Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI II

PERCOBAAN III

UJI ANTIINFLAMASI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Inflamasi adalah suatu respon terhadap infeksi didalam sel tubuh dan
cedera jaringan. Proses inflamasi mengakibatkan reaksi vascular dimana
cairan elemen-elemen darah, sel darah putih (leukosit), dan mediator kimia
berada pada tempat jaringan yang cedera atau yang mengalami infeksi. Proses
tersebut merupakan suatu perlindungan dari tubuh untuk menetralisir dan
membasmi agen-agen yang berbahaya yang menyebabkan jaringan yang
cedera atau infeksi agar kembali normal dan bekerja fungsinya. Pada kondisi
tertentu, inflamasi yang terjadi menyebabkan bahaya bagi penderita, salah
satu respon bahaya yang ditunjukkan adanya respon inflamasi yaitu reaksi
anafilatik, sehingga dibutuhkan agen inflamasi dari luar tubuh seperti obat
antiinflamasi non steroid yang mudah ditemukan oleh masyarakat.
Penggunaan obat AINS dalam jumlah tinggi dapat menyebabkan tinniyus,
penurunan pendengaran, dan vertigo (Dhyantari dkk., 2015).
Ada berbagai komponen reaksi inflamasi yang dapat berkontribusi pada
gejala dan cedera jaringan yang terkait. Edema, infiltrasi leukosit, dan
pembentukan granuloma mewakili komponen peradangan tersebut (Solansi
dkk., 2015).
Tanda-tanda inflamasi adalah kemerahan, bengkak, panas dan nyeri.
Banyak obat kimia yang digunakan untuk mencegah inflamasi trsebut, salah
satunya ialah obat modern yang biasa digunakan sebagai antiinflamasi adalah
obat golongan AINS (Antiinflamasi Non Steroid). Efek terapi AINS
berhubungan dengan mekanisme kerja penghambatan pada enzim
siklooksigenase-1 (COX-1) yang menyebabkan efek samping pada saluran
cerna dan penghambatan pada enzim siklooksigenase-2 (COX-2) yang
menyebabkan efek samping pada sistem kardiovaskular (Eka dkk., 2015).
Salah satu obat antiinflamasi adalah obat-obatan golongan NSAID. NSAID
bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase, sehingga dapat
menurunkan produksi prostaglandin yang akhirnya menghasilkan efek
antiinflamasi yang diinginkan, tetapi dapat menurunkan agregasi trombrosit
serta dikhawatirkan terjadinya kenaikan angka pendarahan pada anak-anak
(Riggin dkk., 2013).
Peradangan dapat didefinisikan sebagai reaksi jaringan terhadap cedera
yang secara khas terdiri atas respon vasculer dan seluler, yang bersama-sama
berusaha menghancurkan substansi yang dikenali sebagai benda asing untuk
tubuh. Jaringan itu kemudian dipulihkan atau diperbaiki sedemikian rupa agar
jaringan atau organ itu dapat tetap bertahan (Tambayong, 2000). Radang
terbaik menjadi 2 golongan, yaitu jaringan (Sudiono, 2003):
1. Benda mati:
a. Rangsang fisis, yaitu trauma, benda asing, rangsang panas atau dingin
yang berlebihan, tekanan, listrik, radiasi, sinar matahari.
b. Rangsang kimia, yaitu asam dan basa kuat, keracunan obat.
2. Benda hidup: kuman patogen, bakteri, parasit, dan virus. Ada juga reaksi
imunoogi dan gangguan vaskular serta hormonal yang dapat menimbulkan
kerusakan.
OAINS membentuk kelompok yang berbeda-beda secara kimia, tetapi semuanya
mempunyai kemampuan untuk menghambat siklooksigenase (COX) dan inhibisi sintesis
prostaglandin yang diakibatkannya sangat berperan untuk efek terapeutiknya. Sayangnya,
inhibisi sintesis prostaglandin dalam mukosa gaster sering menyebabkan kerusakan
gastrointestinal (dispepsia, mual, dan gastiritis). Efek samping yang paling serius adalah
perdarahan gastrointestinal dan perforasi. COX terdapat pada jaringan sebagai suatu
isoform konstitusif (COX-1), tetapi sitokin pada lokasi inflamasi menstimulasi
induksi isoform kedua (COX-2). Inhibisi (COX-2) diduga bertanggungjawab untuk efek
antiinflamasi OAINS, sementara inhibisi COX-1 bertanggung jawab untuk toksisitas
gastointestinal. OAINS yang paling banyak digunakan adalah yang selektif untuk COX-
1, tetapi inhibitor COX-2 selektif telah diperkenalkan baru-baru ini (Neal, 2006).
B. Tujuan
Percobaan ini dilakukan untuk mengenal dan mampu mempraktekkan
pengujian daya antiinflamasi suatu bahan alam pada hewan uji dengan
induksi radang buatan.

