daya analgesiknya.
Dari berbagai bahan obat tersebut terlihat bahwa keseluruhan bekerja untuk
mengatasi akibat adanya rangsangan dalam hal ini panas, yang dibandingkan dengan
masing-masing kontrol pada tiap bahan obat dimana pada menit pertama sampai menit
terakhir (120 menit) tanpa pemberian obat analgetika, dan hanya pemberian CMC Na
0,5% ekor yang menggeliat cepat terjadi dan hampir kurang dari 5 detik, hewan uji
telah menunjukkan pergerakan ekor akibat hantaran panas hal ini merupakan respon
normal akibat tanpa adanya pemberian analgetika.
Kurva yang tepat adalah yang mengalami masa puncak lalu turun (bentuk
seperti segitiga) hal tersebut menandakan obat bekerja dengan baik didalam tubuh, awal
kerja terus terjadi peningkatan, setelah termetabolisme didalam tubuh obat mengalami
eliminasi sehingga efek obat perlahan menurun hingga hilang sama sekali. terlihat
bahwa daya analgetika terkuat mulai dari asam mefenamat, natrium diklofenak,
ibuprofen, metil prednisolon, dexamethason dan parasetamol.
Namun perbedaan dari teoritis ini bisa saja terjadi akibat beberapa faktor, antara
lain air yang digunakan untuk praktikum pada metode jentik ekor tidak tepat pada suhu
50OC (bisa kurang atau lebih dari 50OC sehingga mencit dapat lebih cepat/lebih lambat
menerima respon dari yang seharusnya), selain itu pada metode jentik ekor
pemegangan mencit oleh praktikan tidak memberikan rasa nyaman pada mencit
sehingga mencit lebih cepat menggerakkan ekornya dari waktu yang seharusnya. Faktor
yang lainnya adalah kekurang telitian dari praktikan dalam proses pengamatan gerak
mencit ketika menerima respon yang di berikan, faktor fisiologis dari mencit, yang
mengalami beberapa kali percobaan sehingga kemungkinan mencit stress. Selain itu
waktu penyonde ada larutan yang tumpah sehingga mengurangi dosis obat analgetik
yang diberikan, pengambilan larutaan stock yang tidak dikocok dahulu, sehingga dosis
yang diambil tiap spuit berbeda, karena larutan stock yang dibuat adalah bentuk sediaan
suspensi, seharusnya dalam pengambilan dikocok terlebih dahulu, agar bahan obat yang
diambil, bukan hanya larutannya. Dan juga bisa dipengaruhi oleh perbedaan pemberian
dosis, semakin besar dosis maka efek menahan nyerinya juga semakin lama,begitu juga
sebaliknya.
VII. KESIMPULAN
 Nyeri disebabkan akibat adanya rangsangan, rangsangan yang digunakan berupa panas
 Dan menggunakan parameter berupa jentik atau geliat pada ekor, kontrol menunjukkan
kecepatan geliat kurang dari 5 detik
 Geliat ekor akibat pemberian bahan obat akan muncul lebih lama dibanding tanpa
pemberian
 Obat yang digunakan memiliki kesamaan sebagai analgetik, dengan urutan terkuat
mulai dari asam mefenamat, natrium diklofenak, ibuprofen, metil prednisolon,
dexamethason dan parasetamol.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Gunawan, Sulistia Gan, 2007, Farmakologi dan Terapi edisi 5, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia ; Jakarta
Goodman and Gilman, 2007, Dasar Farmakologi Terapi vol. 1 edisi 10, PT.
Gramedia : Jakarta
Medika.Priyanto.2008 Farmakologi Dasar. Depok, Jawa Barat : LESKONFI.
Siswandono.2008. KimiaMedisinal I. Surabaya: AirlanggaUniversityPress.
Tambayong,Jan. 2002. Farmakologi Untuk Keperawatan. Widya Medika : Jakarta
Tjay,Tan Hoan,Drs.,2007. Obat – Obat Penting. Jakarta : PT Elex Media
Komputindo.
Mutschler,E.1991.Dinamika Obat.Edisi 5.ITB:Bandung
Semarang, 2 April 2015

Mengetahui,

Dosen Pembimbing Praktikan

Ika Puspitaningrum, M.Sc., Apt. Lolita Sistia Anggraeni

Kurnia Rahayu P., M.Sc., Apt. Meris Alfa Ninggar

Nisrina Mawaddah

Nuky Meicintya Indriyani

Dri Saputri Ana


IX. LAMPIRAN

1. Apa perbedaan obat analgetik narkotik dan analgetik non narkotika ?


Jawab :
a. Analgetik narkotik atau visceral analgetics (misalnya morfin). Analgetik ini
memiliki daya penghalang rasa nyeri yang sangat kuat sekali, mengurangi kesadaran
(mengantuk) dan memberikan perasaan nyaman (euphorbia). Obat ini juga dapat
menyebabkan toleransi, kebiasaan (habituasi), ketergantungan fisik dan psikis
(adiksi) dan gejala-gejala abstinensia bila diputuskan pengobatan.
b. Analgetik non narkotik atau integumental alagetic (misalnya asetosal,
parasetamol). Obat-obat ini dinamakan analgetik perifer karena tidak mempengaruhi
susunan syaraf sentral, tidak menurunkan kesadaran dan tidak mengakibatkan
ketagihan.

2. Bagaimana mekanisme kerja obat analgetik non narkotik ?


Jawab : Obat-obat ini mampu meringankan atau menghilangkan rasa nyeri tanpa
mempengaruhi SSP atau menurunkan kesadaran dan tidak dapat menimbulkan
ketagihan. Kebanyakan analgetik perifer juga berdaya antipiretik / antiradang.
Obat-obat ini dapat diberikan untuk nyeri ringan sampai sedang yang
berpengaruh beragam.

3. Bagaimana mekanisme kerja obat analgetik-antipiretik dalam menurunkan suhu tubuh?


Jawab : Daya analgetik-antipiretik : berdasarkan rangsangan terhadap pusat pengatur
kalor di hipotalamus yang mengakibatkan vasodilatasi perifer (dikulit) dengan
bertambahnya pengeluaran kalor yang disertai dengan keluarnya banyak
keringat.
4. Terangkan mengapa asam asetat dapat menginduksi rasa nyeri (geliat) ?
Jawab : Rasa nyeri/sakit terbentuk dari dua proses yaitu :
a. Penerimaan stimuli nyeri di otak
b. Reaksi emosional dari individu
Dimana larutan asam asetat ini bekerja atau memberikan rasa nyeri karena larutan ini
memberikan rangsangan stimulasi nyeri di otak dari rangsangan tersebut diteruskan oleh
syaraf perifer berfungsi meneruskan impuls syaraf ke susunan syaraf pusat melalui
efferent (motoris) dan neuron efferent (sensory) dimana impuls diterima oleh reseptor
kemudian diteruskan ke otak, stimuli dapat berupa nyeri, suhu, perasaan, penglihatan.
Dimana stimuli pada praktikum ini yang diujikan terhadap mencit berupa geliat.

Anda mungkin juga menyukai