Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang bersifat subjektif.

Keluhan sensorik yang dinyatakan seperti pegal, linu, keju, kemeng,

cangkeul, dan seterusnya dapat dianggap sebagai modalitas nyeri

(Arif, 2008).

Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala,

yang fungsinya adalah melindungi dan memberikan tanda bahaya

tentang adanya gangguan-gangguan di dalam tubuh, seperti

peradangan (rematik, encok), infeksi-infeksi kuman atau kejang-

kejang otot (Mutschler, 1991).

Reseptor nyeri di dalam kulit dan jaringan lainnya merupakan ujung

saraf bebas. Reseptor ini tersebar luas pada permukaan superfisial

kulit dan juga di jaringan-jaringan tertentu. Reseptor lainnya yang

sensitif terhadap suhu panas dan dingin yang ekstrem disebut

reseptor nyeri termosensitif yang meneruskan nyeri kedua melalui

serabut C yang tak bermielin. Reseptor ini mempunyai respon

terhadap suhu dari 30°C-45°C dan pada suhu diatas 45°C, mulai

terjadi kerusakan jaringan dan sensasinya berubah menjadi nyeri

(Arthur, 1994).
Analgetik adalah obat atau senyawa yang dipergunakan untuk

mengurangi rasa sakit atau nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.

Kesadaran akan perasaan sakit terdiri dari dua proses, yakni

penerimaan rangsangan sakit di bagian otak besar dan reaksi-reaksi

emosional dan individu terhadap perangsang ini (Anief, 2000).

Obat penghilang nyeri (analgetik) mempengaruhi proses pertama

dengan mempertinggi ambang kesadaran akan perasaan sakit,

sedangkan narkotik menekan reaksi-reaksi psychis yang diakibatkan

oleh rangsangan sakit (Anief, 2000).

Pengujian aktivitas analgetik suatu bahan uji pada induksi nyeri secara

kimiawi yang responnya berupa geliat harus ditentukan daya

analgetiknya. Daya analgetik merupakan perbandingan antara jumlah

geliat rata-rata kelompok perlakuan dengan jumlah geliat rata-rata

kelompok kontrol. Daya analgetik untuk mengetahui besarnya

kemampuan bahan uji tersebut dalam mengurangi rasa nyeri kelomok

kontrol. Dari daya analgetik dapat dijadikan dasar untuk perhitungan

efektifitas analgetik yang dibandingkan dengan pembanding analgetik

untuk mengetahui keefektifan bahan uji yang diduga berfungsi

sebagai analgetik (Pudjiastuti dkk, 2000).


I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan

1.2.1 Maksud Percobaan

Memahami dan mengetahui efek analgetik suatu obat.

1.2.2 Tujuan Percobaan

1. Mengetahui efek analgetik suatu obat

2. Mengetahui mekanisme terjadinya nyeri terhadap hewan uji

mencit.

I.3 Prinsip Percobaan

Prinsip dari percobaan ini yaitu, berdasarkan pada metode induksi

nyeri (asam asetat) dengan efek yang di timbulkan setelah pemberian

obat analgetik asam mefenamatl dan infusa meniran, serta Na CMC

1% sebagai kontrol terhadap hewan uji mencit (Mus musculus).


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Umum

Nyeri merupakan mekanisme untuk melindungi tubuh terhadap suatu

gangguan dan kerusakan di jaringan seperti peradangan, infeksi jasad

renik dan kejang otot dengan pembebasan mediator nyeri yang

meliputi prostaglandin, bradikinin, serotonin, histamin, ion kalium dan

asetilkolin (Tjay, 2007).

Nyeri permukaan dapat terjadi apabila ada rangsangan secara

kimiawi, fisik, mekanik pada kulit, mukosa dan akan terasa nyeri di

daerah rangsang. Nyeri pertama terbentuk setelah tertusuk pada kulit

dan cepat hilang setelah berakhirnya rangsang dengan pembebasan

mediator yaitu bradikinin, serotonin, histamin, ion kalium dan

asetilkolin. Nyeri kedua bersifat membakar yang lambat hilang dengan

pembebasan prostaglandin sebagai mediator yang spesifik untuk nyeri

yang berlangsung lama (satyanegara, 1978).

Rasa nyeri dapat dibagi menjadi empat kategori, yaitu (Sunaryo,

2015):

1. Nyeri ringan, misalnya pada sakit gigi, keseleo, dan haid. Rasa

nyeri ini umumnya dihilangkan dengan menggunakan analgeik

perifer, seperti asetosal, paracetamol, dan glafenin.

