Anda di halaman 1dari 39

FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI I

“ANALISIS EFEK OBAT ANTIPIRETIK”

LAPORAN PRAKTIKUM

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mata Kuliah Farmakologi


Toksikologi 1 Jurusan Farmasi Fakultas Olahraga dan Kesehatan

Oleh

NAMA : ALI ABDUL AZIS ALAMRI


NIM : 821418097
ASISTEN : ZULFA AMALIA ASTUTI, S.Farm

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
FARMASI
PROGRAM STUDI S-1
2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat serta
karunia-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan laporan Farmakologi dan
Toksikologi 1 yang berjudul “Analisis Efek Obat Antipiretik”.
Tak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi baik secara materi maupun secara lisan.
Dalam menyusun laporan ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang
penulis alami, namun berkat dukungan, dorongan dan semangat dari teman-teman,
sehingga penulis mampu menyelesaikannya. Penulis menyadari bahwa laporan ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun selalu Penulis harapkan agar dapat dijadikan sebagai
pembelajaran untuk kedepannya.
Harapan Penulis laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Akhir kata,
Penulis sampaikan banyak terima kasih. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi
segala usaha kami Aamiin.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Gorontalo, Mei 2020

Ali Abd Azis Alamri

i
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN...............................................................................i
KATA PENGANTAR........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
1.1 Latar belakang.............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................2
1.3 Manfaat Praktikum......................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................3
2.1 Dasar Teori..................................................................................................3
2.2 Uraian Bahan..............................................................................................6
2.3 Uraian Hewan.............................................................................................10
BAB III METODELOGI KERJA ...................................................................12
3.1 Waktu dan Tanggal Pelaksanaan................................................................12
3.2 Alat dan Bahan............................................................................................12
3.3 Cara Kerja...................................................................................................12
BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN.................................13
4.1 Hasil Pengamatan........................................................................................13
4.2 Pembahasan.................................................................................................14
BAB V PENUTUP..............................................................................................17
5.1 Kesimpulan.................................................................................................17
5.2 Saran...........................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang
kesehatan, sebagai mahasiswa farmasi sudah seharusnya mengetahui hal-hal yang
berkaitan dengan obat baik dari segi farmasetik, farmakodinamik, farmakokinetik,
dan juga dari segi farmakologi dan toksikologinya. Farmakologi sebagai ilmu
yang berbeda dari ilmu lain secara umum pada keterkaitan yang erat dengan ilmu
dasar maupun ilmu klinik sangat sulit mengerti farmakologi tanpa pengetahuan
fisiologi tubuh, biokimia, dan ilmu kedokteran klinik. Jadi, farmakologi adalah
ilmu yang menintregasikan ilmu kedokteran dasar dan menjembatani ilmu
praklinik dan klinik. Farmakologi mempunyai keterkaitan khusus dengan farmasi,
yaitu cara membuat, memformulasi, menyimpan, dan menyediakan obat.
Masyarakat saat ini sudah tidak pasif lagi dalam menanggapi situasi sakit
maupun gangguan ringan kesehatannya. Masyarakat sudah tidak segan lagi
minum obat pilihan sendiri untuk menangkal gangguan-gangguan tersebut. Obat
yang paling banyak digunakan untuk menyembuhkan atau mengurangi sakit atau
demam adalah dari golongan obat antipiretik (Anief, 1996).
Antipiretik adalah obat yang dapat menurunkan suhu tubuh pada keadaan
demam. Antipiretik mempunyai suatu efek pada termostat hipotalamus yang
berlawanan dengan zat pirogen. Penurunan demam oleh antipiretik seringkali
melalui pengurangan pembuangan panas daripada pengurangan produksi panas
(Tjay dan Rahardja, 2007). Antipiretik digunakan untuk membantu
mengembalikan suhu set point ke kondisi normal dengan cara menghambat
sintesa dan pelepasan prostaglandin E2, yang distimulasi oleh pirogen endogen
pada hipotalamus (Sweetman, 2008).
Obat ini menurunkan suhu tubuh hanya pada keadaan demam namun
pemakaian obat golongan ini tidak boleh digunakan secara rutin karena bersifat
toksik. Efek samping yang sering ditimbulkan setelah penggunaan antipiretik
adalah respon hemodinamik seperti hipotensi,gangguan fungsi hepar dan ginjal,
oliguria, serta retensi garam dan air (Hammond and Boyle, 2011).

