Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman,
berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan. Keadaan psikis sangat
mempengaruhi nyeri, misalnya emosi dapat menimbulkan sakit (kepala)
atau memperhebatnya, tetapi dapat pula menghindarkan sensasi rangsangan
nyeri. Nyeri merupakan suatu perasaan subjektif pribadi dan ambang
toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap orang. batas nyeri untuk suhu
adalah konstan, yakni pada 44-45oC (Tjay, 2007).
Analgetik merupakan obat yang digunakan untuk menghilangkan
nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. nyeri perlu dihilangkan jika telah
mengganggu aktifitas tubuh. Nyeri juga sebenarnya berfungsi sebagai tanda
adanya penyakit atau kelainan dalam tubuh dan merupakan proses dari
penyembuhan /inflamasi. Ada dua jenis analgetik, analgetik narkotik dan
analgetik non narkotik. Selain berdasarkan struktur kimianya, pembaian di
atas juga didasarkan pada nyeri yang dapat dihilangkan. analgetik narkotik
dapat menghilangkan nyeri dari derajat sedang sampai hebat (berat), seperti
karena infark jantung, operasi (terotong), viseral (organ), dan nyeri karena
kanker. Analgetik non narkotik berasal dari golongan anti inflamasi non
steroid (AINS) yang menghilangkan rasa nyeri ringan sampai sedang.
Disebut AINS karena selain sebagai analgetik, sebagian anggotanya
memiliki efek antiinflamasi dan penurun panas (antipiretik), dan secara
kimiawi bukan steroid. Oleh karena itu AINS sering disebut (analgetik,
antipiretik dan antiinflamasi) atau 3A.

1
I.2 Tujuan Praktikum
1. Mengenal berbagai cara untuk mengevaluasi secara eksperimental efek
analgesik suatu obat.
2. Mampu mengobservasi dan menyimpulkan perubahan respon akibat
pemberian berbagai dosis analgesik.
3. Mampu membuat kurva hubungan dosis respon.

I.3 Manfaat Praktikum


1. Mampu berbagai cara untuk mengevaluasi secara eksperimental efek
analgesik suatu obat.
2. Mampu mengobservasi dan menyimpulkan perubahan respon akibat
pemberian berbagai dosis analgesik.
3. Mampu membuat kurva hubungan dosis respon

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Nyeri
Nyeri merupakan suatu pengalaman sensorik dan motorik yang tidak
menyenangkan, berhubungnan dengan adanya potensi kerusakan jarinngan
atau kondisi yang menggambarkan kerusakan tersebut. Keadaan psikis
sangat mempengaruhi nyeri, misalnya emosi dapat menimbulkan sakit
kepala atau memperhebatnya, tetapi dapat pula menghindarkan sensasi
rangsangan nyeri. Nyeri yang dimilliki setiap orang berbeda-beda. Batas
nyeri untuk suhu adalah konstan, yakni 44-450 C.
Mediator nyeri antara lain mengakibatkan reaksi radang dan kejang-
kejang yang mengaktivasi reseptor nyeri di ujung-ujung saraf bebas dikulit,
mukosa, dan jaringan lainnya. Nouceptor ini terdapat di seluruh jaringan
dan organ tubuh, kecuali di SSP. Dari sini rangsangan disalurkan ke otak
melalui jaringan yang hebat dari tajuk-tajuk neuron dengan sinaps yang
sangat banyak melalui sumsum tulang belakang, sumsum lanjutan dan otak
tengah. Dari thalamus impuls dilanjutkan ke pusat nyeri di otak besar,
dimana impuls dirasakan sebagai nyeri.
Adapun mediator nyeri yang disebut juga autakoid antara lain
serotonin, histamine, bradikinin, lekotrien dan prostaglandin. Bradikinin
merupakan polipeptida (rangkaian asam amino) yang diberikan dari protein
plasma. Ambang nyeri didefinisikan sebagai tingkatan dimana nyeri
dirasakan untuk yang pertama kali. Jadi, intensitas rangsangan yang
terendah saat seseorang merasakan nyeri. Untuk setiap orang, ambang nyeri
adalah konstan.
Terkadang, nyeri dapat berarti perasaan emosional yang tidak nyaman
dan berkaitan dengan ancaman seperti kerusakan pada jaringan karena pada
dasarnya rasa nyeri merupakan suatu gejala, serta isyarat bahaya tentang