2. Nyeri ringan menahun, misalnya pada rematik dan artrosis. Rasa

nyeri ini diatasi dengan menggunakan analgetik atau zat-zat lain


yang mempunyai khasiat antiradang, seperti asetosal, ibuprofen,

dan indometasin.

3. Nyeri hebat, misalnya nyeri organ dalam (seperti lambung dan

usus) dan nyeri akibat kolik pada serangan batu ginjal atau batu

empedu. Rasa nyeri ini diatasi dengan menggunakan analgetik

sentral dan spasmolitik, seperti morfin, atropine, dan buskopan.

4. Nyeri hebat menahun, misalnya pada kanker, rematik, dan

neuralgia. Rasa nyeri ini dihilangkan dengan menggunakan

analgetik narkotik, seperti fentanyl, dekstromoramida, dan

bezitramida. Jika perlu, obat-obat ini diberikan bersama dengan

neuroleptik yang memiliki kerja analgetik, seperti levo-mepromazin

atau droperidol.

Berdasarkan lamanya, nyeri dibagi menjadi dua yaitu nyeri akut dan

kronis.Nyeri akut berlangsung kurang dari 1 bulan, nyeri subakut

sebagai nyeri antara satu sampai enam bulan, dan nyeri kronis lebih

dari enam bulan (Satyanegara, 2014).

1. Nyeri akut biasanya berhubungan dengan kerusakan jaringan.

Nyeri akut terjadi karena adanya hipersensitisasi area yang cedera

(hiperalgesia primer) dan juga jaringan sekitarnya (hiperalgesia

sekunder). Nyeri akut mengaktivasi system saraf simpatis

penderitanya, sehingga terjadi vasokonstriksi, nadi cepat, dan

fisiologi “fight or flight” dan peningkatan aktivitas dan kesadaran.


2. Nyeri kronis atau persisten terjadi lama setelah kerusakan jaringan,

berkaitan erat dengan adaptas fisiologis dan psikologis. Pada

pasien dengan nyeri kronis, adaptasi fisiologis terhadap stimulus

nyeri persisten dapat disertai dengan gejala depresif, withdrawal,

anoreksia, kelelahan, gangguan tidur, dan mood yang labil.

Berdasarkan lokasinya, nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri perifer,

nyeri sentral, dan nyeri psikogenik (Satyanegara, 2014).

1. Nyeri perifer bisa dibagi menjadi 3, yaitu nyeri kutaneus (superfisial)

perifer, nyeri dalam (profunda), dan nyeri alih (refered pain).

2. Nyeri sentral

Merupakan nyeri yang diakibatkan oleh adanya rangsangan pada

sum-sum tulang belakang, batang otak, thalamus, maupun korteks

serebri.

3. Nyeri psikogenik

Adalah nyeri yang dipicu dan dieksaserbasi oleh faktor psikologis.

Mekanisme nyeri yaitu perangsang nyeri baik mekanik, kimiawi, panas

maupun listrik akan menimbulkan kerusakan pada jaringan sel

sehingga sel-sel tersebut melepaskan suatu zat yang disebut mediator

nyeri yang akan merangsang reseptor nyeri. Mediator nyeri ini juga

disebut autokoid yaitu histamine, serotonin, plasmakinin, bradikinin

menimbulkan vasolidatasi dan memperbesar permeabilitas kapiler

sehingga mudah dilewati senyawa cairan tubuh sehingga timbul

radang atau udema. Selain radang atau udema, senyawa ini juga
merupakan mediator demam (panas) (Tim Farmakologi,

2018).Mekanisme kerja penghambatan rasa nyeri dibagi tiga yaitu :

1. Merintangi pembentukan rangsangan dalam reseptor rasa nyeri,

seperti terjadi pada analgetika perifer dan anastesi lokal.

2. Merintangi penyaluran rangsangan nyeri dalam saraf sensoris,

seperti pada anastesi lokal.

3. Blokade rasa nyeri pada SSP seperti pada analgetik sentral

(narkotik) dan anastesi umum.

Obat analgesik adalah obat yang dapat mengurangi atau

menghilangkan rasa nyeri dan akhirnya akan memberikan rasa

nyaman pada orang yang menderita. Nyeri adalah perasaan sensoris

dan emosional yang tidak nyaman,berkaitan dengan ancaman

kerusakan jaringan. Rasa nyeri dalam kebanyakan halhanya

merupakan suatu gejala yang berfungsi sebagai isyarat bahaya

tentangadanya gangguan di jaringan seperti peradangan, rematik,

encok atau kejang otot (Tjay, 2007).