BAB II

METODE PERCOBAAN

A. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Plestimograph 1 buah
b. Spuit injeksi 1 buah
c. Sonde oral 1 buah
d. Spidol 1 buah
e. Timbangan 1 buah
f. Toples 1 buah
2. Bahan
a. CMC-Na 3 mL
b. Natrium diklofenak 0.4 mL
c. Formalin 4 mL
d. Kunyit 100mg/kgBB 0,2 mL
e. Kunyit 300mg/kgBB 0,6 mL
f. Tikus 4 ekor
B. Cara Percobaan

BAB III
HASIL PERCOBAAN

A. Hasil Percobaan

Volume Volume menit ke-(mL)


No Perlakukan Kel awal
15 30 45 60
(mL)
1. CMC-Na 5 0,45 0,56 0,55 0,51 0,48
6 0,48 0,48 0,53 0,54 0,48
7 0,34 0,4 0,53 0,42 0,4
8 0,5 0,55 0,52 0,55 0,55
2. Na- 5 0,42 0,55 0,55 0,46 0,45
diklofenak 6 0,32 0,51 0,51 0.49 0,5
7 0,44 0,6 0,5 0,5 0,5
8 0,5 0,49 0,5 0,43 0,55
3. Kunyit 5 0,43 0,46 0,46 0,5 0,53
100mg/kgBB 6 0,33 0,46 0,36 0,39 0,43
7 0,35 0,56 0,58 0,55 0,52
8 0,55 0,51 0,45 0,44 0,51
4. Kunyit 5 0,45 0,5 0,46 0,49 0,49
300mg/kgBB 6 0,42 0,49 0,48 0,51 0,55
7 0,4 0,55 0,46 0,4 0,4
8 0,6 0,46 0,48 0,45 0,52

B. Pembahasan

Pada percobaan ini dilakukan uji antiinflamasi yang bertujuan untuk


mengenal dan mampu mempraktekkan pengujian daya antiinflamasi obat pada
hewan uji dengan radang buatan. Inflamasi merupakan respon protektif normal
terhadap jaringan luka yang dapat disebabkan baik oleh trauma fisik, zat kimia
yang rusak, maupun zat-zat mikrobiologik. Inflamasi ditandai dengan bengkak
(tumor), kemerahan (rubor), nyeri (dulor), atau panas (kalor). Adapun
mekanisme antiinflamasi bekerja apabila suatu membran sel terdapat kerusakan
dikarenakan suatu rangsangan fisik, kimiawi, maupun mekanis. Kemudian
enzim fosfolipase akan diaktifkan yang kemudian dapat mengubah fosfolipida
menjadi asam arakidonat. Asam lemak poli-tak jenuh ini kemudian akan
diubah oleh enzim siklooksigenase (COX) menjadi endoperoksida dan
sebagian menjadi prostaglandin. Enzim COX terdiri dari dua enzim yaitu
COX-1 (tromboksan dan prostasiklin) yang terdapat dijaringan antara lain di
pelat-pelat darah, ginjal dan saluran pencernaan. COX-2 (prostaglandin) yang
dalam keadaan normal tidak terdapat pada jaringan tetapi dibentuk selama
proses peradangan oleh sel radang. Oleh karena itu untuk memberikan efek anti
inflamasi, maka obat akan menghambat COX-2 (Tjay dan Rahardja, 2002).

