Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI


PERCOBAAN III
ANTIPIRETIK

Disusun Oleh:
1. Rizki Putri Maharani ( 1041711116 )
2. Sheila Khairunnisa ( 1041711129 )
3. Siti Nur Haliza ( 1041711133 )
4. Siti Nur Hidayah ( 1041711134 )

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI "YAYASAN PHARMASI"
SEMARANG
2019

PERCOBAAN III
ANTIPIRETIK

A. TUJUAN

1. Mengenal satu cara untuk mengevaluasi secara eksperimental efek


antipiretik suatu obat.
2. Mampu membedakan potensi antipiretik dari beberapa golongan kimia
obat-obatan antipiretik .
3. Mampu merumuskan beberapa kriteria antipiretik untuk senyawa-senyawa
yang diduga potensial untuk maksud ini.
4. Menyadari pendekatan sebaik-baiknya untuk mengatasi panas .

B. DASAR TEORI

Demam adalah suatu kondisi saat suhu badan lebih tinggi dari biasanya
atau diatas suhu normal. Umumnya terjadi ketika orang mengalami gangguan
kesehatan. Suhu badan normal manusia berkisar antara 360C-370C. Jadi,
seseorang yang mengalami demam suhunya diatas 370C. Demam juga dapat
dikatakan sebagai bentuk mekanisme pertahanan tubuh terhadap penyakit.
Apabila ada suatu kuman penyakit yang masuk ke dalam tubuh, secara
otomatis tubuh akan melakukan perlawanan terhadap kuman dengan
mengeluarkan zat antibodi.
(Widjaja, M.C. 2007)

