Anda di halaman 1dari 13

Laporan praktikum farmakologi 1 Obat yang mempengaruhi saluran pencernaan (antidiare)

Disusun oleh : Kelompok 3c

Randi apriandi (10060309084) Susanti nurmayanti (10060309085) Ogy goesgyantoro (10060309086) Nurazaniah rakhmadewi (10060309087) Nina nurwila (10060309088)

Asisten kelompok:

Laboratorium farmasi unit d Program studi farmasi

Fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam Universitas islam bandung 2011

Pendahuluan 1. 1.1 Teori dasar definisi diare

diare didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana frekuensi defekasi melebihi frekuensi normal (lebih dari tiga kali sehari) dengan konsistensi feses yang menurun (lembek atau cenderung cair). Peningkatan frekuensi defekasi terjadi karena menurunnya waktu transit chymus dalam saluran cerna akibat meningkatnya pergerakan (motilitas) saluran cerna. Meningkatnya waktu transit chymus dalam saluran cerna juga menyebabkan tidak cukupnya waktu untuk absorpsi air. Hal ini menyebabkan feses yang dikeluarkan menjadi lebih lembek atau cair. diare sebenarnya adalah proses fisiologis tubuh untuk mempertahankan diri dari serangan mikroorganisme (virus, bakteri, parasit dan sebagainya) atau bahan-bahan makanan yang dapat merusak usus agar tidak menyebabkan kerusakan mukosa saluran cerna. Diare dikatakan meningkat ketika frekuensi meningkat dengan konsentrasi feses lebih lembek atau cair, bersifat mendadak dan berlangsung dalam waktu 7-14 hari. 1.2 mekanisme diare

Diare dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu : 1) peningkatan osmolaritas intraluminer, disebut diare osmotik. Diare osmotik timbul pada pasien yang saluran ususnya terpapar dan tak mampu menahan beban hiperosmolar, yang biasanya terdiri dari karbohidrat atau ion divalen. Contohnya : intoleransi laktosa, malabsorpsi asam empedu. 2) adanya peningkatan sekresi cairan usus. Organisme yang menimbulkan diare sekresi melepaskan toksin atau senyawa lain yang

menyebabkan usus halus aktif mensekresikan cairan dalam jumlah besar. Hal ini menyebabkan terjadinya diare sekretorik. 3) malabsorpsi asam empedu dan malabsorpsi lemak akibat gangguan pembentukan micelle empedu. 4) defek sistem pertukaran anion atau transport elektrolit aktif di enterosit menyebabkan gangguan absorpsi na+ dan air. 5) motilitas dan waktu transit usus abdonimal. Terjadi motilitas yang lebih cepat dan tidak teratur sehingga isi usus tidak sempat diabsorpsi. Mekanismenya ditandai dengan disfungsi motilitas yang berbeda tetapi dengan kapasitas pencernaan yang normal. Diare hasilnya bersifat multifaktor dan lazim melibatkan unsur salah cerna dengan diikuti komponen osmotik dan sekresi. 6) gangguan permeabilitas usus. Terjadi kelainan morfologi usus pada membran epitel spesifik sehingga permeabilitas mukosa usus halus dan usus besar terhadap air dan garam atau elektrolit terganggu. 7) eksudasi cairan, elektrolit, dan mukus berlebihan. Sehingga terjadi peradangan dan kerusakan mukosa usus.

1.3

klasifikasi diare

beberapa klasifikasi diare antara lain adalah: 1. Klasifikasi berdasarkan pada jenis infeksi gastroenteritis (diare danmuntah), diklasifikasikan menurut dua golongan: A. Diare infeksi spesifik : titis abdomen dan poratitus, disentri bani (shigella). B. 2. Diare non spesifik. Klasifikasi lain diadakan berdasarkan organ yang terkena infeksi :

A. Diare infeksi enternal atau diare karena infeksi di usus (bakteri, virus, parasit). B. Diare infeksi parenteral atau diare karena infeksi di luar usus (otitis,media, infeksi saluran pernafasan, infeksi saluran urin, dan lainnya). 3. Klasifikasi diare berdasarkan lamanya diare :

A. Diare akut atau diare karena infeksi usus yang bersifat mendadak, dan bisa berlangsung terus selama beberapa hari. Diare ini disebabkan

oleh karena infeksi usus sehingga dapat terjadi pada setiap umur dan bila menyerang umumnya disebut gastroenteritis infantile. B. Diare kronik merupakan diare yang berlangsung lebih dari dua minggu, sedangkan diare yang sifatnya menahun diantara diare akutdan diare kronik disebut diare sub akut (andrianto, 1995). Patogenesis terjadinya proses diare kronik sangat kompleks dan multipel. Patogenesis utama pada diare kronik adalah kerusakan mukosa usus yang menyebabkan gangguan digesti dan transportasi nutrien melalui mukosa. Faktor penting lainnya adalah faktor intraluminal yang menyebabkan gangguan proses digesti saja misalnya akibatgangguan pankreas, hati, dan membranbrushbord er enterosit. Biasanya kedua faktor tersebut terjadi bersamaan sebagai penyebab diare kronik (suraatmaja, 2005).

