Anda di halaman 1dari 23

laporan farmakologi

ANALGETIKA
I. TUJUAN
Mahasiswa dapat mempelajari dan mengetahui pengaruh pemberian dan efektivitas
analgetika sedian obat (paracetamol, ibuprofen, asam mefenamat, dan antalgin) pada mencit.
II. DASAR TEORI
Obat analgesik adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dan
akhirnya akan memberikan rasa nyaman pada orang yang menderita. Nyeri adalah
perasaansensoris dan emosional yang tidak nyaman,berkaitan dengan ancaman kerusakan jaringan.
Rasa nyeri dalam kebanyakan halhanya merupakan suatu gejala yang berfungsi sebagai isyarat bahaya
tentangadanya gangguan di jaringan seperti peradangan, rematik, encok atau kejang otot (Tjay,
2007).
Reseptor nyeri (nociceptor) merupakan ujung saraf bebas, yang tersebar di kulit, otot, tulang,
dan sendi. Impuls nyeri disalurkan ke susunan saraf pusat melalui dua jaras, yaitu jaras nyeri
cepat dengan neurotransmiternya glutamat dan jaras nyeri lambat dengan neurotransmiternya
substansi P (Guyton & Hall, 1997;Ganong, 2003).
Semua senyawa nyeri (mediator nyeri) seperti histamine, bradikin, leukotriendan
prostaglandin merangsang reseptor nyeri (nociceptor )di ujung-ujung saraf bebasdi kulit, mukosa
serta jaringan lain dan demikian menimbulkan antara lain reaksiradang dan kejang-kejang.
Nociceptor ini juga terdapat di seluruh jaringan dan organtubuh, terkecuali di SSP. Dari tempat
ini rangsangan disalurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan sangat
banyak sinaps via sumsum- belakang, sumsum-lanjutan dan otak-tengah. Dari thalamus impuls
kemudianditeruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri
(Tjaydan Rahardja, 2007).
Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang berfungsi melindungi
tubuh. Nyeri harus dianggap sebagai isyarat bahaya tentang adanya ganguan di jaringan, seperti
peradangan, infeksi jasad renik, atau kejang otot. Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis,
kimiawi atau fisis dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut memicu
pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri. Mediator nyeri antara lain dapat
mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang yang mengaktivasi reseptor nyeri di ujung saraf
bebas di kulit, mukosa dan jaringan lain. Nocireseptor ini terdapat diseluruh jaringan dan organ
tubuh, kecuali di SSP. Dari sini rangsangan di salurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-
tajuk neuron dengan amat benyak sinaps via sumsumtulang belakang, sumsum lanjutan, dan otak
tengah. Dari thalamus impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls
dirasakan sebagai nyeri (Tjay, 2007).
Berdasarkan aksinya, obat-abat analgetik dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
a. Analgesik Nonopioid/Perifer (Non-Opioid Analgesics)
Secara farmakologis praktis dibedakan atas kelompok salisilat (asetosal, diflunisal) dan non
salisilat. Sebagian besar sediaan–sediaan golongan non salisilat ternmasuk derivat as.
Arylalkanoat (Gilang, 2010).
b. Analgesik Opioid/Analgesik Narkotika
Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti opium atau
morfin. Golongan obat ini terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri.
Tetap semua analgesik opioid menimbulkan adiksi/ketergantungan.
Ada 3 golongan obat ini yaitu(Medicastore,2006) :
1) Obat yang berasal dari opium-morfin
2) Senyawa semisintetik morfin
3) Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin.

Mekanisme Kerja Obat Analgesik


a. Analgesik Nonopioid/Perifer (Non-Opioid Analgesics)
Obat-obatan dalam kelompok ini memiliki target aksi pada enzim, yaitu enzim
siklooksigenase (COX). COX berperan dalam sintesis mediator nyeri, salah satunya adalah
prostaglandin. Mekanisme umum dari analgetik jenis ini adalah mengeblok pembentukan
prostaglandin dengan jalan menginhibisi enzim COX pada daerah yang terluka dengan demikian
mengurangi pembentukan mediator nyeri . Mekanismenya tidak berbeda dengan NSAID dan
COX-2 inhibitors. Efek samping yang paling umum dari golongan obat ini adalah gangguan
lambung usus, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal serta reaksi alergi di kulit. Efek
samping biasanya disebabkan oleh penggunaan dalam jangka waktu lama dan dosis
besar (Anchy, 2011).
b. Analgesik Opioid/Analgesik Narkotika
Mekanisme kerja utamanya ialah dalam menghambat enzim sikloogsigenase dalam
pembentukan prostaglandin yang dikaitkan dengan kerja analgesiknya dan efek sampingnya.
Kebanyakan analgesik OAINS diduga bekerja diperifer . Efek analgesiknya telah kelihatan
dalam waktu satu jam setelah pemberian per-oral. Sementara efek antiinflamasi OAINS telah
tampak dalam waktu satu-dua minggu pemberian, sedangkan efek maksimalnya timbul
berpariasi dari 1-4 minggu. Setelah pemberiannya peroral, kadar puncaknya NSAID didalam
darah dicapai dalam waktu 1-3 jam setelah pemberian, penyerapannya umumnya tidak
dipengaruhi oleh adanya makanan. Volume distribusinya relatif kecil (< 0.2 L/kg) dan
mempunyai ikatan dengan protein plasma yang tinggi biasanya (>95%). Waktu paruh
eliminasinya untuk golongan derivat arylalkanot sekitar 2-5 jam, sementara waktu paruh
indometasin sangat berpariasi diantara individu yang menggunakannya, sedangkan piroksikam
mempunyai waktu paruh paling panjang (45 jam) (Gilang, 2010).
Mekanisme kerja antalgin :
Antalgin termasuk derivat metasulfonat dari amidopiryn yang mudah larut dalam air dan
cepat diserap ke dalam tubuh. Bekerja secara sentral pada otak untuk menghilangkan nyeri,
menurunkan demam dan menyembuhkan rheumatik. Antalgin merupakan inhibitor selektif dari
prostaglandin F2α yaitu: suatu mediator inflamasi yang menyebabkan reaksi radang seperti
panas, merah, nyeri, bengkak, dan gangguan fungsi yang biasa terlihat pada penderita demam
rheumatik dan rheumatik arthritis. Antalgin mempengaruhi hipotalamus dalam menurunkan
sensifitas reseptor rasa sakit dan thermostat yang mengatur suhu tubuh (Lukmanto, 1986).
MONOGRAFI
Pemerian :Serbuk hablur putih atau putih kekuningan
Kelarutan : Larut dalam air dan HCl 0,02 N
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik ( Anonim, 1995 )
Khasiat : Analgetik
Dosis : 500 mg ( Anonim, 1979 )

Mekanisme kerja ibuprofen :