Demam adalah suatu bagian penting dari mekanisme pertahanan tubuh


melawan infeksi. Kebanyakan bakteri dan virus yang menyebabkan infeksi
pada manusia. Demam akan mengaktifkan daya kekebaan tubuh untuk
membuat lebih banyak sel darah putih. Antibodi dan zat-zat lain untuk
melawan infeksi.
Pada umunya demam adalah suatu gejala bukan merupakan penyakit
tersendiri. Menurut para ahli, demam adalah suatu reaksi tangkis yang berguna
dari tubuh terhadap infeksi. Pada suhu di atas 37oC limfosit dan makrofag
menjadi lebih aktif. Bila suhu melampaui 40-41oC, barulah terjadi situasi kritis
yang bisa menjadi fatal, karena tidak terkendalikan lagi oleh tubuh.
(Tjay, Tan Hoan, 2008: 313)
Banyak gejala yang menyertai demam dapat ditimbulkan dengan infus
sitokinin. Gejala kedinginan (chills) yaitu perasaan dingin yang terjadi pada
sebagian besar keadaan demam, nerupakan bagian dari respons sistem saraf
pusat (SSP) dterhadap “set point” termoregulasi yang meminta lebih banyak
panas. Gejala menggigil (rigors), yaitu gejala kedinginan yang lebih intensif
dengan disertai piloereksi (“goose flesh”) dan gigi yang gemeletuk serta
gemeteran hebat,, sering ditemukan pada penyakit infeksi bakteri, ricketsia
serta protozoa dan pada keadaan infleunza (tetapi tidak dijumpai pada
penyakit virus lainnya). Rigors juga sering terdapat pada keadaan demam yang
ditimbulkan oleh obat.
(Wibowo, S. 2006)
Demam, yang berarti suhu tubuh di atas batas normal biasa, dapat
disebabkan oleh kelainan dalam otak sendiri atau oleh zat toksik yang
mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak,
atau dehidrasi. Banyak protein, pemecahan protein, dan zat-zat tertentu lain,
seperti toksin lipopolisakarida yang disekresi oleh bakteri dapat menyebabkan
titik setel termostat hipotalamus meningkat. Zat-zat yang menyebabkan efek ini
dinamakan pirogen. Terdapat pirogen yang disekresikan oleh bakteri toksik
atau pirogen yang dikeluarkan dari degenerasi jaringan tubuh yng
menyebabkan demam selama sakit. Bila titik setel termostat hipotalamus
meningkat lebih tinggi dari normal, semua mekanisme untuk meningkatkan
suhu tubuh bekerja, termasuk konservasi panas dan peningkatan pem bentukan
panas. Dalam beberapa jam setelah termostat diubah ke tingkat yang lebih
tinggi, suhu tubuh juga mencapai tingkat tersebut.
(Guyton.1990,hal 898)
Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh yang berhubungan
langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi
berbagai rangsang, misalnya terhadap toksin bakteri, peradangan, dan
ransangan pirogenik lain. Bila produksi sitokin pirogen secara sistemik masih
dalam batas yang dapat ditoleransi maka efeknya akan menguntungkan tubuh
secara keseluruhan, tetapi bila telah melampaui batas kritis tertentu maka
sitokin ini membahayakan tubuh. Batas kritis sitokin pirogen sistemik tersebut
sejauh ini belum diketahui.
(Sherwood, 2001)
Pada umumnya demam adalah suatu gejala dan bukan merupakan penyakit
tersendiri. Kini, para ahli berpendapat bahwa demam adalah suatu reaksi
tangkis yang berguna dari tubuh terhadap infeksi. Pada suhu diatas 37oC
limfosit dan makrofag menjadi lebih aktif. Bila suhu tubuh melampoi 40-47oC,
barulah terjadi situasi kritis yang bisa menjadi fatal, karena tidak dikendalikan
lagi oleh tubuh.
(Tjay dan Rahardja, 2002)
Penyebab demam dapat dikategorikan dalam 2 kategori yang sering kali
diderita oleh manusia, yaitu :
1. Demam non infeksi
Demam non infeksi adalah demam yang bukan disebabkan oleh
masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh. Demam non infeksi jarang
terjadi dan diderita oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Demam ini
timbul karena ada kelainan pada tubuh yang diwa sejak lahir dan ditangani
dengan baik. Contohnya demam yang disebabkan oleh adanya kelainan
digeneratif atau kelainan bawaan pada jantung, demam karena stress atau
demam yang disebabkan oleh adanya penyakit-penyakit berat misalnya
leukemia atau kanker darah.
2. Demam infeksi
Demam infeksi adalah demam yang disebabkan oleh masuknya
patogen, misalnya kuman, bakteri, virus, atau binatang kecil lainnya ke
dalam tubuh. Demam infeksi paling terjadi dan di derita oleh manusia
dalam kehidupan sehari hari. Bakteri, kuman, atau virus dapat masuk ke
dalam tubuh manusia malalui berbagai cara misalnya melalui makanan,
udara, atau persentuhan tubuh. (Widjaya, M.C. 2002)
Suhu badan diatur oleh keseimbangan antara produksi dan hilangnya
panas. Alat pengatur suhu tubuh berada di hipotalamus. Pada keadaan demam
keseimbangan ini terganggu tetapi dapat dikembalikan kenormal oleh obat
mirip-aspirin. Penyebab dari demam tersebut adalah terjadi infeksi pada tubuh
oleh bakteri atau virus.
(Ganiswan, 2007)
Proses perubahan suhu yang terjadi saat tubuh dalam keadaan sakit lebih
dikarenakan oleh zat toksis (racun) yang masuk ke dalam tubuh. Umumnya,
keadaan sakit terjadi karena adanya proses peradangan (inflamasi) di dalam
tubuh.
Proses peradangan itu sendiri sebenarnya merupakan mekanisme
pertahanan dasar tubuh terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan
fisiologis tubuh
(Az-Zukhrufia, 2008)
Menggigil ditimbulkan agar dengan cepat meningkatkan produksi panas,
sementara vasokontriksi kulit juga berlangsung untuk dengan cepat
mengurangi pengeluaran panas. Kedua mekanisme tersebut mendorong suhu
naik. Dengan demikian, pembentukan demam sebagai respon terhadap
rangsangan pirogenik adalah sesuatu yang disengaja dan bukan disebabkan
oleh kerusakan mekanisme termoregulasi
(Sherwood, 2001)
Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Suhu
tubuh normal adalah 36oC – 37oC. Kebanyakan analgetik memberikan efek
antipiretik. Tetapi sebaliknya antipiretik juga dapat mengurangi rasa sakit yang
diderita. Masing-masing obat tergantung yang mana efeknya paling dominan.
Contoh: asetaminophen (parasetamol), asetosal (aspirin). Obat-obat tersebut
efek antipiretiknya lebih besar daripada analgetiknya
(Anief, 1997)
Penggunaan obat-obat antipiretik jelas diperlukan pada keadaan
hipereksia(demam ≥ 41o C) dan pendinginan fisis sementara set point
hipotalamus diaturkembali dengan obat-obat antipiretik akan mempercepat
proses tersebut. Obat-obat antipiretik mensupresi gejala konstitusional yang
menyertai demam(mialgia, kedinginan, nyeri kepala, dan lain-lain). Namun
pada kenaikan suhurendah atau sedang, tidak terdapat banyak bukti yang
menunjukkan bahwa demam merupakan keadaan berbahaya atau bahwa terapi
antipiretik bermanfaat.
(Harrison, 1999)