1
Demam (pyrexia) merupakan kendali terhadap peningkatan suhu tubuh
akibat suhu set point hipotalamus meningkat. Alasan yang paling umum ketika
hal ini terjadi adalah adanya infeksi, kelainan inflamasi dan terapi beberapa obat
(Sweetman, 2008). Demam adalah keadaan dimana suhu tubuh lebih dari 37,5ºC
dan bisa menjadi manifestasi klinis awal dari suatu infeksi. Suhu tubuh manusia
dikontrol oleh hipotalamus. Selama terjadinya demam hipotalamus di reset pada
level temperatur yang paling tinggi (Dipiro, 2008)
Mengingat bahwa demam merupakan penyakit yang sering terjadi pada
masyarakat di Indonesia, maka kami melakukan percobaan untuk menguji
efektivitas obat antipiretik yang diberikan pada hewan uji mencit (Mus musculus).
1.2 Maksud dan Tujuan
1.2.1 Maksud Percobaan
Agar mahasiswa dapat memahami dan mempelajari efektivitas obat
antipiretik pada hewan uji.
1.2.2 Tujuan Percobaan
Untuk menganalisis efek obat antipiretik Paracetamol dan Ibuprofen pada
hewan uji terhadap demam yang disebabkan oleh penginduksi pepton.
1.3 Prinsip
Pengujian efek antipiretik pada obat Paracetamol dan Iboprofen berdasarkan
turunnya suhu badan mencit dan jumlah defekasi pada pemberian. Paracetamol
dan Ibuprofen yang dapat menghambat prostaglandin dan menghambat enzim
siklooksigenase.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Pengertian Demam
Demam (pyrexia) merupakan kendali terhadap peningkatan suhu tubuh
akibat suhu set point hipotalamus meningkat. Alasan yang paling umum ketika
hal ini terjadi adalah adanya infeksi, kelainan inflamasi dan terapi beberapa obat
(Sweetman, 2008 dalam Andriyani, 2017 ).
Demam adalah keadaan dimana suhu tubuh lebih dari 37,5ºC dan bisa
menjadi manifestasi klinis awal dari suatu infeksi. Suhu tubuh manusia dikontrol
oleh hipotalamus. Selama terjadinya demam hipotalamus di reset pada level
temperature yang paling tinggi (Dipiro, 2008 dalam Andriyani, 2017).
Suhu tubuh adalah cerminan dari keseimbanganan antara produksi dan
pelepasan panas, keseimbangan ini diatur oleh pengatur suhu (termostat) yang
terdapat diotak (hipotalamus). Pada orang normal thermostat diatur pada
suhu 36,5ºC-37,2°C (Hartanto, 2003 dalam Andriyani, 2017).
Demam pada umumnya diartikan suhu tubuh di atas 37,2ºC. Demam
didefinisikan sebagai suatu bentuk sistem pertahanan non spesifik yang
menyebabkan perubahan mekanisme pengaturan suhu tubuh sehingga
mengakibatkan kenaikan suhu tubuh di atas variasi sirkadian yang normal
sebagai akibat dari perubahan pusat termoregulasi yang terletak dalam
hiptalamus anterior (Nelwan, 2006 dalam Andriyani, 2017).
Suhu tubuh normal dapat dipertahankan pada perubahan suhu lingkungan,
karena adanya kemampuan pada pusat termoregulasi untuk mengatur
keseimbangan antara panas yang diproduksi oleh jaringan, khususnya oleh otot
dan hepar, dengan panas yang hilang. Mekanisme kehilangan panas yang
penting adalah vasodilatasi dan berkeringat. Berkeringat terutama menonjol saat
demam mulai turun (Dinarello dan Gelfrand 2001; Wilmana dan Gan 2007;
Ganong 2008 dalam Andriyani, 2017).
Demam yang berarti temperature tubuh di atas batas normal, dapat
disebabkan oleh kelainan di dalam otak sendiri atau oleh bahan-bahan toksik
yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu (Guyton, 2007 dalam Andriyani,
2017). Biasanya terdapat perbedaan antara pengukuran suhu di aksilla dan oral
maupun rektum. Dalam keadaan biasa perbedaan ini berkisar sekitar 0,5°C; suhu
rektal lebih tinggi dari pada suhu oral (Nelwan, 2006 dalam Andriyani, 2017).
2.1.2 Patofisiologi Demam

