Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG

Obat adalah suatu bahan yang berbentuk padat atau cair atau

gas yang menyebabkan pengaruh terjadinya perubahan fisik dan atau

psykologik pada tubuh. Hampir semua obat berpengaruh terhadap

sistem saraf pusat. Obat tersebut bereaksi terhadap otak dan dapat

mempengaruhi pikiran seseorang yaitu perasaan atau tingkah laku,

hal ini disebut obat psikoaktif.

Rasa nyeri merupakan masalah yang umum terjadi di

masyarakat dan salah satu penyebab utama pasien datang berobat ke

dokter karena rasa nyeri mengganggu fungsi sosial dan kualitas hidup

penderitanya rasa nyeri akan disertai respon stres antara lain berupa

meningkatnya rasa cemas, denyut jantung, tekanan darah dan

frekuensi nafas. Nyeri yang berlanjut atau tidak ditangani secara kuat.

Memicu Respon yang berkepanjangan yang akan menurunkan daya

tahan tubuh dengan menurunkan fungsi imun, mempercepat kerusakan

jaringan, laju metabolisme, pembekuan darah dan retensi cairan,

sehingga akan memperbanyak kualitas kesehatan (Hartwig & wison

2006).

Analgetika atau obat penghilang nyeri adalah zat-zat yang

mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan

kesadaran (Tjay, 2007).


Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak

nyaman, berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan. Keadaan

psikis sangat mempengaruhi nyeri, misalnya emosi dapat menimbulkan

sakit (kepala) atau memperhebatnya, tetapi dapat pula menghindarkan

sensasi rangsangan nyeri. Nyeri merupakan suatu perasaan seubjektif

pribadi dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap orang.

batas nyeri untuk suhu adalah konstan, yakni pada 44-45°C (Tjay,

2007).

Nyeri adalah suatu sensasi yang tidak menyenangkan dan bisa

dirasakan sebagai rasa sakit nyeri dapat timbul dibagian tubuh

manapun sebagai respon terhadap stimulus yang berbahaya bagi

tubuh, seperti suhu yang terlalu panas atau terlalu dingin, tertusuk pada

benda tajam, patah tulang dan lain-lain. Rasa nyeri timbul apabila

terjadi kerusakan jaringan akibat luka, terbentur, terbakar, dan lain

sebagainya. Hal ini akan menyebabkan individu bereaksi dengan cara

memindahkan posisi tubuhnya (Gayton & Hall 1997).

Pada dasarnya rasa nyeri merupakan mekanisme kerja

pertahanan tubuh, meskipun nyeri berguna bagi tubuh, namun dalam

kondisi tertentu nyeri dapat menimbulkan ketidaknyamanan bahkan

penderitaan bagi individu yang merasakan sensasi ini. Sensasi nyeri

yang terjadi mendorong individu yang bersangkutan untuk mencari

pengobatan, antara lain dengan mengonsumsi obat-obat penghilang

rasa nyeri (analgetik). Analgetik adalah obat yang digunakan untuk


menghambat atau mengurangi rasa nyeri tanpa menghilangkan

kesadaran saat ini telah banyak beredar obat-obatan sintesis seperti

obat-obatan inflamasi non steroid (AINS), sebanyak 25% obat yang

sesuai bebas dipasaran adalah analgetik asetaminofen. Obat ini

banyak dipakai untuk bayi, anak-anak dewasa dan orang lanjut usia

untuk kebutuhan nyeri ringan dan demam (Kec, 1994).

Sebanyak 40% studi menggunakan mencit sebagai model

laboratorium (Nugroho, 2018). Mencit seringkali digunakan dalam

penelitian di laboratorium yang berkaitan dengan bidang fisiologi,

farmakologi, toksikologi, patologi, histopatologi (Bähr dan Wolf, 2012).

Mencit banyak digunakan sebagai hewan laboratorium karena

memiliki kelebihan seperti siklus hidup relatif pendek, banyaknya jumlah

anak per kelahiran, mudah ditangani, memiliki karakteristik

reproduksinya mirip dengan hewan mamalia lain, struktur anatomi,

fisiologi serta genetik yang mirip dengan manusia (Fianti, 2017;

Herrmann et al., 2019).

