Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

PENGUJIAN ANTIDEPRESAN

Nama asisten : Ayu Nur Rachmawati S.Farm

Disusun oleh:
Gilang Rahmat Ginanjar 10060309078

Tanggal praktikum :Selasa, 8 Oktober 2013


Tanggal pengumpulan laporan :Selasa, 22 Oktober 2013

LABORATORIUM TERPADU FARMASI UNIT D


JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2013
I. Tujuan Percobaan
Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa diharapkan :
Mempunyai keterampilan dalam melakukan pengujian aktivitas antidepresi
Dapat menjelaskan mekanisme berbagai golongan obat anti depresi

II. Teori Dasar

Depresi merupakan suatu sindroma atau kumpulan dari berbagai keadaan patologis yang
mempengaruhi mood yang biasa di tandai oleh kehilangan minat atau kesenangan, perasaan
bersalah atau rendah diri, tidur terganggu atau nafsu makan, energi rendah, dan hilang
konsentrasi. Episode depresi biasanya berlangsung selama 6 hingga 9 bulan, tetapi pada 15-
20% penderita bisa berlangsung selama 2 tahun atau lebih. Menurut Kaplan, depresi
merupakan salah satu gangguan mood yang ditandai oleh hilangnya perasaan kendali dan
pengalaman subjektif adanya penderitaan berat. Mood adalah keadaan emosional internal
yang meresap dari seseorang, dan bukan afek, yaitu ekspresi dari isi emosional saat itu
(Kaplan, 2010).
Faktor penyebab depresi menurut Kaplan di bagi menjadi tiga yaitu faktor biologi, faktor
genetik dan faktor psikososial. Faktor biologi menunjukkan bahwa terdapat kelainan pada
amin biogenik, 5 HIAA (5-Hidroksi indol asetic acid), HVA (Homovanilic acid), MPGH (5
methoxy-0-hydroksi phenil glikol), di dalam darah, urin dan cairan serebrospinal pada pasien
gangguan mood. Neurotransmiter yang terkait dengan patologi depresi adalah serotonin dan
epineprin. Penurunan serotonin dapat meyebabbkan depresi, pada pasien bunuh diri, dan
beberapa pasien memiliki serotonin yang rendah. Pada terapi despiran mendukung teori
bahwa norepineprin berperan dalam patofisiologi depresi (Kaplan, 2010). Selain itu aktivitas
dopamin pada depresi adalah menurun. Hal tersebut tampak pada pengobatan yang
menurunkan konsentrasi dopamin seperti Respirin, dan penyakit dimana konsentrasi dopamin
menurun seperti parkinson, adalah disertai gejala depresi. Obat yang meningkatkan
konsentrasi dopamin, seperti tyrosin, amphetamine, dan bupropion, menurunkan gejala
depresi (Kaplan, 2010).
Disregulasi neuroendokrin. Hipotalamus merupakan pusat pengaturan aksis
neuroendokrin, menerima input neuron yang mengandung neurotransmiter amin biogenik.
Pada pasien depresi ditemukan adanya disregulasi neuroendokrin. Disregulasi ini terjadi
akibat kelainan fungsi neuron yang mengandung amin biogenik. Sebaliknya, stres kronik
yang mengaktivasi aksis Hypothalamic-Pituitary-Adrenal (HPA) dapat menimbulkan
perubahan pada amin biogenik sentral. Aksis neuroendokrin yang paling sering terganggu
yaitu adrenal, tiroid, dan aksis hormon pertumbuhan. Aksis HPA merupakan aksis yang
paling banyak diteliti (Landefeld et al, 2004). Hipersekresi CRH merupakan gangguan aksis
HPA yang sangat fundamental pada pasien depresi. Hipersekresi yang terjadi diduga akibat
adanya defek pada sistem umpan balik kortisol di sistem limpik atau adanya kelainan pada
sistem monoaminogenik dan neuromodulator yang mengatur CRH (Kaplan, 2010). Sekresi
CRH dipengaruhi oleh emosi. Emosi seperti perasaan takut dan marah berhubungan dengan
Paraventriculer nucleus (PVN), yang merupakan organ utama pada sistem endokrin dan
fungsinya diatur oleh sistem limbik. Emosi mempengaruhi CRH di PVN, yang menyebabkan
peningkatan sekresi CRH (Landefeld, 2004).
Pada orang lanjut usia terjadi penurunan produksi hormon estrogen. Estrogen berfungsi
melindungi sistem dopaminergik negrostriatal terhadap neurotoksin seperti MPTP, 6 OHDA
dan methamphetamin. Estrogen bersama dengan antioksidan juga merusak monoamine
oxidase (Unutzer dkk, 2002). Kehilangan saraf atau penurunan neurotransmiter. Sistem saraf
pusat mengalami kehilangan secara selektif pada sel – sel saraf selama proses menua.
Walaupun ada kehilangan sel saraf yang konstan pada seluruh otak selama rentang hidup,
degenerasi neuronal korteks dan kehilangan yang lebih besar pada sel-sel di dalam lokus
seroleus, substansia nigra, serebelum dan bulbus olfaktorius (Lesler, 2001). Bukti
menunjukkan bahwa ada ketergantungan dengan umur tentang penurunan aktivitas dari
noradrenergik, serotonergik, dan dopaminergik di dalam otak. Khususnya untuk fungsi
aktivitas menurun menjadi setengah pada umur 80-an tahun dibandingkan dengan umur 60-
an tahun (Kane dkk, 1999).
Faktor genetik menunjukkan bahwa angka resiko di antara anggota keluarga tingkat
pertama dari individu yang menderita depresi berat (unipolar) diperkirakan 2 sampai 3 kali