3
Demam terjadi oleh karena pengeluaran zat pirogen dalam tubuh. Zat
pirogen sendiri dapat dibedakan menjadi dua yaitu eksogen dan endogen.
Pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh seperti
mikroorganisme dan toksin. Sedangkan pirogen endogen merupakan pirogen
yang berasal dari dalam tubuh meliputi interleukin-1(IL-1), interleukin-6(IL-6),
dan tumor necrosing factor-alfa (TNF-A). Sumber utama dari zat pirogen
endogen adalah monosit, limfosit dan neutrophil (Guyton, 2007 dalam
Andriyani, 2017).
Seluruh substansi di atas menyebabkan sel- sel fagosit mononuclear
(monosit, makrofag jaringan atau selkupfeer) membuat sitokin yang bekerja
sebagai pirogen endogen, suatu protein kecil yang mirip interleukin, yang
merupakan suatu mediator proses imun antar sel yang penting. Sitokin – sitokin
tersebut dihasilkan secara sistemik ataupun lokal dan berhasil memasuki
sirkulasi. Interleukin-1, interleukin-6, tumor nekrosis factor a dan interferon a,
interferon ß serta interferon γ merupakan sitokin yang berperan terhadap proses
terjadinya demam. Sitokin-sitokin tersebut juga diproduksi oleh sel-sel di
Susunan Saraf Pusat (SSP) dan kemudian bekerja pada daerah preoptik
hipotalamus anterior. Sitokin akan memicu pelepasan asam arakidonat dari
membrane efosfolipid dengan bantuan enzim fosfolipase A2. Asam arakidonat
selanjutnya diubah menjadi prostaglandin karena peran dari enzim
siklooksigenase (COX, atau disebut juga PGH sintase) dan menyebabkan demam
pada tingkat pusat termoregulasi dihipotalamus (Dinarello dan Gelfrand 2001;
Fox 2002; Wilmana dan Gan 2007; Ganong 2008; Juliana 2008; Sherwood 2010
dalam dalam Andriyani, 2017).
Enzim sikloosigenase terdapat dalam dua bentuk (isoform), yaitu
siklooksigenase-1(COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2). Kedua isoform
berbeda distribusinya pada jaringan dan juga memiliki fungsi regulasi
yang berbeda. COX-1 merupakan enzim konstitutif yang mengkatalis
pembentukan prostanoid regulatoris pada berbagai jaringan, terutama pada
selaput lender traktus gastrointestinal, ginjal, platelet dan epitel pembuluh darah.
Sedangkan COX-2 tidak konstitutif tetapi dapat diinduksi, antara lain bila ada
stimuli radang, mitogenesis atau onkogenesis. Setelah stimuli tersebut lalu
terbentuk prostanoid yang merupakan mediator nyeri dan radang. Penemuan ini
mengarah kepada, bahwa COX-1 mengkatalis pembentukan prostaglandin yang
bertanggung jawabmenjalankan fungsi-fungsi regulasi fisiologis, sedangkan
COX-2 mengkatalis pembentukan prostaglandin yang menyebabkan radang
(Dachlanet al, 2001; Davey 2005 dalam dalam Andriyani, 2017).
Prostaglandin E2 (PGE2) adalah salah satu jenis prostaglandin yang
menyebabkan demam. Hipotalamus anterior mengandung banyak neuron
termosensitif. Area ini juga kaya dengan serotonin dan norepineprin
yangberperan sebagai peran antara terjadinya demam, pirogen endogen
meningkatkankonsentrasi mediator tersebut. Selanjutnya kedua monoamina ini