Prinsip pada percobaan ini adalah pengukuran volume kaki tikus yang
sudah diinjeksikan penginduksi inflamasi dengan volume kaki tikus awal,
dimana kemudian dapat dihitung daya antiinflamasi dari tikus yang diberi
antiinflamasi. Pengukuran volume menggunakan alat pletismograph dengan
prinsip dasar archimedes yaitu volume yang diukur seimbang dengan volume
air raksa yang berpindah. Percobaan ini menggunakan air raksa pada alat
pletismograph karena air raksa memiliki gaya kohesi yang tinggi sehingga
partikel-partikel raksa saling tarik menarik dan tidak akan membasahi kaki
tikus yang dicelupkan ke dalam alat.

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah natrium diklofenak,


formalin, ekstrak kunyit, CMC-Na. Natrium diklofenak dalam percobaan ini
berperan dalam memberikan proses anti inflamasi dengan mekanisme kerja
menginhibisi enzim COX-1 dan COX-2. Natrium diklofenak secara teori
seharusnya mengurangi bengkak pada kaki tikus. Adapun CMC-Na digunakan
sebagai konrol negatif dan formalin digunakan sebagai penginduksi.

Rute pemberian obat pada percobaan ini dilakukan dengan cara peroral
untuk natrium diklofenak dan ekstrak kunyit, karena cepat terabsorbsi setelah
pemberian oral (onset 1-2 jam) dan mempunyai waktu paruh yang pendek
untuk natrium diklofenak. Sedangkan formalin diinjeksikan pada telapak kaki
kiri tikus secara subplantar. Subplantar dilakukan dengan menginjeksikan
sejajar dengan telapak kaki dan arahnya dari ujing jari menuju ke telapak kaki
dalam. Formalin sebagai penginduksi radang buatan diberikan secara
subplantar karena ingin dilihat inflamasi pada telapak kaki.

Pada tikus I sebagai kontrol negatif diberikan CMC-Na secara peroral


dan formalin secara subplantar. Pemberian formalin dilakukan setelah 30-40
menit anti inflamasi dapat mencapai onset terlebih dahulu. Sebelum pemberian
formalin, kaki kiri yang akan diinjeksi dilihat volumenya terlebih dahulu
sebagai Vo dan setelah diberi formalin dihitung volume kaki kiri pada menit ke
15, 30, 45, dan 60. Hasil percobaan yang didapatkan pada pemberian CMC-Na
sebagai kontrol negatif yaitu kelompok 5 mengalami penurunan sejak menit ke
15, kelompok 6 terjadi peningkatan pada menit ke-30 dan penurunan pada
menit ke-60. Kelompok 7 mengalami peningkatan pada menit ke-30 dan
penurunan pada menit ke-45, kelompok 8 mengalami penurunan pada menit
ke-30 dan mengalami kenaikan pada menit ke-45. Hal ini semua kelompok
tidak sesuai dengan teori dimana perubahan volume kaki tikus 1 pada tiap
kelompok dimana seharusnya volume udem meningkat hingga menit ke-60
karena CMC-Na tidak memiliki efek antiinflamasi. Ketidaksesuaian ini dapat
disebabkan karena pemberian subplantar formalin pada telapak kaki yang
kurang tepat sehingga formalin tidak dapar bekerja dengan baik pada kaki
tikus. Kemungkinan lain adalah adanya volume air raksa yang hilang akibat
dari pergerakan tikus yang selalu aktif sehingga mempengaruhi volume saat
pengukuran.