3
adanya gangguan pada tubuh umumnya dan jaringan khususnya. Meskipun
terbilang ampuh, jenis obat ini umumnya dapat menimbulkan
ketergantungan pada pemakai untuk mengurangi atau meredakan rasa sakit
atau nyeri tersebut maka banyak digunakan obat-obat analgetik (seperti
parasetamol, asam mefenamat dan antalgin) yang bekerja dengan
memblokir pelepasan mediator nyeri sehingga reseptor nyeri tidak
menerima rangsang nyeri. Nyeri sendiri terjadi akibat rangsangan mekanis,
kimiawi, atau fisis yang memicu pelepasan mediator nyeri. Intensitas
rangsangan terendah saat seseorang merasakan nyeri dinamakan ambang
nyeri (Tjay, 2002).
Nyeri ringan dapat ditangani dengan obat perifer (parasetamol,
asetosal, mefenamat atau aminofenazon). Untuk nyeri sedang dapat
ditambahkan kofein dan kodein. Nyeri yang disertai pembengkakan
sebaiknya diobati dengan suatu analgetikum antiradang (aminofenazon,
mefenaminat dan nifluminat). Nyeri yang hebat perlu ditanggulangi dengan
morfin. Obat terakhir yang disebut dapat menimbulkan ketagihan dan
menimbulkan efek samping sentral yang merugikan (Tjay, 2002).
Mekanisme kerja penghambatan rasa nyeri ada tiga yaitu:
1. Merintangi penyaluran rangsangan nyeri dalam saraf sensoris, seperti
pada anastesi local.
2. Merintangi pembentukkan rangsangan dalam reseptor rasa nyeri, seperti
pada anastesi local.
3. Blokade rasa nyeri pada system saraf pusat seperti pada analgetik
sentral (narkotika) dan anastesi umum.

II.2 Analgesik
Obat analgetik atau biasa disebut obat penghilang atau setidaknya
mengurangi rasa nyeri yang hebat pada tubuh seperti patah tulang dan
penyakit kanker kronis. Obat analgesik adalah obat yang mempunyai efek
menghilangkan atau mengurangi nyeri tanpa disertai hilangnya kesadaran
atau fungsi sensorik lainnya. Obat analgesik bekerja dengan meningkatkan

4
ambang nyeri, mempengaruhi emosi (sehingga mempengaruhi persepsi
nyeri), menimbulkan sedasi atau sopor (sehingga nilai ambang nyeri naik)
atau mengubah persepsi modalitas nyeri.
Analgetika merupakan suatu senyawa atau obat yang dipergunakan
untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri (diakibatkan oleh berbagai
rangsangan pada tubuh misalnya rangsangan mekanis, kimiawi dan fisis
sehingga menimbulkan kerusakan pada jaringan yang memicu pelepasan
mediator nyeri seperti brodikinin dan prostaglandin yang akhirnya
mengaktivasi reseptor nyeri di saraf perifer dan diteruskan ke otak) yang
secara umum dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu analgetika non
narkotik (seperti: asetosat, parasetamol) dan analgetika narkotik (seperti :
morfin).
Terdapat perbedaan mencolok antara analgetika dengan anastetika
umum yaitu meskipun sama-sama berfungsi sebagai zat-zat yang
mengurangi atau menghalau rasa nyeri. Namun, analgetika bekerja tanpa
menghilangkan kesadaraan. Analgetika yang bekerja perifer atau kecil
memiliki kerja antipiretik dan juga komponen kerja antiflogistika dengan
pengecualian turunan asetilanilida (Anonim, 2005).
Berdasarkan efek farmakologisnya, analgetika dapat dibagi dalam 2
kelompok besar :
1. Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak
bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Obat Analgesik Non
Nakotik dalam Ilmu Farmakologi juga sering dikenal dengan
istilah Analgetik/Analgetika/Analgesik Perifer. Penggunaan Obat
Analgetik Non-Narkotik atau Obat Analgesik Perifer ini cenderung
mampu menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh
pada sistem susunan saraf pusat atau bahkan hingga efek menurunkan
tingkat kesadaran. Obat Analgetik Non-Narkotik / Obat Analgesik
Perifer ini juga tidak mengakibatkan efek ketagihan pada pengguna
(berbeda halnya dengan penggunanaan Obat Analgetika jenis Analgetik
Narkotik).