1.4

loperamid

Loperamid merupakan derivat difenoksilat dengan khasiat obstipasi yang dua sampai tiga kali lebih kuat tetapi tanpa khasiat terhadap susunan saraf pusat sehingga tidak menimbulkan ketergantungan. Zat ini mampu menormalkan keseimbangan resorpsi-sekresi dari sel-sel mukosa, yaitu memulihkan sel-sel yang berada dalam keadaan hipersekresi ke keadaan resorpsi normal kembali. Loperamid tidak diserap dengan baik melalui pemberian oral dan penetrasinya ke dalam otak tidak baik, sifat-sifat ini menunjang selektifitas kerjanya. Kadar puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 4 jam sesudah minum obat. Masa laten yang lama ini disebabkan oleh penghambatan motilitas saluran cerna dan karena obat mengalami sirkulasi enterohepatik. Loperamid memperlambat motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinalis usus. Obat ini berikatan dengan reseptor opioid sehingga diduga efek konstipasinya diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan reseptor tersebut. Waktu paruh 7-14 jam. Kurang dari 2% dieliminasi renal tanpa diubah, 30% dieliminasi fekal tanpa diubah dan sisanya dieliminasi setelah mengalami metabolisme dalam hati sebagai glukoroid ke dalam empedu.

1.5

oleum ricini

Oleumricini (minyakjarak) merupakantrigliserida yang berkhasiatsebagailaksansia.di dalamusushalus, minyakinimengalamihidrolisisdanmenghasilkanasamrisinoleat yang merangsangmukosausus, sehinggamempercepatgerakperistaltiknyadanmengakibatkanpengeluarani siususdengancepat.dosisoleumriciniadalah 2 sampai 3 sendokmakan (15 sampai 30 ml), diberikansewaktuperutkosong.efeknyatimbul 1 sampai 6 jam setelahpemberian, berupapengeluaranbuang air besarberbentukencer. Adapunmetodepengujianantidiaredenganpenggunaanparafincair.parafinca irobatadalah mineral putih yang sangathalusminyak yang sangatdigunakandalamkosmetikdanuntuktujuanmedis, danistilahmungkinmemilikikegunaan yang berbeda di negara lain. Parafincair, dianggapmemilikikegunaan yang terbatassebagaipencaharsesekali, tetapitidakcocokuntukdigunakanrutinkarenabisamerembesdari anus danmenyebabkaniritasi, dapatmengganggupenyerapanvitamin yang larutdalamlemak, bisadiserapkedalamdindingususdandapatmenyebabkantubuhgranulamato usreaksi-asing, jikamemasukiparu-parubisamenyebabkan lipoid, pneumonia.

2.

Tujuan percobaan

Setelah menyelesaikan percobaan ini diharapkan mahasiswa : A. Mempunyaiketerampilandalammelakukanantidiare. diaredapatmenghambatdiare yang

B. Mengetahuisejauhmana anti ditimbulkanolehsuatupencahar. 3. A. -

Bahan, alat, dan hewan percobaan Bahan oleumricini / parafincair loperamid naclfisiologis cmc kertassaring yang telahditimbang

B. C. -

Alat alat suntik 1 ml sonde oral gelaskimiauntukpengamatan timbangan mencit timbanganelektrik stopwatch Hewan uji mencit putih sekelelamin

4. Mencit dibagi kelompok Prosedur Kel 1 : kontrol (-) diberi cmc 4

Diberi menit

air

setelah

30

Masing mencit

masing

kelompok

Diberi oleum ricini setelah 30 menit

Kel 3 : diberi loperamid dosis 1

Kel 4 : diberi loperamid dosis 2

Frekuensi feses : berapa kali mencit mengalami defekasi

Pengamatan frekuensi defekasi, konsistensi feses, berat feses

Mencit dimasukan ke dalam gelas kimia

Diberi kertas sebelumnya

saring

yang

telah

ditimbang

Setiap 15 menit sekali selama 120 menit

Diberi oleum ricini setelah 30 menit

Semua mencit diberikan dengan rute oral

Diberi oleum ricini setelah 30 menit

Kel 2 : kontrol (+) diberi cmc

Konsistensifesesdinyatakandalamskor : Simbol N Ln L Lc C Konsistensi Normal Lembek normal Lembek Lembekcair Cair Skor 0 1 2 3 4

Data pengamatan dalam bentuk tabel

Berat feses : selisih berat kertas saring tiap 15 menit

6. 7.