dibandingkan dengan populasi umum. Angka keselarasan sekitar 11% pada kembar dizigot
dan 40% pada kembar monozigot (Davies, 1999). Oleh Lesler (2001), Pengaruh genetik
terhadap depresi tidak disebutkan secara khusus, hanya disebutkan bahwa terdapat penurunan
dalam ketahanan dan kemampuan dalam menanggapi stres. Proses menua bersifat individual,
sehingga dipikirkan kepekaan seseorang terhadap penyakit adalah genetik.
Faktor psikososial menurut Freud dalam teori psikodinamikanya, penyebab depresi
adalah kehilangan objek yang dicintai (Kaplan, 2010). Ada sejumlah faktor psikososial yang
diprediksi sebagai penyebab gangguan mental pada lanjut usia yang pada umumnya
berhubungan dengan kehilangan. Faktor psikososial tersebut adalah hilangnya peranan sosial,
hilangnya otonomi, kematian teman atau sanak saudara, penurunan kesehatan, peningkatan
isolasi diri, keterbatasan finansial, dan penurunan fungsi kognitif (Kaplan, 2010) Sedangkan
menurut Kane, faktor psikososial meliputi penurunan percaya diri, kemampuan untuk
mengadakan hubungan intim, penurunan jaringan sosial, kesepian, perpisahan, kemiskinan
dan penyakit fisik (Kane, 1999).
Faktor psikososial yang mempengaruhi depresi meliputi: peristiwa kehidupan dan stressor
lingkungan, kepribadian, psikodinamika, kegagalan yang berulang, teori kognitif dan
dukungan sosial (Kaplan, 2010).
Peristiwa kehidupan dan stresor lingkungan. Peristiwa kehidupan yang menyebabkan
stres, lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood dari episode selanjutnya.
Para klinisi mempercayai bahwa peristiwa kehidupan memegang peranan utama dalam
depresi, klinisi lain menyatakan bahwa peristiwa kehidupan hanya memiliki peranan terbatas
dalam onset depresi. Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset suatu
episode depresi adalah kehilangan pasangan (Kaplan, 2010). Stressor psikososial yang
bersifat akut, seperti kehilangan orang yang dicintai, atau stressor kronis misalnya
kekurangan finansial yang berlangsung lama, kesulitan hubungan interpersonal, ancaman
keamanan dapat menimbulkan depresi (hardywinoto, 1999).
Faktor kepribadian. Beberapa ciri kepribadian tertentu yang terdapat pada individu,
seperti kepribadian dependen, anankastik, histrionik, diduga mempunyai resiko tinggi untuk
terjadinya depresi. Sedangkan kepribadian antisosial dan paranoid (kepribadian yang
memakai proyeksi sebagai mekanisme defensif) mempunyai resiko yang rendah (Kaplan,
2010).
Faktor psikodinamika. Berdasarkan teori psikodinamika Freud, dinyatakan bahwa
kehilangan objek yang dicintai dapat menimbulkan depresi (Kaplan, 2010). Dalam upaya
untuk mengerti depresi, Sigmud Freud sebagaimana dikutip Kaplan (2010) mendalilkan suatu
hubungan antara kehilangan objek dan melankolia. Ia menyatakan bahwa kekerasan yang
dilakukan pasien depresi diarahkan secara internal karena identifikasi dengan objek yang
hilang. Freud percaya bahwa introjeksi mungkin merupakan cara satu-satunya bagi ego untuk
melepaskan suatu objek, ia membedakan melankolia atau depresi dari duka cita atas dasar
bahwa pasien terdepresi merasakan penurunan harga diri yang melanda dalam hubungan
dengan perasaan bersalah dan mencela diri sendiri, sedangkan orang yang berkabung tidak
demikian.
Kegagalan yang berulang. Dalam percobaan binatang yang dipapari kejutan listrik yang
tidak bisa dihindari, secara berulang-ulang, binatang akhirnya menyerah tidak melakukan
usaha lagi untuk menghindari. Disini terjadi proses belajar bahwa mereka tidak berdaya. Pada
manusia yang menderita depresi juga ditemukan ketidakberdayaan yang mirip (Kaplan,
2010).
Faktor kognitif. Adanya interpretasi yang keliru terhadap sesuatu, menyebabkan distorsi
pikiran menjadi negatif tentang pengalaman hidup, penilaian diri yang negatif, pesimisme
dan keputusasaan. Pandangan yang negatif tersebut menyebabkan perasaan depresi (Kaplan,
2010)
Pengobatan depresi bisa di lakukan dengan pemberian obat antidepresan,
gangguanobsesif-kompulsif, gangguan ansietas menyeluruh, gangguan panik, gangguanfobik
dan pada kasus tertentu, enuresis nokturnal (antidepresn trisiklik) danbulimia nervosa
(fluoxetine). antidepresan terbagi menjadi beberapa golongan yaitu triciklic antidepressants
(TCA), selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI), serotonin / norepinephrine reuptake
inhibitors (SNRI), atypical antidepressants dan monoamine oksidase inhibitors (MAOI)
Perbedaan jenis antidepresan membedakan efektivitas, keamanan dan efek samping oleh
karena itu pemilihan antidepresan berdasarkan beberapa kriteria, antara lain, tolerabilitas,
reaksi obat sebelumnya, kondisi medis yang menyertai, interaksi obat dan faktor harga
yangsesuai dengan kemampuan pasien.