5
2. Analgetika sentral (narkotik), khusus digunakan untuk menghalau rasa
nyeri hebat, seperti pada froctura dan kanker. Obat Analgetik
Narkotik merupakan kelompok obat yang memiliki
sifat opium atau morfin. Meskipun memperlihatkan berbagai efek
farmakodinamik yang lain, golongan obat ini terutama digunakan untuk
meredakan atau menghilangkan rasa nyeri yang hebat. Meskipun
terbilang ampuh, jenis obat ini umumnya dapat menimbulkan
ketergantungan pada pemakai. Obat Analgetik Narkotik ini biasanya
khusus digunakan untuk mengahalau rasa nyeri hebat, seperti pada kasus
patah tulang dan penyakit kanker kronis.

II.3 Metode Flick Tail


Responnya proposional terhadap frekuensi perangsangan dan kelas
serabut afferennya. Beberapa test akut berdasarkan perangsangan termal
seperti tail-flick test yang menggunakan sumber radiasi panas dan timer
otomatis untuk menentukan waktu withdrawal ekor. Variasi test ini dengan
meningkatkan luas area perangsangan yaitu memberikan panas pada
pangkal ekor, membutuhkan pencelupan seluruh ekor binatang dalam air
panas. Tes termal dengan tail-flick test biasa digunakan secara luas untuk
penelitian analgetik opioid yang akan memprediksi efek analgetik pada
manusia.
Metode flick tail berguna untuk mempelajari pengaruh obat-obatan
analgesik seperti obat narkotika atau stimulus berbahaya akut pada kedua
tikus dan tikus. Tes mengibaskan ekor digunakan dalam menentukan
sensitivitas rasa sakit pada hewan dengan mengukur latensi respon
penghindaran ketika rasa sakit adalah disebabkan oleh panas radiasi dari
sumber cahaya untuk hewan ekor.
Tail Flick Analgesia Instrumen TF-01 tindakan reaksi terhadap energi
radiasi dari sumber cahaya. Sorot perangkat adalah dikontrol lampu-rana
halogen yang memiliki sensor yang dibangun untuk deteksi otomatis film
ekor. Lampu ini terletak di bawah hewan untuk menyediakan lingkungan

6
yang kurang keliling dan panas bersinar memberikan suhu konstan untuk
binatang 'ekor, menghindari lampu-up variasi suhu hangat. Hewan pada
umumnya terkendali dan ekor ditempatkan pada alur ekor penginderaan di
atas instrumen tersebut. Ketika binatang itu bereaksi terhadap rasa sakit, itu
film ekornya keluar dari balok yang membeku otomatis built-in timer
latency dan rangsangan dihentikan.

II.4 Hubungan Dosis-Respon


Respon obat masing-masing individu berbeda-beda. Respon
idiosinkratik biasanya disebabakan oleh perbedaana genetic pada
metabolism obat atau mekanisme-mekanisme munologik, termasuk rasa
alergi. Empat mekanisme umum yang mempengaruhi kemampuan
merespon suatu obat :
1. Perubahan konsentrasi obat yang mencapai reseptor.
2. Variasi dalam konsentrasi suatu ligan reseptor endogen.
3. Perubahan dalam jumlah / fungsi reseptor-reseptor.
4. Perubahan-perubahan dalam komponen respondastal dari seseptor.

mg
Dosis Manusia ( BB) X 37
kg
Rumus dosis hewan :
3

mg
Dosis ( BB) X BB hewan (kg)
kg
Rumus perhitungan VOA : mg
konsentrasi obat ( )
ml

a. Hubungan dosis obat – persen responsif


Untuk menimbulkan efek obat dengan intensitas tertentu pada
populasi dipelukan satu kisaran dosis. Jika dibuat distribusi frekuensi dari
individu yang responsif (dalam 10%) pada kisaran dosis tersebut (dalam
log dosis) maka akan diperoleh kurva distribusi normal.
b. Hubungan antara dosis obat dengan respon penderita
1. Potensi obat : Potensi suatu obat dipengaruhi oleh absorbsi,
distribusi, biontransformasi, metabolisme, ekskresi. Kemampuan