Semua senyawa nyeri (mediator nyeri) seperti histamine, bradikin,

leukotriendan prostaglandin merangsang reseptor nyeri (nociceptor)di

ujung-ujung saraf bebasdi kulit, mukosa serta jaringan lain dan

demikian menimbulkan antara lain reaksiradang dan kejang-kejang.

Nociceptor ini juga terdapat di seluruh jaringan dan organtubuh,

terkecuali di SSP. Dari tempat ini rangsangan disalurkan ke otak

melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan sangat banyak


sinaps via sumsum- belakang, sumsum-lanjutan dan otak-tengah. Dari

thalamus impuls kemudianditeruskan ke pusat nyeri di otak besar,

dimana impuls dirasakan sebagai nyeri (Tjay, 2007).

Berdasarkan aksinya, obat-abat analgetik dibagi menjadi 2 golongan

yaitu :

a. Analgesik Nonopioid/Perifer (Non-Opioid Analgesics)

Secara farmakologis praktis dibedakan atas kelompok salisilat

(asetosal, diflunisal) dan non salisilat. Sebagian besar sediaan

golongan non salisilat. Obat-obatan dalam kelompok ini memiliki

target aksi pada enzim, yaitu enzim siklooksigenase (COX). COX

berperan dalam sintesis mediator nyeri, salah satunya adalah

prostaglandin. Mekanisme umum dari analgetik jenis ini adalah

mengeblok pembentukan prostaglandin dengan jalan menginhibisi

enzim COX pada daerah yang terluka dengan demikian

mengurangi pembentukan mediator nyeri. Mekanismenya tidak

berbeda dengan NSAID dan COX-2 inhibitors. Efek samping yang

paling umum dari golongan obat ini adalah gangguan lambung

usus, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal serta reaksi

alergi di kulit. Efek samping biasanya disebabkan oleh

penggunaan dalam jangka waktu lama dan dosis besar.

b. Analgesik Opioid/Analgesik Narkotika

Analgesiknya dan efek sampingnya. Kebanyakan analgesik OAINS

diduga bekerja diperifer . Efek analgesiknya telah kelihatan dalam


waktu satu jam setelah pemberian per-oral. Sementara efek

antiinflamasi OAINS telah tampak dalam waktu 1-2 minggu

pemberian, sedangkan efek maksimalnya timbul berpariasi dari 1-4

minggu. Setelah pemberiannya peroral, kadar puncaknya NSAID

didalam darah dicapai dalam waktu 1-3 jam setelah pemberian,

penyerapannya umumnya tidak dipengaruhi oleh adanya

makanan. Volume distribusinya relatif kecil (< 0.2 L/kg) dan

mempunyai ikatan dengan protein plasma yang tinggi biasanya

(>95%). Waktu paruh eliminasinya untuk golongan derivat

arylalkanot sekitar 2-5 jam, sementara waktu paruh indometasin

sangat berpariasi Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang

memiliki sifat-sifat seperti opium atau morfin. Golongan obat ini

terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa

nyeri. Tetap semua analgesik opioid menimbulkan

adiksi/ketergantungan.Mekanisme kerja utamanya ialah dalam

menghambat enzim sikloogsigenase dalam pembentukan

prostaglandin yang dikaitkan dengan kerja diantara individu yang

menggunakannya, sedangkan piroksikam mempunyai waktu paruh

paling panjang (45 jam).Mekanisme nyeri yaitu perangsang nyeri

baik mekanik, kimiawi, panas maupun listrik akan menimbulkan

kerusakan pada jaringan sel sehingga sel-sel tersebut melepaskan

suatu zat yang disebut mediator nyeri yang akan merangsang

reseptor nyeri. Mediator nyeri ini juga disebut autokoid yaitu


histamine, serotonin, plasmakinin, bradikinin menimbulkan

vasolidatasi dan memperbesar permeabilitas kapiler sehingga

mudah dilewati senyawa cairan tubuh sehingga timbul radang atau

udema. Selain radang atau udema, senyawa ini juga merupakan

mediator demam (panas) (Tim Farmakologi, 2018).

Secara kimiawi analgesik perifer dapat dibagi dalam beberapa

kolompok, yakni :

a. Parasetamol

b. Salisilat : asetosal, salisilamida, dan benorilat

c. Penghambat prostaglandin (NSAIDs) : ibufrofen dan lain-lain

d. Derivat-antranilat : mefenaminat, glavenin

e. Derivat-pirazolon : propifenazon, isopropilaminofenazon dan

metamizol

f. Lainnya : benzidamin (Tantum) (Tjay, 2007).