Daya kerja antipiretik bertentangan dengan efek analgesik dan


antipiretik, dikembalikan pada penghambatan mekanisme sentral.Bila pusat
panas yang terletak di hipotalamus dianggap sebagai termostat,maka zat-zat
yang menimbulkan demam (pitogen) bekerja meninggalkan nilai ambang
melalui stimulasi sintesis prostaglandin. Penurunan suhu tubuh dapat
diharapkan dari zat-zat inhibision prostaglandin-sintetase yang dapat
mempermeasi dengan baik kedalam SSP.

(Schunack,W.1990)

Jenis – jenis obat antipiretik:

1. Parasetamol ( N-asetil-p-aminofenol )

Merupakan metabolit aktif fenasetin, yang disebut analgesil coal


tar. Asetaminofen merupakan obat lain pengganti aspirin yang efektif
sebagai obat analgesik-antipiretik; namun, tidak seperti aspirin, aktivitas
antiradangnya lemah sehingga bukan merupakan obat yang berguna untuk
menangani kondisi radang. Karena asetaminofen ditoleransi dengan baik,
banyak efek samping aspirin tidak dimiliki asetaminofen, dan dapat
diperoleh tanpa resep. Namun, overdosis akut menyebabkan kerusakan
hati yang fatal.
Asetaminofen hanya merupakan inhibitor siklooksigenase yang
lemah dengan adanya peroksida konsentrasi tinggi yang ditemukan pada
lesi radang, karena itu efek antiradang asetaminofen lemah. Efek
antipiretiknya dapat dijelaskan dengan kemampuannya menghambat
siklooksigenase di otak, yang tonus peroksidanya lemah. Selain itu,
asetaminofen tidak menghambat aktivasi neutrofil, sedangkan NSAID lain
menghambat aktivasi tersebut. Konsentrasi asetaminofen dalam plasma
mencapai puncak dalam 30 sampai 60 menit, waktu paruh dalam plasma
sekitar 2 jam setelah dosis terapeutik. t 1/2 eliminasi parasetamol 1,25-3
jam.
(ISO Farmakoterapi ,2008)
2. Ibuprofen
Untuk nyeri yang ringan sampai sedang, terutama nyeri
dismonorea primer. Obat ini dapat diberikan dengan susu atau makanan
untuk meminimalkan efek samping saluran cerna.
Zat ini merupakan campuran rasemis, dengan bentuk-dextro yang
aktif. Ibuprofen diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian oral, dan
konsentrasi puncak dalam plasma teramati setelah 15 sampai 30 menit.
Waktu paruh dalam plasma sekitar 2 jam. Ibuprofen banyak (99%) terikat
pada protein plasma, tetapi obat ini hanya menduduki sebagian dari
seluruh tempat ikatan obat pada konsentrasi biasa. Ibuprofen melintas
dengan lambat ke dalam ruang sinovial dan mungkin tetap berada pada
konsentrasi yang lebih tinggi jika konsentrasi dalam plasma menurun. t 1/2
eliminasi ibuprofen 1,2-5 jam.
(ISO Farmakoterapi,
2008)
3. Na. Diklofenak
Derivat-fenilasetat ini termasuk NSAID yang terkuat daya
antiradangnya dengan efek samping yang kurang kuat dibandingkan
dengan obat lainnya (indometasin, piroxicam). Obat ini sering digunakan
untuk segala macam nyeri , juga pada migrain dan encok. Lagipula secara
parenteral sangat efektif untuk menanggulangi nyeri kolik hebat (kandung
kemih dan kandung empedu).
Resorpsinya dari usus cepat dan lengkap, tetapi BA nya rata-rata
55% akibat FPE besar. Efek analgetisnya dimulai setelah 1 jam, secara
rektal dan intramuskuler lebih cepat, masing-masing setelah 30 dan 15
menit. Penyerapan garam-K (Cataflam) lebih pesat daripada garam-
Na . PP-nya diatas 99%, plasma t1/2 nya k.l.1jam. ekskresi melalui
kemih berlangsung untuk 60% sebagai metabolit dan untuk 20% dengan
empedu dan tinja.
(Tan Hoan dan Kirana Rahardja,2002)