7
bergabung dengan reseptor dan sistem efektor. Atau ukuran dosis
obat yang diperlukan untuk menghasilkan respons.
2. Efikasi maksimal : Efek maks obat dinyatakan sebagai efikasi
(kemanjuran) maksimal / disebut saja dengan efikasi. Efikasi
tergantung pada kemampuan obat tersebut untuk menimbulkan
efeknya setelah berinteraksi dengan reseptor. Efikasi dapat dibatasi
timbulnya efek yang tidak diinginkan, sehingga dosis harus dibatasi.
Yang berarti bahwa efek maksimal tidak tercapai. Tiap obat
mempunyai efikasi yang berbeda. Misalnya : Morphin, mampu
menghilangkan semua intensitas nyeri, sedangkan aspirin hanyan
menghilangkan nyeri ringan sampai sedang saja.
.

8
BAB III

METODELOGI

III.1. Alat dan Bahan


a. Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
1. Stopwatch
2. Spuit injeksi dan jarum
3. Sarung tangan
4. Timbangan hewan
5. Hot plate
6. Termometer
b. Bahan yang dignakna dalam praktikum ini adalah:
1. Alkohol 70%
2. Tikus kontrol
3. Tikus percobaan
4. Paracetamol
5. Infus NaCl
6. Kapas

III.2. Cara Kerja


Penyiapan Bahan
1. Siapkan bahan paracetamol 1 gram/100ml

Pembagian kelompok
1. Kelompok 1 parasetamol dengan dosis pada manusia 250 mg
2. Kelompok 1 parasetamol dengan dosis pada manusia 500 mg
3. Kelompok 1 parasetamol dengan dosis pada manusia 750 mg
4. Kelompok 1 parasetamol dengan dosis pada manusia 1000 mg
5. Kelompok 1 infus Nacl sebanyak 1 ml

9
Metode Flick Tail
1. Siapkan 5 ekor tikus: empat ekor tikus percobaan dan satu ekor tikus
kontrol
2. Tikus percobaan tersebu ditimbang dengan dimasukkan kedalam pot
masing-masing tikus beri nomor dan catat
3. Dosis obat diberikan sesuai masing-masing kelompok
4. Setelah diketahui dosis obatnya, obat diambil sesuai dengan dosis yang
telah dihitung
5. Sebelum pemberian obat, catat dengan menggunakan stopwatch waktu
ynag diperlukan tikus untuk menjentikkan ekornya ke luar dari air
panas (48-50oC)
6. Tikus percobaan disuntikkan dengan rute pemberian intra peritoneal
kepada masing-masing tikus dengan dosis yang telah dikonversikan ke
dosis tikus
7. Pengamatan dilakukan pada menit ke 5, 15, 30, 45, setelah pemberian
obat
8. Ditulis dalam tabel data pengamatan yang lengkap
9. Gambarkan suatu kurva hubungna antara dosis yang dbeirkan terhadap
respon tikus untuk stimulus nyeri

10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Pengamatan

Hewan BB Volume Waktu


Reaksi Keterangan
Percobaan Tikus pemberian (menit)
9x 0 Kontrol Negatif
13x 5
Tikus 1 120 g 0,27 mL 9x 15
10x 30 PCT 250 mg

11x 45
13x 0 Kontrol Negatif
6x 5
Tikus 2 210 g 0,945 mL 7x 15
PCT 500 mg
5x 30
4x 45
12x 0 Kontrol Negatif
10x 5
Tikus 3 130 g 0,877 mL 8x 15
PCT 750 mg
7x 30
6x 45
11x 0 Kontrol Negatif
2x 5
Tikus 4 160 g 1,44 mL 6x 15
PCT 1000 mg
8x 30
7x 45
4x 0 Kontrol Negatif
15x 5
Tikus 5 130 g 0,65 mL 11x 15
NaCl
8x 30
3x 45

11
Kurva Dosis-Respon
60
50
40
Axis Title

30
20
10
0
0 5 15 30 45
Tikus 5 4 15 11 8 3
Tikus 4 11 2 6 8 7
Tikus 3 12 10 8 7 6
Tikus 2 13 6 7 5 4
Tikus 1 9 13 9 10 11

IV.2 Pembahasan
Mekanisme nyeri secara singkat adalah sebagai berikut : Rangsangan
diterima oleh reseptor nyeri, diubah dalam bentuk impuls yang dihantarkan
ke pusat nyeri di korteks otak. Setelah di proses dipusat nyeri,impuls
dikembalikan ke perifer dalam bentuk persepsi nyeri. Reseptor nyeri dalam
tubuh adalah ujung-ujung saraf telanjang yang ditemukan hampir pada
setiap jaringan tubuh.
Analgetika atau obat penghilang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi
atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (perbedaan
dengan anestetika umum). Obat analgesik bekerja dengan meningkatkan
ambang nyeri, mempengaruhi emosi, menimbulkan sedasi atau sopor, atau
mengubah persepsi modulitas nyeri.
Pada praktikum kali ini membahas tentang “Analgetik dan Hubungan
dengan Dosis-Respon”. Analgetik yang digunakan adalah paracetamol.
Hewan coba yang digunakan sebagai pembanding adalah tikus sebanyak 5
ekor dengan metode tail flick.
Prinsip pengujian efek analgetik secara eksperimental pada hewan
percobaan adalah mengukur kemampuan obat untuk menghilangkan atau

12
mencegah kesadaran sensasi nyeri yang ditimbulkan secara eksperimental,
yang timbul dengan cara-cara fisik ataupun cara-cara kimia. Metode yang
digunakan pada percobaan kali ini adalah metode jentik ekor (Tail Flick)
Metode tail flick yaitu metode dengan mencelupkan ekor tikus pada
air panas dengan suhu 50oC dan dengan respon nyeri tikus akan
menjentikkan ekornya ke luar dari air panas.
Pada praktikum ini, banyak kekurangan dan kelebihan dalam metode
yang dilakukan. Banyak faktor yang menyebabkan hasil yang kurang tepat
dari literatur, yakni ketelitian dalam melihat stopwatch, cara memegang
tikus yang menyebabkan tikus kurang nyaman dan pemberian obat dengan
dosis yang kurang tepat atau saat menyuntikkan obat banyak yang keluar.

13
BAB V
PENUTUP

V.1. Kesimpulan
Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman,
berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan.
Analgetik merupakan obat yang digunakan untuk menghilangkan
nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. nyeri perlu dihilangkan jika telah
mengganggu aktifitas tubuh. Analgetik ada 2 kelompok yaitu analgetik
perifer (non narkotik) dan entral (narkotik).
Metode yang digunakan paa praktikum kali ini yaitu metode tail flick.
Analgetik yang digunakan adalah paracetamol. Hewan coba yang digunakan
sebagai pembanding adalah tikus sebanyak 5 ekor.
Banyak faktor yang menyebabkan hasil yang kurang tepat dari
literatur, yakni ketelitian dalam melihat stopwatch, cara memegang mencit
yang menyebabkan mencit kurang nyaman dan pemberian obat dengan
dosis yang kurang tepat atau saat menyuntikkan obat banyak yang keluar.

V.2. Saran
Untuk praktikum selanjutnya sebaiknya praktikan harus lebih teliti
dan berhati-hati dalam memberikan injeksi pada hewan coba agar tidak
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Dan praktikan mampu memahami cara
kerja pada percobaan agar tidak terjadi kesalahan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. 1990. Perjalanan dan Nasib Obat dalam Badan. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press

Anonim. 2010. Farmakologi untuk SMK Farmasi. Jakarta: DEPKES RI

Ansel, H. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas. Jakarta:


Indonesia Press

Diphalma, J. R., Digregorio, G. J. 1986. Basic Pharmacology in Medicine 3th


edition. New York: Mcgraw-hill Publishing Company

Ganiswara, S. G (Ed. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi IV. Jakarta: Balai
Penerbit Falkultas Kedokteran Universitas Indonesia

Ganong, W. F. 2003. Fisiologi Saraf & Sel Otot dalam H. M. Djauhari


Widjajakusumah: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 20. Jakarta: EGC.