Metode-metode pengujian aktivitas analgesik dilakukan dengan

menilai kemampuan zat uji untuk menekan atau menghilangkan rasa

nyeri yang diinduksi pada hewan percobaan (mencit, tikus, marmot),

yang meliputi induksi secara maknik, termik, elekrik, dan secara kimia.

Metode pengujian dengan induksi nyeri secara mekanik atau termik

lebih sesuai untuk mengevaluasi obat-obat analgetik kuat. Pada

umumnya daya kerja analgetika dinilai pada hewan dengan mengukur

besarnya peningkatan stimulus nyeri yang harus diberikan sampai

ada respon nyeri atau jangka waktu ketahanan hewan terhadap


stimulasi nyeri atau juga peranan frekuensi respon nyeri(Gupta et al.,

2003).

1. Metode geliat

Obat uji dinilai kemampuannya dalam menekan atau

menghilangkan rasa nyeri yang diinduksi secara (pemberian asam

asetat secara intraperitonial) pada hewan percobaan mencit.

Manifestasi nyeri akibat pemberian perangsang nyeri asam asetat

intraperitonium akan menimbulkan refleks respon geliat (writhing)

yang berupa tarikan kaki ke belakang, penarikan kembali abdomen

(retraksi) dan kejang tetani dengan membengkokkan kepala dan

kaki belakang. Metode ini dikenal sebagai Writhing Reflex Test atau

Abdominal Constriction Test. Frekuensi gerakan ini dalam waktu

tertentu menyatakan derajat nyeri yang dirasakannya. Metode ini

tidak hanya sederhana dan dapat dipercaya tetapi juga

memberikan evaluasi yang cepat terhadap jenis analgesik perifer

(Gupta et al., 2003).

2. Metode Listrik

Metode ini menggunakan aliran listrik sebagai penginduksi

nyeri. Sebagai respon terhadap nyeri, hewan akan menunjukkan

gerakan atau cicitan. Arus listrik dapat ditingkatkan sesuai dengan

kekuatan analgesik yang diberikan. Metode ini dapat dilakukan

terhadap kera, anjing, kucing, kelinci, tikus dan mencit(Gupta et al.,

2003).
3. Metode Panas

Tiga metode yang bisa digunakan untuk memberikan

rangsanganpanas:

a. Pencelupan ekor hewan percobaan dalam penangas air panas

yangdipertahankan pada suhu 60oC.

b. Penggunaan panas radiasi terhadap ekor hewan percobaan

melalui kawat Ni panas (5,5 ± 0,05 Amps).

c. Metode hot plate

Metode ini cocok untuk evaluasi analgesik sentral.Pada metode

ini hewan percaobaan diletakkan dalam beakerglass di atas plat

panas (56 ± 1oC) sebagai stimulus nyeri. Hewan percobaan

akan memberikan respon terhadap nyeri dengan menggunakan

atau menjilat kaki depan. Peningkatan waktu reaksi yaitu waktu

antara pemberian stimulus nyeri dan terjadinya respon dapat

dijadikan parameter untuk evaluasi aktivitas analgesik (Gupta et

al., 2003).

4. Metode Mekanik

Metode ini menggunakan tekanan sebagai penginduksi nyeri.

Tekanan diberikan pada ekor atau kaki hewan percobaan.

Pengamatan dilakukan terhadap jumlah tekanan yang diperlukan

untuk menimbulkan nyeri sebelum dan sesudah diberi obat. Metode

ini dapat dilakukan terhadap anjing, tikus, dan mencit(Gupta et al.,

2003).
II.2 Uraian Bahan

1. Aqua destillata (Farmakope Indonesia Edisi III, 1979)

Nama Resmi : AQUA DESTILLATA

Nama Lain : Air Suling

Rumus Molekul : H2O

BM : 18,02

Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau;

tidak mempunyai rasa

Penyimpanan : Dalam wadah tetutup rapat

2. Alkohol (Farmakope Indonesia Edisi III, 1979)

Nama Resmi : AETHANOLUM

Nama Lain : Etanol, Alkohol

Pemeria : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap

dan mudah bergerak; bau khas; rasa

panas.Mudah terbakar dengan memberikan

nyala biru yang tidak berasap

Kelarutan :Sangat mudah larut dalam air, dalam

kloroformP dan dalam eter P

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat,terlindung dari

cahaya; ditempat sejuk, jauh dari nyala api

Khasiat :Zat tambahan


3. Asam asetat (Farmakope Indonesia Edisi IV, 1995)

Nama resmi : ACETIC ACID

Nama lain : Asam asetat

Rumus kimia : CH3COOH

Berat molekul : 60,05

Pemerian : Cairan, jernih tidak berwarna, bau khas,

menususk, rasa asam yang tajam

Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan etanol

dan dengan gliserol

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

4. Na CMC (Farmakope Indonesia Edisi III, 1979)

Nama resmi : NATRII CARBON METHYL CELLULOSUM

Nama lain : Natrium karboxilmetil selulosa

Pemerian : Serbuk butiran putih, putih kuning gading,

tidak berbau, atau hampir tidak berbau

Kegunaan : Suspensi kontrol

5. Asam mefenamat (Farmakope Indonesia Edisi IV, 1995)

Nama resmi : ACIDUM MEFENAMICUM

Nama lain : Asam mefenamat

Rumus kimia : C15H15O2

Berat molekul : 241,29


Pemerian :Serbuk hablur, putih atau hampir putih

melebur pada suhu lebih kurang 230°

disertai peruraian

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus

cahaya

Khasiat : Analgetik

II.3 Uraian Hewan Uji

Mencit (Mus musculus)

(Muliani,2011)

A. Klasifikasi ilmiah

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mammalia

Ordo : Rodentia

Family : Muridae

Genus : Mus

Spesies : Mus musculus

B. Karakteristik Mencit

Lama Hidup : 1- 2 tahun, bisa sampai 3 tahun

Lama Bunting : 19 - 21 hari

Umur Disapih : 21 hari

Umur Dewasa : 35 hari

Siklus Kelamin : Poliestrus


Siklus Estrus : 4-5 hari

Lama Estrus : 12-24 jam

Berat Dewasa : 20-40 g jantan;18-35 g betina

Berat Lahir : 0,5-1,0 gram

Jumlah anak : Rata-rata 6, bisa 15

Suhu (rektal) : 35-39˚C (rata-rata 37,4˚C)

Aktivitas : Nokturnal (malam)

C. Morfologi

Ukuran lebih kecil, bulu berwarna putih, dan warna kulit lebih

pucat, mata berwarna hitm dan kulit berpigmen.

D. Sifat– sifat mencit :

1. Pembauannya sangat peka yang memiliki fungsi untuk

mendeteksi akan, deteksi predator dan deteksi signal

(feromon).

2. Penglihatan jelek karena sel konus sedikit sehingga tidak dapat

melihat warna.

3. Sistem sosial: berkelompok

4. Tingkah laku:

1. Jantan dewasa + jantan dewasa akan berkelahi

2. Betina dewasa + jantan dewasa damai

3. Betina dewasa + betina dewasa damai


BAB III

METODE KERJA

III.1 Alat, bahan, dan hewan yang digunakan :

III.1.1 Alat yang digunakan :

a. Baskom

b. Batang pengaduk

c. Botol vial

d. Cawan

e. Gelas kimia

f. Gelas ukur

g. Rang besi

h. Spuit oral (sonde) 1 ml

i. Spuit 1 ml

j. Stopwatch

k. Spidol

l. Timbangan

III.1.2 Bahan yang digunakan :

a. Aquadest

b. Handscond

c. Infus meniran

d. Kapas

e. Larutan Na CMC 1 %

f. Larutan steril asam asetat 1 %


g. Masker

h. Suspensi asam mefenamat dalam Na CMC 1 %

i. Sarung tangan

j. Tissue

III.1.3 Hewan yang digunakan :

a. Mencit (Mus musculus)

III.2 Prosedur Kerja

III.2.1 Pembuatan Larutan Na CMC

a. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

b. Dipanaskan aquadest 100 ml

c. Ditimbang Na CMC 1 gram, lalu dimasukkan air panas

kedalam lumpang

d. Kemudian ditaburkan Na CMC di diamkan hingga Na

CMC mengembang lalu digerus masukkan kedalam

cawan

III.2.2 Pembuatan larutan steril Asam asetat

a. Disiapkan alat dan bahan

b. Diukur asam asetat sebanyak 10 ml lalu dimasukkan

kedalam labu ukur 100 ml

c. Ditambahkan aquadest sebagian lalu dikocok

d. Dicukupkan volume hingga tanda lalu dihomogenkan

e. Dipindahkan kedalam wadah vial dan ditutup dengan

penutup karet dan dengan kuat


f. Dimasukkan kedalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15

menit lalu dikeluarkan.

III.2.3 Pembuatan suspensi obat

a. Untuk asam mefenamat

1. Disisapkan alat dan bahan

2. Ditimbang bahan mefenamat sebanyak 210,249 mg

dimasukkan kedalam gelas kimia

3. Ditambahkan sedikit larutan Na CMC yang telah dibuat

lalu diaduk

4. Dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml dan dicukupkan

volumenya hingga 100 ml

b. Perlakuan terhadap hewan uji

1. Disiapkan alat dan bahan

2. Diambil hewan uji sebanyak 9 ekor dibagi kedalam tiga

kelompok

3. Mencit kelompok 1 sebagai kontrol diberi aquadest,

melalui oral sesuai dosis volume pemberian

4. Mencit kelompok 2 diberi ekstrak meniran, melalui oral

sesuai dosis volume pemberian

5. Mencit kelompok 3 diberi suspensi asam mefenamat,

melalui oral sesuai dosis volume pemberian


6. Diinduksi asam asetat 1 % secara intraperitonial.

Beberapa menit kemudian mencit akan menggeliat

(perut kejang dan kaki ditarik kebelakang)

7. Diamati geliat hewan uji mencit (Mus musculus)

8. Dicatat jumlah geliat setiap 5 menit selama 30 menit

9. Dihitung komulatif geliat dan % daya analgetik dari

suatu sediaan terhadap hewan uji mencit (Mus

musculus).
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Pengamatan

Mencit (Mus musculus)

No. Perlakuan Berat Oral IP Jumlah geliat tiap 5 menit ke Kumulatif


(g) (ml) (ml) (kali/5 menit)

1 2 3 4 5 6
1. Aquadest 20 1 0,5 5 8 9 9 6 11 44

23 1,15 0,57 0,5 2 15 13 14 12 57

20 1 0,5 3 2 4 4 3 5 18

2. Ekstrak 21 1,05 0,52 4 13 13 15 13 11 67

Meniran 19 0,95 0,3 5 9 23 23 21 21 93

20 1 0,5 1 2 3 4 3 2 16

3. Asmef 22 1,1 0,55 2 5 4 4 3 2 19

21 1,05 0,52 12 4 4 3 2 3 30

22 1,1 0,55 3 3 2 2 6 8 26

Kumulatif Rata-Rata :
44+57+18
Aqua Destilat : = 39,66
3

67+93+16
Ekstak Meniran : = 58,66
3

19+30+26
Asam Mefenamat : = 25
3
IV.2 Pembahasan

Pada praktikum kali ini praktikan melakukan praktikum materi

efek analgetik dengan tujuan untuk mengetahui dan memahami efek

analgetik dari obat analgetik infusa meniran dan asam mefenamat

dan Na CMC sebagai kontrol terhadap hewan uji mencit (Mus

musculus). Untuk mengetahui mekanisme terjadinya nyeri terhadap

hewan uji Mencit (Mus musculus).

Pada uji aktivitas analgetik digunakan hewan uji coba mencit

putih (Mus musculus) dengan karakteristik betina, dewasa berumur

2-3 bulan, sehat, tak ada kelainan yang tampak pada bagian

tubuhnya , dengan berat badan antara 20-36 g. Sebelum diberi

perlakuan mencit diadaptasikan terhadap lingkungan selama 1-2

minggu. Perlakuan mencit dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok

pertama dengan warna coklat, kelompok kedua dengan warna

ungu,dan kelompok ketiga adalah pink, control positif pertama (asam

mefenamat) dan control positif kedua (meniran) serta satu kelompok

untuk control negative ( aquadest).

Na CMC digunakan untuk suspending agent dalam sediaan cair

(pelarut air) yang ditujukan untuk pemakaian eksternal yang dapat

menginduksi rasa nyeri pada mencit (Mus musculus), oral atau

parenteral. Juga dapat digunakan untuk penstabil emulsi dan untuk

melarutkan endapan yang terbentuk bila tinctur ber-resin

ditambahkan ke dalam air. Untuk tujuan-tujuan ini 0,25 % – 1 %


atau 0,5 % – 2 % CMC Na dengan derajat viskositas medium

umumnya mencukupi.

Bahan yang digunakan sebagai perangsang kimia adalah

larutan steril Asam Asetat 1 % yang diberikan secara intraperitonial.

Pada praktikum pemberian larutan steril Asam Asetat 1 % diberikan

30 menit setelah pemberian obat, hal ini diharapkan agar obat yang

diberikan belum bekerja sehingga Asam Asetat langsung berefek

dan juga untuk mempermudah pengamatan dari obat itu.

Setelah mencit (Mus musculus) pemberian secara oral maka

ditunggu selama 30 menit kemudian sebelum di induksikan asam

asetat. Mengapa harus ditunggu selama 30 menit karena waktu 30

menit diperkirakan obat telah mencapai reseptor masing-masing.