4. Asam Mefenamat (Ponstan)


Derivat antranilat juga dengan khasiat analgetik, antipiretik, dan
antiradang yang cukup baik. Obat ini banyak sekali digunakan sebagai
obat nyeri dan rema. Efek samping yang paling sering terjadi adalah
gangguan lambung-usus. t/2 eliminasi asam mefenamat 2-4 jam.
(ISO Farmakoterapi ,
2008)

5. Methylprednisolon

Adalah glukokortikoid turunan prednisolon yang mempunyai efek


kerja dan penggunaan yang sama seperti senyawa induknya.
Metilprednisolon tidak mempunyai aktivitas retensi natrium seperti
glukokortikosteroid yang lain.

C. ALAT DAN BAHAN

ALAT :

 Jarum suntik oral yang ujungnya tumpul (sonde)


 Termometer rektal

BAHAN :

 Larutan vaksin DTP Hb (penginduksi panas)


 CMC Na (zat pensuspensi)
 Bahan obat : Methylprednisolon, Paracetamol, Na. Diklofenak, Asam
Mefenamat, Ibuprofen, Dexametason
 Hewan uji ( 6 tikus putih jantan)
D.SKEMA KERJA

Dibagi menjadi 6 kelompok kecil, masing – masing mendapat 4


ekor hewan uji. Tiga dari empat tikus disuntik dengan bahan
obat dan tikus ke empat sebagai kontrol. Suhu rektal di catat
tiap setengah jam.

Kelompok G Kelompok Kelompok I Kelompok J: Kelompok K Kelompok L:


H:
(Ibuprofen) (Metilpredn (Asam (Asam (Dexamethaso
(Na isolon) mefenamat) mefenamat) ne)
Suspensi diklofenak)
ibuprofen Suspensi .Suspensi .Suspensi Suspensi
dosis Suspensi Na Metilpredni Paracetamol Paracetamol Dexamethason
50,4mg/kgBB diklofenak solon dosis dosis dosis e dosis
tikus 50mg/kgBB 0,5mg/kgB 500mg/50kg 500mg/50kg 0,126mg
B tikus BB manusia BB manusia mg/kgBB
tikus

Tabelkan hasil – hasil pengamatan

Buat kurva suhu tikus


Suhu tubuh ke empat ekor tikus dicatat
selang 20,40,60,90,120,150,dan 180 menit.