Ibuprofen menimbulkan efek analgesik dengan menghambat secara langsung dan selektif
enzim-enzim pada system saraf pusat yang mengkatalis biosintesis prostaglandin seperti
siklooksigenase sehingga mencegah sensitasi reseptor rasa sakit oleh mediator-mediator rasa
sakit seperti bradikinin, histamin, serotonin, prostasiklin, prostaglandin, ion hidrogen dan kalium
yang dapat merangsang rasa sakit secara mekanis atau kimiawi (Siswandono dan Soekardjo, B.,
2000).
MONOGRAFI
Pemerian : Serbuk hablur; putih hingga hampir putih; berbau khas lemah.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut dalam etanol.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat (anonim, 1995).
Khasiat : Analgetik
Dosis : 400 mg tiap 4-6 jam (Charles,2009)

Mekanisme kerja asam mefenamat :


Asam mefenamat merupakan kelompok anti inflamasi non steroid, bekerja dengan
menghambat sintesa prostaglandin dalam jaringan tubuh dengan menghambat enzim
siklooksigenase, sehingga mempunyai efek analgesik, anti inflamasi dan antipiretik. Cara Kerja
Asam mefenamat adalah seperti OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid atau NSAID) lain
yaitu menghambat sintesa prostaglandin dengan menghambat kerja enzim cyclooxygenase
(COX-1 & COX-2). Asam mefenamat mempunyai efek antiinflamasi, analgetik (antinyeri) dan
antipiretik. Asam mefenamat mempunyai khasiat sebagai analgesik dan antiinflamasi. Asam
mefenamat merupakan satu-satunya fenamat yang menunjukan kerja pusat dan juga kerja perifer.
Dengan mekanisme menghambat kerja enziim sikloogsigenase ( Goodman, 2007 ).
MONOGRAFI
erian : Serbuk hablur; putih atau hampir putih; melebur pada suhu ± 2300 C disertai peruraian.
arutan : Larut dalam alkali hidroksida, agak sukar larut dalam kloroform, sukar larut dalam etanol dan
metanol, praktis tidak larut dalam air.
yimpanan :Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya (Anonim,1995).
Khasiat : Analgetik (Anonim, 1979)
Dosis : 500 mg (Anonim, 2000)

Mekanisme kerja Paracetamol :


Parasetamol menghambat siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat menjadi
prostaglandin terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase secara berbeda (Wilmana,
1995). Parasetamol menghambat siklooksigenase pusat lebih kuat dari pada aspirin, inilah yang
menyebabkan parasetamol menjadi obat antipiretik yang kuat melalui efek pada pusat
pengaturan panas. Parasetamol hanya mempunyai efek ringan pada siklooksigenase perifer
(Dipalma, 1986). Inilah yang menyebabkan parasetamol hanya menghilangkan atau mengurangi
rasa nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol tidak mempengaruhi nyeri yang ditimbulkan efek
langsung prostaglandin, ini menunjukkan bahwa parasetamol menghambat sintesa prostaglandin
dan bukan blokade langsung prostaglandin. (Wilmana, 1995).
MONOGRAFI
Pemerian : serbuk hablur, putih; tidak berbau; rasa sedikit pahit
Kelarutan : larut dalam air mendidih , mudah larut dalam etanol.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat tidak tembus cahaya (Anonim,1995).
Khasiat : Analgetik, antipiretik
Dosis : 500 – 2000 mg per hari (Anonim, 1979).

III. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
a. Labutakar 50 ml “pyrex” j. Stopwatch
b. Beker glass 100 ml “pyrex” k. Ram kawat
c. Beker glass 300 ml”pyrex” l. Jarum suntik
d. Cawan porselin m. Spuit oral
e. Mortir dan stamper n. Hand glove dan masker
f. Timbangan analitik digital o. Tempat minum mencit
g. Sendok plastic p. Tempat makan mencit
h. Kandang mencit q. Water Bath
i. Sekat kaca

2. Bahan
a. Mencit putih f. Asam mefenamat
b. CMC. Na g. Ibuprofen
c. Aquadest h. Antalgin
d. Aquabidest i. Asam asetat 1%
e. Paracetamol
IV. PROSEDUR KERJA
a. Pembuatan Larutan Paracetamol
Ditimbang CMC.Na,

Dipanaskanaquadestsecukupnya diambil 20 X beratCMC.Na

DitaburkanCMC.Napadaaquadest,adukhinggamengembangdan homogen
Diambil 1 tablet paracetamol 500 mg

Dimasukkan dalam mortir dan gerus sampai halus

DicampurkanCMC.NadenganParacetamolyang telah dihaluskandalammortir.


Diaduk hingga homogen masukkan kedalam labu takar, ditambahkan aquadest hingga 50
ml
b. Pembuatan Larutan Ibuprofen
Ditimbang CMC.Na,

Dipanaskan aquadest secukupnya diambil 20 X berat CMC.Na

Ditaburkan CMC.Na pada aquadest, aduk hingga mengembang dan homogen

Diambil ½ tablet Ibuprofen 400 mg

Dimasukkan dalam mortir dan gerus sampai halus

Dicampurkan CMC.Na dengan Ibuprofen yang telah dihaluskan dalam mortir.

Diaduk hingga homogen masukkan ke dalam labu takar, ditambahkan


aquadest hingga 50 ml

c. Pembuatan Larutan Asam mefenamat


Ditimbang CMC.Na,

Dipanaskan aquadest secukupnya diambil 20 X berat CMC.Na

Ditaburkan CMC.Na pada aquadest, aduk hingga mengembang dan homogen

Diambil 1 tablet Asam Mefenamat 500 mg

Dimasukkan dalam mortir dan gerus sampai halus

Dicampurkan CMC.Na dengan Asam mefenamat yang telah dihaluskan dalam mortir.
Diaduk hingga homogen masukkan ke dalam labu takar, ditambahkan aquadest hingga 50
ml

d. Pembuatan Larutan Antalgin


Ditimbang CMC.Na,
Dipanaskan aquadest secukupnya diambil 20 X berat CMC.Na

Ditaburkan CMC.Na pada aquadest, aduk hingga mengembang dan homogen

Diambil 1 tablet Antalgin 500 mg

Dimasukkan dalam mortir dan gerus sampai halus

Dicampurkan CMC.Na dengan Antalgin yang telah dihaluskan dalam mortir.

Diaduk hingga homogen masukkan kedalam labu takar, ditambahkan aquadest hingga 50
ml

e. Pengujian Efektivitas Analgetika


Diberikan secara oral bahan obat (Paracetamol, asam mefenamat, ibuprofen, antalgin) dan
kontrol negatif, ditunggu selama 30 menit.

Diberikan asam asetat 1% secara intra peritoneal pada mencit

Dilakukan pengamatan :
a. Catat jumlah geliat selama 30 menit dengan selang waktu 5 menit
b. Lakukan analisis secara statistik dengan ANOVA (uji rancangan acak lengkap)

V. HASIL DAN PENGOLAHAN DATA SERTA GRAFIK


1. Perhitungan Larutan Stok
a. Larutan Stok Antalgin = 500 mg /tablet
= 10 mg/ml X 50 ml = 500 mg (1 tablet)
CMC Na = 0,5 mg x 50 ml = 0,25 gram
100
Aquadest untuk CMC Na = 0,25 x 20 = 5 ml
Aquadest ad 50 ml
b. Larutan Stok Paracetamol = 500 mg /tablet
= 10 mg/ml X 50 ml = 500 mg (1 tablet)
CMC Na = 0,5 mg x 50 ml = 0,25 gram
100
Aquadest untuk CMC Na = 0,25 x 20 = 5 ml
Aquadest ad 50 ml
c. Larutan Stok Asam Mefenamat = 500 mg /tablet
= 10 mg/ml X 50 ml = 500 mg (1 tablet)
CMC Na = 0,5 mg x 50 ml = 0,25 gram
100
Aquadest untuk CMC Na = 0,25 x 20 = 5 ml
Aquadest ad 50 ml
d. Larutan Stok Ibuprofen = 400 mg /tablet
= 4 mg/ml X 50 ml = 200 mg (1/2 tablet)
CMC Na = 0,5 mg x 50 ml = 0,25 gram
100
Aquadest untuk CMC Na = 0,25 x 20 = 5 ml
Aquadest ad 50 ml
e. Kontrol negative
CMC Na = 0,5 mg x 25 ml = 0,125 gram
100
Aquadest untuk CMC Na = 0,125 x 20 = 2,5 ml ; Aguadest ad 25 ml
2. Perhitungan Dosis Asam Asetat 1 %
Pengenceran Asam Mefenamat
V 1 X C1 = V2 X C2
50 x 1 % = V2 X 99,7%
V2 = 0,5 ml
Dosis Asam Asetat : 262,5 mg / KgBB
BJ = 1,040 – 1,042 gram/ml
= 1,041
1ml asam asetat ~ 1,041 gram/ml
a. Dosis mencit I (BB: 25,01)
Dosis = BB mencit x 262,5 mg
1000
= 25,01 kg x 262,5 = 6,57 mg
1000
Volume Pemberian = a x 50 ml
BJ
= 6,57 mg x 50 ml
1.041mg
= 0,32 ml

b. Dosis mencit II (BB: 29,77)


Dosis = BB mencit x 262,5 mg
1000
= 29,77 kg x 262,5 = 7,81 mg
1000
Volume Pemberian = a x 50 ml
BJ
= 7,81 mg x 50 ml
1041mg
= 0,38 ml

c. Dosis mencit III (BB: 25,53)


Dosis = BB mencit x 262,5 mg
1000
= 25,53 kg x 262,5 = 6,70 mg
1000
Volume Pemberian = a x 50 ml
BJ
= 6,70 mg x 50 ml
1.041mg

= 0,32 ml

d. Dosis mencit IV (BB: 28,94)


Dosis = BB mencit x 262,5 mg
1000
= 28,94 kg x 262,5 = 7,60 mg
1000
Volume Pemberian = a x 50 ml
BJ
= 7,60 mg x 50 ml
1.041gram

= 0,37 ml

e. Dosis mencit V (BB: 31,06)


Dosis = BB mencit x 262,5 mg
1000
= 31,06 kg x 262,5 = 8,15 mg
1000
Volume Pemberian = a x 50 ml
BJ
= 8,15 mg x 50 ml
1.041mg

= 0,39 ml
Tabel 1. Berat Badan Mencit dan Keterangan
Nomor Urut Mencit Berat Badan Mencit Keterangan
I 25,01 g Antalgin
II 29,77 g Paracetamol
III 25,53 g Asam Mefenamat
IV 28,94 g Ibuprofen
V 31,06 g Kontrol Negatif

3. Perhitungan Dosis Mencit Berdasarkan Konsentrasi Dosis


a. Dosis Antalgin = 500 – 1000 mg (Anonim, 1979).
Dosis 70 kg = 70 kg X 500 mg
50 kg
= 700 mg
Dosis untuk 20 gram mencit : 0,0026 x 700 mg
: 1,82 mg
25,01 mg : 25,01 mg x 1,82 = 2,28 mg
20
Volume pemberian : D x BB =C x V
2,28 = 10 mg/ml X V
V = 0,23 ml
b. Dosis Paracetamol = 500 mg (Anonim, 1979).
Dosis 70 kg = 70 kg X 500 mg
50 kg
= 700 mg
Dosis untuk 20 gram mencit : 0,0026 x 700 mg
: 1,82 mg
29,77 mg : 29,77 mg x 1,82 = 2,71 mg
20

Volume pemberian : D x BB =C x V
2,71 = 10 mg/ml X V
V = 0,27 ml

c. Dosis Asam Mefenamat = 500 mg, 3 x sehari (Anonim, 2000).


Dosis 70 kg = 70 kg X 500 mg
50 kg
= 700 mg
Dosis untuk 20 gram mencit : 0,0026 x 700 mg
: 1,82 mg
25,53 mg : 25,53 mg x 1,82 = 2,32 mg
20
Volume pemberian : D x BB =C x V
2,32 = 10 mg/ml X V
V = 0,23 ml

d. Dosis Ibuprofen = 400 mg (Charles, 2009).


Dosis 70 kg = 70 kg X 400 mg
50 kg
= 560 mg
Dosis untuk 20 gram mencit : 0,0026 x 560 mg
: 1,46 mg
28,94 mg : 28,94 mg x 1,46 = 2,11 mg
20
Volume pemberian : D x BB =C x V
2,11 = 4 mg/ml X V
V = 0,53 ml
e. Kontrol negatif :
BB mencit = 31,06
= 1/2 X vol maksimal personal
= 1/2 X 1 ml = 0,5 ml

3. Tabel Data Percobaan Writhing mencit

Asam
Interval Paracetamol Ibuprofen Antalgin K (-)
Kelompok Mefenamat
waktu
Geliat ∑ Geliat ∑ Geliat ∑ Geliat ∑ Geliat ∑
0-5’ 1 9 17 10 4 0
2 0 14 13 0 17
21 34 33 13 27
3 9 3 10 5 10
4 3 0 0 4 0
5-10’ 1 15 17 11 6 22
2 0 20 20 0 21
35 78 39 24 71
3 14 10 8 10 25
4 6 31 0 8 3
10-15’ 1 24 17 12 12 27
2 0 22 21 0 24
52 73 39 55 71
3 8 9 6 22 10
4 20 25 0 21 10
15-20’ 1 16 46 17 64 16 43 15 44 17 49
2 0 16 16 0 16
3 7 6 11 8 5
4 23 25 0 21 11
20-25’ 1 13 12 17 13 15
2 0 14 14 0 17
41 46 38 43 62
3 9 6 7 12 16
4 19 14 0 18 14
25-30’ 1 8 7 13 11 11
2 0 13 13 0 15
40 44 46 33 68
3 21 14 20 10 26
4 11 10 0 12 16
∑ XT 235 339 238 212 348
∑ XT2 9767 20717 9540 8644 21680
(∑ XT)2 55225 114921 56644 44944 121104

∑ X T = ∑ X PCT + ∑ X As.mef + ∑ X Ibuprofen + ∑XAntalgin + ∑ X K (-)


= 235 + 339 + 238 + 212 + 348
= 1372
2
∑T = ∑ X PCT2 + ∑ X As.mef2 + ∑X Ibuprofen2 + ∑XAntalgin2 + ∑ X K (-)2
= 9767 + 20717 + 9540 + 8644 + 2168
= 70348
∑ Kuadrat total = ∑ X T2 - (∑xT)2
n total
= 70348 – (1372)2
30
=70348 - 62746,133
= 7601,87

∑ Jumlah Kuadrat Efektivitas Analgetik


∑xPCT2 + ∑xAs.mef2 + ∑xIbuprofen2 + ∑xAntalgin2 + ∑CMC Na2 - ∑xtotal2
n PCT n As.mef n Ibuprofen n Antalgin n CMC Na n total

= 2352 + 3392 + 2382 + 2122 + 3482 - 13722


6 6 6 6 6 30

= 9204,17 + 19153,5 + 9440,67 + 7490,67 + 20184 – 62746,133

= 2726,88

Galat = ∑ Kuadrat total – ∑ kuadrat Efektivitas Analgetik


= 7601,87 - 2726,88
= 4874,99

4. Tabel F hitung
JK
Sumber Variasi JK Dk /dk
Perlakuan 2726,88 5–1=4 2726,88 = 681,72
4
Galat 4874,99 30 – 5 = 25 4874,99 = 194,99
25
Total 7601,87 25 + 4 = 29 7601,87 = 262,133
29

F hitung = Kuadrat rata-rata perlakuan


Kuadrat rata-rata galat
= 681,72 = 3,50
194,99

F kritis = F ( α ; dk variasi pemberian analgetik ; dk galat )


= F ( 0,05 ; 4 ; 25 )
= 2,76

F hitung > F kritis = 3,50 > 2,76 Berbeda bermakna


Berbeda bermakna artinya pemberian obat analgetik yang berbeda pada hewan uji
mencit akan mempengaruhi frekuensi geliat mencit, sesuai dengan efektivitas obat sebagai
analgetik, yaitu antalgin > Paracetamol > ibuprofen > asam mefenamat.

5. % Daya Analgetik
a. Paracetamol = 100 – ( Perlakuan / kontrol x 100 )
= 100 – ( 235 / 348 x 100 )
= 32,5 %
b. Asam mefenamat = 100 – ( Perlakuan / kontrol x 100 )
= 100 – ( 339 / 348 x 100 )
= 2,6 %
c. Ibuprofen = 100 – ( Perlakuan / kontrol x 100 )
= 100 – ( 238 / 348 x 100 )
= 31,6 %
d. Antalgin = 100 – ( Perlakuan / kontrol x 100 )
= 100 – ( 212 / 348 x 100 )
= 39,1 %

6. Grafik Jumlah Writhing mencit

7. Grafik Jumlah Geliat Dibanding dengan % Analgetik

VI. PEMBAHASAN
Mahasiswa melakukan praktikum farmakologi dengan materi analgetik. Tujuan dari
praktikum ini adalah mempelajari dan mengetahui efektivitas analgetika sedian obat
(paracetamol, ibuprofen, asam mefenamat, dan antalgin) pada hewan uji mencit sehingga kita
dapat membandingkan daya analgetika dari obat – obat tersebut setelah mencit diberi induktor
nyeri asam asetat 1 %.
Percobaan ini menggunakan metode Witkin ( Writhing Tes / Metode Geliat ), dengan
prinsip yaitu memberikan asam asetat 1% (indikator nyeri) kepada mencit yang akan
menimbulkan geliat ( Writhing ), sehingga dapat diamati respon mencit ketika menahan nyeri
pada perut dengan cara menarik abdomen, menarik kaki kebelakang, dan membengkokan kepala
ke belakang. Dengan pemberian obat analgetik (paracetamol, ibuprofen, asam mefenamat, dan
antalgin) akan mengurangi respon tersebut.
Larutan stok dibuat dengan mensuspensikaan tablet paracetamol, asam mefenamat,
ibuprofen, dan antalgin, karena bahan obat sukar larut di dalam air dengan suspending agent
CMC Na. Digunakan konsentrasi CMC Na yang rendah 0,5% agar suspensi tidak terlalu kental
sehingga mudah untuk mengambil suspensi dengan spuit jarum oral dan mudah masuk ke dalam
esofagus mencit.
Pemberian obat-obat analgetik pada mencit dilakukan secara peroral,setiap mencit
diberikan suspensi obat yang berbeda, sebagai kontrol negatif diberikan CMC Na, setelah obat
diberikan mencit didiamkan selama 30 menit. Kemudian disuntik secara intraperitoneal dengan
larutan induksi asam asetat 1 %. Pemberian dilakukan secara intraperitoneal
karenamemungkinkan sediaan lebih mudah diabsorbsi oleh tubuh, cepat memberikan
efek,mencegah penguraian asam asetat pada jaringan fisiologik organ tertentu, serta
efek merusak jaringan tubuh jika pada organ tertentu. Misalnya apabila asam asetat 1%
diberikan per oral,akan merusak saluran pencernaan, karena sifat kerongkongan cenderung
bersifat tidak tahan terhadap asam.
Larutan asam asetat diberikan setelah 30 menit, ini bertujuan agar obat yang telah
diberikan sebelumnya sudah mengalami fase absorbsi untuk meredakan rasa nyeri. Selama
beberapa menit kemudian, setelah diberi larutan asam asetat 1% mencit akan menggeliat dengan
ditandai perut kejang dan kaki ditarik ke belakang. Jumlah geliat mencit dihitung setiap 5
menit selama 30 menit.
Penggunaan asam asetat sebagai induktor dalam percobaan ini karena asam asetat
merupakan asam lemah yang tidak terkonjugasi dalam tubuh, pemberian sediaan asetat terhadap
hewan percobaan akan merangsang prostaglandin untuk menimbulkan rasa nyeri akibat adanya
kerusakan jaringan atau inflamasi. Prostaglandin meyebabkan sensitisasi reseptor nyeri terhadap
stimulasi mekanik dan kimiawi sehingga prostaglandin dapat menimbulkan keadaan
hiperalgesia, kemudian mediator kimiawi seperti bradikinin dan histamin merangsangnya
dan menimbulkan nyeri yang nyata, sehingga mencit akan menggeliatkan kaki belakang saat efek dari
penginduksi ini bekerja.
Setelah dilakukan percobaan didapatkan hasil bahwa urutan obat yang memiliki daya
analgetik paling tinggi atau kuat adalah antalgin, paracetamol, ibuprofen, dan asam
mefenamat. Hasil yang didapat setelah diuji dengan menggunakan tabel ANOVA yang kemudian
didapat hasil “berbeda bermakna”, artinya pemberian obat analgetik yang berbedapada hewan uji
mencit akan mempengaruhi frekuensi geliat mencit, sesuai dengan efektivitas obat sebagai
analgetik, yaitu antalgin > Paracetamol > ibuprofen > asam mefenamat.
Hasil untuk Asam mefenamat sudah sesuai karena obat memberikan efek analgetik yang
lebih ringandisebabkan oleh sifat asam dan efek samping nyeri pada lambung. Sehingga dengan
sifat dan efek sampingnya ini justru dapat meningkatkan nyeri pada lambung mencit.
Namun hasil ini juga kurang sesuai dengan teori, karena yang seharusnya memiliki efek
analgetik yang lebih kuat adalah ibuprofen, karena absorbsinya lebih cepat di lambung,
sementara indikator nyeri juga diberikan pada lambung.
Kemudian yang seharusnya memiliki efek analgetik yang terkuat kedua setelah ibuprofen
adalah Antalgin, karena bekerja secara sentral pada otak untuk menghilangkan nyeri,
menurunkan demam dan menyembuhkan rheumatik. Dan diikuti oleh parasetamol, karena hanya
mempunyai efek ringan pada siklooksigenase perifer.
Penyimpangan ini dapat terjadi karena beberapa faktor, yaitu ketika sudah 30 menit
setelah pemberian analgetik, tidak segera disuntikan asam asatet sehingga efek obat analgetiknya
sudah berkurang, faktor fisiologis dari mencit, yang mengalami beberapa kali percobaan
sehingga kemungkinan mencit stress, Waktu penyuntikan ada larutan yang tumpah sehingga
mengurangi dosis obat analgetik yang diberikan, pengambilan larutaan stock yang tidak dikocok
dahulu, sehingga dosis yang diambil tiap spuit berbeda, karena larutan stock yang dibuat adalah
bentuk sediaan suspensi, seharusnya dalam pengambilan dikocok terlebih dahulu, agar bahan
obat yang diambil, bukan hanya larutannya.
VII. DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1979, Farmakope Indonesia edisi 3, Departemen Kesehatan Republik


Indonesia, Jakarta.
Charles,dkk.2009.Drug Information Handbook. Apha.Ohio.Lexi-Com inc.
Diphalma, J. R., Digregorio, G. J. 1986. Basic Pharmacology in Medicine. 3th ed.
New York: Mcgraw-hill Publishing Company: 319-20
Ganong, William F, 2003. Fisiologi Saraf & Sel Otot. Dalam H. M. Djauhari
Widjajakusumah: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta: EGC.
Gilang. 2010. Analgesik non-opioid atau NSAID/OAINS.
Goodman and Gilman, 2007, Dasar Farmakologi Terapi, Edisi 10, diterjemahkan
oleh Amalia, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Lukmanto, H., 1986, Informasi Akurat Produk Farmasi di Indonesia, Edisi II, Jakarta.
Medicastore. 2006. Obat Analgesik Antipiretik.
Siswandono dan Soekardjo, B., (2000). Kimia Medisinal. Edisi 2. Surabaya:
Airlangga University Press.
Tjay,Tan Hoan dan K. Rahardja, 2007, Obat-obat Penting, PT Gramedia, Jakarta.
Sunaryo, Wilmana. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Penerbit FK
UI: 224-33

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI III


ANALGETIKA

Disusun Oleh :
Nama Mahasiswa : 1. Alvian Dumingan (11.0163)
2. Cike Nopiyandha (11.0188)
3. Melly Nilasari (11.0214)
4. Munalisa Rahmawati (11.0174)
5. Rica Wijayanti (11.0202)
6. Yolandha Greta V (11.0186)
Hari,tanggal Praktikum : Senin 13 Mei 2013
Dosen Pembimbing : Paulina Maya Octasari, S.Farm.,Apt

LABORATORIUM FARMAKOLOGI
AKAD E M I FAR MAS I T H E R E S IANA
SEMARANG

2013

UJI ANALGETIKA PADA MENCIT


I. TUJUAN
Mengenal,mempraktekan dan membandingkan daya analgetik asetosal dengan paracetamol
menggunakan metode rangsang kimia.

II. DASAR TEORI


Analgetika atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau menghalau
rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (Tan hoan,1964, hal.295).
Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering.Walaupun sering berfungsi
untuk mengingatkan, melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien merasakannya
sebagai hal yang tak mengenakkan, kebanyakan menyiksa dankarena itu berusaha untuk bebas
darinya. Seluruh kulit luar mukosa yang membatasi jaringan dan juga banyak organ dalam
bagian luar tubuh peka terhadap rasa nyeri,tetapi ternyata terdapat juga organ yang tak
mempunyai reseptor nyeri, seperti misalnya otak.Nyeri timbul jika rangsang mekanik, termal,
kimia atau listrik melampaui suatu nilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri)dan karena
itumenyebabkan kerusakan jaringan dengan pembebasan yang disebut senyawa nyeri
(Mutschler,1999).
Semua senyawa nyeri (mediator nyeri) seperti histamine, bradikin, leukotriendan
prostaglandin merangsang reseptor nyeri (nociceptor )di ujung-ujung saraf bebasdi kulit, mukosa
serta jaringan lain dan demikian menimbulkan antara lain reaksiradang dan kejang-kejang.
Nociceptor ini juga terdapat di seluruh jaringan dan organtubuh, terkecuali di SSP. Dari tempat
ini rangsangan disalurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan sangat
banyak sinaps via sumsum- belakang, sumsum-lanjutan dan otak-tengah. Dari thalamus impuls
kemudianditeruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri
(Tjaydan Rahardja, 2007).
Mediator nyeri penting adalah amin histamine yang bertanggungjawab untuk kebanyakan
reaksi alergi (bronchokonstriksi, pengembangan mukosa, pruritus) dan nyeri. Bradikinin adalah
polipeptida (rangkaian asam amino)yang dibentuk dari protein plasma.Prostaglandin mirip
strukturnya dengan asam lemak dan terbentuk dari asam arachidonat.Menurut perkiraan zat-zat
ini meningkatkan kepekaan ujung-saraf sensoris bagi rangsangan nyeri yang diakibatkan oleh
mediator lainnya. Zat-zat ini berkhasiat vasodilatasi kuat dan meningkatkan permeabilitas kapiler
yang mengakibatkan radang dan udema. Berhubung kerjanya serta inaktivasinya pesat dan
bersifat local, maka juga dinamakan hormon lokal.Mungkin sekali zat-zat ini juga bekerja
sebagai mediator demam (Collins,et.al., 2000).
Terkadang, nyeri dapat berarti perasaan emosional yang tidak nyaman dan berkaitan
dengan ancaman seperti kerusakan pada jaringan karena pada dasarnya rasanyeri merupakan
suatu gejala, serta isyarat bahaya tentang adanya gangguan pada tubuh umumnya dan jaringan
khususnya. Meskipun terbilang ampuh, jenis obat ini umumnya dapat menimbulkan
ketergantungan pada pemakai. Untuk mengurangi atau meredakan rasa sakit atau nyeri tersebut
maka banyak digunakan obat-obat analgetik (seperti parasetamol, asam mefenamat dan
antalgin) yang bekerja dengan memblokir pelepasan mediator nyeri sehingga reseptor nyeri
tidak menerima rangsang nyeri (Green, 2009).
Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak enak yang berkaitandengan
(ancaman) kerusakan jaringan. Nyeri merupakan suatu perasaan pribadi dan ambang toleransi
nyeri berbeda-beda bagi setiap orang. Batas nyeri untuk suhu adalah konstan yakni pada 44-
45ºC. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya meruapakan suatu gejala, yang berfungsi
melindungi tubuh. Nyeri harus dianggap sebagai suatu isyarat bahaya tentang adanya ganggguan
di jaringan, seperti peradangan (rema,encok ), infeksi jasad renik, atau kejang otot. Nyeri yang
disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi, atau fisis(kalor, listrik ), dapat
menimbulkan kerusakan pada jaringan.
Rangsangan tersebut memicu pelepasan zat-zat tertentuyang disebut mediator nyeri.
Mediator nyeri antara lain mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang yang mengaktivasi
reseptor nyeri di ujung-ujung saraf bebas dikulit, mukosa, dan jarigan lainnya.Nociceptor ini
terdapat diseluruh jaringan danorgan tubuh, kecuali di system saraf pusat. Dari sini rangsangan
disalurkan ke otak melalui jaringan yang hebat dari tajuk-tajuk neuron dengan sinaps yang amat
banyak melalui sum-sum tulang belakang, sum-sum tulang lanjutan dan otak
tengah. Dari thalamus impuls diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls
dirasakan sebagai nyeri (Tan Hoan,1964, hal.296).
Mediator nyeri yang lain, disebut juga sebagai autakoid antara lain serotonin,histamine,
bradikinin, leukotrien dan prostaglandin 2. Bradikinin merupakan polipeptida (rangkaian asam
amino) yang diberikan dari protein plasma. Ambang nyeri didefinisikan sebagai tingkatan (level)
dimana nyeri dirasakan untuk yang pertama kali. Jadi, intesitas rangsangan yang terendah saat
seseorang merasakan nyeri. Untuk setiap orang ambang nyerinya adalah konstan (Medicafarma,
2008).
Adapun jenis nyeri beserta terapinya, yaitu (Medicafarma,2008):
a. Nyeri ringan
Contohnya: sakit gigi, sakit kepala, sakit otot karena infeksi virus, nyeri haid,keseleo. Pada nyeri
dapat digunakan analgetik perifer seperti parasetamol, asetosaldan glafenin.
b. Rasa nyeri menahun
Contohnya: rheumatic dan arthritis. Pada nyeri ini dapat digunakan analgetik anti-inflamasi,
seperti:asetosal, ibuprofendan indometasin.
c. Nyeri hebat
Contoh: nyeri organ dalam, lambung, usus, batu ginjal, batu empedu. Pada nyeri ini dapat
digunakan analgetik sentral berupa atropine, butilskopolamin(bustopan), camylofen ( ascavan).
d. Nyeri hebat menahun
Contoh: kanker, rheumatic, neuralgia berat. Pada nyeri ini digunakan analgetik narkotik, seperti
fentanil, dekstromoramida, bezitramida.
Penanganan rasa nyeri Berdasarkan proses terjadinya, rasa nyeri dapat dilawan dengan
beberapacara,yakni (Tan Hoan,1964, hal.296):
 Merintangi terbentuknya rangsangan pada reseptor nyeri pada perifer dengan analgetika
perifer .
 Merintangi penyaluran rangsangan di saraf-saraf sensoris, misalnya dengan anestetika
local.
 Blockade pusat nyeri di ssp dengan analgetika sentral (narkotika) atau dengan anestetika
umum.
Atas dasar kerja farmakologinya, analgetika dibagi dalam dua kelompok yaitu(Tan Hoan,1964,
hal.296):
1. Analgetika perifer (non-narkotik ), yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan
tidak bekerja sentral, Seperti golongan salisilat seperti aspirin, golongan para amino fenol seperti
paracetamol, dan golongan lainnya seperti ibuprofen, asam mefenamat, naproksen/naproxen dll.
2. Analgetik narkotik khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti padafractura dan
kanker .Analgesik opioid / analgesik narkotika Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang
memiliki sifat-sifat seperti opium atau morfin. Golongan obat ini terutama digunakan untuk
meredakan atau menghilangkan rasa nyeri.
Tetapi semua analgesik opioid menimbulkan adiksi/ketergantungan, maka usaha untuk
mendapatkan suatu analgesik yang ideal masih tetap diteruskan dengan tujuan mendapatkan
analgesik yang sama kuat dengan morfin tanpa bahaya adiksi (Medicastore,2006).
Ada 3 golongan obat ini yaitu(Medicastore,2006):
 Obat yang berasal dari opium-morfin
 Senyawa semisintetik morfin
 Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin.
Mekanisme kerja obat analgesik antipiretik serta obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAIDs)
merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, dan beberapa obat memiliki perbedaan secara
kimia. Namun, obat-obat NSAID mempunyai banyak persamaan dalam efek terapi dan efek
sampingnya.
Prototipe obat golongan ini adalah aspirin,sehingga sering disebut juga sebagai aspirin like
drugs. Efek terapi dan efek sampingdari obat golongan NSAIDs sebagian besar tergantung dari
penghambatan biosintesis prostaglandin. Namun, obat golongan NSAIDs secara umum tidak
menghambat biosintesis leukotrien yang berperan dalam peradangan. Golongan obat NSAIDs
bekerja dengan menghambat enzim siklo-oksigenase, sehingga dapat mengganggu perubahan
asam arakhidonat menjadi prostaglandin. Setiap obat menghambat enzimsiklo-oksigenase
dengan cara yang berbeda(Ian Tanu,1972, hal.231).
Parasetamol dapat menghambat biosintesis prostaglandin apabila lingkungannya
mempunyai kadar peroksida yang rendah seperti di hipotalamus, sehingga parasetamol
mempunyai efek anti-inflamasi yang rendah karena lokasi peradangan biasanya mengandung
banyak peroksida yang dihasilkan oleh leukosit(Ian Tanu,1972, hal.231).
Aspirin dapat menghambat biosintesis prostaglandin dengan cara mengasetilasi gugus aktif
serin dari enzim siklo-oksigenase. Thrombosit sangat rentan terhadap penghambatan enzim
siklo-oksigenase karena thrombosit tidak mampu mengadakan regenerasi enzim siklo-
oksigenase(Ian Tanu,1972, hal.231).
Semua obat golongan NSAIDs bersifat antipiretik, analgesik, dan anti-inflamasi. Efek
samping obat golongan NSAIDs didasari oleh hambatan pada sistem biosintesis
prostaglandin. Selain itu, sebagian besar obat bersifat asam sehingga lebih banyak terkumpul
dalam sel yang bersifat asam seperti di lambung, ginjal, dan jaringan inflamasi. Efek samping
lain diantaranya adalah gangguan fungsi thrombosit akibat penghambatan biosintesis tromboksan
A2 dengan akibat terjadinya perpanjangan waktu perdarahan. Namun, efek ini telah
dimanfaatkan untuk terapi terhadap thrombo-emboli(Gunawan, 2009).
Selain itu, efek samping lain diantaranya adalah ulkuslambung dan perdarahan saluran
cerna, hal ini disebabkan oleh adanya iritasi akibat hambatan biosintesis prostaglandin PGE2 dan
prostacyclin. PGE2 dan PGI2 banyak ditemukan di mukosa lambung dengan fungsi untuk
menghambat sekresi asam lambung dan merangsang sekresi mukus usus halus yang bersifat
sitoprotektan (IanTanu,1972,hal.231).
Contoh obat analgesic dan antipiretik(Junaidi, 2009, hal.270-277).:
1. Aspirin/asam asetil salisilat
Indikasi:meringankan sakit kepala, pusing, sakit gigi, nyeri otot, menurunkandemam.Dosis:
dewasa 500-600 mg/4jam. Sehari maksimum 4 gram. Anak-anak 2-3 tahun 80-90 mg, 4-5
tahun160-240 mg,6-8 tahun 240-320 mg, 9-10 tahun 320-400 mg, >11tahun 400-480 mg. Semua
diberikan tiap 4 jam setelah makan. Kontraindikasi: ulkus peptikum, kelainan perdarahan, asma.
Efek samping: gangguan gastrointestinal, pusing, reaksi hipersensitif .
2. Asam mefenamat sebagai analgetik, obat ini adalah satu-satunya yang mempunyai kerja yang
baik pada pusat sakit dan saraf perifer. Asam mefenamat cepat diserapdan konsentrasi puncak
dalam darah dicapai dalam 2 jam setelah pemberian, dan diekskresikan melalui urin. Indikasi:
untuk mengatasi rasa sakit dan nyeri yang ditimbulkan dari rematik akutdan kronis,luka pada
jaringan lunak, pegal pada otot dansendi,dismonore, sakit kepala, sakit gigi, setelah operasi dll.
Dosis: sebaiknya diberikan sewaktu makan, dan pemakaian tidak boleh lebih dari 7 hari.Anak-
anak >6 bulan: 3-6,5mg/kgBB tiap 6 jam atau 4 kali perhari. Dewasa dan anak >14tahun:dosisi
awal 500 mg,kemudian 250mg setiap 6 jam. Kontraindikasi: kepekaan terhadap asam
mefenamat, radang atau tukak padasaluran pencernaan. Efek samping: dapat mengiritasi system
pencernaan,dan mengakibatkan konstipasiatau diare.
3. Parasetamol diserap dengan cepat dan tanpa menimbulkan iritasi disaluran
pencernaan,methemoglobin, atau konstipasi. Indikasi: menghilangkan demam dan rasa nyeri
pada otot/sendi yang menyertai influenza, vaksinasi dan akibat infelsi lain, sakit
kepala, sakitgigi,dismonere, artritis, dan rematik . Dosis: tablet =anak-anak :0,5-1tab 3-4kali
perhari,dewasa:1-2tab 3-4kali perhari Sirup=bayi 0,25-0,5sdt 3-4kali perhari,anak-anak :2-
5tahun,1sdt 3-4kali perhari.6-12 tahun, 2sdt 3-4kali perhari. Di Indonesia penggunaan
parasetamol sebagai analgesik dan antipiretik, telah menggantikan penggunaan salisilat. Sebagai
analgesik, parasetamol sebaiknya tidak digunakan terlalu lama karena dapat menimbulkan
nefropati analgesik .Jika dosis terapi tidak memberi manfaat, biasanya dosis lebih besar tidak
menolong. Dalam sediaannya sering dikombinasi dengan cofein yang berfungsi meningkatkan
efektivitasnya tanpa perlu meningkatkan dosisnya (Medicastore,2006).