Dengan demikian maka dilakukanlah praktikum ini mengenai

efek obat analgetik pada hewan uji, untuk mengetahui dan

menganalisis efek beberapa obat analgetik pada hewan uji mencit

dengan penginduksi asam asetat 0,5%.


I.2. MAKSUD DAN TUJUAN

Adapun maksud dan tujuan pada praktikum kali ini yaitu

A. Untuk mengetahui dan menganalisis efek beberapa obat analgetic

yang akan diberikan pada hewan uji

B. Untuk mengetahui mekanisme kerja obat analgetic yang diberikan

pada hewan uji

C. Untuk mengetahui jenis-jenis obat analgetic dan penginduksi nyeri

yang akan diberikan pada hewan uji (Mus musculus)

I.3. PRINSIP PRAKTIKUM

Berdasarkan jumlah penurunan atau berkurangnya geliat

setelah diberikan obat analgetic. Geliat mencit ditandai menarik kaki

dan kepala kebelakang sehingga perut menyentuh lantai, lalu Kembali

ke posisi semula (retraksi).


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Teori umum

Rasa nyeri disebabkan oleh berbagai macam faktor, baik

mekanis maupun kimiawi. Sebagian jaringan akan mengalami

kerusakan disaat bagian tubuh terkena rangsangan nyeri tersebut,

dan jaringan itu akan melepaskan mediator-mediator nyeri. Setelah

jaringan tersebut melepaskan mediator tersebut, mediator akan

berinteraksi dengan reseptornya dan kemudian menstimulasi

transduksi sinyal dengan bantuan second messenger dan akhirnya

tubuh akan merasakan rasa nyeri tersebut.

obat analgesik adalah obat yang dapat mengurangi atau

menghilangkan rasa nyeri dan akhirnya akan memberikan rasa

nyaman pada orang yang menderita. Nyeri adalah perasaan sensoris

dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan ancaman

kerusakan jaringan. rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya

merupakan satu gejala yang berfungsi sebagai isyarat bahaya tentang

adanya gangguan di jaringan seperti peradangan, rematik, encok atau

kejang otot (Tjay, 2007).

Reseptor nyeri merupakan ujung saraf bebas yang tersebar di

kulit otot, tulang dan sendi. Impuls nyeri disalurkan ke susunan saraf

pusat melalui dua jaras yaitu, jaras nyeri cepat dengan


neurotransmiternya glutamat dan jaras nyeri lambat dengan

neurontransmiternya substansi P (Ganong, 2003).

Semua senyawa nyeri (mediator nyeri) seperti histamine,

bradikin, leukotriendan prostaglandin merangsang reseptor nyeri

(nociceptor) di ujung-ujung saraf bebas di kulit, mukosa serta jaringan

lain dan demikian menimbulkan antara lain reaksiradang dan kejang

kejang. Nociceptor ini juga terdapat di seluruh jaringan dan

organtubuh, terkecuali di SSP. Dari tempat ini rangsangan disalurkan

ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan sangat

banyak sinaps via sumsum belakang, sumsum-lanjutan dan otak

tengah. Dari thalamus impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di

otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri (Tjay & Rahardja

2007).

Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu

gejala yang berfungsi melindungi tubuh. Nyeri harus dianggap sebagai

isyarat bahaya tentang adanya ganguan di jaringan, seperti

peradangan, infeksi jasad renik, atau kejang otot. Nyeri yang

disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi atau fisis dapat

menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut memicu

pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri. Mediator nyeri

antara lain dapat mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang

yang mengaktivasi reseptor nyeri di ujung saraf bebas di kulit, mukosa

dan jaringan lain. Nocireseptor ini terdapat diseluruh jaringan dan


organ tubuh, kecuali di SSP. Dari sini rangsangan di salurkan ke otak

melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan amat benyak

sinaps via sumsumtulang belakang, sumsum lanjutan, dan otak

tengah. Dari thalamus impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di

otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri (Tjay 2007).

Berdasarkan aksinya, obat-obat analgetic dibagi menjadi 2

golongan yaitu :

1. Analgesic Nonopioid/Perifer

Secara farmakologis praktis dibedakan atas kelompok salisilat

(asetosal, diflunisal) dan non salisilat. Sebagian besar sediaan-

sediaan golongan non salisilat termasuk derivat asam arilalkanoat.