4
akan meningkatkan adenosine monofosfat siklik (cAMP) dan prostaglandin di
susunan saraf pusat sehingga suhu thermostat meningkat dan tubuh menjadi
panas untuk menyesuaikan dengan suhu thermostat (Dinarello dan Gelfrand
2001; Fox 2002; Wilmana dan Gan 2007; Ganong 2008; Juliana 2008; Sherwood
2010 dalam Andriyani, 2017).
2.1.3 Penyebab Demam
Demam merupakan gejala bukan suatu penyakit. Demam adalah respon
normal tubuh terhadap adanya infeksi. Infeksi adalah keadaan masuknya
mikroorganisme kedalam tubuh. Mikroorganisme tersebut dapat berupa virus,
bakteri, parasit, maupun jamur. Kebanyakan demam disebabkan oleh infeksi
virus. Demam bisa juga disebabkan oleh paparan panas yang berlebihan
(Overhating), dehidrasi atau kekurangan cairan, alergi maupun dikarenakan
gangguan system imun (Lubis, 2009 dalam Odding, 2016).
2.1.4 Penerapan Klinis
Demam pada anak dapat diukur dengan menempatkan thermometer ke
dalam rektal, mulut, telinga, serta dapat juga di ketiak segera setelah air
raksa diturunkan, selama satu menit dan dikeluarkan untuk segera
dibaca (Soedjatmiko,2005 dalam Odding, 2016).
Menurut AAP (American Academy of Pediatrics) tidak mengajurkan lagi
penggunaan thermometer kaca berisi merkuri karena kebocoran merkuri dapat
berbahaya bagi anak dan juga meracuni lingkungan. Pengukuran suhu mulut
aman dan dapat dilakukan pada usia d atas 4 tahun, karena sudah dapat
bekerjasama untuk menahan thermometer di mulut. Pengukuran ini juga lebih
akurat dibandingkan dengan suhu ketiak (aksila). Pengukuran aksila mudah
dilakukan, namun hanya menggambarkan suhu perifer tubuh yang sangat
dipengaruhi oleh vasokontriksi pembuluh darah dan keringat sehingga hasil yang
diperoleh dari pengukuran tersebut kurang akurat. Pengukuran suhu tubuh
melalui rectal cukup akurat karena lebih mendekati suhu tubuh yang sebenarnya
dan paling sedikit terpengaruh oleh suhu lingkungan, namun pemeriksaannya
tidak nyaman bagi anak-anak (Faris, 2009 dalam Odding, 2016).
Pengukuran suhu melalui telinga (Infrared Tympanic) tidak dianjurkan
karna dapat memberikan hasil yang tidak akurat sebab liang telinga masih sempit
dan basah (Lubis, 2009 dalam Odding, 2016).
Pemeriksaan suhu tubuh dengan perabaan tangan tidak dianjurkan karena
tidak akurat sehingga tidak dapat mengetahui dengan cepat jika suhu mencapai
tingkat yang membahayakan. Pengukuran suhu inti tubuh yang merupakan suhu
tubuh yang sebenarnya dapat dilakukan dengan mengukur suhu di dalam
tenggorokan atau pembuluh arteri paru. Namun hal ini sangat jarang dilakukan
karena terlalu invasih (Soedjatmoko, 2005 dalam Odding, 2016).

5
Adapun kisaran nilai normal suhu tubuh adalah :
a. Suhu oral, antara 35,5°C – 37,5°C
b. Suhu aksila, antara 34,7°C – 37,3°C
c. Suhu rectal, antara 36,6°C – 37,9°C
d. Suhu infrared tympanic, antara 35,7°C – 37,5°C
Suhu tubuh yang diukur di mulut akan lebih rendah 0,5 – 0,6°C dari suhu
rectal, dan jika suhu tubuh yang diukur di ketiak akan lebih rendah 0,8 – 1,0°C
dari suhu oral. Suhu tubuh yang diukur di timpani akan lebih rendah 0,5 –
0,6°C dari suhu ketiak.
2.1.5 Macam-macam Demam
Menurut Nelwan (2007) dalam Andriyani (2017) bahwa terdapat beberapa
tipe demam yang mungkin dijumpai, antara lain :
1. Demam septic
Pada tipe demam septik, suhu tubuh berangsur naik ke tingkat yang tinggi
sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada
pagi hari. Demam sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila
demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan juga
demam hektik.
2. Demam remiten
Pada tipe demam remiten, suhu tubuh dapat turun setiap hari tetapi tidak
pernah mencapai suhu normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat
dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat
pada demam septik.
3. Demam intermiten
Pada demam intermiten, suhu tubuh turun ke tingkat yang normal selama
beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi dua hari sekali
disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam diantara dua
serangan demam disebut kuartana.
4. Demam kontinyu
Pada demam tipe kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih
dari satu derajat.
5. Demam siklik
Pada tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu tubuh selama beberapa hari
yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang
kemudian diikutioleh kenaikan suhu seperti semula.

