Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Eliksir
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu jenis obat atau lebih
dalam pelarut air suling kecuali dinyatakan lain, dimaksud untuk
digunakan sebagai obat dalam, obat luar atau untuk dimaksukkan ke dalam
rongga tubuh. Beberapa contoh sediaan larutan adalah sirup dan eliksir
(Anief, 1993: 126). Eliksir adalah larutan oral yang mengandung etanol
90% yang berfungsi sebagai kosolven (pelarut) dan untuk mempertinggi
kelarutan obat. Kadar etanol berkisar antara 3% dan 4% dan biasanya
eliksir mengandung etanol 5-10% (Syamsuni, 2006: 118).

Menurut Sulistyowati (2010: 7), eliksir adalah suatu larutan alkoholis


dan diberi pemanis, mengandung obat dan diberi bahan pembau.
Sedangkan, menurut Dirjen POM (1978: 313), eliksir adalah sediaan
berupa larutan yang mempunyai rasa dan bau sedap, mengandung selain
obat, juga zat tambahan seperti gula atau zat pemanis lainnya, zat
pengawet, zat warna, dan zat wewangi, digunakan untuk obat dalam.
Eliksir adalah larutan hidroalkohol yang jernih dan manis dimaksudkan
untuk penggunaan vital dan biasanya diberi rasa untuk menambah
kelezatan.

Eliksir bukan obat yang digunakan sebagai pembawa tetapi eliksir obat
untuk efek terapi dari senyawa obat yang dikandungnya (Ansel, 2008:
341). Eliksir merupakan sediaan yang hidroalkohol maka dapat menjaga
obat baik yang larut dalam air etanol dalam larutan eliksir. Kadar etanol
berkisar antara 3% sampai 44% dan biasanya eliksir mengandung etanol 5-
10% (Anief, 1993: 128).

2. Pembagian Eliksir
Menurut Ansel (1989: 344), pembagian eliksir yaitu:

a. Eliksir bukan obat


Eliksir bukan obat dapat digunakan untuk ahli farmasi dalam
pembuatan resep yang dibuat segar, yang meliputi: penambahan zat-zat
obat untuk pembawa yang memberi rasa enak dan pengencer eliksir
obat yang ada. Pada tahun-tahun yang lalu, waktu ahli farmasi diminta
lebih sering meracik resep daripada sekarang, ada tiga eliksir bukan
obat yang biasa digunakan yaitu: eliksir aromatik, eliksir benzaldehid
campuran, dan eliksir iso-alkohol.
b. Eliksir obat
Eliksir obat digunakan untuk keuntungan pengobatan dari zat obat
yang ada. Umunya, eliksir-eliksir resmi yang ada diperdagangan
mengandung zat obat tunggal. Keutungan utama dari hanya satu obat
tunggal yang terkandung, bahwa dosis yang diperlukan dapat
dinaikkan atau diturunkan dengan meminum eliksir lebih banyak atau
kurang, padahal bila dua atau lebih zat obat ada dalam sediaan yang
sama, tidak mungkin meningkatkan atau menurunkan kadar suatu zat
obat yang diminum tanpa secara otomatis dan kebersamaan mengatur
dosis obat lain yang ada perubahan yang mungkin tidak diinginkan.
3. Pembuatan Eliksir
Menurut Anief (2010: 99), cara pembuatan larutan secara umum adalah
sebagai berikut:

1. Zat-zat yang mudah larut, dilarutkan dalam botol.


2. Zat-zat yang agak sukar larut, dilarutkan dengan pemanasan.
3. Untuk zat yang akan terbentuk hidrat, maka air dimasukkan dulu
dalam erlenmeyer agar tidak terbentuk senyawa hidrat yang lebih
lambat larutnya.
4. Untuk zat yang meleleh dalam air panas dan merupakan tetesan besar
dalam dasar erlenmeyer atau botol maka perlu melarutkan digoyang-
goyangkan atau dikocok untuk mempercepat larutnya zat tersebut.
5. Zat-zat yang mudah terurai pada pemanasan tidak boleh dilarutkan
dengan pemanasan atau dilarutkan secara dingin.
6. Zat-zat yang mudah menguap dipanas, dilarutkan dalam botol tertutup
dipanaskan serendah-rendahnya sambil digoyang-goyangkan.
7. Obat-obat keras harus dilarutkan tersendiri untuk meyakini apakah
sudah larut semua. Dapat dilakukan dalam tabung reaksi, kemudian
dibilas.
8. Perlu diperhatikan bahwa pemanasan hanya untuk mempercepat
larutnya suatu zat, tidak untuk menambah kelarutan. Sebab, bila
keadaan dingin akan terjadi endapan.
Eliksir biasanya dibuat dengan larutan sederhana dengan
pengocokan dan atau pencampuran dua atau lebih bahan-bahan cair.
Komponen yang larut dalam etanol dan air umumnya dilarutkan terpisah
dalam alkohol dan air yang dimurnikan berturut-turut kemudian larutan air
ditambahkan kelarutan alkohol dan sebaliknya, untuk mempertahankan
alkohol yang setinggi mungkin selamanya. Bila dua larutan selesai
dicampur, campuran dibuat volume dengan pelarut atau pembawa tertentu
(Ansel, 1989: 343).

4. Keuntungan dan Kerugian Eliksir


Keuntungan dan kerugian eliksir menurut Santosa (2014: 3), yaitu:

a. Keuntungan
1. Mudah ditelan dibanding tablet dan kapsul.
2. Rasanya enak.
3. Dosis yang diperlukan dapat dilakukan perubahan sesuai keinginan
dokter atau kebutuhan pasien apabila eliksir hanya mengandung
satu zat tunggal.
b. Kekurangan
1. Alkohol kurang baik untuk kesehatan anak karena mengandung
bahan yang mudah menguap, maka harus disimpan dalam botol
tertutup dan jauh dari sumber api.
2. Dibandingkan dengan sirup, eliksir biasanya kurang manis dan
kental karena mengandung gula lebih sedikit, maka kurang efektif
untuk menutupi rasa obat yang kurang menyenangkan.
5. Wadah dan Peyimpanan Sediaan Eliksir
Wadah diperdagangkan sering mengandung alat pengukur yang
telah dikalibrasi seperti tetesan atau sendok, untuk mempermudah orang
tua untuk menggunakan dengan tepat sesuai berat, umur, dan kondisi
pasien. Karena eliksir mengandung alkohol dan biasanya juga
mengandung beberapa minyak mudah menguap yang rusak oleh adanya
udara dan sinar, maka paling baik disimpan dalam wadah-wadah tertutup
rapat, tahan cahaya untuk menjaga terhadap temperatur berlebihan (Ansel,
1989: 342-343).
6. Ketidakstabilan Eliksir
Menurut Lachman et al (1986: 944), ketidakstabilan eliksir yaitu:

1. Biasanya bersifat voluminous (sangat besar) pada saat disimpan,


sehingga perlu dikemas pada wadah yang sesuai.
2. Untuk mencegah kristalisasi gula pada leher botol karena sirup
simpleks, maka ditambahkan sorbitol, gliserin, atau propilenglikol.
3. Untuk zat aktif yang mudah teroksidasi dapa ditambahkan anti
oksidan.

A. PRA FORMULASI
I. Tinjauan Farmakologi Bahan Obat
 Bahan Aktif : Parasetamol
1. Farmakokinetik
Kadar tertinggi parasetamol di sirkulasi darah ditemukan kira-kira
2 jam setelah pemberian per oral (Syarif et al., 2007). Waktu paruh dari
parasetamol dalam plasma adalah 1-3 jam setelah pemberian per oral (Tan
dan Kirana, 2007). Setelah dikonsumsi, 90% parasetamol dimetabolisme
menjadi inaktif secara farmakologi seperti asam glucoronik dan cystein.
Namun, 5% dari metabolisme parasetamol menjadi sebuah senyawa toxic
berupa N-acetyl-p-benzpquinone. Toxin ini dapat menyebabkan disfungsi
renal dan kegagalan sistem hepatik (Marta & Jerzy, 2014).
2. Indikasi
Meringankan sakit kepala, menurunkan demam, dan sakit gigi.