E. DATA PENGAMATAN

Kontrol antipiretik

Suhu
Nama Suhu
No setelah T20 T40 T60 T90 T120
obat normal
vaksin
1 35.1 37.2 35.8 36.4 35.5 36 36
2 36.6 37.9 38.6 37.4 37.1 37.7 37.8
3 38.6 38.9 38.8 38.8 38.9 38.95 39
Kontrol 4 37.8 38.7 38.8 38.9 38.3 38.7 38.7
Antipiretik 5 37.7 38.2 38 38 37.9 37.9 37.6
6 38.6 38.9 38.8 38.8 38.9 38.95 39
Rata-
37.40 38.30 38.13 38.05 37.77 38.03 38.02
Rata
Asam mefenamat
Suhu
Suhu
Nama obat No setelah T20 T40 T60 T90 T120
normal
vaksin
1 34.4 36.2 35.4 35.2 34.8 34 34
2 33.6 36.6 36 35.7 34.4 33.8 33.8
3 37 38.7 35 35.5 34.9 34 34
Asam 4 36.7 37 37 36.9 36.8 36.7 36.7
Mefenamat 5 36 36.5 36.8 36.5 36.3 36.1 36.1
6 36.6 38.1 37.8 37.4 37.2 37.2 37.2
Rata-
35.72 37.18 36.33 36.20 35.73 35.30 35.30
Rata
Dexamethasone

Suhu
Suhu
Nama obat No setelah T20 T40 T60 T90 T120
normal
vaksin
1 38.2 38.5 38.3 38 38.6 38.6 38.6
2 36.1 37.4 38.7 37.7 37.7 37.5 37.6
3 38.3 38.7 38.8 38.8 38.5 37.9 37.9
4 37 38.1 38.5 38 37.6 37 37.2
Dexamethason
5 35.7 38.5 38 38.2 37.4 37.1 37.5
6 36.4 38.6 38.1 37.9 37.4 36.6 37.8
Rata-
36.95 38.30 38.40 38.10 37.87 37.45 37.77
Rata

Paracetamol

Suhu
Suhu
Nama obat No setelah T20 T40 T60 T90 T120
normal
vaksin
1 38.4 39.1 37.5 37.3 37.2 37.2 37.2
2 38.4 39.6 38.3 37.5 37.5 37.5 37.5
3 38.6 39.4 38.2 37.5 37 37 37
4 37.6 38.8 37.1 37.1 37.1 37.1 37.1
Paracetamol
5 37.6 38.4 37.1 37.7 37.7 37.7 37.7
6 37.8 39.1 37.8 37.3 37.3 37.3 37.3
Rata-
38.07 39.07 37.67 37.40 37.23 37.23 37.23
Rata

Methyl prednisolone

Suhu
Suhu
Nama obat No setelah T20 T40 T60 T90 T120
normal
vaksin
1 37 38 37.5 37.8 37.4 37.2 37.2
2 36.2 38.4 38.7 38.5 38.5 38.4 38.4
3 36 38.2 37.9 37.5 36.7 36.5 36.5
4 36.4 37.6 36.4 36.2 38.7 36.7 35.2
Methylprednisolon
5 36.5 38 37.6 38.8 36.9 36.1 36.1
6 36.1 37.1 37.6 36.7 37.4 37.6 36.2
Rata-
36.37 37.88 37.62 37.58 37.60 37.08 36.60
Rata

Ibuprofen

Suhu
Suhu
Nama obat No setelah T20 T40 T60 T90 T120
normal
vaksin
1 37.5 39 38.7 38.5 38.5 38.3 38.1
2 37 38.6 38.3 37.9 38.1 37.6 37.3
3 36.9 37.9 37.8 37.6 36.9 36.7 36.4
4 38.8 39.1 36.8 37.2 38 37.4 37.4
Ibuprofen
5 38 38.8 38.2 38.6 37.4 37 37
6 37.8 39.9 37.7 36.8 37.3 36.9 36.9
Rata-
37.67 38.88 37.92 37.77 37.70 37.32 37.18
Rata