Fungsi asam asetat yaitu sebagai zat yang dapat menginduksi rasa

nyeri pada mencit. Asam asetat dapat menginduksi rasa nyeri karena

tubuh akan mengalami asidosis dan menyebabakan gangguan pada

sistem saraf sehingga memberikan respon rasa nyeri. Setelah

pemberian asam asetat maka efek obat pada masing-masing

kelompok hewan uji diamati. Gejala sakit pada mencit sebagai akibat

pemberian asam asetat adalah adanya kontraksi dari dinding perut,

kepala dan kaki ditarik kebelakang sehingga abdomen menyentuh

dasar dari ruang yang ditempatinya, gejala ini dinamakan geliat

(writhing).
Dari hasil pengamatan menunjukkan mencit yang diberi aquadest

memiliki jumlah geliat mencit dihitung setiap 5 menit,pada mencit

pertama jumlah geliatnya yaitu 44 kali,mencit kedua dengan 57 kali

dan mencit ketiga dengan 18 kali. Pada mencit pertama memiliki

geliat sedikit lama-lama bertambah dan kemudian menurun pada

mencit ketiga saat menit-menit akhir.

Sedangkan pada mencit kelompok 2 dengan menggunakan

ekstrak meniranmemiliki jumlah geliat dihitung setiap 5 menit,pada

mencit pertama jumlah geliatnya yaitu 67 kali, mencit kedua dengan

93 kali dan mencit ketiga dengan 16 kali. Dan memiliki % daya

analgetik terhadap yaitu -46,9 %.

Kelompok 3 yaitu suspensi asam mefenamat memiliki jumlah

geliat dihitung setiap 5 menit,pada mencit pertama jumlah geliatnya

yaitu 19 kali, mencit kedua dengan 30 kali dan mencit ketiga dengan

20 kali. Dan memiliki % daya analgetik terhadap yaitu 36,97 %.

Dari data percobaan yang diperoleh, diketahui bahwa jumlah kumulatif

geliat pada hewan uji mencit dapat diurutkan menjadi ekstrak

meniran > aqua destilata > asam mefenamat. Daya Analgetik dari

tinggi ke rendah adalah ekstrak meniran > asam mefenamat >

Aquadest. Hal ini dapat disimpulkan bahwa obat yang paling efektif

dalam mengatasi nyeri yang diakibatkan oleh rangsangan kimia

adalah pertama ekstrak meniran, kedua asam mefenamat.


Data praktikum kali ini dianggap menyimpang karena seharusnya

hasil yang didapat tidak boleh memiliki nilai negativ, dan seharusnya

nilai kumulatif geliat mencit yang diberi Aquadest harus lebih tinggi

dari nilai kumulatif geliat mencit yang diberi obat analgetik.

Factor yang dapat terjadinya kesalahan dalam praktikum ini yaitu

antara lain faktor penyuntikan yang salah atau kurang tepat sehingga

volume obat yang disuntikan tidak tepat dan faktor fisiologis dari

mencit, mengingat hewan percobaan ini telah mengalami beberapa

kali percobaan sehingga dapat terjadi kemungkinan hewan percobaan

yang stress.

Factor yang lain yaitu data pengamatan praktikan yang kurang

seksama sehingga ada data geliat mencit yang mungkin terlewat tidak

diamati ataupun salah menghitung geliat mencit .Hal ini tentu saja

akan mempengaruhi hasil dan perhitungan yang dibuat.


BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

1. Analgetika merupakan suatu senyawa atau obat yang dipergunakan

untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri diakibatkan oleh berbagai

rangsangan pada tubuh misalnya rangsangan mekanis, kimiawi

dan fisis.

2. Hasil % daya analgetik yang diperoleh pada asam mefenamat yaitu

36,97 %

3. Hasil % daya analgetik yang diperoleh pada ekstrak meniranyaitu

(-) 46,9 %

V.2 Saran

Pada pelaksanaan praktikum ini selain hewan uji mencit perlu juga

diperkenalkan hewan uji lainnya, agar saya selaku mahasiswa bisa

mengetahui efek analgetik pada hewan uji lainnya.


DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. 2000. “Prinsip Umum dan Dasar Farmakologi”, Gadjah Mada


University Press: Yogyakarta

Arif, Muttaqin. 2008. ”Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan


Gangguan Sistem Persarafan”,Salemba Medika : Jakarta

Arthur, Guyton, 1994. “Buku Ajar Fisiologi Kedokteran”, Buku Kedokteran


EGC : Jakarta

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979. “Farmakope Indonesia


Edisi III”, Direktur Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan :
Jakarta

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995. “Farmakope Indonesia


Edisi IV”, Direktur Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan :
Jakarta

Gupta, M., U.K. Mazumder., R.S. Kumar dan T.S. Kumar, 2003. “Studies
on Anti- inflammatory,Analgesic and Antipyretic Properties of
Methanol Extract of Caesalpinia bonducella leaves in
Experimental Animal Models, Iranian J. Pharmacology &
Therapeutics”. Razi Institute for Drug Research : Calcutta, India

Mutschler, E. 1991. “Dinamika Obat, Buku Ajar Farmakologi & Toksikologi


edisiV”. Penerbit ITB: Bandung

Muliani,Hirawati.2011. “Pertumbuhan Mencit (Mus musculus L.) Setelah


Pemberian Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.), UNDIP :
Semarang

Pudjiastuti, B., Dzulkarnain, dan B. Nuratmi, 2000. “Uji Analgetik Infus


Rimpang Lempuyang Pahit Pada Mencit putih”, Cermin Dunia
Kedokteran : Jakarta

Satyanegara, MD , 1978. “Teori Dan Terapi Nyeri”, PT Pantja Simpati :


Jakarta

Sunaryo, 2015. “Kimia Farmasi,. EGC: Jakarta.

Tim Farmakologi, 2018. “penuntun Praktikum Farmakologi”. Akademi


Farmasi Yamasi Makassar

Tjay Hoan Tan, 2007. “Obat-obat penting”, PT Alex media : Jakarta


LAMPIRAN

Perhitungan

a. Per Oral ( Dosis Pemberian 1 ml/20 g)

Mencit Coklat

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡 20
Mencit 1 = x 1 ml = 20 x 1 ml = 1ml
20

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡 23
Mencit 2 = x 1 ml = 20 x 1 ml = 1,15 ml
20

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡 32
Mencit 3 = x 1 ml = 20 x 1 ml = 1,6 ml
20

Mencit Ungu

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡 21
Mencit 1 = x 1 ml = 20 x 1 ml = 1,05 ml
20

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡 24
Mencit 2 = x 1 ml = 20 x 1 ml = 1,02 ml
20

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡 19
Mencit 3 = x 1 ml = 20 x 1 ml = 0,95 ml
20

Mencit Pink

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡 22
Mencit 1 = x 1 ml = 20 x 1 ml = 1,1 ml
20

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡 22
Mencit 2 = x 1 ml = 20 x 1 ml = 1,2 ml
20

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡 21
Mencit 3 = x 1 ml = 20 x 1 ml = 1,05 ml
20

b. Intraperitionial

Mencit Coklat

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡 20
Mencit 1 = x 0,5 ml = 30 x 0,5 ml = 0,5 ml
30

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡 23
Mencit 2 = x 0,5 ml = 30 x 0,5 ml = 0,57 ml
30

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡 20
Mencit 3 = 30
x 0,5 ml = 30 x 0,5 ml = 0,5 ml
Mencit Ungu

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡 21
Mencit 1 = x 0,5 ml = 30 x 0,5 ml = 0,52 ml
30

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡 19
Mencit 2 = x 0,5 ml = 30 x 0,5 ml = 0,3 ml
30

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡 20
Mencit 3 = x 0,5 ml = 30 x 0,5 ml = 0,5 ml
30

Mencit Pink

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡 22
Mencit 1 = x 0,5 ml = 30 x 0,5 ml = 0,55 ml
30

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡 21
Mencit 2 = x 0,5 ml = 30 x 0,5 ml = 0,51 ml
30

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡 22
Mencit 3 = x 0,5 ml = 30 x 0,5 ml = 0,55 ml
30

c. % daya analgetik :

𝑃
% Daya Analgetik = 100 − ( 𝑋 100 )
𝐾

KET :

P :Jumlah kumulatif geliat mencit yang diberi obat analgetik

K: Jumlah kumulatif geliat mencit yang diberi Na.CMC 1%(control)

% daya analgetik asam mefenamat

25
: 100 − (39,66 𝑋 100 )

:100 - 63,03

: 36,97

% daya analgetik ekstrak meniran

58,66
: 100 − (39,66 𝑋 100 )

: 100 – 147,90

: - 46,9
Laboratorium farmakologi II

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI II

“ EFEK ANALGETIK ”

OLEH :

NAMA : SRI PUTRI HANDAYANI

NIM : 16.081.AF

KELAS : REGULER B

KELOMPOK :2

INSTRUKTUR : ZAKIAH TAHIR, S.Si, M.Si, Apt

AKADEMI FARMASI YAMASI MAKASSAR

2018
(KET : PEMBERIAN SECARA ORAL)

(KET : PEMBERIAN SECARA INTRAPERITONIAL)

Anda mungkin juga menyukai