3. Kontraindikasi
Kontraindikasi pada penderita gangguan fungsi hati yang berat, penderita
hipersensitif (BPOM RI, 2015).
4. Efek Samping
Jarang terjadi efek samping, tetapi dilaporkan terjadi reaksi
hipersensitivitas, ruam kulit, kelainan darah (termasuk trombositopenia,
leucopenia, neutropenia), hipotensi juga dilaporkan pada infus (BPOM
RI, 2015).

II. Tinjauan Sifat Fisiko-Kimia Bahan Obat


 Propilenglikol (Antimikroba, pengawet)
1. Organoleptis
Bentuk cairan kental seperti sirup, tidak berwarna, tidak berbau, rasa
agak manis, higroskopis.
2. Struktur kimia dan berat molekul

Berat molekul : 58,10 g/gmol


3. Ukuran partikel, bentuk ataupun luas permukaan
Ukuran partikel : -
Bentuk : cair sedikit kental
Luas permukaan : 1,04 g/cm3
4. Kelarutan
Dapat bercampur dengan air dan etanol 90% dan klorofom, larut
dalam 6 bagian eter, tidak dapat bercampur dengan eter minyak tanah
dan dengan minyak lemak.
5. Stabilitas
Stabil pada pH 3-6, pada temperature rendah, propilen glikol stabil
bila disimpan pada wadah tertutup baik, ditempat yang sejuk dan
kering. Tetapi pada temperatur tinggi, ditempat terbuka, cenderung
mengoksidasi, sehingga menumbulkan produk seperti
propionaldehid, asam laktat, asam piruvat, asam asetat. Propilen
glikol secara kimiawi stabil ketika dicampur dengan etanol 95%,
gliserin atau air.
6. Titik lebur
Propilen glikol memiliki titik lebur 690 -700C.
7. Higroskopis
Propilen glikol bersifat higroskopis
8. Inkompatibilitas
Propilenglikol tidak kompetibel dengan reagen pengoksidasi, seperti
potassium permanganat.
 Gliserin (Penambah kelarutan)
1. Organoleptis
Tidak berwarna, tidak berbau, viskos, cairan yang higroskopis,
memiliki rasa yang manis, kurang lebih 0,6 kali manisnya dari
sukrosa.
2. Struktur kimia dan berat molekul

Berat molekul : 92,09 g/cm3


3. Ukuran partikel, bentuk ataupun luas permukaan
Ukuran partikel : -
Bentuk : cair agak kental
Luas permukaan : -
4. Kelarutan
Gliserin praktis tidak larut dengan benzene, kloroform, dan minyak,
larut dengan etanol 95%, methanol, dan air.
5. Stabilitas
Stabil pada suhu 20°C. Gliserin sebaiknay ditempat yang sejuk dan
kering.
6. Titik lebur
Titik leburnya yaitu 290 °C
7. Higroskopis : Gliserin bersifat higroskopis
Gliserin bersifat higroskopis. Yang dapat menarik kelembapan dari
udara di sekitar kita dan membantu menjaga kelembapan tersebut di
kulit.
8. Inkompatibilitas
Gliserin dapat meledak dengan kehadiran zat oksidator kuat seperti
kromium trioksida, kalium klorat, dan kalium permanganat. Gliserin
dapat membentuk kompleks dengan asam borat yaitu asam gliseborat
yang lebih kuat dari asam borat.
 Sorbitol (Wetting agent)
1. Organoleptis
Serbuk berwarna putih, butiran dan kepingan, rasa manis dan tidak
berbau.
2. Struktur kimia dan berat molekul

Berat molekul : 1 g/cm3


3. Ukuran partikel, bentuk ataupun luas permukaan
Ukuran partikel : 4,691±0,08 µm
Bentuk : serbuk putih
Luas permukaan : 1.49 g/cm3
4. Kelarutan
Sangat mudah larut dalam air, sukar larut dalam etanol 95% P, dalam
methanol P. dan dalam asetat P.
5. Stabilitas
Stabil terhadap udara higroskopis.
6. Titik lebur
Suhu lebur hablur antara 174-179°C
7. Higroskopis
Bersifat higroskopis
8. Inkompatibilitas
Sorbitol akan membentuk khelat yg larut dalam air dengan ion logam
divalent dan trivalent dalam kondisi asam dan basa kuat.
Penambahan polietilen glikol ke larutan sorbitol, dengan agitasi yang
kat, menghasilkan lilin, gel yg laruta dalam air dengan titik leleh 35-
40°C. larutan sorbitol juga bereaksi dengan besi oksida yang
menjadikannya berubah berwarna. Sorbitol meningkatkan kecepatan
degradasi penisilin dalam kondisi netral dalam air (Rowe, HOPE,
edisi V,2006).
 Etanol 70% (Pelarut)
1. Organoleptik
Cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap, mudah bergerak, bau
khas, rasa panas, mudah terbakar dengan memberikan warna biru
yang tidak berasap.
2. Struktur kimia dan Berat molekul

Berat molekul : 46,07 g/mol


3. Ukuran partikel, bentuk ataupun luas permukaan
Ukuran partikel : -
Bentuk : cair
Luas permukaan : -
4. Kelarutan
Sangat mudah larut dalam air, klroform P dan eter P
5. Stabilitas :-
6. Titik lebur : -114,1oC
7. Higroskopis :-
8. Inkompatibilitas
Dalam suasana asam etanol dapat beraksi segera dengan bahan
oksidator(Ditjen POM RI, 1979).
 Aquadest (Pelarut)
1. Organoleptis
Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa.
2. Struktur kimia dan berat molekul

Berat molekul : 18,02 g/mol


3. Ukuran partikel, bentuk ataupun luas permukaan : 0,997 g/ml
4. Kelarutan
Dapat melarutkan semua zat yang bersifat polar.
5. Stabilitas
Dapat stabil dalam semua keadaan fisika (es, caie, dan uap)
6. Titik lebur
0 °C
7. Higroskopis
Aquadest bersifat higroskopis
8. Inkompatibilitas
Dalam formulasi farmasi dapat bereaksi dengan obat dan bahan
tambahan lainnya yang mudah terhidrolisis pada temperature tinggi.
 Oleum Citri (Depkes RI, 1979 Hal 455)
1. Pemerian : Cairan, kuning pucat atau kuning kehijauan, bau khas ; rasa
pedas dan agak pahit.
2. Kelarutan : Larut dalam 12 bagian volume etanol (90%) p. Larutan
agak beropalesensi; dapat bercampur dengan etanol mutlak P
3. Kegunaan : Zat tambahan dan Pengaroma Stabilitas : Disimpan dalam
wadah tertutup rapat
III. Bentuk Sediaan, Dosis dan Cara Pemakaian
 Bentuk sediaan Eliksir
Sediaan Eliksir paracetamol tersedia dalam bentuk sirup 120 mg/5 ml X
60 ml X 1.
 Dosis
Anak berusia 7-12 tahun : 3-4 kali sehari 2 sendok teh. Anak berusia 4-6
tahun : 3-4 kali sehari 1 sendok teh. Anak berusia 1-3 tahun : 3-4 kali
sehari 1/2-1 sendok teh. Anak berusia kurang dari 1 tahun : 3-4 kali sehari
1/2 sendok the.
 Cara Pemakaian
Diminum sebelum atau sesudah makan.

Anda mungkin juga menyukai