Na Diklofenak

Suhu
NAMA Suhu
No Setelah t20 t40 t60 t90 t120
OBAT Normal
Vaksin
1 36.4 37.7 35.5 36.1 36 36 36
2 36.1 36.7 35.6 35.4 35.2 35.2 35.2
3 27.2 37.6 35.3 35.8 35 35 35
Na 4 37.3 37.7 35.5 36.3 36 36 36
Diklofenak 5 36.2 38.4 35.9 35.8 35.4 35.4 35.4
6 37.7 38.7 37.4 36.3 35.5 35.5 35.5
Rata-
35.15 37.80 35.87 35.95 35.52 35.52 35.52
Rata
A. Perhitungan Cstok, Dosis dan Vp
 Dosis paracetamol = 500mg/50kgBB
 Dosis BB 70kg manusia = 70kg/50kg (500mg) = 700mg/70kgBB
manusia
 Dosis tikus 200g = 0,018 x 700mg = 12,6 mg/200g BB tikus
 BB tikus terbesar = 230,2 gram
 Dosis tikus terbesar = 230,2g/200g (12,6mg) = 14,50mg/230,2g BB tikus
 Konsentrasi stok = Dosis terbesar/ (1/2) vp = 14,50mg/(1/2)5mg =
5,8mg/ml
 Dibuat larutan stok 50ml
5,8mg/ml x (50ml) = 290mg/50ml
 Serbuk yang ditimbang (rata-rata tablet = 594,00 mg)
290mg/500mg x (594,00mg )=344,52mg
 +- 5% penimbangan = 327,294mg-361,746mg
 Berat sebenarnya = 0,8587g-0,5165g=0,3422g
 Koreksi kadar= 342,2mg/594,0mg x (500mg) = 288,0mg/50ml =
5,76mg/ml
D = 204,5 g x 0,5 mg = 0,1023 mg
1000 g

CMC = 0,5 % x 100ml


= 0,5 x 100
100
= 0,5g
Air corpus = 0,5g x 20 = 10 gram ~ 10 ml

Pembuatan CMC Na untuk kelompok kontrol


0,5% x 25ml = 0,125 gram
Air corpus = 0,125g x 20 = 2,5 g ~ 2,5 ml
Perhitungan volume pemberian paracetamol untuk masing-masing tikus
pada kelompok antipiretik:

1. Tikus 1

Dosis tikus 181,7 gram = 181,7 g / 200 g (12,6 mg) = 11,45 mg

VP = dosis / stok = 11,45 mg / 5,76 mg (1ml) = 1,98 ml

2. Tzikus 2

Dosis tikus 221,7 gram = 221,7 g / 200 g (12,6 mg) = 13,97 mg

VP = = 13,97 mg / 5,76 mg (1ml) = 2,43 ml

3. Tikus 3

Dosis tikus 178,3 gram = 178,3 g / 200 g (12,6 mg) = 11,23 mg

VP = = 11,23 mg / 5,76 mg (1ml) = 1,95 ml

4. Tikus 4

Dosis tikus 159,8 gram = 159,8 g / 200 g (12,6 mg) = 10,06 mg

VP = =10,06 mg / 5,76 mg (1ml) = 1,75 ml

G. PEMBAHASAN

Dilakukan percobaan uji beberapa sampel obat untuk mengetahui daya


antipiretik pada hewan uji. Hewan uji yang digunakan adalah tikus, dimana hewan
uji terlebih dahulu dipuasakan 12 jam sebelum diberi perlakuan. Hal ini bertujuan
agar tidak terjadi interaksi antara obat dengan makanan selain itu agar dapat
diperoleh efek yang maksimal dari obat yang diberikan tanpa terganggu proses
reaksinya didalam tubuh. Sehingga hasil yang didapat akan lebih tepat.
Dilakukan pengukuran suhu secara rectal masing-masing hewan uji
sebelum perlakuan untuk mengetahui suhu normal dari tikus yang diuji. Lalu
setelah itu disuntikan DPT Hb secara subkutan, DPT Hb ini akan merangsang
pengeluaran prostaglandin di hipotalamus sehingga suhu thermostat meningkat
dan tubuh menjadi panas untuk menyesuaikan dengan suhu thermostat. Setelah
terjadi kenaikan suhu maka dilakukan uji bahan obat berupa suspensi ibuprofen,
suspensi Na diklofenak, suspensi asam mefenamat, suspensi metil prednisolon,
suspensi paracetamol, dan dexamethason serta kontrol dengan pemberian
suspensi CMC Na. Dari hasil pemberian tersebut diukur suhu tubuh dengan
interval waktu 20, 40, 60, 90, dan 120 dalam satuan menit.
Dari keenam obat yang diberikan yang memiliki efek maksimum adalah
obat metilprednisolon. Kesimpulan ini didapat dari pengamatan kurva dan
banyaknya penurunan suhu pada data rata-rata yaitu dengan suhu awal 37,2ºC
menjadi 35,3ºC. Kerja dari obat metilprednisolon bekerja melalui interaksinya
dengan protein reseptor spesifik yang terdapat di dalam sitoplasma sel-sel jaringan
atau organ sasaran, membentuk kompleks hormone-reseptor. Kompleks hormone
ini kemudian memasuki nucleus dan menstimulasi eksresi gen tertentu yang
selanjutnya memodulasi sintesis protein tertentu. Protein inilah yang akan
mengubah fungsi seluler organ sasaran, sehingga diperoleh efek terapi.
Metilprednisolon merupakan golongan kortikosteroid yang termasuk
glukostreroid. Dalam teoritisnya lebih efektif untuk pengobatan antiinflamasi
dibandingkan dengan antipiretik. Tetapi dalam prakteknya metilprednisolon lebih
efektif dalam menurunkan panas.
Secara teoritis, seharusnya yang lebih memberikan efek yang paling cepat
adalah ibuprofen. Pada percobaan kami ibuprofen memberikan efek antipiretik
urutan kedua, berdasarkan pembacaan kurva dan pengamatan rata-rata suhu awal
35,6ºC turun menjadi 34,9ºC. Hal ini disebabkan karena ibuprofen lebih cepat
menurunkan suhu tubuh penderita demam dengan jalan bekerja secara sentral,
menurunkan suhu di pusat pengatur suhu di hipotalamus dengan menghambat
enzim siklooksigenase yang berperan pada sintesis prostaglandin (PGE 2) yang
merupakan mediator penting untuk menginduksi demam. Penurunan pusat
pengaturan suhu akan diikuti respon fisiologis berupa penurunan produksi panas,
peningkatan aliran darah ke kulit, serta peningkatan pelepasan panas melalui kulit
secara radiasi, konveksi dan penguapan (evaporasi). Selain itu, parasetamol dan
ibuprofen juga dapat mengembalikan thermostat kembali ke normal dan cepat
menurunkan suhu tubuh dengan meningkatkan pengeluaran panas sebagai akibat
vasodilatasi perifer dan berkeringat. Ketidaksesuaian ini mungkin disebabkan oleh
kurang tepatnya cara pemberian, kesalahan perlakuan oleh praktikan, atau kondisi
lingkungan yang mempengaruhi suhu tubuh hewan uji tikus.

Kemudian urutan ketiga daya antipiretik ditempati oleh Dexametasone.


Kesimpulan ini didapat dari pengamatan kurva yang terbentuk dan pengamatan
data rata-rata suhu awal yaitu 35,8º turun menjadi 35,5ºC.