Pada tikus II sebagai kontrol positif diberikan Na-diklofenak yang


merupakan obat antiinflamasi yang memberi efek menurunkan pembengkakan
udem kaki tikus. Hasil percobaan yang didapatkan pada pemberian Na-
diklofenak yaitu kelompok 5 mengalami penurunan dari menit ke-15 sampai
menit ke-60, kelompok 6 mengalami penurunan pada menit ke-45 dan kembali
naik pada menit-ke 60, kelompok 7 mengalami penurunan pada menit ke-30
dan setelah itu stabil hingga menit ke-60, kelompok 8 mengalami kenaikan
pada menit ke-30, terjadi penurunan pada menit ke-45 dan kembali naik pada
menit ke-60. Dari hasil yang didapatkan hanya kelompok 5 yang sesuai dengan
teori dimana semakin lama waktunya maka pembengkakan udem kaki tikus
akan berkurang. Ketidaksesuaian ini dapat dikarenakan dosis Na-diklofenak
yang kurang tepat sehingga tidak dapat bekerja dengan baik didalam tubuh,
pemberian subplantar formalin pada kaki yang kurang tepat sehingga formalin
sebagai penginduksi inflamasi tidak dapat bekerja dengan baik, berkurangnya
air raksa akibat pergerakan kaki tikus yang terlalu aktif dan berdampak pada
terganggunya pengukuran volume udem, dan kesalahan dalam pencelupan kaki
tikus yang kurang tepat yang terlalu dalam mencelupkan kaki tikus sehingga
dapat mempengaruhi hasil yang didapat.

Pada tikus III dan tikus IV diberikan kunyit berturut-turut sebesar


100mg/kgBB tikus dan 300mg/kgBB tikus secara peroral, dengan tujuan untuk
mengetahui daya antiinflamasi dari senyawa yang terkandung dalam kunyit
serta untuk mengetahui pengaruh perbedaan dosis terhadap volume kaki udem.
Hasil percobaan yang diperoleh pada pemberian kunyit 100mg/kgBB oleh
kelompok 5 tidak mengalami penurunan volume udem dan mengalami
peningkatan hingga menit ke-60. Hasil kelompok 6 mengalami penurunan pada
menit ke-30 dan mengalami kenaikan ada menit ke-45. Hasil kelompok 7 mulai
mengalami penurunan pada menit ke-45. Dan hasil kelompok 8 mengalami
penurunan pada menit ke-15 dan mengalami kenaikan pada menit ke-30.
Menurut literatur, kurkumin pada kunyit dan senyawa semi-sintetik (natrium
kurkuminat, diasetil kurkumin, trietil kurkumin dan tetrahidro kurkumin)
mempunyai aktivitas antiinflamasi terhadap paw edema tikus. Aktvitas
farmakologi kurkumin sebagai zat antiinflamasi dapat mengurangi
pertumbuhan granuloma pada peradangan kronis dan tidak memiliki efek
toksik (Simanjutak, 2012). Hasil yang diperoleh oleh kelompok 7
menunjukkan adanya kesesuaian dengan literatur, yaitu terjadi penurunan
volume udem kaki tikus akibat adanya aktifitas antiinflamasi dari kunyit.
Aktifitas antiinflamasi dari kunyit mulai bekerja pada menit ke-45. Hasil yang
ditunjukkan oleh kelompok 5 terus mengalami peningkatan dapat diakibatkan
oleh aktifitas antiinflamasi kunyit belum mulai bekerja. Sedangkan hasil yang
diperoleh oleh kelompok 6 dan 8 menunjukkan ketidakteraturan volume udem,
sehingga tidak sesuai dengan literatur. Hal tersebut dapat disebabkan oleh
kesalahan pengukuran volume kaki menggunakan pletismograph, yang mana
batas kaki yang diukur setiap waktu pengukuran tidak sama.

Hasil percobaan yang diperoleh pada pemberian kunyit 300mg/kgBB


tikus oleh kelompok 5 dan 6 yaitu volume kaki udem mengalami penurunan
pada menit ke- 30 dan mengalami peningkatan mulai menit ke-45. Hasil untuk
kelompok 7 yaitu volume kaki udem mulai mengalami penurunan pada menit
ke-30. Dan hasil untuk kelompok 8 yaitu mengalami penurunan pada menit ke-
45 dan meningkat pada menit ke-60. Hasil kelompok 7 sesuai dengan literatur
kelompok 7 menunjukkan adanya kesesuaian dengan literatur, yaitu terjadi
penurunan volume udem kaki tikus akibat adanya aktifitas antiinflamasi dari
kunyit. Aktifitas antiinflamasi dari kunyit mulai bekerja pada menit ke-30.
Sedangkan hasil yang diperoleh oleh kelompok 5, 6, dan 8 menunjukkan
ketidakteraturan volume udem, sehingga tidak sesuai dengan literatur. Hal
tersebut dapat disebabkan juga oleh kesalahan pengukuran volume kaki
menggunakan pletismograph, yang mana batas kaki yang diukur setiap waktu
pengukuran tidak sama.

Menurut literatur, semakin besar dosis yang diberikan, semakin besar efek
yang diberikan (Winarti dan Wantiyah, 2011). Dari hasil percobaan diperoleh
bahwa daya antiinflamasi kunyit 300mg/kgBB tikus kelompok 5, 7, dan 8 lebih
besar dari larutan kunyit 100mg/kgBB tikus. Hal tersebut sesuai teori karena dosis
yang lebih besar memberikan daya antiinflamasi yang lebih tinggi. Untuk
kelompok 6 tidak sesuai literatur, karena daya antiinflamasi kunyit 300mg/kgBB
lebih kecil dari larutan kunyit 100mg/kgBB tikus.

Daya antiinflamasi Na diklofenak untuk kelompok 5, 6, 7, dan 8 lebih


kecil daripada daya antiinflamasi kunyit. Hasil yang tidak sesuai dengan literatur
dapat disebabkan oleh cara pemberian induktor subplantar pada telapak kaki tikus
yang belum tepat sehingga induktor tidak bekerja dengan baik dan juga bisa
diakibatkan oleh kesalahan pengukuran volume kaki udem dengan plestimograph.

BAB IV

KESIMPULAN

Percobaan ini dilakukan untuk mampu mengenal dan mempraktekkan


pengujian daya antiinflamasi suatu bahan alam pada hewan uji dengan induksi
radang buatan. Pada praktikum ini, antiinflamasi bahan alam yang digunakan
adalah larutan kunyit 100mg/kgBB tikus dan larutan kunyit 300mg/kgBB tikus
dengan hewan uji tikus. Prinsip percobaan ini adalah pengukuran volume kaki
tikus yang sudah diinjeksikan penginduksi inflamasi dengan volume kaki tikus
awal, dimana kemudian dapat dihitung daya antiinflamasi dari tikus yang diberi
antiinflamasi. Pengukuran volume edema menggunakan alat pletismograph
dengan prinsip dasar archimedes. Menurut literatur, semakin besar dosis yang
diberikan, semakin besar efek yang diberikan (Winarti dan Wantiyah, 2011). Dari
hasil percobaan diperoleh bahwa daya antiinflamasi kunyit 300mg/kgBB tikus
kelompok 5 dan 7 lebih besar dari kunyit 100mg/kgBB. Hal tersebut sesuai teori
karena dosis yang lebih besar memberikan daya antiinflamasi yang lebih tinggi.
Untuk kelompok 6 tidak sesuai literatur, karena daya antiinflamasi kunyit
300mg/kgBB lebih kecil dari kunyit 100mg/kgBB. Sedangkan untuk kelompok 8,
kunyit 300mg/kgBB mempunyai daya antiinflamasi yang sama dengan kunyit
100mg/kgBB.

DAFTAR PUSTAKA

Dhyantari,O., Milala,C.T. dan Widyaningsih, T. D., 2015. Efek Anti Inflamasi


dari Ekstrak Glukosantin Ceker Ayam pada Tikus Wistar Jantan yang
Diinduksi Karagen. Jurnal Pangan dan Agroindustri, 3(3): 888-895.
Marbun, E. M. A., & Restuati, M., 2015. Pengaruh Ektrak Etanol Daun Buas-
Buas (Premna pubescens Blume) sebagai Antiinflamasi pada Edema Kaki
Tikus Putih (Rattus novergicus). Jurnal Biosains, 1(3): 107-122.
Neal, M.J. 2006. Farmakologi Medis At Glance. Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit PT
Erlangga.
Riggin, L., Ramakrishna, J., Sommer, D. D., dan Koren , G., 2013. Updated Systematic
Review & Meta-Analysis Of 36 Randomized Controlled Trials, No Appanent Effects
of Non Steroidal Anti-Inflammatory Agents on The Risk of Bledding After
Tosisillectomy. Clinical Otolaryngologgy, 38: 115-129.
Simanjuntak, P., 2012. Studi Kimia dan Farmakologi Tanaman Kunyit (Curcuma
longa L) sebagai Tumbuhan Obat Serbaguna. AGRIUM: Jurnal Ilmu
Pertanian, 17(2).
Solanki, H. K., Shah, D. A., Maheriya, P. M., dan Patel, C. A., 2015. Evaluation
of Anti-Inflammatory Activity of Probiotic on Carrageenan-induced Paw
edema in Wistar rats. International Journal of Biological Macromolecules,
72: 1277-1282.
Sudiono, J. 2003. Ilmu Patofisiologi, Jakarta : EGC.
Tambayong, J. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.
Tjay, T. H. dan Rahardja. 2002. Obat-obat Penting. Edisi V. Cetakan II. Jakarta:
PT. Elex Media Komputindo Kelompok Grmedia.
Winarti, L. dan Wantiyah, W., 2011. Uji Efek Analgetika Ekstrak Rimpang Temu
Kunci (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlechter pada Mencit Jantan
Galur Swiss. Majalah Obat Tradisional (Traditional Medicine Journal),
16(1): 26-33.
LAMPIRAN

A. Dokumentasi

Penyuntikan putih telur


Penimbangan tikus Penyondean tikus
melalui subplantar

Pengukuran volume
edema dengan
pletismograf
B. Grafik

Pengaruh Pemberian CMC-Na terhadap Tikus


0.7

0.6

0.5

0.4

0.3

0.2

0.1

0
0 15 30 45 60

Kelompok 5 Kelompok 6 Kelompok 7 Kelompok 8

Pengaruh Pemberian Na-diklofenak terhadap Edema


Tikus
0.7

0.6

0.5

0.4

0.3

0.2

0.1

0
0 15 30 45 60

Kelompok 5 Kelompok 6 Kelompok 7 Kelompok 8


Pengaruh Pemberian Larutan Kunyit 100 mg/kgBB
terhadap Edema Tikus
0.7

0.6

0.5

0.4

0.3

0.2

0.1

0
0 15 30 45 60

Kelompok 5 Kelompok 6 Kelompok 7 Kelompok 8

Pengaruh Pemberian Larutan Kunyit 300 mg/kgBB


terhadap Edema Tikus
0.7

C.0.6Perhitungan
0.5

0.4

0.3

0.2

0.1

0
0 15 30 45 60

Kelompok 5 Kelompok 6 Kelompok 7 Kelompok 8


Persentasi Daya Antiinflamasi
500%

400%

300%

200%

100%

0%
Na diklofenak kunyit 100 mg/kgBB kunyit 300 mg/kgBB
-100%

-200%

-300%

Kelompok 5 Kelompok 6 Kelompok 7 Kelompok 8


C. Perhitungan

DOSIS KELOMPOK 8
1) Tikus I (kontrol negatif)

Berat : 170 gram

Diberi CMC-Na sebanyak 3 mL

2) Tikus II (kontrol positif)

Berat : 163 gram

Diberi natrium diklofenak sebanyak 0,4 mL

163𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑥 100𝑚𝑔 = 16,3 𝑚𝑔
1000𝑔𝑟𝑎𝑚

16,3𝑚𝑔
= 0,4 𝑚𝐿
40𝑚𝑔
𝑚𝐿

3) Tikus III (Kunyit 100mg/kgBB tikus)

Berat : 170 gram

Diberi kunyit 100mg/kgBB tikus sebanyak 0,2 mL

170𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑥 100𝑚𝑔 = 17𝑚𝑔
1000𝑔𝑟𝑎𝑚

17𝑚𝑔
= 0,2 𝑚𝐿
90𝑚𝑔
𝑚𝐿

4) Tikus IV (Kunyit 300mg/kgBB tikus)

Berat :195 gram

Diberi kunyit 300mg/kgBB tikus sebanyak 0,65 mL

195𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑥 300𝑚𝑔 = 51𝑚𝑔
1000𝑔𝑟𝑎𝑚
51𝑚𝑔
= 0,65𝑚𝐿
90𝑚𝑔
𝑚𝐿

%DAYA ANTIINFLAMASI

𝑈−𝐷
%Daya antiinflamasi = 𝑥 100%
𝑈

U = harga rata-rata volume udem kaki kiri karena induktor – rata-rata volume kaki
normal

D = harga rata-rata volume udem kaki kiri kelompok perlakuan – rata-rata volume
kaki normal

Kelompok 5

0,56+0,55+0,51+0,48
U= − 0,45
4

= 0,525-0,45 = 0,075

1) %daya antiinflamasi CMC Na terhadap Na diklofenak


0,55+0,49+0,46+0,45
D= − 0,42
4

= 0,4875 – 0,42
= 0,0675
0,075−0,0675
%= 𝑥 100%
0,075

= 10%
2) %daya antiinflamasi CMC Na terhadap kunyit 100mg/kgBB tikus
0,46+0,46+0,5+0,53
D= − 0,43
4

= 0,4875 – 0,43
= 0,0575
0,075−0,0575
%= 𝑥 100%
0,075

= 23,33%
3) %daya antiinflamasi CMC Na terhadap kunyit 300mg/kgBB tikus
0,50+0,46+0,49+0,49
D= − 0,45
4

= 0,485 – 0,45
= 0,035
0,075−0,035
%= 𝑥 100%
0,075

= 53,33%

Kelompok 6

0,58+0,53+0,54+0,48
U= − 0,48
4

= 0,5325-0,48 = 0,0525

1) %daya antiinflamasi CMC Na terhadap Na diklofenak

0,51+0,51+0,49+0,50
D= − 0,32
4

= 0,5025 – 0,32
= 0,1825
0,0525−0,1825
%= 𝑥 100%
0,0525

= -247,62%

2) %daya antiinflamasi CMC Na terhadap kunyit 100mg/kgBB tikus


0,46+0,36+0,39+0,43
D= − 0,33
4

= 0,41– 0,33
= 0,08
0,0525−0,08
%= 𝑥 100%
0,0525

= -52,38%
3) %daya antiinflamasi CMC Na terhadap kunyit 300mg/kgBB tikus

0,51+0,55+0,49+0,48
D= − 0,42
4

= 0,5075 – 0,42
= 0,0875
0,0525−0,0875
%= 𝑥 100%
0,0525

= -66,67%

Kelompok 7

0,4+0,53+0,42+0,4
U= − 0,34
4

= 0,4375-0,34 = 0,0975

1) %daya antiinflamasi CMC Na terhadap Na diklofenak

0,6+0,5+0,5+0,5
D= − 0,44
4

= 0,525 – 0,44
= 0,085
0,0975−0,085
%= 𝑥 100%
0,0975

= 12,82%

2) %daya antiinflamasi CMC Na terhadap kunyit 100mg/kgBB tikus

0,56+0,58+0,55+0,52
D= − 0,35
4

= 0,5525 – 0,35
= 0,2025
0,0975−0,2025
%= 𝑥 100%
0,0975

= -107,69%
3) %daya antiinflamasi CMC Na terhadap kunyit 300mg/kgBB tikus

0,55+0,46+0,4+0,4
D= − 0,4
4

= 0,4525 – 0,4
= 0,0525
0,0975−0,0525
%= 𝑥 10
0,0975

= 46,15%

Kelompok 8

0,55+0,52+0,55+0,55
U= − 0,5
4

= 0,5425-0,5 = 0,0425

1) %daya antiinflamasi CMC Na terhadap Na diklofenak

0,49+0,5+0,43+0,55
D= − 0,5
4

= 0,4925 – 0,5
= -0,0075
0,0425+0,0075
%= 𝑥 100%
0,0425

= 117,65%

2) %daya antiinflamasi CMC Na terhadap kunyit 100mg/kgBB tikus

0,51+0,45+0,44+0,51
D= − 0,55
4

= 0,4775 – 0,55
= -0,0725
0,0425+0,0725
%= 𝑥 100%
0,0425

= 270,59%
3) %daya antiinflamasi CMC Na terhadap kunyit 300mg/kgBB tikus
0,46+0,48+0,45+0,52
D= − 0,6
4

= 0,4775 – 0,6
= -0,1225
0,0425+0,1225
%= 𝑥 100%
0,0425
= 388,24%

Anda mungkin juga menyukai