Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI

UJI AKTIVITAS ANALGETIKA

Anggota Kelompok 1 :

● Andini Dyah Ayu Listianendra | A1233044


● Heny Juniarti | A1233016
● Listiyani Wahyu Achsani | A1233022
● Magfiroh Alfina | A1233024
● M. Rizqi Luqmanul Hakim | A1233025

Praktikum Minggu, 11 Februari 2024

PROGRAM STUDI D-III RPL FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI NUSAPUTERA
SEMARANG
TAHUN AJARAN 2023/2024
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Analgetika adalah obat atau senyawa yang dipergunakan untuk mengurangi rasa sakit
atau nyeri. Analgetika yang diberikan kepada penderita untuk mengurangi rasa nyeri yang
dapat ditimbulkan oleh berbagai rangsang mekanis, kimia dan fisis.
Rasa nyeri tersebut terjadi akibat terlepasnya mediator-mediator nyeri (misalnya
bradikinin, prostaglandin) dari jaringan yang rusak yang kemudian merangsang reseptor
nyeri di ujung saraf perifer ataupun tempat lain. Dari tempat- tempat ini selanjutnya
rangsang nyeri diteruskan ke pusat nyeri di korteks serebri oleh syaraf sensoris melalui
sumsum tulang belakang dan thalamus.
Berdasarkan atas rangsang nyeri yang dipergunakan, maka terdapat berbagaimetode
penetapan daya analgetika suatu obat. Salah satu diantaranya menggunakanrangsang kimia
sebagai penimbul rasa nyeri, seperti yang akan dipraktikkan di sini.
Berdasarkan proses terjadinya rasa nyeri tersebut, maka rasa nyeri dapat dilawan dengan
beberapa cara:
a. Merintangi pembentukan rangsangan dalam reseptor nyeri perifer (analgetika perifer,
anestesi lokal).
b. Merintangi penyaluran rasa nyeri dalam saraf-saraf sensoris (anestesi lokal).
c. Memblokade atau menghambat rasa nyeri di pusat nyeri dalam susunan syaraf pusat
(analgetika narkotika, anestesi umum).
Secara umum, analgetika dibagi ke dalam dua golongan, yakni:
a. Analgetika non narkotika atau integumental analgetics (misalnya asetosal,
parasetamol). Obat-obat ini dinamakan analgetika perifer dikarenakan tidak
mempengaruhi susunan syaraf sentral, tidak menurunkan kesadaran dan tidak
mengakibatkan ketagihan.
b. Analgetika narkotika atau visceral analgetics (misalnya morfin). Analgetika ini
memiliki daya penghalang rasa nyeri yang sangat kuat sekali, mengurangi kesadaran
(mengantuk) dan memberikan perasaan nyaman (euphorbia). Obat ini dapat juga
menyebabkan toleransi, kebiasaan (habituasi), ketergantungan fisik dan psikis
(adiksi) dan gelaja-gelaja abstinensia bila diputuskan pengobatan.
1.2 Tujuan Percobaan
 Mengenal, mempraktikkan, membandingkan daya analgetik asetosal, paracetamol,
asam mefenamat dan ibuprofen menggunakan metode rangsangan kimia.
1.3 Prinsip Percobaan
Parameter yang digunakan untuk membandingkan daya analgetik asetosal,
paracetamol, asam mefenamat dan ibuprofen adalah jumlah geliat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Dasar
Obat analgesik adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dan
akhirnya akan memberikan rasa nyaman pada orang yang menderita. Nyeri adalah perasaan
sensoris dan emosional yang tidak nyaman,berkaitan dengan ancaman kerusakan jaringan. Rasa
nyeri dalam kebanyakan halhanya merupakan suatu gejala yang berfungsi sebagai isyarat bahaya
tentangadanya gangguan di jaringan seperti peradangan, rematik, encok atau kejang otot
(Tjay, 2007).
Reseptor nyeri (nociceptor) merupakan ujung saraf bebas, yang tersebar di kulit, otot,
tulang, dan sendi. Impuls nyeri disalurkan ke susunan saraf pusat melalui dua jaras, yaitu
jaras nyeri cepat dengan neurotransmiternya glutamat dan jaras nyeri lambat dengan
neurotransmiternya substansi P (Guyton & Hall, 1997;Ganong, 2003).
Semua senyawa nyeri (mediator nyeri) seperti histamine, bradikin, leukotriendan
prostaglandin merangsang reseptor nyeri (nociceptor )di ujung-ujung saraf bebasdi kulit,
mukosa serta jaringan lain dan demikian menimbulkan antara lain reaksiradang dan kejang-
kejang. Nociceptor ini juga terdapat di seluruh jaringan dan organtubuh, terkecuali di SSP.
Dari tempat ini rangsangan disalurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron
dengan sangat banyak sinaps via sumsum- belakang, sumsum-lanjutan dan otak-tengah.
Dari thalamus impuls kemudianditeruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls
dirasakan sebagai nyeri (Tjaydan Rahardja, 2007).
Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang berfungsi
melindungi tubuh. Nyeri harus dianggap sebagai isyarat bahaya tentang adanya ganguan di
jaringan, seperti peradangan, infeksi jasad renik, atau kejang otot. Nyeri yang disebabkan
oleh rangsangan mekanis, kimiawi atau fisis dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan.
Rangsangan tersebut memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri.
Mediator nyeri antara lain dapat mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang yang
mengaktivasi reseptor nyeri di ujung saraf bebas di kulit, mukosa dan jaringan lain.
Nocireseptor ini terdapat diseluruh jaringan dan organ tubuh, kecuali di SSP. Dari sini
rangsangan di salurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan amat
benyak sinaps via sumsumtulang belakang, sumsum lanjutan, dan otak tengah. Dari
thalamus impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls
dirasakan sebagai nyeri (Tjay, 2007).
Berdasarkan aksinya, obat-abat analgetik dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
a. Analgesik Nonopioid/Perifer (Non-Opioid Analgesics)
Secara farmakologis praktis dibedakan atas kelompok salisilat (asetosal, diflunisal)
dan non salisilat. Sebagian besar sediaan–sediaan golongan non salisilat termasuk
derivat as. Arylalkanoat (Gilang, 2010).
b. Analgesik Opioid/Analgesik Narkotika
Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti opium
atau morfin. Golongan obat ini terutama digunakan untuk meredakan atau
menghilangkan rasa nyeri. Tetap semua analgesik opioid menimbulkan
adiksi/ketergantungan.
Ada 3 golongan obat ini yaitu(Medicastore,2006) :
1) Obat yang berasal dari opium-morfin
2) Senyawa semisintetik morfin
3) Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin.
B. Uraian Bahan
Mekanisme kerja Ibuprofen :
Ibuprofen menimbulkan efek analgesik dengan menghambat secara langsung dan
selektif enzim-enzim pada system saraf pusat yang mengkatalis biosintesis prostaglandin
seperti siklooksigenase sehingga mencegah sensitasi reseptor rasa sakit oleh mediator-mediator
rasa sakit seperti bradikinin, histamin, serotonin, prostasiklin, prostaglandin, ion hidrogen dan
kalium yang dapat merangsang rasa sakit secara mekanis atau kimiawi (Siswandono dan
Soekardjo, B., 2000).
MONOGRAFI
Pemerian : Serbuk hablur; putih hingga hampir putih; berbau khas lemah.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut dalam etanol.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat (anonim, 1995).
Khasiat : Analgetik
Dosis : 400 mg tiap 4-6 jam (Charles,2009)

Mekanisme kerja asam mefenamat :


Asam mefenamat merupakan kelompok anti inflamasi non steroid, bekerja dengan
menghambat sintesa prostaglandin dalam jaringan tubuh dengan menghambat enzim
siklooksigenase, sehingga mempunyai efek analgesik, anti inflamasi dan antipiretik. Cara
Kerja Asam mefenamat adalah seperti OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid atau NSAID)
lain yaitu menghambat sintesa prostaglandin dengan menghambat kerja enzim
cyclooxygenase (COX-1 & COX-2). Asam mefenamat mempunyai efek antiinflamasi,
analgetik (antinyeri) dan antipiretik. Asam mefenamat mempunyai khasiat sebagai analgesik dan
antiinflamasi. Asam mefenamat merupakan satu-satunya fenamat yang menunjukan kerja pusat
dan juga kerja perifer. Dengan mekanisme menghambat kerja enziim sikloogsigenase
(Goodman, 2007 ).
MONOGRAFI
Pemerian : Serbuk hablur; putih atau hampir putih; melebur pada suhu ± 2300 C disertai
peruraian.
Kelarutan : Larut dalam alkali hidroksida, agak sukar larut dalam kloroform, sukar larut
dalam etanol dan metanol, praktis tidak larut dalam air.
Penyimpanan :Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya (Anonim,1995).
Khasiat : Analgetik (Anonim, 1979)
Dosis : 500 mg (Anonim, 2000)
Mekanisme kerja Paracetamol :
Parasetamol menghambat siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat
menjadi prostaglandin terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase secara berbeda
(Wilmana, 1995). Parasetamol menghambat siklooksigenase pusat lebih kuat dari pada aspirin,
inilah yang menyebabkan parasetamol menjadi obat antipiretik yang kuat melalui efek pada
pusat pengaturan panas. Parasetamol hanya mempunyai efek ringan pada siklooksigenase
perifer (Dipalma, 1986). Inilah yang menyebabkan parasetamol hanya menghilangkan atau
mengurangi rasa nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol tidak mempengaruhi nyeri yang
ditimbulkan efek langsung prostaglandin, ini menunjukkan bahwa parasetamol menghambat
sintesa prostaglandin dan bukan blokade langsung prostaglandin. (Wilmana, 1995).
MONOGRAFI
Pemerian : serbuk hablur, putih; tidak berbau; rasa sedikit pahit
Kelarutan : larut dalam air mendidih , mudah larut dalam etanol.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat tidak tembus cahaya (Anonim,1995).
Khasiat : Analgetik, antipiretik
Dosis : 500 – 2000 mg per hari (Anonim, 1979).
Mekanisme kerja Asetosal :
Aspirin merupakan golongan obat antiinflamasi non steroid (AINS) yang memiliki efek
analgesik, antipiretik, dan antiinflamasi. Indikasinya yaitu nyeri (ringan-sedang), antiplatelet
pada terapi kardiovaskular dan stroke, rheumatoid artritis, osteoarthritis, dan gout.3,4,5
Mekanisme kerja dari aspirin yaitu menghambat enzim siklooksigenase (COX) terutama
siklooksigenase-1 (COX-1) sehingga terjadi penghambatan biosintesis prostaglandin dan
tromboksan dari asam arakhidonat (Sweetman, 2009). Sementara itu sebagai antiplatelet,
aspirin bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase (COX-1) secara ireversibel yang
diperlukan untuk membuat prekursor tromboksan A2 di dalam trombosit. Mekanisme ini
mengurangi terbentuknya tromboksan yang diperlukan dalam agregasi trombosit dan
merangsang aktivasi trombosit lebih lanjut. Akibatnya, proses trombosit untuk
menggumpalkan darah menjadi terhambat (Cerner Multum 2009).
MONOGRAFI
Pemerian : Serbuk hablur putih, tidak berbau atau berbau lemah, stabil diudara kering
Kelarutan : Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, larut dalam kloroform
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat (FI Edisi VI)
Khasiat : Analgetik, antipiretik, antiinflamasi, antiplatelet
Dosis : 80 – 900 mg per hari
BAB III
METODE PERCOBAAN
Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
1. Spuit injeksi (1ml) 6. Timbangan
2. Jarum oral (ujung tumpul) 7. Kotak kaca untuk pengamatan
3. Labu takar 10ml 8. Alkohol swab
4. Beker glass kecil 9. Handscoon
5. Stop watch
3.1.2 Bahan
1. Larutan CMC Na 0,5% (placebo/control negatif)
2. Suspensi Asetosal 1% dalam CMC Na 0,5%
3. Suspensi Paracetamol 1% dalam CMC Na 0,5%
4. Suspensi Ibuprofen 1% dalam CMC Na 0,5 %
5. Suspensi Asam Mefenamat 1% dalam CMC Na 0,5%
6. Larutan steril Asam Asetat 1%
7. Aquadest
8. Hewan uji mencit jantan

A.2 Prosedur Kerja


Pada percobaan kali ini dilakukan pengujian efek analgetika yang mana hewan
percobaan yang digunakan adalah mencit jantan sebanyak 5 ekor, metode pengujian yang
dilakukan adalah metode induksi kimia. Alat yang dibutuhkan untuk mendukung metode ini
berupa alat suntik 1 ml, sonde oral mencit, stopwatch, timbangan mencit, dan wadah
penyimpanan mencit. Kelima mencit diberi perlakuan yang berbeda, yaitu mencit I sampai
mencit IV untuk obat uji dan mencit ke V atau mencit terakhir sebagai control negatif.
Sebelum diberikan perlakuan mencit-mencit ini ditimbang pada timbangan mencit,
kemudian data bobot tubuh mencit ini digunakan untuk perhitungan dosis obat yang akan
diberikan. Setelah diperoleh dosis obat, barulah dilakukan pemberian obat pada semua
mencit. Kepada mencit I yang digunakan sebagai obat uji Paracetamol diberikan secara oral
dengan sonde oral sejumlah 0,4 ml sesuai dengan dosis yang telah dihitung. Pada mencit II
sampai mencit ke V obat uji diberikan dengan dosis sama sebanyak 0,5ml sesuai dengan
perhitungan dosis. Setelah 15 menit, pada semua mencit disuntikan asam asetat 1% secara
intraperitonial dengan dosis sesuai dengan bobot tubuh mencit. Kemudian semua mencit
diletakkan di area pengamatan dan dibiarkan bebas untuk diamati gerakan geliatnya dan
dihitung jumlahnya.
Pengamatan dicatat setiap 5 menit selama 60 menit jangka waktu pengamatan. Data yang
diperoleh dianalisis secara statistik berdasarkan analisis variasi dan kebermaknaan
perbedaan jumlah geliat antara kelompok kontrol dan kelompok uji.

BAGAN ALIR

Siapkan 5 ekor mencit jantan yang sudah diberi tanda

Siapkan 5 buah sonde yang telah diisi dengan larutan obat sesuai perhitungan

Siapkan spuit injeksi 1ml berisi asam asetat 1% untuk induksi rasa nyeri pada mencit

Sonde pada masing – masing tikus yang telah diberi tanda sesuai dengan volume pemberian pada
tabel perhitungan

Catat masing - masing waktu pemberian 5 larutan obat pada mencit , kemudian setelah 15 menit
berikan suntikan asam asetat 1% secara i.p

Amati geliat kelima mencit tersebut

Catat jumlah geliat kelima mencit setiap 5 menit selama 60 menit


BAB IV
PERHITUNGAN

A. Diketahui :
Volume Pemberian Maximum mencit 20 - 30 gram :
Per oral : 1,0 ml
Intra Peritoneal : 1,0 ml
Dosis Tablet (dewasa) :
Asetosal : 300 mg
Parasetamol : 500 mg
Ibuprofen : 400 mg
Asam mefenamat : 500 mg
Dosis penyuntikan 30 ml / kg BB
Suspensi obat 1% (asetosal, parasetamol, ibuprofen, asam mefenamat) dalam CMC
Na 0,5%

Larutan steril asam asetat 1% v/v, dosis penyuntikan 100 mg / kg BB

B. Perhitungan Konversi Dosis


1. Paracetamol
• Konversi dosis = 500mg x 0,0026
= 1,3mg / 20g BB mencit
Untuk mencit BB 32mg
1,3 𝑚𝑔
• Dosis = x 32 g
20

= 2,08 mg
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠
• Konsentrasi larutan stok = 1
𝑥 𝑉𝑝 𝑚𝑎𝑥
2

2,08 𝑚𝑔
= 0,5 𝑥 1 𝑚𝑙

= 4,2 mg / ml
Cara pembuatan untuk sediaan 10 ml
• Paracetamol yang dibutuhkan = 4,2 mg/ml x 10 ml
= 42 mg
527 𝑚𝑔
• Ditimbang 1 tablet paracetamol = x 42mg
500𝑚𝑔

= 44,3 mg
2. Ibuprofen
• Konversi dosis = 400mg x 0,0026
= 1,04mg / 20g BB mencit
Untuk mencit BB 32mg
1,04 𝑚𝑔
• Dosis = x 32 g
20

= 1,7 mg
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠
• Konsentrasi larutan stok = 1
𝑥 𝑉𝑝 𝑚𝑎𝑥
2

1.7 𝑚𝑔
= 0,5 𝑥 1 𝑚𝑙

= 3,4 mg / ml
Cara pembuatan untuk sediaan 10 ml
• Ibuprofen yang dibutuhkan = 4,2 mg/ml x 10 ml
= 42 mg
568 𝑚𝑔
• Ditimbang 1 tablet ibuprofen = x 34mg
400𝑚𝑔

= 48,28 mg
3. Asam Mefenamat
• Konversi dosis = 500mg x 0,0026
= 1,3mg / 20g BB mencit
Untuk mencit BB 32mg
1,3 𝑚𝑔
• Dosis = x 32 g
20

= 2,08 mg
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠
• Konsentrasi larutan stok = 1
𝑥 𝑉𝑝 𝑚𝑎𝑥
2

2,08 𝑚𝑔
= 0,5 𝑥 1 𝑚𝑙

= 4,2 mg / ml
Cara pembuatan untuk sediaan 10 ml
• Asam mefenamat yang dibutuhkan = 4,2 mg/ml x 10 ml
= 42 mg
508 𝑚𝑔
• Ditimbang 1 tablet asam mefenamat = 500𝑚𝑔 x 34mg

= 42,7 mg
4. Asetosal
• Konversi dosis = 300mg x 0,0026
= 0,78mg / 20g BB mencit
Untuk mencit BB 32mg
0,78 𝑚𝑔
• Dosis = x 32 g
20

= 1,2 mg
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠
• Konsentrasi larutan stok = 1
𝑥 𝑉𝑝 𝑚𝑎𝑥
2

1.2 𝑚𝑔
= 0,5 𝑥 1 𝑚𝑙

= 2,4 mg / ml
Cara pembuatan untuk sediaan 10 ml
• Asetosal yang dibutuhkan = 2,4 mg/ml x 10 ml
= 24 mg
310 𝑚𝑔
• Ditimbang 1 tablet ibuprofen = x 24mg
300𝑚𝑔

= 24,8 mg

C. Tabel Volume Pemberian Dosis

No BB Mencit Dosis Mencit Volume


Mencit
(gram) (mg) Pemberian (ml)

1 Paracetamol 24.7 1,6 0,4


2 Ibuprofen 31.4 1,6 0,5
3 Asam Mefenamat 30.2 2 0.5
4 Asetosal 30.9 1,2 0.5
5 CMC Na 28 - 0.5

 Perhitungan Volume Pemberian


1. Paracetamol
24,7 𝑔
Dosis mencit 24,7 gram = x 1,3 mg
20 𝑔

= 1,6 mg
1,6 𝑚𝑔
Vp = x 1 ml
4,2 𝑚𝑔

= 0,4 ml
2. Asam Mefenamat
30,2 𝑔
Dosis mencit 30,2 gram = x 1,3 mg
20 𝑔

= 2 mg
2 𝑚𝑔
Vp = 4,2 𝑚𝑔 x 1 ml

= 0,5 ml

3. Ibuprofen
31,4 𝑔
Dosis mencit 31,4 gram = x 1,04 mg
20 𝑔

= 1,6 mg
1,6 𝑚𝑔
Vp = x 1 ml
3,4 𝑚𝑔

= 0,5 ml

4. Asetosal
30,9 𝑔
Dosis mencit 30,9 gram = x 0,78 mg
20 𝑔

= 1,2 mg
1,2 𝑚𝑔
Vp = x 1 ml
2,4 𝑚𝑔

= 0,5 ml
D. Tabel Data Replikasi

Obat Uji Replikasi Jumlah Geliat Rata – rata


Kelompok 1 79
Kelompok 2 85
Parasetamol 21,3
Kelompok 3 17
Kelompok 4 15
Kelompok 1 19
Kelompok 2 6
Asetosal 20,25
Kelompok 3 39
Kelompok 4 17
Kelompok 1 15
Asam Kelompok 2 19
18,25
Mefenamat Kelompok 3 28
Kelompok 4 11
Kelompok 1 11
Kelompok 2 29
Ibu Profen 18
Kelompok 3 83
Kelompok 4 14
Kelompok 1 40
Kelompok 2 34
CMC Na 33,25
Kelompok 3 14
Kelompok 4 45
 Perhitungan Persen Daya Analgetik

∑ 𝐺𝑒𝑙𝑖𝑎𝑡 𝐾𝑁 − ∑ 𝐺𝑒𝑙𝑖𝑎𝑡 𝑂𝑏𝑎𝑡


% analgetik = ∑ 𝐺𝑒𝑙𝑖𝑎𝑡 𝐾𝑁
x 100%

33,25 − 21,3
1. Paracetamol = X 100%
33,25

11,95
= X 100%
33,25

= 36 %

33,25 − 20,25
2. Asetosal = X 100%
33,25

13
= 33,25 X 100%

= 39 %

33,25 − 18,25
3. Asam Mefenamat = X 100%
33,25

15
= 33,25 X 100%

= 45 %

33,25 − 18
4. Ibuprofen = X 100%
33,25

15,25
= 33,25 X 100%

= 47 %

Berdasarkan perhitungan diatas dapat disimpulkan daya analgetik dari empat


obat tersebut sebagai berikut :
Ibuprofen > Asam Mefenamat > Asetosal > Paracetamol
 Tabel Data Pengamatan

Jumlah
Waktu Pemberian 5 Menit Ke
Mencit Geliat
Nomor
Obat / CMC Asam
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Na Asetat
1 Paracetamol 14:05 5 10 5 5 2 9 7 7 12 10 4 3 79
Asam
2 14:08 1 2 0 0 2 0 3 0 3 4 0 0 15
Mefenamat
3 Asetosal 14:14 1 3 4 1 2 2 2 1 1 0 1 1 19
4 Ibuprofen 14:18 1 1 0 1 0 2 2 0 3 3 0 0 11
5 CMC Na 14:25 3 5 6 3 4 4 4 3 3 2 2 1 40

 Grafik Rata- Rata Geliat Setiap 5 menit pada Tabel Replikasi

Paracetamol Asam Mefenamat Asetosal Ibuprofen CMC Na


14

12

10
Rata - Rata Geliat

0
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
Waktu
BAB V
PEMBAHASAN
Pada praktikum farmakologi dan toksikologi ini mahasiswa melakukan eksperimen uji
aktivitas analgetika dengan mencit sebagai hewan uji. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk
mengenal, mempelajari dan mengetahui efektivitas analgetika sediaan obat (paracetamol,
ibuprofen, asam mefenamat, dan asetosal). Parameter yang dianalisis : jumlah geliat, rasa sakit
/ nyeri sehingga kita dapat membandingkan daya analgetika dari obat – obat tersebut setelah
mencit diberi induktor nyeri asam asetat 1 %.
Percobaan ini menggunakan metode Witkin ( Writhing Tes / Metode Geliat ), dengan
prinsip yaitu memberikan asam asetat 1% (indikator nyeri) kepada mencit diberikan secara
peroral yang akan menimbulkan geliat ( Writhing ), sehingga dapat diamati respon mencit
ketika menahan nyeri pada perut dengan cara menarik abdomen, menarik kaki kebelakang, dan
membengkokan kepala ke belakang. Dengan pemberian obat analgetik (paracetamol,
ibuprofen, asam mefenamat, dan asetosal) akan mengurangi respon tersebut.
Larutan stok dibuat dengan mensuspensikaan tablet paracetamol, asam mefenamat,
ibuprofen, dan asetosal karena bahan obat sukar larut di dalam air dengan suspending agent
CMC Na. Digunakan konsentrasi CMC Na yang rendah 0,5% agar suspensi tidak terlalu kental
sehingga mudah untuk mengambil suspensi dengan spuit jarum oral dan mudah masuk ke
dalam esofagus mencit.
Pemberian obat-obat analgetik pada mencit dilakukan secara peroral, setiap mencit
diberikan suspensi obat yang berbeda. Sebagai kontrol negatif diberikan CMC Na, setelah obat
diberikan mencit didiamkan selama 15 menit. Kemudian disuntik secara intraperitoneal dengan
larutan induksi asam asetat 1 %. Pemberian dilakukan secara intraperitoneal karena sediaan
lebih mudah diabsorbsi oleh tubuh, cepat memberikan efek, mencegah penguraian asam asetat
pada jaringan fisiologik organ tertentu serta efek merusak jaringan tubuh jika pada organ
tertentu. Misalnya apabila asam asetat 1% diberikan per oral, akan merusak saluran
pencernaan, karena sifat kerongkongan cenderung bersifat tidak tahan terhadap asam.
Larutan asam asetat diberikan setelah 15 menit, ini bertujuan agar obat yang telah
diberikan sebelumnya sudah mengalami fase absorbsi untuk meredakan rasa nyeri. Selama
beberapa menit kemudian, setelah diberi larutan asam asetat 1% mencit akan menggeliat
dengan ditandai perut kejang dan kaki ditarik ke belakang. Jumlah geliat mencit dihitung setiap
5 menit selama 60 menit.
Penggunaan asam asetat sebagai induktor dalam percobaan ini karena asam asetat
merupakan asam lemah yang tidak terkonjugasi dalam tubuh, pemberian sediaan asetat
terhadap hewan percobaan akan merangsang prostaglandin untuk menimbulkan rasa nyeri
akibat adanya kerusakan jaringan atau inflamasi. Prostaglandin meyebabkan sensitisasi
reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi sehingga prostaglandin dapat
menimbulkan keadaan hiperalgesia, kemudian mediator kimiawi seperti bradikinin dan
histamin merangsangnya dan menimbulkan nyeri yang nyata, sehingga mencit akan menggeliatkan
kaki belakang saat efek dari penginduksi ini bekerja.
Setelah dilakukan percobaan didapatkan hasil bahwa urutan obat yang memiliki daya
analgetik paling tinggi atau kuat adalah Ibuprofen > Asam mefenamat > Asetosal >
Paracetamol. Hasil percobaan didapatkan hasil persen daya analgetik pada setiap obat adalah
sebagai berikut ibuprofen 47%, asam mefenamat 45%, asetosal 39% dan paracetamol 36%.
Pemberian obat analgetik yang berbeda pada hewan uji mencit akan mempengaruhi frekuensi
geliat mencit, semakin tinggi kemampuan analgetik suatu obat maka semakin berkurang
jumlah geliatan mencit yang diakibatkan induksi dengan asam asetat.
Hasil untuk Ibuprofen sudah sesuai dengan teori karena absorbsinya lebih cepat di
lambung, sementara indikator nyeri juga diberikan pada lambung. Kemudian yang seharusnya
memiliki efek analgetik yang terkuat kedua setelah ibuprofen adalah Asetosal, karena
mekanisme kerja asetosal menghambat biosintesis prostaglandin yang efek analgesiknya sama
dengan ibuprofen.
Untuk urutan ketiga adalah Asam mefenamat, sesuai karena obat memberikan efek
analgetik yang lebih ringan disebabkan oleh sifat asam dan efek samping nyeri pada lambung.
Sehingga dengan sifat dan efek sampingnya ini justru dapat meningkatkan nyeri pada lambung
mencit. Dan diikuti oleh parasetamol, karena hanya mempunyai efek ringan pada
siklooksigenase perifer.
Penyimpangan ini dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu ketika sudah 15 menit
setelah pemberian analgetik penyuntikan tidak tepat pada titik pemberian (human eror
)sehingga efek obat analgetiknya sudah berkurang, faktor fisiologis dari mencit yang
mengalami beberapa kali percobaan sehingga kemungkinan mencit stress atau sudah sakit pada
saat eksperimen pertama, waktu penyuntikan ada larutan yang tumpah sehingga mengurangi
dosis obat analgetik yang diberikan, pengambilan larutan stock yang tidak dikocok dahulu
sehingga dosis yang diambil tiap spuit berbeda, karena larutan stock yang dibuat adalah bentuk
sediaan suspensi, seharusnya dalam pengambilan dikocok terlebih dahulu, agar bahan obat
yang diambil bukan hanya larutannya.
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1. Berbagai cara untuk mengevaluasi secara eksperimental efek analgetik suatu obat dapat
dilakukan dengan cara mengamati peningkatan waktu reaksi.
2. Dasar-dasar perbedaan daya analgetika dapat dipahami dengan nilai % proteksi dan %
efektivitas.
3. Kesesuaian khasiat yang dianjurkan untuk sediaan-sediaan farmasi analgesika sudah
tepat

6.2 Saran
Praktikan lebih berhati – hati dalam melakukan praktikum untuk menghindari
kesalahan yang dapat terjadi serta lebih cermat dan teliti dalam melakukan setiap percobaan.
DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. 2000. Prinsip Umum dan Dasar Farmakologi. Universitas Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Cerner Multum. 2009. Aspirin. Available online at: http://www.drugs.com/aspirin.html
[diakses tanggal 5 April 2014]
Goodman and Gilman. 2006. The Pharmacologic Basis of Therapeutics– 11th Ed. McGraw-
Hill Companies. Inc. New York.
Katzung,B.G. 1997. Farmakologi Dasar dan Klinik , ed IV. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.
Mutschler Ernest. 1991. Dinamika Obat, Buku Ajar Farmakologi & Toksikologi edisi V.
Penerbit ITB. Bandung.
Penunjang Medis. 2010. Asam Mefenamat. Available online at:
http://mediapenunjangmedis.dikirismanto.com/asam-mefenamat.html [diakses tanggal 5 April
2014].
Tjay, Hoan Tan. 2007. Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan Efek-efek Sampingnya.
Edisi ke-6. PT. Gramedia. Jakarta
LAMPIRAN

Gambar : mencit menggeliat pasca penyuntikan larutan asam asetat

Gambar : pemberian larutan obat secara per oral dengan sonde

Gambar : penyuntikan larutan asam asetat secara intra peritoneal

Anda mungkin juga menyukai