Selanjutnya urutan keempat daya antipiretik adalah pada obat


Paracetamol. Dari pengamatan kurva yang terbentuk dan pengamatan data rata-
rata suhu awal yaitu 34,6º menjadi 34,4ºC. Kerja dari obat paracetamol adalah
menurunkan suhu tubuh sampai batas normal yaitu berdasarkan rangsangan
terhadap pusat pengatur panas di hipotalamus yang bekerja dengan dua proses,
efek sentral yaitu dengan menghambat siklus COX-2 sehingga tidak terjadi
pembentukan prostaglandin dari asam arakidonat, dimana prostaglandin tidak
akan merangsang lagi thermostat untuk menaikkan suhu tubuh. Dan efek perifer
dimana saraf simpatis di kulit bekerja mengaktifkan reseptor-reseptor panas di
kulit sehingga terjadi vasodilatasi perifer. Dengan terjadinya vasodilatasi ini,
panas lebih cepat terkonduksi ke jaringan kulit dan melalui aliran udara terjadi
konveksi sehingga panas dikeluarkan.
Kemudian disusul dengan Asam Mefenamat, cara kerja dari pengamatan
data rata-rata suhu awal yaitu 37,5ºC menjadi 37,4ºC. Asam mefenamat meskipun
terjadi penurunan suhu tapi dengan rentang penurunan yang sangat kecil karena
pada kenyataannya asam mefenamat terikat kuat pada protein plasma sehingga
kadar dalam darah sangat kecil. Sehingga efek untuk menurunkan suhu sangat
kecil. Asam mefenamat sangat efektif untuk digunakan sebagai analgesik dan anti
inflamansi.
Pada obat Na Diklofenak menempati urutan terakhir daya antipiretik
terakhir, diperoleh dari pengamatan suhu awal yaitu 36,9ºC menjadi 36,9ºC,
dengan mekanismenya yaitu dengan jalan menghambat enzim siklo-oksigenase
sehingga pembentukan prostaglandin terhambat. Sehingga dengan penghambatan
prostaglandin maka tidak akan merangsang lagi thermostat untuk menaikkan suhu
tubuh.
Obat ibuprofen banyak (99%) terikat pada protein plasma, tetapi obat ini
hanya menduduki sebagian dari seluruh tempat ikatan obat pada konsentrasi
biasa. Ibuprofen melintas dengan lambat ke dalam ruang sinovial dan mungkin
tetap berada pada konsentrasi yang lebih tinggi jika konsentrasi dalam plasma
menurun. Mekanisme kerja dengan cara penghambatan prostaglandin maka tidak
akan merangsang lagi thermostat untuk menaikkan suhu tubuh..
Dari data yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa obat yang paling
efektif sebagai antipiretik adalah metilprednisolon > Na diklofenak > ibuprofen >
dexamethasone > asam mefenamat> paracetamol.

H. KESIMPULAN
Dari data pengamatan dapat disimpulkan bahwa :
1. Efek dari pemberian larutan vaksin DPT adalah menyebabkan
demam mengandung 2 – 3 komponen pertusis yang memicu
timbulnya demam.

2. Efek suspensi obat sebagai penurun panas yakni berdasarkan kerjanya


yang mempengaruhi hipotalamus dengan menghambat enzim
siklooksigenase sehingga tidak terbentuk prostaglandin dan dengan
vasodilatasi perifer sehingga suhu tubuh akan turun.

3. Efek cepat yang dihasilkan pada percobaan ini adalah pemberian obat
metilprednisolon, kemudian ibuprofen, dexametasone, paracetamol, asam
mefenamat, Na diklofenak.
I. DAFTAR PUSTAKA
 Gunawan, dkk. 2007. Farmakologi Dan Terapi Edisi 5. Jakarta:
Fakultas Kedokteran UI.
 Tan, h .t. 1993. Swamedikasi . Jakarta: Depkes RI
 Wibowo,S. 2006. Demam.www.surya-wibowo.blogspot.com .diakses
Selasa,1 April 2014 jam 19 : 14 WIB.
 Guyton. A. C, Hall, J. T. 1996. Texbook Medical Physiology.Nineth
Edition. Mississipi
 Schunak, W. 1990. Senyawa Obat. Edisi Kedua. Yogyakarta: Gadjah
Mada university Press
 Anonim. 2008. Iso Farmakoterapi. Jakarta : PT. ISFI
 Widjaja, M.C. 2007. Mencegah & Mengatasi Demam pada Balita.
Jakarta.
 Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2002. Obat Obat Penting.
Jakarta : PT.Elex Media Komputindo.
 Ganiswan, Sulistia G. (Ed). 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi V.
Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI.
 Sherwood, L. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem. EGC. Jakarta.
2001.
 Anief, M., 1997, Apa Yang Perlu Diketahui Tentang Obat, Edisi ke
3,Gadjah Mada University Perss, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai