Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI 1

PRAKTIKUM 4 KONVERSI DOSIS OBAT ANTIPIRETIK

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK : 3
NAMA ANGGOTA : CHISTY INTAN PRAMESTI (P27242022076)
CINDY HANIKA PUTRI (P27242022077)
DESINTA AYUDYA SARI (P27242022079)
DHEA DELLA APRILYA (P27242022078)
DWI NATALIA (P27242022080)
DYNA AYUNA ( P27242022081 )
ERNA PUTRI ASTUTIK ( P27242022082 )

HARI/JAM PRAKTIKUM : Rabu, 04 Oktober 2023 /13.00-


15.30
DOSEN PEMBIMBING : 1. Apt. NUR ATIKAH, M.Sc.
2. apt. DWI SUBARTI, M.Sc.

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI 1
POLTEKKES KEMENKES
SURAKARTAJURUSAN FARMASI
PROGRAM D-III
FARMASI2022/2023
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hampir setiap orang pernah merasakan nyeri. Nyeri dapat ditimbulkan
dari berbagai macam penyakit. Nyeri merupakan suatu kejadian sensori dan
emosi yang tidak nyaman dan berhubungan dengan kerusakan pada jaringan
atau berpotensi terjadinya kerusakan pada jaringan(Kurniawan, 2018). Rasa
sakit atau nyeri dapat menandakan adanya peradangan (rematik, encok), infeksi
kuman atau kejang otot. Rasa nyeri timbul karena adanya rangsangan mekanis
maupun kimiawi, yang dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan dan
melepaskan zat-zat tertentu yang disebut mediator (perantara) nyeri seperti
bradikinin, histamin, serotonin, dan prostaglandin(Afrianti et al., 2014).
Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat kerusakan jaringan. Rasa nyeri merupakan salah satu
masalah yang umumnya terjadi karena rasa nyeri mengganggu fungsi sosial dan
kualitas hidup orang yang menderita nyeri. Orang yang menderita nyeri akan
melakukan berbagai upaya untuk meringankan rasa nyeri tersebut agar
berkurang. Nyeri merupakan penyebab tersering pasien datang ke dokter untuk
melakukan pengobatan. stomatitis (RAS) pada mukosa mulut merupakan
inflamasi yang cukup sering menyebabkan rasa sakit mengganggu pasien. Nyeri
myofascial, selain RAS, juga sering dialami oleh pasien. Rasa nyeri yang
ditimbulkan dapat menganggu aktivitas kehidupan sehari-hari, berdampak
negative pada kualitas hidup, dan dapat bertambah akibat mengkonsumsi
makanan atau minuman manis bersuhu panas maupun dingin.
Berdasarkan penyebab nyeri, nyeri dibagi menjadi nyeri nosiseptif dan
nyeri neuropatik. Nyeri nosiseptif rangsangannya ditimbulkan oleh mediator
nyeri seperti pada pasca trauma operasi dan luka bakar, sedangkan nyeri
neuropatik rangsangannya ditimbulkan oleh kerusakan saraf atau disfungsi saraf
seperti pada diabetes mellitus dan herpes zoster.3 Berdasarkan durasinya, nyeri
dibagi dalam nyeri akut dan kronis. Nyeri akut biasanya berlangsung dalam
waktu kurang dari 3 bulan secara mendadak akibat trauma atau inflamasi dan
tanda respon simpatis. Nyeri kronis merupakan nyeri yang terjadi dalam kurun
waktu lebih dari 3 bulan, hilang timbul atau terus menerus dan tanda respon
parasimpatis.
Nyeri lanjutan yang tidak ditangani secara tepat, akan memicu turunnya
daya tahan tubuh dengan menurunkan fungsi imun, mempercepat kerusakan
jaringan, laju metabolisme dan stres yang berkepanjangan sehingga akan
memperburuk kualitas kesehatan penderitanya. Nyeri adalah suatu rasa yang
tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri apabila tidak segera diobati
dapat menjadi suatu masalah yang berkepanjangan dan merugikan penderitanya
sehingga penderita akan melakukan berbagai upaya untuk meringankan rasa
nyeri tersebut.
Obat adalah unsur aktif secara fisiologis dipakai dalam diagnosis.
pencegahan, pengobatan atau penyembuhan suatu penyakit pada manusia atau
hewan. Obat dapat berasal dari alam dapat diperoleh dari sumber
mineral,tumbuh-tumbuhan, hewan, atau dapat juga dihasilkan dari sintesis kimia
organic atau biosintesis (Ansel, 1989).
Meskipun obat dapat menyembuhkan penyakit, tetapi masih banyak juga
orang yang menderita akibat keracunan obat. Oleh karena itu dapat dikatakan
bahwa obat dapat bersifat sebagai obat dan dapat juga bersifat sebagai racun.
Obat itu akan bersifat secara obat apabila tepat digunakan dalam
pengobatansuatu penyakit dengan dosis dan waktu yang tepat. Jadi, apabila obat
salah digunakan dalam pengobatan atau dengan dosis yang berlebihan, maka
akan menimbulkan keracunan. Dan bila dosisnya kecil, maka kita tidak akan
memperoleh penyembuhan (Anief, 1991).
Analgetika atau obat penghilang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi
atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (perbedaan dengan
anestetika umum) (Tjay, 2007). Penanganan nyeri pada umumnya menggunakan
analgetik seperti golongan NSAID (Non Steroid Anti Inflammantory Drugs).
NSAID merupakan obat yang bersifat antipiretik, analgesik, dan antiinflamasi,
terkecuali asetaminofen yang merupakan antipiretik dan analgesik, tetapi tidak
mempunyai akivitas antiinflamasi. Obat-obatan ini biasanya hanya efektif
melawan nyeri intesitas ringan sampai sedang seperti sakit gigi yang disebabkan
inflamasi pulpa. Penggunaan NSAID jangka panjang dapat menimbulkan efek
samping lesi gastrointestinal, muntah darah (hematemesis) dan berak darah
(melena) akibat oleh perdarahan saluran cerna bagian atas.
Analgesik merupakan senyawa yang mampu menekan fungsi
sistem saraf pusat maupun perifer secara selektif untuk mengatasi rasa nyeri
tanpa mempengaruhi kesadaran dari pasien. Nyeri sendiri merupakan suatu
perasaan sensoris dan subjektif yang umumnya berkaitan dengan kerusakan
jaringan pada tubuh dan ber-fungsi sebagai pelindung juga penanda adanya
gangguan di jaringan (Marieet al., 2016).

Klasifikasi Analgetik
Umumnya klasifikasi rasa nyeri diidentifikasikan sebagai berikut:
 Nociceptive pain disebabkan oleh kerusakan pada tubuh dan
memfungsikan fungsi perlindungan. Misalnya termasuk somatic
pain seperti sendi, osteoarthritis, nyeri punggung atau cidera dan
nyeri sehabis operasi.
 Inflammatory pain adalah nyeri yang disebabkan oleh kerusakan
pada jaringan musculoskeletal. Nyeri ini sering disebut Dull atau
Aching. Hal ini paling sering terjadi pada bagian bahu, pinggul
dan tangan tapi juga bisa terjadi pada punggung.
 Neuropathic pain disebabkan oleh cedera atau malfungsi pada
system somatosensory nerveous. Nyeri ini disebabkan oleh
kerusakan atau penyakit yang mempengaruhi bagian system
saraf. Jenis sakit ini cenderung terjadi beberapa hari atau minggu
cedera dan dengan frekuensi dan intensitas yang naik turun.
(Bruce Nelson, MD, 2006)
Asam salisilat, paracetamol mampu mengatasi nyeri ringan sampai
sedang, tetapi nyeri yang hebat membutuhkan analgetik sentral yaitu
analgetik narkotik. Efek antipiretik menyebabkan obat tersebut mampu
menurunkan suhu tubuh pada keadaan demam sedangkan sifat anti
inflamasi berguna untuk mengobati radang sendi (artritis reumatoid)
termasuk pirai/gout yaitu kelebihan asam urat sehingga pada daerah
sendi terjadi pembengkakan dan timbul rasa nyeri. (anonim,2010)
Berdasarkan aksinya, obat-abat analgetik dibagi menjadi 2 golongan
yaitu
a) Analgesik Nonopioid/Perifer(Non-Opioid Analgesics)
Secara farmakologis praktis dibedakan atas kelompok salisilat
(asetosal, diflunisal) dan nonsalisilat. Sebagian besar sediaan-sediaan
golongan non salisilat ternmasuk derivatas.Arylalkanoat(Gilang, 2010).
b) Analgesik Opioid/Analgesik Narkotika
Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-
sifat seperti opium ataumorfin. Golongan obat ini terutama digunakan
untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri.Tetap semua analgesik
opioid menimbulkan adiksi/ketergantungan.