Goodman and Gilman. 2007. Dasar Farmakologi Terapi Edisi 10, diterjemahkan
oleh Amalia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Katzung, B. G. 1986. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika

Nurmeilis, dkk. 2009. Penuntun Praktikum Farmakologi. Program Studi Farmasi


FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sarjono, S. H. dan Hadi R. D. 1995. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Bagian


Farmakologi Fakultas Kedokteran Indonesia.

Tjay, T. H. dan Kirana R. 2007. Obat-obat Penting. Jakarta: PT. Gramedia

Sunaryo, W. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Jakarta: Penerbit FK UI.

15
LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan Dosis

1. Tikus pertama
a. Dosis manusia = 250 mg
Dosis tikus = dosis manusia x FK
= 250 mg x 0,018
= 4,5 mg/200 g BB tikus
b. BB tikus = 120 g
BB tikus yang ditimbang
Dosis pct tikus = x dosis tikus
200 g
120 g
= 200 g x 4,5 mg

= 2,7 mg pct
c. Konsentrasi pct ij= 1 gr/100 ml = 10 mg/ml
2,7 mg
Vp tikus 120 g = x 1 ml
10 mg

= 0,27 ml

2. Tikus kedua
a. Dosis manusia = 500 mg
Dosis tikus = dosis manusia x FK
= 500 mg x 0,018
= 9 mg/200 g BB tikus
b. BB tikus = 210 g
BB tikus yang ditimbang
Dosis pct tikus = x dosis tikus
200 g
210 g
= 200 g x 9 mg

= 9,45 mg pct

16
c. Konsentrasi pct ij= 1 gr/100 ml = 10 mg/ml
9,45 mg
Vp tikus 120 g = x 1 ml
10 mg

= 0,945 ml

3. Tikus ketiga
a. Dosis manusia = 750 mg
Dosis tikus = dosis manusia x FK
= 750 mg x 0,018
= 13,5 mg/200 g BB tikus
b. BB tikus = 130 g
BB tikus yang ditimbang
Dosis pct tikus = x dosis tikus
200 g
130 g
= 200 g x 13,5 mg

= 8,77 mg pct
c. Konsentrasi pct ij= 1 gr/100 ml = 10 mg/ml
8,77 mg
Vp tikus 120 g = x 1 ml
10 mg

= 0,877 ml

4. Tikus keempat
a. Dosis manusia = 1000 mg
Dosis tikus = dosis manusia x FK
= 1000 mg x 0,018
= 18 mg/200 g BB tikus
b. BB tikus = 160 g
BB tikus yang ditimbang
Dosis pct tikus = x dosis tikus
200 g
160 g
= 200 g x 18 mg

= 14,4 mg pct

17
c. Konsentrasi pct ij= 1 gr/100 ml = 10 mg/ml
14,4 mg
Vp tikus 120 g = x 1 ml
10 mg

= 1,44 ml

5. Tikus kelima
BB tikus = 130 g
Vp NaCl 0,9% = 1 ml/200 g BB tikus
1 X
=
200 g 130 g
130 g
X = 200 g

= 0,65 ml

18
Lampiran 2. Gambar

No. Gambar Keterangan

1. NaCl 0,9%

2. Termometer

3. Kapas

4. Paracetamol ij

5. Sarung tangan

Proses penimbangan tikus


6.
pertama

19
Proses penimbangan tikus
7.
kedua

Proses penimbangan tikus


8.
ketiga

Proses penimbangan tikus


9.
keempat

Proses penimbangan tikus


10.
kelima

Proses memasukkan pct ij


11.
kedalam spuit injeksi

12. Dosis pct 0,27 ml

Pengecekan suhu pada air


13.
panas

20
Penyntikan pada tikus
14.
melalui intra peritoneal

Proses memasukkan ekor


15.
tikus kedalam air panas

21

Anda mungkin juga menyukai