Mekanisme kerja antidepresan trisiklik antidepresan (TCA) menghambat reuptake


neurotransmiter: TCA menghambat norepinefrin dan serotonin neuron masuk ke terminal
saraf prasinaptik. Dengan menghambat jalan utama pengeluaran neurotransmiter, TCA akan
meningkatkan konsentrasi monoamin dalam celah sinaptik, menimbulkan efek antidepresan.
Obat yang masuk dalam golongan antidepresan trisikilik adalah imipramin, amitriptilin ,
desipramin, suatu derivat demetilasi , imiprami ,nortripli, protriptilin dan doksepin.
Amitriptilin bekerja dengan menghambat pengambilan kembali neurotransmiter di otak.
Amitriptilin mempunyai 2 gugus metil, termasuk amin tersier sehingga lebih resposif
terhadap depresi akibat kekurangan serotonin. Senyawa ini juga mempunyaiaktivitas sedatif
dan antikolinergik yang cukup kuat. Pada pemberian oral, Amitriptilin diaborpsi dengan baik,
kurang lebih 90% berkaitan dengan protein plasma dan tersebar luas dalam jaringan dan
susunan syraf pusat. Metabolisme di hati berlngsung lambat dan waktu paruh 10,3-25,3 jam,
kemudian diekskresi bersama urin. Efek samping berupa rasa kering dimulut, sembelit,
retensi urin, sedasi, leukopenia, nausea, postural hipotensi, dizziness, tremor, skin rash.
(Anonim, 2009)
III. Alat, Bahan Dan Hewan Percobaan

Alat Bahan Hewan


Alat suntik 1 mL
Sonde oral mencit
Platform
Amitriptilin
Stopwatch Mencit putih
CMC
Timbangan mencit sekelamin
NaCl fisiologis
Tali
Beban (anak timbangan)
Bejana plastik

IV. Prosedur Percobaan

Dilakukan pengujian dengan metode berenang (Forced Swimming Test)

 Hewan dibagi atas 3 kelompok


 Kelompok control (di beri CMC 1%)
 Kelompok uji dosis I (di beri amitriptilin dosis I)
 Kelompok uji dosis II (di beri amitriptilin dosis II)
 Setiap kelompok terdiri dari 3 ekor mencit. Pemberian obat secara oral
 Mencit dimasukkan setelah 30 menit terhitung sejak pemberian obat uji,
kedalam bejana plastic berisi air (kedalam diatur kaki mencit tidak dapat enga
 Diamati setelah pemberian obat gerakan berenang mencit. Dicatat lamanya
sikap tidak bergerak (imobilitas) setiap 5 menit selama 15 menit waktu
pengamatan
 Data yang di peroleh dianalisis secara statistik
 Disajikan dalam bentuk tabel dan grafik
V. Data Pengamatan
Berat badan mencit = 28 Gram
Volume pemberian oral = 0,5 ml/ 20 gram berat badan
28 𝑔𝑟𝑎𝑚
Volume yang diberikan = 20 𝑔𝑟𝑎𝑚 x 0,5 ml = 0,7 ml

Kelompok perlakuan T30 T60


Kelompok control 75 detik 53 detik
Kelompok uji I (Kel.4) Mati Mati
Kelompok uji I (Kel.6) Mati Mati
Kelompok uji II 101 detik 172 detik

Pengamatan Antidepresi
200
180
160
140
kelompok kontrol
Imobilitas

120
100 kelompok uji I
80
kelompok uji I (kel.6)
60
kelompok uji II
40
20
0
30 60
Waktu
VI. Pembahasan
Dilakukan pengujian antidepresan pada praktikum kali ini dengan metode berenang
(Forced Swimming Test), hal ini dikarenakan mencit tidak menyukai air sehingga mencit
akan mengalami stress atau depresi. Dari hasil pengamatan yang dilakukan dari percobaan
dua dari empat mencit yang di uji mati jadi hasil pengamatan yang di dapatkan hanya
kelompok kontrol dan kelompok uji II, terlihat bahwa kelompok uji II memberikan waktu
imobilitas yang lebih lama daripada kelompok kontrol. Hal ini dikarenakan dari Amitritilin
yang bekerja menghambat reuptake serotonin dan norepinefrin di presinaps membran sel
sehingga terjadi peningkatan konsentrasi serotonin dan atau norepinefrin di susunan saraf
pusat.
Deperesi disebabkan oleh kelainan pada amin biogenik, 5 HIAA (5-Hidroksi indol
asetic acid), HVA (Homovanilic acid), MPGH (5 methoxy-0-hydroksi phenil glikol),
Neurotransmiter yang terkait dengan patologi depresi adalah serotonin dan epineprin.
Penurunan serotonin dapat meyebabbkan depresi, . Pada terapi despiran mendukung teori
bahwa norepineprin berperan dalam patofisiologi depresi (Kaplan, 2010)

Mekanisme kerja TCA adalah dapat menghambat penghantaran neurotransmiter, TCA


menghambat penghantaran norepinefrin dan serotonin neuron masuk ke terminal saraf pra
sinaps, dengan menghambat jalan utama pengeluaran neurotransmiter. TCA akan
meningkatkan konsentrasi monoamin pada sinaps, menimbulkan efek antidepresan. Efek
TCA adalah meningkatkan pikiran, memperbaiki kewaspadaan mental, meningkatkan
aktifitas fisik dan mengurangi angka kesakitan pada depresi. (Anonim, 2009)

Trisiklik menghambat pompa reuptake (penyerapan kembali) amin (norefinefrin atau


serotonin). Dengan demikian memberi kemungkinan pada neurotransmitter lebih lama berada
pada reseptor. Penghambat MAO menutup jalan degradasi utama untuk neurotransmitter
amin, sehingga amin dapat lebih banyak menumpuk pada simpanan presinaptik dan
bertambah pula untuk dilepaskan. Neurotransmitter setelah digunakan, sisanya diuraikan
untuk mencegah penimbunan. (Katzung, hal. 470-471, 1997)
VII. Kesimpulan

Obat antidepresi memperkuat kerja NT amin biogenic dalam SSP dengan cara
menghambat reuptake pada prasinaps neuron. Contoh : Amitriptilin. Depresi disebabkan
karena defisiensi monoamin seperti norepinefrin dan serotonin otak pada tempat-tempat
penting di otak.

VIII. Daftar Pustaka


Guyton, Arthur C. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi IX. Jakarta : EGC
Katzung, B. G. 1997. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi VI. Jakarta: EGC
Supriyatna, dkk. 1999. Penapisan Efek Antidepresi dan Fitokimia Beberapa
Tumbuhan Pakan Primata dengan Metoda Berenang. Jakarta : Cermin Dunia
Kedokteran
Mutchler, Ernst. 1991.Dinamika Obat Edisi Kelima. Penerbit ITB. Bandung

Anda mungkin juga menyukai