Mekanisme Kerja Obat Analgesik


1. Analgesik Nonopioid/Perifer (Non-Opioid Analgesics)
Obat-obatan dalam kelompok ini memiliki target aksi pada enzim,
yaitu enzim siklooksigenase (COX). COX berperan dalam sintesis mediator
nyeri, salah satunya adalah prostaglandin. Mekanisme umum dari analgetik
jenis ini adalah mengeblok pembentukan prostaglandin dengan jalan
menginhibisi enzim COX pada daerah yang terluka dengan demikian
mengurangi pembentukan mediator nyeri. Mekanismenya tidak berbeda
dengan NSAID dan COX-2 inhibitors. Efek samping yang paling umum dari
golongan obat ini adalah gangguan lambung usus, kerusakan darah, kerusakan
hati dan ginjal serta reaksi alergi di kulit. Efek samping biasanya disebabkan
oleh penggunaan dalam jangka waktu lama dan dosis besar (Anchy, 2011).
2. Analgesik Opioid/Analgesik Narkotika
Mekanisme kerja utamanya ialah dalam menghambat enzim
sikloogsigenase dalam pembentukan prostaglandin yang dikaitkan dengan
kerja analgesiknya dan efek sampingnya. Kebanyakan analgesik OAINS
diduga bekerja diperifer. Efek analgesiknya telah kelihatan dalam waktu satu
jam setelah pemberian per-oral. Sementara efek antiinflamasi OAINS telah
tampak dalam waktu satu-dua minggu pemberian, sedangkan efek
maksimalnya timbul berpariasi dari 1-4 minggu. Setelah pemberiannya
peroral, kadar puncaknya NSAID didalam darah dicapai dalam waktu 1-3 jam
setelah pemberian, penyerapannya umumnya tidak dipengaruhi oleh adanya
makanan. Volume distribusinya relatif kecil (< 0.2 L/kg) dan mempunyai
ikatan dengan protein plasma yang tinggi biasanya (>95%). Waktu paruh
eliminasinya untuk golongan derivat arylalkanot sekitar 2-5 jam, sementara
waktu paruh indometasin sangat berpariasi diantara individu yang
menggunakannya, sedangkan piroksikam mempunyai waktu paruh paling
panjang (45 jam) (Gilang, 2010).
Harus hati-hati menggunakan analgesik ini karena mempunyai risiko
besar terhadap ketergantungan obat (adiksi) dan kecenderungan
penyalahgunaan obat. Obat ini hanya dibenarkan untuk pengobatan insidentil
pada nyeri hebat (trauma hebat, patah tulang, nyeri infark jantung, kolik batu
empedu/batu ginjal). Tanpa indikasi kuat, tidak dibenarkan penggunaannya
secara kronik, disamping untuk mengatasi nyeri hebat, penggunaan narkotik
diindikasikan kanker stadium lanjut karena dapat meringankan penderitaan.
Fentanil dan alfentanil umumnya digunakan sebagai pramedikasi dalam
pembedahan karena dapat memperkuat anestesi umum sehingga mengurangi
timbulnya kesadaran selama anestesi.(anonim,2010).

B. TUJUAN
1. Mahasiswa dapat menghitug konversi dosis obat analgesic (parasetamol,
ibuprofen, antalgin, dan natrium diklofenak) dari manusia ke mencit
2. Mahasiswa mampu melakukan uji efek obat analgesic (parasetamol,
ibuprofen, dan antalgin) pada mencit ( Mus musculus L).

C. MANFAAT
Mahasiswa dapat menambah pemahaman mengenai konversi dosis dan
efek obat analgetic terhadap hewan uji, sehingga mahasiswa tidak hanya
mengetahui secara teori tetapi juga secara praktik agar nantinya dapat
membantu mahasiswa jika melakukan penelitian yang menggunakan hewan
BAB II
TINJAUAN TEORI

Demam adalah kondisi suhu tubuh diatas normal disebabkan adanya peningkatan
pusat pengatur suhu di hipotalamus. Sebagian besar demam pada anak merupakan
perubahan pada pusat panas di hipotalamus. Penyakit yang ditandai dengan adanya demam
dapat menyerang system imunitas tubuh. Demam menyebabkan meningkatnya
perkembangan imunitas spesifik dan nonspesifik dalam membantu pemulihan atau
pertahanan terhadap infeksi (Wardiyah et al., 2016).
Pengaturan suhu tubuh manusia merupakan hasil keseimbangan produksi dan
pelepasan panas. Dikatakan demam adalah apabila suhu tubuh 38oC. Demam pada anak
menimbulkan kekhawatiran yang menyebabkan pemberiaan antipiretik tanpa mengukur
suhu anak terlebih dahulu. Tata laksana farmakologis demam pada anak sering digunakan
adalah paracetamol atau acetaminofen dan ibuprofen (Carison & Kurnia, 2020).
Dalam pemberian analgetik antipiretik perlu diperhatikan pemberiannya
berdasarkan umur, jenis kelamin, bentuk sediaan, jenis dan kekuatan obat, dosis obat
sesuai dengan kebutuhan pasien. Hal ini berkaitan dengan keterbatasan jenis sediaan
analgetik antipiretik di Puskesmas yang harus sesuai dengan kebijakan pemerintah.
Acetaminofen atau paracetamol merupakan golongan derifat asetanilida yang
digunakan sebagai analgetik antipiretik. Analgetik antipiretik adalah obat yang mengurangi
rasa nyeri dan menurunkan demam (Tjay & Rahardja, 2015). Paracetamol bekerja secara
non selektif dengan menghambat enzim cyclooxsigenase (cox-1 dan cox-2) juga bekerja
dengan menghambat cox-3 pada hipotalamus. Paracetamol memiliki sifat yang lipofil
sehingga mampu menembus Blood Brain Barrier, sehingga menjadi first line pada
antipiretik (Katzung, 2011). Paracetamol sebagai obat golongan analgetik antipiretik yang
banyak digunakan oleh masyarakat. Paracetamol dianggap sebagai obat anti nyeri yang
paling aman dan juga mudah diatur penyesuaian dosis untuk anak (Rosalina, 2018).
Ibuprofen golongan antipiretik kedua terluas setelah acetaminophen.
A. Analgetik
Analgetik adalah obat atau senyawa yang dipergunakan untuk mengurangi
rasa sakit atau nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Kesadaran akan perasaan
sakit terdiri dari dua proses, yakni :
1. Penerimaan rangsangan sakit di bagian otak besar dan reaksi - reaksi emosional
dan individu terhadap perangsang ini.
2. Obat penghalang nyeri (analgetik) mempengaruhi proses pertama dengan
mempertinggi ambang kesadaran akan perasaan sakit, sedangkan narkotik menekan
reaksi - reaksi psychis yang diakibatkan oleh rangsangan sakit.
Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala,yang
fungsinya adalah melindungi dan memberikan tanda bahaya tentang adanya
gangguan - gangguan di dalam tubuh, seperti peradangan (rematik, encok), infeksi -
infeksi kuman atau kejang – kejang otot.
Penyebab rasa nyeri adalah rangsangan - rangsangan mekanis, fisik, atau
kimiawi yang dapat menimbulkan kerusakan - kerusakan pada jaringan dan
melepaskan zat - zat tertentu yang disebut mediator - mediator nyeri yang letaknya
pada ujung - ujung saraf bebas di kulit, selaput lendir, atau jaringan - jaringan
(organ - organ) lain. Dari tempat ini rangsangan dialirkan melalui saraf - saraf
sensoris ke Sistem Saraf Pusat (SSP) melalui sumsum tulang belakang ke thalamus
dan kemudian ke pusat nyeri di dalam otak besar, dimana rangsangan dirasakan
sebagai nyeri. Mediator - mediator nyeri yang terpenting adalah histamine,
serotonin, plasmakinin - plasmakinin, dan prostaglandin - prostagladin, serta ion -
ion kalium. Berdasarkan proses terjadinya nyeri, maka rasa nyeri dapat dilawan
dengan beberapa cara, yaitu :
1. Merintangi pembentukan rangsangan dalam reseptor - reseptor nyeri perifer, oleh
analgetika perifer atau anestetika lokal.
2. Merintangi penyaluran rangsangan nyeri dalam saraf – saraf sensoris, misalnya
dengan anestetika local.
3. Blokade dari pusat nyeri dalam Sistem Saraf Pusat dengan analgetika sentral
(narkotika) atau anestetika umum.
Pada pengobatan rasa nyeri dengan analgetika, factor - faktor psikis turut
berperan, misalnya kesabaran individu dan daya menerima nyeri dari si pasien.
Secara umum analgetika dibagi dalam dua golongan, yaitu analgeti non -
narkotinik atau analgesik non - opioid atau integumentalanalgesic (misalnya
asetosal dan parasetamol) dan analgetika narkotik atau analgesik opioid atau
visceral analgesic (misalnya morfin).
1. Analgetik narkotik
Zat - zat ini memiliki daya menghalangi nyeri yang kuat sekali dengan
tingkat kerja yang terletak di Sistem Saraf Pusat. Umumnya mengurangi
kesadaran (sifat meredakan dan menidurkan) dan menimbulkan perasaan
nyaman (euforia). Dapat mengakibatkan toleransi dan kebiasaan (habituasi)
serta ketergantungan psikis dan fisik (ketagihan adiksi) dengan gejala - gejala
abstinensia bila pengobatan dihentikan. Karena bahaya adiksi ini, maka
kebanyakan analgetika sentral seperti narkotika dimasukkan dalam Undang -
Undang Narkotika dan penggunaannya diawasi dengan ketat oleh Dirjen POM.
Secara kimiawi, obat – obat ini dapat dibagi dalam beberapa kelompok, sebagai
berikut :
a) Alkaloid candu alamiah dan sintesis morfin dan kodein, heroin, hidromorfon,
hidrokodon, dan dionin.
b) Pengganti - pengganti morfin yang terdiri dari :
1) Petidin dan turunannya, fentanil dan sufentanil.
2) Metadon dan turunannya : dekstromoramida, bezitramida, piritramida,
dan d - ptopoksifen.
3) Fenantren dan turunannya levorfenol termasuk pula pentazosin.
Antagonis - antagonis morfin adalah zat - zat yang dapat melawan efek -
efek samping dari analgetik narkotik tanpa mengurangi kerja analgesiknya dan
terutama digunakan pada overdosis atau intoksiaksi dengan obat - obat ini. Zat-zat
ini sendiri juga berkhasiat sebagai analgetik, tetapi tidak dapat digunakan dalam
terapi, karena dia sendiri menimbulkan efek - efek samping yang mirip dengan
morfin, antara lain depresi pernafasan dan reaksi - reaksi psikotis. Yang sering
digunakan adalah nalorfin dan nalokson. Efek - efek samping dari morfin dan
analgetika sentral lainnya pada dosis biasa adalah gangguan - gangguan
lambung,usus (mual, muntah, obstipasi), juga efek - efek pusat lainnya seperti
kegelisahan, sedasi, rasa kantuk, dan perubahan suasana jiwa dengan euforia. Pada
dosis yang lebih tinggi terjadi efek - efek yang lebih berbahaya yaitu depresi
pernafasan, tekanan darah turun, dan sirkulasi darah terganggu. Akhirnya dapat
terjadi koma dan pernafasan terhenti.
Efek morfin terhadap Sistem Saraf Pusat berupa analgesia dan narkosis.
Analgesia oleh morfin dan opioid lain sudah timbul sebelum penderita tidur dan
seringkali analgesia terjadi tanpa disertai tidur. Morfin dosis kecil (15 - 20 mg)
menimbulkan euphoria pada penderita yang sedang menderita nyeri, sedih dan
gelisah. Sebaliknya, dosis yang sama pada orang normal seringkali menimbulkan
disforia berupa perasaan kuatir atau takut disertai dengan mual, dan muntah. Morfin
juga menimbulkan rasa kantuk, tidak dapat berkonsentrasi, sukar berfikir, apatis,
aktivitas motorik berkurang, ketajaman penglihatan berkurang, ektremitas terasa
berat, badan terasa panas, muka gatal dan mulut terasa kering, depresi nafas dan
miosis. Rasa lapar hilang dan dapat muntah yang tidak selalu disertai rasa mual.
Dalam lingkungan yang tenang orang yang diberikan dosis terapi (15 - 20 mg)
morfin akan tertidur cepat dan nyenyak disertai mimpi, nafas lambat dan miosis.
Antara nyeri dan efek analgetik (juga efek depresi nafas) morfin dan opioid
lain terdapat antagonisme, artinya nyeri merupakan antagonis faalan bagi efek
analgetik dan efek depresi nafas morfin. Bila nyeri sudah dialami beberapa waktu
sebelum pemberian morfin, efek analgetik obat ini tidak begitu besar. Sebaliknya
bila stimulus nyeri ditimbulkan setelah efek analgetic mencapai maksimum, dosis
morfin yang diperlukan untuk meniadakan nyeri itu jauh lebih kecil. Penderita yang
sedangmengalami nyeri hebat dan memerlukan mofin dengan dosis besar untuk
menghilangkan rasa nyerinya, dapat tahan terhadap depresi nafas morfin. Tetapi
bila nyeri itu tiba - tiba hilang, maka kemungkinan besar timbul gejala depresi
nafas oleh morfin.

2. Analgetik perifer (non - narkotik)


Obat - obat ini dinamakan juga analgetika perifer, karena tidak
mempengaruhi Sistem Saraf Pusat, tidak menurunkan kesadaran atau
mengakibatkan ketagihan. Semua analgetika perifer juga memiliki kerja antipiretik,
yaitu menurunkan suhu badan pada keadaan demam, maka disebut juga analgetik
antipiretik. Khasiatnya berdasarkan rangsangannya terhadap pusat pengaturkalor di
hipotalamus, yang mengakibatkan vasodilatasi perifer (di kulit) dengan
bertambahnya pengeluaran kalor dan disertai keluarnya banyak keringat.
Penggolongan analgetika perifer secara kimiawi adalah sebagai berikut,
a) Salisilat - salisilat, Na - salisilat, asetosal, salisilamida, dan benirilat
b) Derivat - derivat p - aminofenol : fenasetin dan parasetamol.
c) Derivat - derivat pirozolon : antipirin, aminofenazon, dipiron,fenilbutazon
dan turunan - turunannya.
d) Derivat - derivat antranilat : glafenin, asam mefenamat, dan asamnifluminat.
Efek - efek samping yang biasanya muncul adalah gangguan - gangguan
lambung - usus, kerusakan darah, kerusakan hati, dan ginjal dan juga reaksi - reaksi
alergi kulit. Efek - efek samping ini terutama terjadi pada penggunaan lama atau
pada dosis besar,maka sebaiknya janganlah menggunakan analgetika ini secara
terus - menerus.

B. Analgetik – Antipiretik
Analgetik adalah obat yang mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran. Sedangkan antipiretik adalah obat yang dapat
menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Jadi, analgetic - antipiretik adalah obat yang
mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Sebagai
mediator nyeri, antara lain adalah sebagai berikut :
1. Histamin
2. Serotonin
3. Plasmokinin (antara lain Bradikinin)
4. Prostaglandin
5. Ion Kalium
Analgetik diberikan kepada penderita untuk mengurangi rasa nyeri yang
dapat ditimbulkan oleh berbagai rangsang mekanis, kimia, dan fisis yang
melampaui suatu nilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri). Rasa nyeri tersebut
terjadi akibat terlepasnya mediator - mediator nyeri (misalnya bradikinin,
prostaglandin) dari jaringan yang rusak yang kemudian merangsang reseptor nyeri
di ujung saraf perifer ataupun di tempat lain. Dari tempat - tempat ini selanjutnya
rangsang nyeri diteruskan ke pusat nyeri di korteks serebri oleh saraf sensoris
melalui sumsum tulang belakang dan thalamus. Antipiretik bekerja dengan cara
menghambat produksi prostaglandin di hipotalamus anterior (yang meningkat
sebagai respon adanya pirogen endogen.
Nyeri merupakan sensasi yang mengindikasikan bahwa tubuh sedang
mengalami kerusakan jaringan, inflamasi, atau kelainan yang lebih berat seperti
disfungsi sistem saraf. Oleh karena itu nyeri sering disebut sebagai alarm untuk
melindungi tubuh dari kerusakan jaringan yang lebih parah. Rasa nyeri seringkali
menyebabkan rasa tidak nyaman seperti rasa tertusuk, ras a terbakar, rasa kesetrum,
dan lainnya sehingga mengganggu kualitas hidup pasien atau orang yang
mengalami nyeri. Analgesik adalah obat yang selektif mengurangi rasa sakit
dengan bertindak dalam sistem saraf pusat atau pada mekanisme nyeri perifer,
tanpa secara signifikan mengubah kesadaran .Analgesik menghilangkan rasa sakit,
tanpa mempengaruhi penyebabnya. Analgesik apabila digunakan dengan dosis
yang berlebihan maka dapat menimbulkan beberapa efek samping Chandra et al.,
2016).
Pendidikan kesehatan merupakan bagian dari seluruh upaya kesehatan, yang
menitik beratkan pada upaya untuk meningkatkan perilaku sehat dan peningkatan
kemampuan masyarakat dalam penanganan penyakit sederhana dengan
memanfaatkan obat yang sederhana bahkan menggunakan bahan dari alam.
Pengetahuan mengenai obat-obatan sangatlah bermanfaat besar, karena obat selain
bisa sebagai penyembuh dari sakit juga bisa berpotensi untuk mendatangkan
malapetaka. Swamedikasi /Pengobatan sendiri apabila tidak didasari dengan
pengetahuan tentang obat -obatan, maka dapat menimbulkan keluhan baru atau
bahkan penyakit baru yang merupakan akibat dari efek samping obat Oktaviana et
al., 2017).

C. IBU PROFEN
Ibuprofen adalah salah satu antiinflamasi nonsteroid yang digunakan untuk
analgetik dan antipiretik. Ibuprofen sering digunakan dengan frekuensi pemakaian
berulangkali dalam sehari dan dapat menyebabkan efek samping gangguan saluran
cerna. Ibuprofen dalam Biopharmaceutics Classification System (BCS) termasuk
kelas II atau obat dengan kelarutan rendah, tetapi memiliki permeabilitas yang
tinggi (Dressman dan Buttler, 2001). Obat yang mempunyai sifat demikian,
absorpsinya cenderung tidak teratur, lambat dan tidak sempurna sehingga
diperlukan upaya untuk meningkatkan kelarutan melalui pengembangan formulasi
agar obat dapat cepat terlepas dari sediaan (terlarut dalam cairan gastrointestinal,
selanjutnya dapat dengan cepat diabsorpsi dan cepat menimbulkan efek). Mengatasi
permasalahan ibuprofen tersebut dan meningkatkan efikasi, ibuprofen dapat dibuat
melalui suatu sistem penghantaran baru dengan teknik mikropartikel (Agnihotri et
al, 2004).
Mikropartikel adalah partikel dengan diameter 1 sampai 1000 μm, tidak
berpengaruh pada ketepatan stuktur di dalam dan di luar partikel. Kategori
mikropartikel -secara luas adalah “mikrosfer” yang secara spesifik menunjukkan
mikropartikel berbentuk bola dan subkategorinya adalah “mikrokapsul” digunakan
untuk mikropartikel yang memiliki inti yang dikelilingi suatu materi yang berbeda
dari inti tersebut. Inti tersebut dapat berupa padat, cair, ataupun gas.
Penggunaan biodegradable mikrosfer mukoadesif sebagai sistem
penghantaran
Obat memiliki keuntungan pengontrolan dan pelepasan obat terus menerus,
pemberian yang mudah, dapat biodegradasi, biokompatibilitas, melindungi obat
yang bersifat asam dan enzim pada saluran pencernaan dan tidak perlu penggunaan
obat sehari-hari. Penggunaan polimer berbeda untuk biodegradasi, beberapa
polimer sintetik banyak digunakan.
Pembentukan mikropartikel atau mikronisasi dapat meningkatkan
penghantaran obat dalam tubuh. Mikronisasi dilakukan untuk memperluas area
partikel per volume solid yang dapat mengontrol laju pelarutan obat dalam tubuh
sehingga mengurangi efek samping pada gastrointestinal. Pada pembuatan
mikropartikel dengan metode emulsifikasi dibutuhkan polimer dan bahan
penyambung silang yang berfungsi sebagai pengeras dan mempertahankan
bentukan mikropartikel (Rijal, 2010). Adapun metode yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu metode emulsification-ionic-gelation. Metode ini memiliki
keunggulan yaitu metodenya sederhana, tidak toksik, dilakukan pada temperatur
ruangan, ukuran dapat disesuaikan, memiliki kapasitas baik untuk berasosiasi
dengan obat makromolekul pada komposisi partikel. Metode emulsifications ionic
gelation merupakan pembuatan mikrosfer yang dibuat dari polimer jenis gel dan
diproduksi dengan melarutkan polimer dalam larutan berair atau mensuspensikan
bahan aktif ke dalam campuran (Samad, et al., 2010).
Pada pembuatan mikropartikel dengan metode emulsifikasi gelasi ionik
dibutuhkan bahan penyambung silang yang berfungsi sebagai pengeras dan
mempertahankan bentuk mikropartikel. Bahan penyambung silang yang sering
digunakan untuk pembuatan mikropartikel adalah tripolifosfat (Ko, et al., 2002).
Mikropartikel dapat menjadi penghantaran obat yang akurat, mengurangi
konsentrasi obat pada target dan memberikan sistem penghantaran yang efektif
untuk zat aktif yang sedikit larut dalam air. Selain itu, sediaan mikropartikel dapat
melepaskan lebih dari 80% zat aktif dalam waktu 10 menit. Mikropartikel dapat
digunakan untuk memproduksi obat amorf dengan karakter fisik yang diinginkan
dan dapat mengurangi efek samping lokal misalnya iritasi saluran pencernaan pada
pemberian oral (Parida, et al., 2013).
Beberapa polimer yang bisa digunakan pada pembuatan mikropartikel
antara lain adalah polivinil alkohol (PVA). Untuk tujuan aplikasinya, polimer PVA
dimodifikasikan ke bentuk PVA berikatan silang atau kopolimerisasi dengan
polimer/monomer (Swasono, dkk., 2006). Mekanisme pembentukan mikropartikel
berdasarkan pada interaksi elektrostatik antara gugus polikation pada polimer dan
muatan negatif pada polianion seperti tripolifosfat. Terbentuknya gugus kation pada
polimer karena adanya gugus anion pada polimer yang berinteraksi dengan asam
kuat pada proses pembentukan mikropartikel.
Berdasarkan hal di atas, pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan
mikropartikel Ibuprofen menggunakan polimer PVA dan cross- linker TPP dengan
metode emulsification-ionic-gelation.
BAB III
PROSDUR KERJA

A. Perhitungan konversi dosis obat analgesic


Dosis lazim ibuprofen pada manusia
Konversi dosis untuk mencit bb 20g = dosis lazim x factor konversi
= 400 mg x 0,0026
= 1,04
Konversi dosis untuk mencit bb 30 g = ( 30g/20g) x 1,04
= 1,56
Dosis ini di berikan dalam volume = 0,2 ml
Di buat sebanyak = 25 ml
Jumlah ibuprofen yang di gunakan = ( 25/0,2 ml ) x 1,56 mg
= 195 mg atau 0,195 g
% kadar ibuprofen = ( 0,195 g / 25 ml) x 100%
= 0,78 %

Jika dalam percobaan menggunakan sirup ibuprofen , diketahui sirup ibuprofen


mengandung 100 mg per sendok the 5 ml
Konsentrasi sirup ibuprofen = 100 MG/5ml
Jumlah ibuprofen yang di butuhkan = 195mg
Jadi, jumlah sirup yang di ambil = ( 195 mg/ 100ml ) x 5 ml
= 9,75 ml
Sehingga untuk membuat 25 ml larutan ibuprofen 0,78% dibutuhkan 9,25 ml sirup
ibuprofen

Cara pengenceran :
Larutan ibuprofen dengan kadar 0,78% dibuat dengan mengukur 9,25 ml sirup
ibuprefoen , dimasukan kelabu ukur 200ml lalu tambahkan larutan CMC NA 1%
hingga 25 ml kocok homogen.
B. Alat
1. Batang pengaduk
2. Spuit oral
3. Stopwatch
4. Timbangan berat badan
5. Wadah mencit

C. Bahan
1. Sirup paracetamol
2. Sirup ibuprofen
3. Tablet antalgin
4. CMC NA
5. Aqua destilata
6. Hewan mencit Jantan

D. Cara Kerja

a. Konversi dosis

Mencit diambil di kandangnya sejumlah yang diperlukan

Dilakukan penimbangan berat badan mencit

Hasil berat badan mencit dicatat

b. Uji efek obat analgesic

a. Cara pembuatan larutan asam asetat 1% v/v

Ambil 0,25 ml asam asetat pekat


Masukkan dalam labu takar volume 25 ml

Tambahkan aquadest hingga tanda batas dan dikocok hingga homogen

b.Cara pembuatan Na-CMC 1%

Panaskan kurang lebih 200 ml air hingga mendidih

Timbang Na-CMC 1 gram

Masukkan Na CMC ke beaker glass 300 ml, tambahkan 50 ml air panas

Aduk dengan mixer sampai homogen

Tambahkan air panas sambal diaduk hinggan 100 ml

c. Cara perhitungan dosis asam asetat 1%

Semua mencit disuntik secara i.p. dengan larutan asam asetat 1% v/v
dengan dosis 10 ml/kg BB. Dimisalkan berat badan mencit 30 gram,
maka jumlah asetat 1% yang disuntikkan yaitu :
Konversi 30 gram = 0,03 kg

Dosis untuk mencit 30 gram = 10 𝑚𝑙 × 0.03 𝑘𝑔

= 0,3 𝑚𝑙
d.Pelaksanaan

Mencit ditimbang dan dikelompokkan dalam 4 kelompok

Kelompok 1, sebagai control diberi larutan Na-CMC

Kelompok 2, diberi paracetamol

Kelompok 3, diberi ibuprofen

Kelompok 4 diberi antalgin

30 menit kemudian disuntik larutan asam asetat 1%

Amati dan catat jumlah geliatan mencit


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Table berat badan mencit dan volume pemberian obat antalgin


Mencit Berat Badan (gram) Hasil volume pemberian
setelah konversi dosis (ml)
1 27,3 0,182
2 26,7 0,178
3 40,9 0,27
4 23, 3 ( kontrol) 0,15

2. Table volume pemberian oral dan intraperitoneal

Volume pemberian
Berat
Perlakukan Replikasi badan (ml)
(g) Peroral Intraperitoneal
(Obat) (Asam asetat)
1 37,7 0,251 0,37

2 44,7 0, 298 0,37


CMC-Na
3 23,3 0,15 0, 447

1 26,2 0,174 0,26

2 30,2 0,201 0,30


Paracetamol
3 38,2 0,254 0,38
kel. 1
Ibuprofen 1 27,3 0,18 0,27

2 26,7 0,17 0,26

3 40,9 0,27 0,40


1 32,1 0,21 0,3

2 35,65 0,24 0,36


Antalgin
3 31,1 0,21 0,3

1 30,2 0,201 0,302


Paracetamol 2 25,9 0,173 0,26
Kel 2

3 23,3 0,256 0,384

3. Tabel jumlah geliatan mencit

Perlakuk an menc Jumlah geliatan (menit) jum


it lah
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60

CMC-Na 1 13 14 16 15 17 19 17 14 17 17 18 18 195

2 2 2 13 2 1 1 2 3 3 3 4 3 29

3 4 8 16 7 9 11 8 6 15 9 11 8 112

Paraseta 1 14 13 17 18 19 17 15 17 9 11 12 11
mol 1 2 12 11 15 14 13 14 16 18 19 17 9 11

3 9 12 14 19 16 18 17 16 15 14 13 12

Paracetamol 1 1 2 1 3 4 2 3 5 4 2 2 32
2 2 1 1 1 3 4 2 3 3 4 2 2 28

3 1 1 4 2 5 2 4 3 2 1 2 31

Ibuprofen 1 30 9 5 6 5 4 7 10 6 7 8 15 112

2 12 11 16 11 8 10 15 7 9 6 0 4 117

3 23 6 9 7 16 13 9 11 4 10 7 7 122

Antalgin 1 1 1 1 3 3 4 3 2 2 3 2 3 28

2 0 1 1 0 0 0 2 0 0 0 0 2 6

3 1 4 4 3 7 5 3 2 2 2 3 2 38

% daya analgetik dan PCT =


8
= 100-( )

= 100- 90,02

= 9,98 %

B. LEMBAR KEGIATAN MAHASISWA

1) Hitunglah konversi dosis dan pembuatan larutan berdasarkan poin E

Hitunglah konversi dosis manusia ke mencit yang dibuat dengan stok


larutan 25 ml, dan diberikan sebanyak 0,2 ml, untuk obat sebagai berikut a)
Dosis lazim ibuprofen pada manusia = 400 mg

Konversi dosis untuk mencit BB 20 g = dosis lazim x faktor konversi


= 400 mg x 0,0026
= 2,04 mg
= 30 𝑔 × 1,04𝑚 𝑔
Konversi dosis untuk mencit BB 30 g
20 𝑔
= 1,56 mg
Dosis ini diberikan dalam volume = 0,2 ml
Dibuat sebanyak = 25 ml
25
= 𝑚𝑙 × 1,56 𝑚 𝑔
Jumlah ibu profen yang digunakan
0,2𝑚 𝑙
= 195 mg/0,195 g
=0 ,195 𝑔 × 100%
% kadar ibu profen
25 𝑚 𝑙
= 0,78 %

Pembuatan larutan ibu profen:


Jumlah serbuk yang dibutuhkan =𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑜𝑏𝑎𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔
𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛 ×
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

𝑘𝑒𝑘𝑢𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛
= 195𝑚 𝑔 × 620𝑚 𝑔
Jumlah serbuk yang dibutuhkan
400𝑚 𝑔
= 303,25mg
Sehingga 25ml larutan ibu profen 0,78% dibutuhkan 302,25mg serbuk
tan ibu profen

b) Dosis lazim Paracetamol pada manusia = 500 mg


• Konversi dosis untuk mencit BB 20 g = dosis lazim x f.konversi
= 500mg x 0,0026

= 1,3 mg
= 30 𝑔 × 1,3 𝑚 𝑔
• Konversi dosis untuk mencit BB 30 g
20 𝑔
= 1,95 mg

Dosis ini diberikan dalam volume = 0,2 ml

Dibuat sebanyak = 25 ml
25𝑚 𝑙
Jumlah paracetamol yang digunakan = × 1,95mg
0,2 𝑚𝑙
= 243,75mg / 0,243 g
=0 ,243 𝑔 × 100%
% kadar paracetamol
25 𝑚 𝑙
= 0,972 %

Pembuatan larutan ibu profen:


Jumlah serbuk yang dibutuhkan =𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑜𝑏𝑎𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔
𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛 ×
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

𝑘𝑒𝑘𝑢𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛
= 243 ,75𝑚 𝑔 ×
Jumlah serbuk yang dibutuhkan 835,1𝑚 𝑔
500𝑚 𝑔
= 407,11 mg
Sehingga 25ml larutan ibu profen 0,972% dibutuhkan 407.11 mg serbuk
tablet paracetamol
c) Dosis lazim antalgin pada manusia = 500 mg
Konversi dosis untuk mencit BB 20 g = dosis lazim x faktor konversi
= 500mg x 0,002

= 1,3 mg
= 30 𝑔 × 1,3 𝑚 𝑔
Konversi dosis untuk mencit BB 30 g
20 𝑔
= 1,95 mg
Dosis ini diberikan dalam volume = 0,2 ml
Dibuat sebanyak = 25 ml
25 𝑚 𝑙
= × 1,95 mg
Jumlah antalgin yang digunakan
0,2 𝑚 𝑙
= 243,75 mg / 0,24375 g
=0 ,24375 𝑔 × 100%
% kadar antalgin
25 𝑚 𝑙
= 0,975 %

Pembuatan larutan ibu profen:


Jumlah serbuk yang dibutuhkan =𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑜𝑏𝑎𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔
𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛 ×
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

𝑘𝑒𝑘𝑢𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛
= 243 ,75𝑚 𝑔 ×
Jumlah serbuk yang dibutuhkan 550,5𝑚 𝑔
500𝑚 𝑔
= 268,36 mg
Sehingga 25ml larutan ibu profen 0,975% dibutuhkan 268,36 mg serbuk

tablet paracetamol
2) Hitunglah % daya analgetik untuk Ibuprofen dari tabel berikut

% kadar ibu profen =


7
= 100 − × 100%

= 100 – 104,46
= -4,46 %

Jumlah geliat mencit Jml

Kelompok 5’ 10’ 15’ 20’ 25’ 30’ 35’ 40’ 45’ 50’ 55’ 60’

Kontrol 24 23 16 10 9 12 11 16 8 12 13 15 169

Ibuprofen 3 5 6 3 4 4 4 3 3 2 3 3 43

Parasetamol 2 7 16 17 21 18 17 13 12 6 5 3 137

Antalgin 16 24 18 13 14 10 11 8 6 3 4 3 130

Hewan uji yang digunakan adalah mencit jantan putih sebanyak 4 ekor
dengan berat badan 27,3 gram, 26,7 gram, 40,9 gram dan kontrol 23,3 gram. Dipilih
mencit jantan karena sistem imun pada mencit jantan cenderung lebih tidak
dipengaruhi oleh hormon reproduksi. Hal ini disebabkan karena kadar hormon
estrogen pada mencit jantan relatif rendah dibanding mencit betina. Disamping
keseragaman jenis kelamin hewan uji digunakan juga keseragaman spesies dengan
berat badan 20-30 gram Hal ini bertujuan untuk mendapatkan respon yang
relative lebih seragam terhadap rangsangan kimia yang dilakukan.
Hewan uji yang digunakan harus dijaga agar tidak stress. Jika kondisi mencit
dalam keadaan stress maka mencit tidak bisa digunaka dalam penelitian karena
mencit yang mengalami stress tidak mampu mengabsorbsi obat dengan baik
sehingga akan mempengaruhi efek dan hasil dari obat tersebut. Ciri-ciri mencit
yang stress adalah mencit menjadi lebih agresif dan mencit tidak tenang.
Karena itu dalam pengontrolan mencit harus diperhatikan makanan yang
dikonsumsi, pencahayaan ruangan, dan kandang mencit. Mencit diberi makan
kurang lebih 10% dari berat badan agar dapat terpenuhimakanannya. Dan
pencahayaan ruangan tidak boleh terlalu terang karena mencit mempunyai sifat
takut terhadap cahaya. Kandang mencit diberi alas jerami agar suhu
mencit terjaga dan agar urin mencit yang dikeluarkan dapat diserap langsung
oleh jerami tersebut.
Sebelum mencit digunakan untuk penelitian mencit diadaptasikan selama 1
minggu dengan lingkungan terlebih dahulu supaya mencit tidak stress dan
berakibat mati pada waktu penelitian, Pemberian dosis pada mencit juga harus
diperhatikan karena jika dosis berlebih akan over dosis yang bisa menimbulkan
kematian pada hewan uji, dan apabila dosis kurang maka tidak akan menimbulkan
efek obat yang diharapkan. Oleh karena itu langkah pertama yang dilakukan
adalah sebelum digunakan hewan uji ditimbang terlebih dahulu. Kemudian baru
ditimbang dosis mencit. Pemberian volume penyuntikan yang diberikan kepada
mencit tergantung pada berat badan mencit dan dosis yang dihitung
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode
witkin atau geliat. Nyeri yang timbul akan dapat diketahui dengan reaksi yang
dilakukan oleh mencit tersebut yaitu:
a. Torsi pada satu sisi;

b. Kontraksi otot yang terputus-putus;

c. Kaki belakang dan kepala tertarik kearah belakang sehingga menyentuh dasar
ruang yang ditempatinya;
d. Penarikan kembali kepala serta kaki belakang ke arah abadomen

Pemberian bahan uji pada penelitian ini menggunakan 2 cara yaitu oral dan
intraperitoneal. Kelompok kami mendapatkan obat anlegetik ibuprofen. Pemberian
obat analgesik menggunakan rute pemberian secara peroral (p.o) yang
diinjeksikan ke rongga mulut hingga tenggorokan dengan injeksi khusus
yang dilengkapi dengan sonde pada ujung jarum dengan spuit ukuran
1ml/cc. Alasan memilih rute ini yaitu : (anonim, 1995).
1. Antalgin cepat diabsorbsi saluran cerna

2. Farmakodinamik obat yang diberikan secara peroral lebih lama.

Pada penelitian ini obat analgesik yang digunakan adalah antalgin 500 mg.
Pemberian obat analgesik berdasarkan berat badan mencit, dosis obat dan volume
penyuntikan yang telah dilakukan perhitungan terlebih dahulu.
Tiga puluh menit (30) menit setelah pemberian, semua mencit disuntik secara
intraperitoneal dengan larutan asam asetat 1% v/v sesuai perhitungan dosis untuk setiap
mencit;
• Mencit 1 diberi asam stearat sebanyak 0,273 ml
• Mencit 2 diberi asam stearat sebanyak 0,267 ml
• Mencit 3 diberi asam stearat sebanyak 0,409 ml

• Mencit 4 sebagai kontrol diberi asam stearat sebanyak 0,233 ml

Penggunaan asam stearat sebagai induktor nyeri karena asam stearat


merupakan asam lemah yang tidak terkonjugasi dalam tubuh,
pemberian sediaan asetat terhadap hewan percobaan akan merangsang prostaglandin,
untuk menimbulkan rasa nyeri akibat adanya kerusakan jaringan atau inflamasi.
Prostaglandin menyebabkan sensititasi reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik
dan kimiawi sehingga prostaglandin dapat menimbulkan keadaan
hiperalgesia, kemudian mediator kimiawi seperti bradikinin dan histamin
merangsangnya dan menimbulkan nyeri yang nyata, sehingga mencit akan
menggeliatkan kaki kebelakang saat efek dari penginduksi ini bekerja. Asam
asetat diberikan dengan rute pemberian secara intraperitoneal (i.p) yang diinjeksi
ke rongga perut ditengah garis perut agak menepi dengan spuit injeksi yang
berukuran 1 ml/cc. Pemberian dilakukan secara intraperitoneal karena
memungkinkan sediaan lebih mudah diabsorbsi oleh tubuh, cepat memberikan
efek mencegah penguraian asam asetat pada jaringan fisiologik organ tertentu.
Serta efek merusak jaringan tubuh jika pada organ tertentu, misalnya apabila
asam asetat diberika peroral, akan merusak saluran pencernaan, karena sifat
kerongkongan cenderung bersifat tidak tahan terhadap asam.
Setelah pemberian asam asetat diamati geliatan mencit ,dari menit ke 5- 60
mencit 1 mendapat kan jumlah geliatan sebanyak 112 ,mencit ke 2 di dapat jumlah
geliatan 117 dan mencit ke 3 di dapat geliatan dengan jumlah 122 dan mencit ke 4
(kontrol) jumlah geliatannya 31. Setelah itu dihitung
% kadar analgetik pada obat ibuprofen,dengan rumus :

dan didapat hasil minus, hal ini tidak sesuai dengan teori ibuprofen memiliki efek
analgesik kuat, hasil minus ini kemungkinan karena efek kesalahan praktikan dalam
mengamati geliatan mencit.

C. Lembar Kegiatan Mahasiswa


Dihitung konversi dosis manusia ke mencit yang dibuat dengan stok larutan 50 ml
dan diberikan pada mencit sebanyak 0,3 ml untuk obat sebagai berikut:
a) Dosis lazim ibuprofen pada manusia = 200 mg

Konversi dosis untuk mencit BB 20 g = dosis lazim x faktor konversi

= 200mg x 0,0026
= 0,52 mg

Konversi dosis untuk mencit BB 27,3 g = 27 ,3 𝑔


× 0,52𝑚𝑔
20 𝑔

= 0,7 mg

Dosis ini diberikan dalam volume = 0,3 ml


Dibuat sebanyak = 50 ml

Jumlah ibu profen yang digunakan = 50 𝑚𝑙 × 0,7 𝑚𝑔


0,3𝑚𝑙

= 116,66 mg/0,1166 g

% kadar ibu profen =0 ,1166 𝑔


× 100%
50 𝑚𝑙

= 0,232 %

Konversi dosis untuk mencit BB 26,7 g = 26 ,7𝑔


× 0,52𝑚𝑔
20 𝑔

= 0,69 mg

Dosis ini diberikan dalam volume = 0,3 ml

Dibuat sebanyak = 50 ml

Jumlah ibu profen yang digunakan = 50 𝑚𝑙 × 0,69 𝑚𝑔


0,3𝑚𝑙

= 115 mg/0,115 g

% kadar ibu profen =0 ,115 𝑔


× 100%
50 𝑚𝑙
= 0,23 %

Konversi dosis untuk mencit BB 40,9 g = 40 ,9 𝑔


× 0,52𝑚𝑔
20 𝑔

= 1,063 mg

Dosis ini diberikan dalam volume = 0,3 ml

Dibuat sebanyak = 50 ml

Jumlah ibu profen yang digunakan = 50 𝑚𝑙 × 1,063 𝑚𝑔


0,3𝑚𝑙

= 177,16 mg/ 0,177 g

% kadar ibu profen =0 ,177 𝑔


× 100%
50 𝑚𝑙

= 0,354 %

Konversi dosis untuk mencit BB 23,3 g = 23 ,3 𝑔


× 0,52𝑚𝑔
20 𝑔

= 0,605 mg

Dosis ini diberikan dalam volume = 0,3 ml

Dibuat sebanyak = 50 ml

Jumlah ibu profen yang digunakan = 50 𝑚𝑙 × 0,605 𝑚𝑔


0,3𝑚𝑙

= 100,83 mg/ 0,1008 g

% kadar ibu profen =0 ,1008 𝑔


× 100%
50 𝑚𝑙

= 0,20 %

b) Dosis lazim natrium diclofenac pada manusia = 25 mg


Konversi dosis untuk mencit BB 20 g = dosis lazim x f.konversi

= 25mg x 0,002

= 0,065 mg
Konversi dosis untuk mencit BB 27,3 g 27,3
0,065 𝑚 𝑔
20 𝑔
= 0,088 mg
Dosis ini diberikan dalam volume = 0,3 ml
Dibuat sebanyak = 50 ml
50 𝑚𝑙
Jumlah natrium diclofenac yang digunakan = × 0,088mg
0,3 𝑚𝑙
= 14,6 mg / 0,0146 g
=0 ,0146𝑔 × 100%
% kadar natrium diclofenac
50 𝑚 𝑙
= 0,0292 %
= 26 ,7 𝑔
× 0,065 𝑚 𝑔
Konversi dosis untuk mencit BB 26,7 g
20 𝑔
= 0,086 mg
Dosis ini diberikan dalam volume = 0,3 ml
Dibuat sebanyak = 50 ml
50 𝑚 𝑙
= × 0,086 mg
Jumlah diclofenac yang digunakan
0,3 𝑚 𝑙
= 14,33 mg / 0, 0143 g
=0 ,0143 𝑔 × 100%
% kadar diclofenac
50 𝑚 𝑙
= 0,0286 %
= 23 ,3𝑔
× 0,065 𝑚 𝑔
Konversi dosis untuk mencit BB 23,3 g
20 𝑔
= 0,075 mg
Dosis ini diberikan dalam volume = 0,3 ml
Dibuat sebanyak = 50 ml
50 𝑚 𝑙
= × 0,075 mg
Jumlah diclofenac yang digunakan
0,3 𝑚 𝑙
= 12,5 mg / 0,025 g
=0 ,0,025 g × 100%
50 ml
% kadar diclofenac = 0,025 %

Konversi dosis untuk mencit BB 20 g = 500 mg x


0,0026
= 1,3 mg

Konversi dosis mencit BB 27,3 g 7


= 3 𝑚𝑔

= 1,774 mg

Dibuat dalam volume = 0,3 ml


Dibuat sebanyak = 50 ml

5
= 774 𝑚𝑔
Jumlah parasetamol yang digunakan
= 295,6 mg

956
= %
5
% kadar parasetamol
= 29,56 %

Pengenceran : =292
,5 𝑚 𝑔 × 5 𝑚 𝑙
120 𝑚 𝑔

= 29,19 ml
= 29 ,8 𝑔 × 1,3
Konversi dosis untuk mencit BB 29,8 g 𝑚𝑔
20 𝑔
= 1,937 mg
Dosis ini diberikan dalam volume = 0,3 ml
Dibuat sebanyak = 50 ml
50 𝑚 𝑙
= ×
Jumlah parasetamol yang digunakan 1,937 mg
0,3 𝑚 𝑙
= 322,83 mg /
0,323 g
=0 ,323 𝑔 ×
% kadar parasetamol 100%
50 𝑚 𝑙
= 0,646 %

Pengenceran :
289 6 𝑚𝑔
( ) 5 𝑚𝑙
𝑚𝑔
= 4 458 𝑚𝑙

4 9
= 3 𝑚𝑔
Konversi dosis untuk mencit BB 40,9 g = 2,65 mg

Dosis ini diberikan dalam volume = 0,3 ml


Dibuat sebanyak = 50 ml
5
= 2 65 𝑚𝑔
Jumlah parasetamol yang digunakan = 441,6 mg

44 6
% kadar parasetamol = %
5

= 0,83%
Penenceran:
44 6
Jumlah yang diambil = ( ) 5 𝑚𝑙

= 22,08 ml
Konversi dosis untuk mencit BB 23,3 g = 3 𝑚𝑔

= 1,514 mg
Dosis ini diberikan dalam volume = 0,3 ml
Dibuat sebanyak = 50 ml
5
Jumlah parasetamol yang digunakan = 5 4 𝑚𝑔

= 252,3 mg
5
% kadar paracetamol =( ) %
5

= 0,504 %
Pengenceran sirup :
5
Jumlah yang diambil = 5 𝑚𝑙

= 12,615 ml
d) Dosis lazim antalgin pada manusia = 500 mg
Konversi dosis untuk mencit BB 20 g = dosis lazim x faktor konversi
= 500mg x 0,002

= 1,3 mg
= 27 ,9 𝑔 × 1,3 𝑚 𝑔
Konversi dosis untuk mencit BB 27,9 g
20 𝑔
= 1,755 mg
Dosis ini diberikan dalam volume = 0,3 ml
Dibuat sebanyak = 50 ml
50 𝑚𝑙
Jumlah antalgin yang digunakan = × 1,755 mg
0,3 𝑚𝑙
= 292,5 mg / 0,2925 g
=0 ,2925 𝑔 ×
% kadar antalgin 100%
50 𝑚 𝑙
= 0,59 %

Pengenceran:
95
Jumlah yang diambil 5 𝑚𝑙
5

= 5 9𝑚𝑙

67
= 3𝑔
Konversi dosis untuk mencit BB 26,7 g = 1,735 mg

Dosis ini diberikan dalam volume = 0,3 ml


Dibuat sebanyak = 50 ml
Jumlah antalgin yang digunakan =
5
735 𝑚𝑔 = 289 6 𝑚𝑔

% kadar antalgin 89
= %
5

= 0,5783 %

Pengenceran:

89 6
Jumlah yang diambil = 5 𝑚𝑙 = 5 78 𝑚𝑙
5

4 9
Konversi dosis untuk mencit BB 40,9 g = 3 𝑚𝑔 = 2 6 𝑚𝑔

Dosis ini diberikan dalam volume = 0,3 ml


Dibuat sebanyak = 50 ml
5
Jumlah antalgin yang digunakan = 2 6 𝑚𝑔 = 433 3 𝑚𝑔

4
% kadar natrium diclofenac = %= 866 %
5

Pengenceran sirup :
4
Jumlah yang diambil = 5 𝑚𝑙 = 8 6 𝑚𝑙
5
Konversi dosis untuk mencit BB 23,3 g = 3 𝑚𝑔 = 5 𝑚𝑔

Dosis ini diberikan dalam volume = 0,3 ml


Dibuat sebanyak = 50 ml
5
Jumlah antalgin yang digunakan = 5 𝑚𝑔 = 25 𝑚𝑔
5
% kadar antalgin = %= 5%
5

Pengenceran :
25 𝑚𝑔
5 𝑚𝑙 = 5 𝑚𝑙
25 𝑚𝑔

Dalam pengujian digunakan beberapa obat analgetik yakni paracetamol, ibuprofen, dan
antalgin. Ibuprofen dipilih karena lebih cepat diabsorbsi dan dikenal masyarakat sebagai
obat yang mampu mengobati nyeri dengan baik. Ibuprofen merupakan obat yang memiliki
kemampuan analgetik yang bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase sehingga
pembentukan asam arakidonat menjadi terganggu. Selain itu, ibuprofen juga menghambat
COX-1 danCOX-2 dan membatasi produksi prostaglandin yang berhubungan dengan
rusaknya jaring anseperti analgetik dan inflamasi (Muhammad, 2012 dalam Syamsul dkk,
2016). Antalgin merupakan analgesik golongan salisilat yang mempunyai aktifitas
analgetik-antipiretik dan antiinflamasi yang sangat luas digunakan dan mempunyai efek
yang sangat kuat dibandingkan analgetik perifer lainnya, antalgin menjadi standar
pembanding dan evaluasi obat. Mekanisme kerjanya yakni dengan menghambat enzim
siklooksigenase sehingga prostaglandin (PGE2, PGF2, PGL2), tromboksan A2 terhambat.
Penghambatan produksi prostaglandin dapat meningkatkan kesensitifan nosireseptor
sehingga mampu menurunkan jumlah impuls nyeri yang diterima oleh sistem saraf pusat.

Analgetik diberikan kepada masing-masing kelompok hewan uji dengan cara peroral
begitupun juga untuk air yang digunakan untuk hewan uji kontrol negatif. Dosis pemberian
paracetamol, ibuprofen, dan antalgin disesuaikan dengan bobot mencit dan dengan
perhitungan dosis seperti yang telah dicantumkan pada bab perhitungan. Kemudian,
masing-masing hewan uji dibiarkan selama 30 menit sebelum diberikan induksi asam
asetat. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan waktu absorbsi obat agar sampai ke
peredaran darah untuk dapat meredakan rasa nyeri. Pengamatan geliat mencit dilakukan
setelah penginduksian asam asetat 1% secara intraperitoneal yang dilakukan setiap 5 menit
selama 1 jam. Hasil persentase geliat dapat dihitung sesuai data jumlah geliat yang
didapatkan setiap 5 menit. Aksi suatu obat bekerja ditandai dengan adanya penurunan
jumlah geliat yang dialami mencit akibat respon rasa nyeri.

Dari data tersebut menunjukkan bahwa hasil praktikum pada ibuprofen gagal karena hasil
analisis persentase daya analgesik menunjukkan hasil negatif. Apabila daya analgesik suatu
obat menunjukkan hasil negatif berarti obat tersebut tidak memiliki efek sebagai obat
analgesik sedangkan obat-obatan seperti paracetamol, ibuprofen, dan antalgin ini sudah
lama dikenal dan digunakan di masyarakat serta sudah dilakukan banyak sekali penelitian
di seluruh dunia mengenai efek analgesik dari masing-masing obat tersebut. Hasil ini dapat
dilihat pada tabel jumlah geliatan mencit yang diberikan kontrol negatif berupa CMC-Na
memiliki jumlah geliatan terbanyak ke-2 diantara 4 perlakuan berbeda yang dilakukan pada
hewan uji baik pada replikasi kelompok 1,2,3, maupun 4. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Bertiyanto, 2009 mencit yang diberikan kontrol Na-CMC yang tidak
memiliki daya analgesik didapatkan hasil jumlah geliat paling banyak, sedangkan dari
tabel hasil praktikum dari replikasi kelompok 1,2,3, maupun 4 pada kontrol negatif dengan
CMC-Na yang tidak memiliki daya analgesik terlihat bahwa jumlah geliat mencit lebih
banyak dibandingkan dengan paracetamol dan antalgin. Kegagalan yang terjadi dalam
praktikum disebabkan karena beberapa faktor yang mungkin terjadi selama prosedur
dilakukan antara lain penghitungan durasi waktu yang seharusnya dilakukan penginduksian
asam asetat 1% tidak tepat yakni sudah melewati 30 menit setelah pemberian obat
analgetik yang menyebabkan efek obat menurun, adanya faktor fisiologis mencit yang
tidak dapat dihindari seperti kemungkinan mencit stress akibat adanya perlakukan untuk
percobaan, kemungkinan adanya larutan yang tumpah ketika akan diberikan pada hewan
uji dan ketidaktepatan pengambilan dosis larutan yang menyebabkan terjadinya
kekurangan dosis yang diberikan, serta ketidaktelitian dalam mengamati geliatan mencit
dan penghitungan waktu yang dilakukan oleh praktikan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Berdasarkan penimbangan pada praktikum diperoleh 4 data mencit :
Mencit 1 BB 27,3 gram
Mencit 2 BB 26,7gram
Mencit 3 BB 40,9gram
Mencit 4 BB 23,3gram
Berdasarkan perhitungan jumlah geliatan mencit setelah diberi ibuprofen
didapatkan hasil yang dihitung selama 60 menit, yaitu :
Mencit 1 dengan 112 geliatan
Mencit 2 dengan 117 geliatan
Mencit 3 dengan 122 geliatan

B. SARAN

Praktikan lebih berhati hati dalam melakukan praktikum untuk menghindari


kesalahan yang dapat terjadi serta lebih cermat dan teliti dalam melakukan setiap
percobaan.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/9361640/Farmakologi_Analgetik
Handajani, F. (2021). Metode Pemilihan dan Pembuatan Hewan Model Beberapa
Penyakitpada Penelitian Eksperimental. Sidoarjo: Zifatama Jawara.
Marselin, A., & Nasriyah, C. (2021). Modul Praktikum Farmakologi dan Toksikologi.
Yogyakarta.
Mu'nisa, A., Jumadi, O., Junda, M., Caronge, M. W., & Hamjaya P, H. (2022).
TeknikManajemen dan pengelolaan Hewan Percobaan. Makassar:
Penerbit Jurusan Biologi FMIPA UNM.
Mutiarahmi, C. N., Hartady, T., & Lesmana, R. (2021, Januari). Kajian Pustaka:
Penggunaan Mencit Sebagai Hewan Coba di Laboratorium yang Mengacu
padaPrinsip Kesejahteraan Hewan. Indonesia Mediscus Veterinus, hal.
134-135.
Parwotha, I. A., & Siswodihardjo, S. (2020). Sintesis O-(Isoleusil) Parasetamol
dan Uji Aktivitas Analgesik terhadap Mencit (Mus Musculus) dengan
Metode Hot Plate.Journal of Pharmacy Science and Practice.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. (2016). Penggunaan dan
Penanganan Hewan Coba Rodensia dalam Penelitian sesuai dengan
Kesejahteraan Hewan. Bogor.
Ramadhan, G. S. (2022). Laporan Praktikum Cara Perlakuan pada Hewan Percobaan.
Diambil kembali dari studocu:
https://www.studocu.com/id/document/universitas-muhammadiyah-
bandung/umb/laporan-praktikum-cara-perlakuan-pada-hewan-
percobaan/44091559
Rejeki, P. S., Putri, E. A., & Prasetya, R. E. (2018). Ovariektomi pada Tikus dan Mencit.
Surabaya: Airlangga University Press.
Rinidar, Isa, M., & Armansyah, T. (2020). Pengantar Farmakologi Analgesik-
Antipiretik-Anti Inflamasi. Banda Aceh: Syiah Kuala University Press.
Sa'adah, N., Chasanah, N., Indah Pertami, S. D., Rohmaniar, P. D., Adriansyah, A.
A., &Ulah, A. M. (2022). Efek analgesik ektrak daun trembesi (Samanea
Saman (jacq.)Merr.) terhadap mencit putih (Mus musculus). Padjadjaran
Journal of Dental Researchers and Students, 120-126.
Santoso, J., Yogi, J., & Sonia, E. (2018). Perbandingan Efektivitas Daya Analgetika
AntaraCelecoxib dan Antalgin (Metampiron) pada Mencit Jantan (Mus
musculus) dengan Metode Witkin. Jurnal Permata Indonesia, 38-46.

Anda mungkin juga menyukai