Mekanisme kerja obat analgesic Nonopioid yakni Obat-obatan

dalam kelompok ini memiliki target aksi pada enzim, yaitu enzim

siklooksigenase (COX). COX berperan dalam sintesis mediator

nyeri, salah satunya adalah prostaglandin. Mekanisme umum dari

analgetik jenis ini adalah mengeblok pembentukan prostaglandin

dengan jalan menginhibisi enzim COX pada daerah yang terluka

dengan demikian mengurangi pembentukan mediator nyeri.

Mekanismenya tidak berbeda dengan NSAID dan COX-2 inhibitors.

Efek samping yang paling umum dari golongan obat ini adalah

gangguan lambung usus, kerusakan darah, kerusakan hati dan

ginjal serta reaksi alergi di kulit. Efek samping biasanya disebabkan

oleh penggunaan dalam jangka waktu lama dan dosis besar.


2. Analgesic Opioid/Analgesik narkotika

Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat

seperti opium atau morfin. Golongan obat ini terutama digunakan

untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri. Tetap semua

analgesik opioid menimbulkan adiksi/ketergantungan.

Ada 3 golongan obat ini yaitu:

1) Obat yang berasal dari opium-morfin

2) Senyawa semisintetik morfin

3) Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin.

Mekanisme kerja obat analgetic Analgesic opioid atau analgesic

narkotika yakni Mekanisme kerja utamanya ialah dalam

menghambat enzim sikloogsigenase dalam pembentukan

prostaglandin yang dikaitkan dengan kerja analgesiknya dan efek

sampingnya. Kebanyakan analgesik OAINS diduga bekerja

diperifer. Efek analgesiknya telah kelihatan dalam waktu satu jam

setelah pemberian per-oral. Sementara efek antiinflamasi OAINS

telah tampak dalam waktu satu-dua minggu pemberian, sedangkan

efek maksimalnya timbul berpariasi dari 1-4 minggu. Setelah

pemberiannya peroral, kadar puncaknya NSAID didalam darah

dicapai dalam waktu 1-3 jam setelah pemberian, penyerapannya

umumnya tidak dipengadhi oleh adanya makanan. Volume

distribusinya relatif kecil (< 0.2 L/kg) dan mempunyai ikatan dengan

protein plasma yang tinggi biasanya (>95%). Waktu paruh


eliminasinya untuk golongan derivat arylalkanot sekitar 2-5 jam,

sementara waktu paruh indometasin sangat berpariasi diantara

individu yang menggunakannya, sedangkan piroksikam mempunyai

waktu paruh paling panjang (45 jam).

II.2. URAIAN BAHAN

A. Alkohol (FI Edisi III, 1979: Hal 65)

Nama resmi : AETHANOLUM

Nama lain : Etanol, Alkohol

Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap

dan mudah bergerak: bau khas; rasa panas,

mudah terbakar, dengan memberikan nyala

biru yang tidak berasap

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam

kloroform P, dan dalam eter P.

Khasiat : Zat tambahan

B. Asam Asetat (FI Edisi III, 1979)

Nama resmi : ACIDUM ACETICUM

Nama lain : Asetat

RM : C2H4O2

Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna baunya menusuk

rasa asam tajam

Kelarutan : Dapat dicampur dengan air, dengan etanol

(95%) dengan gliserol


Kegunaan : Pelarut/Penginduksi

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

C. Na CMC (FI Edisi III 1979)

Nama resmi : NATRII CARBOXYMETHYL CELULUSOM

Nama lain : Natrii Karboksimetil Selulosa

Pemerian : Serbuk atau butiran putih, atau putih kuning

gading, tidak berbau higroskopik

Kelarutan : Mudah mendispersi dalam air, membentuk

suspense koloidasi, tidak larut dalam etanol

(95%) P dan dalam pelarut organik

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Zat tambahan

II.3. URAIAN OBAT ANALGESIC

A. Asam Mefenamat (ISO, 2019: 5)

Kekuatan sediaan obat : 500 mg

Indikasi : Meringankan nyeri ringan sampai nyeri

sedang sehubungan dengan sakit

kepala, sakit gigi, nyeri karna trauma,

nyeri otot dan nyeri sesudah operasi.

Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap asam

mefenamat. Penderita yang dengan

aspirin mengalami bronkopasme, alergi


rhinitid dan urtikaria. Penderita tukak

lambung dan usus. Penderita

gangguan ginjal yang berat.

Efek Samping : Mual, muntah, diare, dan rasa sakit

kepala abdominal. Rasa mengantuk,

pusing, penglihatan kabur dan

insomnia.

Dosis : Dewasa dan anak di atas 14 tahun:

dosis awal 500 mg, kemudian

dianjurkan 250 mg tiap 6 jam sesuai

kebutuhan.

Farmakodinamik : Asam mefenamat merupakan asam

fenilantranilat yang mengalami N

substitusi. Senyawa fenawat

mempunyai sifat antiradang, antipiretik,

dan analgesik. Pada analgesia, asam

mefenamat merupakan satu–satunya

fenamat yang menunjukkan kerja pusat

dan kerja perifer. Senyawa fenamat

memiliki sifat-sifat tersebut karena

kemampuannya menghambat

siklooksigenase. Selain itu, senyawa

fenamat juga mengantagonis efek


prostaglandin tertentu (Goodman dan

Gilman, 2008).

Farmakokinetik : Asam mefenamat diabsorbsi dengan

cepat dari saluran gastrointestinal

apabila diberikan secara oral. Kadar

plasma puncak dapat dicapai 1-2 jam

setelah pemberian 2x250 mg. (Lukman,

2004).

B. Ibu Profen (ISO, 2019: 17)

Kekuatan sediaan obat : 200-400 mg

Indikasi : Meringankan nyeri ringan sampai nyeri

sedang antara lain nyeri pada saat

haid, sakit gigi dan sakit kepala

Kontraindikasi : Hipersensitif ibu profen, penderita ulkus

peptikum, kehamilan trisemester

pertama

Efek Samping : Mual, muntah, diare, gangguan saluran

cerna

Dosis : Dewasa sehari 3-4 kali 200 mg. Anak

1-2 tahun 3-4 kali 50 mg, 3-7 tahun 3-

4 kali 100 mg, usia 8-12 tahun 3-4 kali

200 mg. Dalam dosis terbagi


Farmakodinamik : Ibuprofen merupakan penghambat

enzim siklooksigenase pada

biosintesis prostaglandin, sehingga

konversi asam arakhidonat ke

prostaglandin menjadi terganggu.

Prostaglandin ini sendiri berperan

dalam produksi nyeri dan inflamasi,

sehingga dengan adanya penghambat

tersebut dapat menurunkan rasa nyeri

(Septian dkk, 2016).

Farmakokinetik : Ibuprofen diabsorbsi melalui pemberian

oral melalui usus. Konsentrasi plasma

maksimum biasanya tidak lebih dari 1-2

jam dan ibuprofen terikat pada protein

plasma lebih dari 99% serta dieleminasi

sebagian besar melalui urin dengan

waktu paruh 1,8- 2,4 jam (Sweetman

S.C.,2019).

C. Natrium Diklofenat

Kekuatan sediaan obat : 50 mg

Indikasi : Sebagai terapi awal dan akut untuk

rematik yang disertai inflamasi dan

degeneratif (artritis rematoid,


ankylosing spondylitis, osteoartritis dan

spondilartritis), sindroma nyeri dan

kolumna vertebralis, rematik non-

artikular, serangan akut dari gout; nyeri

pascabedah.

Kontraindikasi : Hipersensitivitas pada diklofenak atau

zat pengisi lain, ulkus, pendarahan,

atau perforasi usus atau lambung,

trimester terakhir kehamilan, gangguan

fungsi hepar, ginjal, jantung (lihat

Peringatan di atas); Kontraindikasi

pada penggunaan secara intravena

antara lain penggunaan bersama

dengan AINS atau antikoagulan

(termasuk heparin dosis rendah),

riwayat hemorragic diathesis, riwayat

perdarahan serebrovaskular yang

sudah maupun belum dipastikan,

pembedahan yang berisiko tinggi

menyebabkan pendarahan, riwayat

asma, hipovolemi, dehidrasi. Diklofenak

kontraindikasi untuk pengobatan nyeri


peri-operatif pada operasi CABG

(coronary artery bypass graft).