Perhitungan Pembahasan

Pada praktikum ini, diamati obat-obatan yang mempengaruhi saluran cerna. Pada percobaan ini digunakan mencit sebagai hewan percobaan,

mencit tersebut di bagi menjadi 4 kelompok. Kelompok pertama merupakan mencit kontrol negatif dimana mencit diberikan cmc dan air, sedangkan kelompok kedua adalah kontrol positif dimana mencit diberikan cmc kemudian diberikan oleum ricini, pada kelompok ketiga mencit diberikan loperamid dosis 1 kemudian diberi oleum ricini, dan kelompok ke empat mencit diberikan loperamid dosis 2 kemudian diberi oleum ricini. Adapun hasil percobaannya dapat dilihat pada grafik dibawah ini: Gambar 1 Grafik pengaruh pemberian oleum ricini (minyak jarak) dan loperamid terhadap frekuensi defekasi mencit

Gambar 1 Grafik pengaruh pemberian oleum ricini (minyak jarak) dan loperamid terhadap konsistensi feses mencit Pada mencit kontrol negatif, mencit diberi cmc kemudian diberi air. Kontrol negatif ini berfungsi untuk melihat proses defekasi pada mencit yang normal. Dilihat dari grafik diatas mencit kontrol negatif, mengalami defekasi normal dengan frekuensi defekasi yang jarang, dan konsistensinya juga normal. Pada mencit kontrol negatif, mencit diberikan cmc kemudian diberi oleum ricini. Kontrol negatif ini bertujuan untuk melihat proses defekasi pada mencit yang diinduksi dengan pencahar. Oleumricini (minyakjarak) merupakantrigliserida yang berkhasiatsebagailaksatif.di dalamusushalus, minyakinimengalamihidrolisisdanmenghasilkanasamrisinoleat yang merangsangmukosausus, sehinggamempercepatgerakperistaltiknyadanmengakibatkanproses defekasiberlangsung dengan cepatsehinggafrekuensidefekasiakanmeningkat. Karena proses defekasi yang berlangsung cepat, maka waktu absorbsi air juga akan berkurang, sehingga air yang seharusnya diabsorbsi tubuh akan ikut terbuang dalam feses, yang mengakibatkan konsistensi feses yang lembek. Pada grafik diatas pada mencit dengan kontrol positif seharusnya mengalami peningkatan frekuensi defekasi dan konsistensi feses seiring dengan peningkatan waktu, tetapi pada hasil percobaan, mencit yang harusnya frekuensi defekasinya meningkat namun tidak mengalami proses defekasi, hal tersebut terjadi karena pengaruh beberapa faktor, misalnya oleum ricini berdasarkan teori onsetnya adalah sekitar 1 sampai 6 jam, sedangkan pengamatan dilakukan dari 0 menit sampai 60 menit,

sehingga oleum ricini tidak menimbulkan efek. Selain itu juga, oleum ricini merupakan senyawa yang mudah teroksidasi, akibatnya ketika disimpan di ruang terbuka oleum ricini tersebut akan rusak karena oksidasi sehingga tidak berefek lagi. Pada kelompok mencit ke tiga, mencit diberikan loperamid dosis 1 kemudian diberikan oleum ricini. Loperamid meruapakan obat antidiare yang cara kerjanya memperlambat motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinalis usus. Obat ini berikatan dengan reseptor opioid sehingga diduga efek konstipasinya diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan reseptor tersebut. Pada mencit yang diberikan loperamid dosis 1 seharusnya pada awal pemberian oleum ricini frekuensi defekasi meningkat karena oleum ricini merupakan induktor diare (laksatif), kemudian seiring dengan peningkatan waktu frekuensi defekasi dan konsistensi defekasi akan menurun karena pengaruh dari loperamid yang akan menurunkan motilitas usus yang meningkat karena oleum ricini, akan tetapi pada grafik diatas grafik yang dihasilkan tidak beraturan karena mencit tidak mengalami defekasi, hal tersebut mungkin pengaruh dari oleum ricini yang belum mencapai onset dan sifatnya yang mudah teroksidasi. Pada kelompok 4, mencit diberikan loperamid dosis 2 kemudian diberikan oleum ricini.loperamid meruapakan obat antidiare yang cara kerjanya memperlambat motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinalis usus. Obat ini berikatan dengan reseptor opioid sehingga diduga efek konstipasinya diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan reseptor tersebut. Pada mencit yang diberikan loperamid dosis 2 seharusnya pada awal pemberian oleum ricini frekuensi defekasi meningkat karena oleum ricini merupakan induktor diare (laksatif), kemudian seiring dengan peningkatan waktu frekuensi defekasi dan konsistensi defekasi akan menurun karena pengaruh dari loperamid yang akan menurunkan motilitas usus yang meningkat karena oleum ricini, dan dibandingkan dengan loperamid dosis 1 seharusnya frekuensi dan konsistensi feses lebih rendah ketika mencit diberikan loperamid dosis 2, karena semakin tingginya dosis maka motilitas usus akan semakin memperlambat motilitas usus. Akan tetapi pada grafik diatas grafik yang dihasilkan tidak beraturan karena mencit tidak mengalami defekasi, hal tersebut mungkin pengaruh dari oleum ricini yang belum mencapai onset dan sifatnya yang mudah teroksidasi.

8.

Kesimpulan

9.

Daftar pustaka

suraatmaja, s. 2005.gastroenterologianak. Lab/smf ilmu kesehatan anak fk unud/rs sanglah : denpasar. andrianto, p. 1995. Penataaksanaan dan pencegahandiare akut. Penerbit buku egc : jakarta. http://andiscientist.blogspot.com/pengujian-aktivitasantidiare.html. Diaksestanggal

Anda mungkin juga menyukai