III. ALAT DAN BAHAN


1. Alat :
 Spuit injeksi 0.1 – 1 ml 2 buah
 Jarum sonde 1 buah
 Beaker Glass 500 ml 3 buah
 Stop watch 1 buah
 Masker 10 buah
 Handscoon 10 pasang

2. Bahan
 Steril Asam Asetat 1% 5 ml
 Larutan CMC 1% 2.5 ml
 Larutan Paracetamol dalam CMC 2 ml
 Tissue secukupnya
 Mencit 5 ekor

IV. HASIL
Mencit Menit pengamatan Jumlah
I(5’) II(10’) III(15’) IV(20’) V VI
1 1 15 15 19 10 12 72
2 0 7 7 4 3 1 22
3 0 0 5 9 2 2 18
4 0 1 2 5 2 1 11
5 0 0 3 5 2 0 10

Berat Badan tikus


I = 46 g + CMC 0,5 ml + SAA 1 ml
II = 44,8 g + PCT 0,5 ml + SAA 1 ml
III = 45,6 g + PCT 0,5 ml + SAA 1 ml
IV = 41,2 g + PCT 1 ml + SAA 1 ml
V = 38,6 g + PCT 1 ml + SAA 1 ml

Perhitungan dosis SAA


Tikus I = 300 mg x 0,046 = 13,8 ml/10mg/ml = 1,38 mg
Tikus II = 300 mg x 0,0448 = 13,44 ml/10mg/ml = 1,344 mg
Tikus III = 300 mg x 0,0456 = 13,68 ml/10mg/ml = 1,368 mg
Tikus IV = 300 mg x 0,0412 = 12,36 ml/10mg/ml = 1,236 mg
Tikus V = 300 mg x 0,0386 = 11,58 ml/10mg/ml = 1,158 mg
catatan : dosis parasetamol yang diberikan disetarakan yaitu sebanyak 1 ml.

Perhitungan daya analgetik :


% Daya analgetik = 100 – (P/K x 100)
Keterangan :
P = jumlah kumulatif geliat mencit yang diberi obat analgetik
K = jumlah kumulatif geliat mencit yang diberi CMC (kontrol)
% Daya analgetik = 100 – (61/72 x 100)
100 – (84,72) = 15,28 %

V. PEMBAHASAN
Analgetika
adalah obat atau senyawa yang dipergunakan untuk mengurangi atau menghalau rasa sakit
atau nyeri. Tujuan dari percobaan kali ini adalah mengenal,
mempraktekkan, dan membandingkan daya analgetika dari obat parasetamol berdasarkan
perbedaan jumlah dosis pemberian
menggunakan metode rangsang kimia. Percobaan ini dilakukan terhadap
hewan percobaan, yaitu mencit (Mus muscullus). Metode rangsang kimia
digunakan berdasarkan atas rangsang nyeri yang ditimbulkan oleh zat-zat kimia yang
digunakan untuk penetapan daya analgetika.
Percobaan menggunakan metode rangsangan kimia yang ditujukan untuk
melihat respon mencit terhadap Steril Asam Asetat (SSA) 1% yang dapat menimbulkan
respon menggeliat dan menarik kaki ke belakang dari mencit ketika menahan nyeri pada
perut. Pada percobaan kali ini menggunakan SSA yang berfungsi sebagai induksi nyeri dan
mencit yang digunakan dalam percobaan sebanyak 5 ekor.
Langkah pertama yang dilakukan adalah pemberian obat-obat analgetik pada tiap
mencit. Mencit pertama berlaku sebagai control yang diberikan larutan CMC 1% secara per oral
sebanyak 0.5 ml. Mencit kedua dan ketiga diberikan larutan parasetamol dalam CMC 1%
sebanyak 0.5 ml serta mencit keempat dan kelima diberikan larutan parasetamol dalam CMC 1%
sebanyak 1 ml. Setelah 5 menit masing-masing mencit diinjeksi secara
intraperitoneal dengan larutan induksi Steril Asam Asetat 1 % sebanyak 1 ml. Pemberian
dilakukan secara intraperitoneal karena untuk mencegah penguraian steril asam
asetat saat melewati jaringan fisiologik pada organ tertentu. Dan laruran steril
asam asetat dikhawatirkan dapat merusak jaringan tubuh jika diberikan melalui rute lain,
misalnya per oral, karena sifat kerongkongan cenderung bersifat tidak tahan terhadap pengaruh
asam.
Larutan steril asam asetat diberikan setelah 5 menit karena diketahui
bahwa obat yang telah diberikan sebelumnya sudah mengalami fase
absorbsi untuk meredakan rasa nyeri. Selama beberapa menit kemudian, setelah diberi
larutan steril asam asetat 1 % mencit akan menggeliat dengan ditandai dengan kejang perut
dan kaki ditarik ke belakang. Jumlah geliat mencit dihitung setiap selang waktu 5 menit
selama 30 menit. Pengamatan yang dilakukan agak rumit karena praktikan
sulit membedakan antara geliatan yang diakibatkan oleh rasa nyeri dari
obat atau karena mencit merasa kesakitan akibat penyuntikan intraperitoneal pada perut
mencit.
Parasetamol adalah obat analgetik yang memiliki daya analgetik dengan presentasi
yang tidak terlalu tinggi yaitu sebesar 15.28 %, dimana Parasetamol yang merupakan derivat-
asetanilida adalah metabolit dari
fenasetin. Parasetamol berkhasiat sebagai analgetik dan antipiretik.
Umumnya parasetamol dianggap sebagai zat anti nyeri yang paling aman,
juga untuk swamedikasi (pengobatan mandiri).
Pada mencit yang diperlakukan sebagai control, tercatat jumlah akumulasi geliat selama 30
menit adalah sebanyak 72 kali. Pada mencit kedua dan ketiga yang diberikan larutan parasetamol
dengan dosis 0.5 ml terhitung jumlah akumulasi geliat adalah sebanyak 40 kali. Dan pada
mencit keempat dan kelima yang diberikan larutan parasetamol dengan dosis 1 ml terhitung
jumlah akumulasi geliat adalah sebanyak 21 kali.
Dari data percobaan tersebut, diketahui bahwa pada pemberian parasetamol dengan dosis
0.5 ml menghasilkan lebih banyak geliat pada mencit daripada dosis 1 ml. Hal ini berarti pada
dosis yang lebih tinggi, parasetamol dapat lebih efektif dalam mengatasi nyeri yang diakibatkan
oleh rangsangan kimia.
Dalam praktikum kali ini, ada kemungkinan data yang didapatkan kurang valid. Hal ini
dapat terjadi karena beberapa faktor,
antara lain faktor penyuntikan yang salah atau kurang tepat sehingga
volume obat yang disuntikan tidak tepat. Dapat juga dikarenakan faktor
fisiologis dari mencit, mengingat hewan percobaan ini telah mengalami percobaan
sebelumnya sehingga dapat terjadi kemungkinan hewan
percobaan yang stress dan juga kelelahan. Penyimpangan pengambilan data juga dapat terjadi
karena pengamatan praktikan yang kurang seksama sehingga ada data geliat mencit yang
mungkin terlewat tidak diamati. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi hasil dan perhitungan
yang dibuat.

KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu :
 Analgetik merupakan obat yang dapat menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan
kesadaran.
 Pada praktikum kali ini digunakan analgetik parasetamol yang mempunyai daya analgetik
sebesar 15,28 %
 Dari hasil percobaan, diketahui bahwa pemberian dosis parasetamol yang lebih tinggi yaitu 1
ml, dapat meningkatkan daya analgetik dilihat dari jumlah geliat mencit yang lebih sedikit
daripada pemberian dengan dosis 0.5 ml

DAFTAR PUSTAKA
Collins, S.L, et.al. 2000. Antidepressants and Anticonvulsants. PharmWkbl. hal.449-454.
Green.2009.Analgetika.Available online at:http://greenhati.blogspot.com/2009/05/obat-
analgetik dan farmakodinamikanya.html
(diakses 23 Maret 2012).
Gunawan, Aris. 2009. Perbandingan Efek Analgesik antara Parasetamol dengan
Kombinasi Parasetamol dan Kafein pada Mencit. Jurnal Biomedika, Volume 1, Nomor 1.
Diakses 23 Maret 2012.
Ian Tanu. 1976. Farmakologi dan Terapi Edisi Kelima. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Junaidi, Iskandar. 2009. Pedoman Praktis Obat Indonesia. Jakarta: Buana Ilmu Populer.
Medicafarma. 2008. AnalgesikAntipiretikdanNSAID. http://medicafarma.
blogspot.com/2008/04/analgesik-antipiretik-dan-antiinflamasi. html(diakses pada tanggal 23
Maret 2012).
Medicastore. 2006. Obat Analgesik
Antipiretikhttp://medicastore.com/apotik_online/obat_saraf_otot/obat_nyeri.htm
(diakses pada tanggal 23 Maret 2012).
Mutschler, E. 1999. Dinamika Obat. Bandung : ITB
Tan Hoan, dan Kirana Rahardja. 1964. Obat-Obat Penting Edisi Kelima. Jakarta: PT.
Gramedia.
Tjay dan K .Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting . Jakarta; PT Elex Media Komputindo
hal.312-318.

Anda mungkin juga menyukai