Efek Samping : gangguan gastrointestinal, misalnya

nyeri ulu hati, perdarahan, atau

perforasi gastrointestinal. Interaksi obat

ini dengan alkohol atau obat golongan

antiinflamasi nonsteroid lainnya berupa

peningkatan risiko efek samping ulkus

peptikum dan perdarahan saluran

cerna.

Dosis : oral, 75-150 mg/hari dalam 2-3 dosis,

sebaiknya setelah makan. Injeksi

intramuskular dalam ke dalam otot

panggul, untuk nyeri pascabedah dan

kambuhan akutnya, 75 mg sekali sehari

(pada kasus berat dua kali sehari)

untuk pemakaian maksimum 2 hari.

Kolik ureter, 75 mg kemudian untuk 75

mg lagi 30 menit berikutnya bila perlu.

Infus intravena. Rektal dengan

supositoria, 75-150 mg per hari dalam

dosis terbagiDosis maksimum sehari

untuk setiap cara pemberian 150 mg.


ANAK 1-12 tahun, juvenil artritis, oral

atau rektal, 1-3 mg/kg bb/hari dalam

dosis terbagi (25 mg tablet salut

enterik, hanya supositoria 12,5 mg dan

25 mg).

Farmakodinamik : Diklofenak merupakan analgesik yang

mempunyai cara kerja mengambat

sintesa dari prostaglandin di dalam

tubuh (Anggraini ddk, 2017).

Farmakokinetik : Absorbsi dikofenak melalui saluran

cerna berlangsung cepat dan

sempurna. Laju absorbsi akan

melambat jika diberikan bersamaan

dengan makanan, tapi tidak dengan

jumlah yang diabsrobsi. Obat akan

terikat 99% pada protein plasma

dengan waktu paruh 2-3 jam.

Metabolisme diklofenak berlangsung

dihati dan disekresi dalam urin (65 %)

dan empedu (35%).

D. Paracetamol (ISO, 2019: 31-32)

Kekuatan sediaan obat : 500 mg


Indikasi : Meringankan rasa sakit pada keadaan

sakit kepala, sakit gigi dan menurunkan

demam.

Kontraindikasi : Penderita gangguan fungsi hati yang

berat penderita hipersensitif terhadap

obat ini.

Efek Samping : Penggunaan jangka lama dan dosis

besar dapat menyebabkan kerusakan

hati, reaksi hipersensitivitas

Dosis : Tab: Diberikan sehari 3-4 × dewasa 1-2

tab, anak 6-12 tahun. ½ tab, anak <6

tahun ¼-½ tab. Sirup: diberikan sehari

3-4 ×, dewasa 1-2 SDM sirip, anak > 12

tahun 15 SDM sirip, 6-12 tahun 2 sdt

sirup, 3-6 tahun 1-2 sdt: 1-3 tahun ½

sdt anak < 1 tahun ½ sdt sirup.

Farmakodinamik : Efek analgetik Paracetamol yaitu

menghilangkan atau mengurangi nyeri

ringan sampai sedang, keduanya

menurunkan suhu tubuh dengan

mekanisme yang diduga juga

berdasarkan efek sentral seperti efek

itu parasetamol tidak digunakan


sebagai anti rematik parasetamol

merupakan erosi dan pendarahan

lambung tidak terlihat pada kedua obat

ini, demikian juga gangguan

pernapasan dan keseimbangan asam

basa (Mahar Mardjono, 1971).

Farmakokinetik : Absorpsi paracetamol cepat dan

sempurna melalui saluran cerna

konsentrasi tertinggi dalam plasma

dicapai dalam waktu 0,5 jam dan 1 1/2

jam plasma antara 1 sampai 3 jam.

Sebesar 25% Paracetamol terikat

Protein plasma dan diekskresikan

melalui ginjal (Katzung, 2011) adanya

makanan dalam lambung dapat

memperlambat penyerapan sediaan

parasetamol hingga absorpsi menjadi

lambat.

E. Piroxicam (ISO, 2019: 33)

Kekuatan sediaan obat : 20 mg

Indikasi : Untuk terapi simtomatik pada

rheumatoid artritis, gangguan

musculoskeletal akut dan gout akut.


Kontraindikasi : Penderita yang mempunyai riwayat

tukak lambung atau pendarahan

lambung. Hipersensitif terhadap

piroksikam, penderita yang mengalami

bronkospasma, polip hidung dan

urtikaria apabila diberikan asetosal atau

obat-obatan antiinflamasi non steroid

yang lain.

Efek Samping : Umumnya gangguan saluran cerna

seperti stomatitis, anoreksia, epigastric,

mual, konstipasi rasa tidak nyaman

pada abdomen, kembung, diare, nyeri

abdomen.

Dosis : Dewasa: Reumatoid artritis,

osteoarthritis dan ankilosing spondylitis:

Dosis awal 20 mg sebagai dosis

tunggal. Dosis pemeliharaan pada

umumnya 20 mg sehari atau jika

diperluka dapat diberikan 10 mg- 30 mg

dalam dosis tunggal atau terbagi. Dosis

lebih dari 20 mg sehari meningkatkan

efek samping gastrointestinal, gout

akut, mula-mula 40 mg sehari sebagai


dosis tunggal, diikuti 4-6 hari berikutnya

40 mg sehari dosis tunggal atau

terbagi.

Farmakodinamik : Piroxicam lebih selektif menyekat COX-

1 yang selalu ada diberbagai jaringan

tubuh dan berfungsi dalam

mempertahankan fisiologi tubuh seperti

produksi mukus di lambung. Piroxicam

mempunyai efek analgetik dengan

menghambat sintesa prostaglandin

sebagai mediator pnimbul rasa sakit

(Palupi, DA dan Wardani, PI, 2017).

Farmakokinetik : Piroksikam diabsorbsi sempurna

setelah pemberian oral. Konsentrasi

puncak dalam plasma terjadi dalam 2-4

jam. Setelah diabsorbsi piroksikam

banyak terikat di protein plasma (99%).

Kurang dari 5 % piroxicam di ekskresi

melalui urin (Goodman dan Gilman,

2008).

II.4. URAIANTANAMAN

A. Daun pare (Momordica charantia Linn.)

Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae

Class : Dicotyledoneae

Bangsa : Cucurbitales

Suku : Curcubitaceae

Marga : Momordica

Spesies : Momordial charantia L.

(Harahap, Sebayang, & Yusuf, 2015).

II.5. URAIAN HEWAN UJI

a. Mencit

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Sub-Filum : Vertebrata

Class : Mamalia

Sub-Class : Theria

Ordo : Rodentia

Famili : Muridae

Genus : Mus

Spesies : Mus musculus


BAB III

METODE KERJA

III.1. ALAT DAN BAHAN

A.Alat

1) Gelas kimia 50 Ml

2) Kanula dan spoit 1 ml

3) Kandang mencit

4) stopwac

5) Labu ukur 5 ml, 10 ml

6) Lap kasar

7) Lap halus

8) Termometer

9) Timbangan analitik

B. Bahan

1) Alkohol

2) Asam asetat 0,5 %

3) Asam mefenamat 500 mg

4) Ibu profen 400 mg

5) Infusa pare 25%

6) Kapas

7) Natrium diklofenak 50 mg

8) Na CMC 0,5%

9) Paracetamol 500 mg
10) Piroxicam 20 mg

III.2. PROSEDUR KERJA

1. Penyiapan dan pemilihan hewan uji

a. Memilih dan mengelompokkan mencit yang berbadan sehat

b. Mencit terlebih dahulu dipuasakan selama kurang lebih 8 jam

sebelum digunakan

c. Menimbang berat badan mencit

d. Menandai mencit dengan spidol agar memudahkan mengenali

setiap bobot badan masing-masing mencit

2. Cara pemberian obat pada mencit melalui oral


a. Siapkan alat dan bahan
b. Pegang mencit dengan cara mencit diletakkan di lap kasar,
setelah itu ibu jari dan jari telunjuk memegang tengkuk mencit
dengan erat, setelah itu ekor dijepit pada sela jari manis dan
kelingking.
c. Setelah itu, mengambil suspensi obat menggunakan spoit 1 mL
d. Masukkan obat dengan cara, kanula dimasukkan didalam mulut
mencit pada bagian kiri setelah itu masukkan secara perlahan
sesuai rute menuju esofagus dan masukkan obatnya.
3. Cara memasukkan asam asetat melalui intraperitorial
a. Siapkan alat dan bahan
b. Pegang mencit dengan cara mencit diletakkan di lap kasar,
setelah itu ibu jari dan jari telunjuk memegang tengkuk mencit
dengan erat, setelah itu ekor dijepit pada sela jari manis dan
kelingking.
c. Ambillah 0,5 mL larutan asam asetat menggunakan spoit 1 mL
d. Masukkan obat dengan cara menyuntikkannya di bagian kanan
perut abdomen mencit
e. Setelah itu amati geliat pada mencit dan catat yang diperoleh
hasl geliatnya
BAB IV

HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PERCOBAAN

1. Pemberian obat analgetic

Tabel 1.1 Data volume pemberian secara oral dan intraperitonial pada hewan
uji Mus musculus tiap kelompok
Perlakuan Replikasi Berat badan Volume pemberian

mencit Oral Ip

Na CMC 1% 1 38 g 0, 38 ml 0,5 %

2 24 g 0, 24 ml 0,5 %

Paracetamol 1 28 g 0, 28 ml 0,2 %

2 37 g 0, 37ml 0,2 %

Ibu profen 1

Asam 1

mefenamat 2

Natrium 1

diklofenak 2

piroxicam 1

Ekstrak 1

tanaman 2

pare
Tabel 1.2 Data pengamatan dan hasil rata-rata geliat setelah pemberian obat
analgetic pada mencit tiap kelompok
Perlakuan Mencit jumlah geliat mencit interval 10 Jumlah Rata-
menit ke rata
10 20 30 40 50 60
Na CMC 1 % 1 - 6 - - 7 1 14 2,33
2 11 24 25 29 20 22 131 21,83
paracetamol 1 3 10 16 2 7 2 40 6,66
2 4 3 3 4 2 1 17 2,83
ibu profen 1 9 10 11 4
2 3 5 5 6
asam 1 48 16 14
mefenamat 2 44 26
natrium 1
diklofenak 2
piroxicam 1 - - 2 - - - 2 0,3
2 - 2 - - - - 2 0,3
ekstrak 1 3 4 3 5 8 5 28 4,66
tanaman 2 3 5 3 7 5 4 27 4,5
pare

B. PEMBAHASAN

Pada praktikum ini dilakukan percobaan efek obat analgetik

pada hewan uji. Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui dan

menganalisis efek beberapa obat analgetik parasetamol, ibuprofen,

asam mefenamat, natrium diklofenak, piroksikam, Na CMC dan

ekstrak tanaman pare secara oral pada hewan uji mencit dan juga

yang di induksi nyeri dengan asam asetat 0,5 % secara intraperitorial.

Adapun alat yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu

Gelas kimia 50 Ml, Kanula dan spoit 1 ml, Kandang mencit, stopwac,

Labu ukur 5 ml, 10 ml, Lap kasar, Lap halus, Termometer, Timbangan

analitik. Dan Adapun bahan yang digunakan Alkohol, Asam asetat

0,5%, Asam mefenamat 500 mg, Ibu profen 400 mg, Infusa pare 25%,
Kapas, Natrium diklofenak 50 mg, Na CMC 0,5%, Paracetamol 500

mg, Piroxicam 20 mg. Dan adapun hewan uji yang di gunakan pada

praktikum kali ini yaitu mencit.

Dalam percobaan ini digunakan metode rangsangan kimia yang

ditujukan untuk melihat respon mencit terhadap pemberian asam

asetat sebanyak 0,2 % melalui intraperitorial yang dapat menimbulkan

respon geliat dan menarik kaki kebelakang dari mencit ketika

menahan nyeri pada perut karena pemberian bahan kimia.

Langkah pertama dilakukan penimbangan hewan kemudian

memberikan tanda menggunakan spidol agar memudahkan

membedakan mencit 1 dan mencit 2. Setelah itu mencit

dikelompokkan berdasarkan kelompok masing-masing. Pada

kelompok ini menggunakan Paracetamol. Paracetamol digunakan

sebagai kontrol negatif karena untuk mengetahui jika Paracetamol

sebagai kelompok kontrol negatif tidak mempunyai pengaruh terhadap

hewan uji dan tidak mempunyai efek analgetik.

Pemberian Paracetamol pada tiap mencit, pada mencit 1

diberikan sebanyak 0,23 ml dan pada mencit 2 diberikan sebanyak

0,37 ml diberikan secara per oral. Setelah itu, mencit didiamkan

selama 15 sampai 30 menit. Langkah selanjutnya yaitu memberikan

penginduksi asam asetat 0,5% sesuai dengan hasil perhitungan

dimana pada mencit 1 dengan berat 28 g di berikan penginduksi asam

asetat sebanyak 0,2 mL secara intraperitonial. Kemudian dilanjutkan


pada mencit 2 dengan berat 37 g diberikan penginduksi sebanyak 0,2

mL secara intraperitonial.

Setelah pemberian asam asetat, mencit akan mengalami geliat

dengan ditandai kejang perut dan kaki ditarik kebelakang,

pengamatan gelian badan mencit dilakukan setiap selang 10 menit

selama 60 menit, dan hasil dari pengamatan jumlah geliat akan

dijumlahkan keseluruhan geliat yang terjadi selama 60 menit dan

dirata-ratakan.

Pada percobaan ini diperoleh data, pada mencit kelompok dua

yang diberikan suspense Paracetamol dengan menggunakan hewan

uji mencit sebanyak 2 ekor.

Pada mencit yang pertama diamati dan diperoleh jumlah geliat

pada menit ke-10 terjadi sebanyak 3 kali geliat, menit ke-20 terjadi

geliat sebanyak 10 geliat, menit ke-30 terjadi geliat sebanyak 16 kali

geliat, menit ke-40 terjadi geliat sebanyak 2 geliat, menit ke-50 terjadi

geliat sebanyak 7 geliat, menit ke-60 terjadi geliat sebanyak 2 geliat,

dengan total geliat keseluruhan pada mencit pertama yaitu 40 geliat

dengan rata-rata 6, 66 geliat selama 60 menit.

Pada mencit kedua diamati dan diperoleh jumlah geliat pada

menit ke-10 sebanyak 4 geliat, pada menit ke-20 sebanyak 3 geliat,

pada menit ke-30 sebanyak 3 geliat, pada menit ke-40 sebanyak 4

geliat, pada menit ke-50 sebanyak 2 geliat, pada menit ke-60


sebanyak 1 geliat, dengan total geliat sebanyak 17 dengan rata-rata

jumla geliat yaitu 2, 83 geliat selama 60 menit.

Setelah dilakukan pengamatan dan perhitungan jumlah rata-rata

geliat pada mencit 1 dan 2, didapatkan hasil pada mencit pertama

kenaikan geliat terjadi di menit ke-20 dan menit ke-30, kemudian pada

menit ke-60 geliat mencit menurun menjadi 2 geliat. Kemudian pada

mencit kedua kenaikan geliat terjadi pada meniti ke-10 sampai menit

ke-20 turun kemudian pada menit ke-40 geliat pada mencit naik lagi

dan pada geliat ke-60 kembali turun menjadi 1 geliat.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa efek terapi analgetik pada

Paracetamol sebagai control negatif


BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Setelah melakukan praktikum atau pengamatan maka dapat

dsimpulkan bahwa:

B. SARAN

Untuk praktikum digunakan hewan percobaan yang

berstandar, yang kondisinya terbukti baik secara kisaran dan

fisiologisnya agar dalam percobaan memberikan hasil yang sesuai

dengan teori.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

GAMBAR 1 GAMBAR 2

Penimbangan Hewan uji mencit 1 Penimbangan hewan uji mencit 2

Gambar 3 Gambar 4

Pemberian suspense Paracetamol Pemberian Penginduksi asam

pada hewan uji asetat pada hewan uji


Gambar 5

Pengamatan Geliat hewan uji mencit

Anda mungkin juga menyukai