6
2.1.6 Mekanisme Penurunan Suhu Badan
Menurut Guyton (1983) dalam Odding (2016), mekanisme dari demam
dapat terjadi hal hal yang seperti berikut ini diantara lain adalah :
a. Vasodilatasi
Pada hamper semua area tubuh, pembuluh darah pada kulit mempunyai
kecenderungan untuk berdilatasi. Hal ini disebabkan oleh hambatan dari pusat
simpatis pada hipotalamus posterior yang menyebabkan vasokontriksi,
vasodilatasi penuh akan meningkatkan kecepatan pemindahan panas kulit
sebanyak delapan kali lipat.
b. Berkeringat
Efek dari peningkatan suhu yang menyebabkan berkeringat digambarkan
oleh garis kurva, yang memeperlihatkan peningkatan tujuan dalam kecepatan
kehilangan panas melalui evaporasi yang dihasilkan melalui keringat ketika suhu
inti tubuh meningkat di atas suhu kritis (98,6˚F). disamping itu, peningkatan suhu
tubuh sebesar 1˚C menyebabkan berkeringat cukup banyak untuk membuang
sepuluh kali kecepatan metabolisme pembentukan panas tubuh.
c. Penurunan pembentukan panas tubuh
Mekanisme yang menyebabkan pembentukan panas berlebihan, seperti
menggigil dan termogenasi kimia, dihambat dengan kuat.
2.1.7 Mekanisme Antipiretik
Antipiretik merupakan obat yang dapat menurunkan suhu tubuh akibat
demam/suhu yang lebih tinggi. Suhu normal pada manusia berada dikisaran
antara 36 – 37°C. Kebanyakan analgetik juga memberikan efek antipiretik, dan
begitupun sebaliknya antipiretik juga dapat mengurangi rasa sakit yang diderita
pasien. Masing- masing obat tergantung yang mana efek paling dominan. Salah
satu contoh Acetaminofen dan aspirin memiliki efek antipiretik yang lebih
dominan ketimbang efek analgesiknya (Anief, 1997 dalam Odding, 2016).
1. Penatalaksanaan Demam
Demam merupakan mekanisme pertahanan tubuh atau reaksi fisiologi
terhadap perubahan titik patokan di hipotalamus. Penatalaksanaan demam
bertujuan untuk merendahkan suhu tubuh yang terlalu tinggi, bukan untuk
menghilangkan demam. Penatalaksanaan demam dapat dibedakan menjadi
dua garis besar yaitu secara non farmakologi dan secara farmakologi. Akan
tetapi, diperlukan penanganan demam secara langsung oleh dokter
apabila penderita dengan umur < 3 bulan dengan suhu rectal > 38°C,
penderita dengan umur 3-12 bulan dengan suhu rectal di atas 39°C,
penderita dengan suhu > 40,5°C, dan demam dengan suhu yang tidak

7
turun- turun selama 48-72 jam (Kaneshiro & Zieve, 2010 dalam Odding,
2016).
2. Terapi Non Farmakologi
Adapun yang termasuk dalam terapi non farmakologi dari penatalaksanaan
demam menurut Kaneshiro & Zieve (2010) dalam Odding (2016) antara lain :
a. Pemberian cairan dalam jumlah banyak untuk mencegah dehidrasi dan
beristirahat yang cukup.
b. Tidak memberikan penderita pakaian panas yang berlebihan pada saat
menggigil. Memakai satu lapis pakaian dan satu lapis selimut sudah cukup
untuk memberikan rasa nyaman kepada penderita.
c. Memberikan konpres hangat pada penderita. Pemberian kompres hangat
efektif terutama setelah pemberian obat. Jangan memberikan kompres
dingin karena akan menyebabkan keadaan menggigil dan meningkatkan
kembali suhu inti tubuh
3. Terapi Farmakologi
Obat-obatan yang sering digunakan dalam mengatasi demam (antipiretik)
adalah paracetamol (Asetaminofen) dan ibuprofen. Paracetamol cepat bereaksi
dalam menurunkan panas sedangkan ibuprofen memiliki efek kerja yang lama
(Graneto, 2010 dalam Odding, 2016). Pada anak-anak, dianjurkan untuk
pemberian paracetamol sebagai antipiretik. Penggunaan OAINS tidak dianjurkan
karenakan fungsi antikoagulan dan resiko sindrom Reye pada anak-anak
(Kaushik, Pineda & Kest, 2010 dalam Odding, 2016).
2.1.8 Paracetamol (asetaminofen)
Paracetamol atau asetaminofen biasa digunakan secara luas sebagai
analgetik atau antipiretik, walaupun efek analgetik dan antipiretiknya setara
dengan aspirin, paracetamol berbeda karena tidak adanya efek anti-inflamasi
(Katzung, 2012 dalam Odding,2016).
Efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan
atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol menurunkan suhu
tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral.
Parasetamol merupakan penghambat prostaglandin yang lemah. Efekiritasi,
erosi, dan perdarahan lambung tidak terlihat pada obat ini, demikian juga
gangguan pernafasan dan keseimbangan asam basa (Wilwana dan Gan, 2007
dalam Andriyani, 2017).
Parasetamol diberikan secara oral. Penyerapan dihubungkan dengan tingkat
pengosongan perut, konsentrasi darah puncak biasanya tercapai dalam 3060
menit. Parasetamol sedikit terikat pada protein plasma dan sebagian

8
dimetabolisme oleh enzim microsomal hati dan diubah menjadi sulfat dan
glikoronida asetaminofen, yang secara farmakologis tidak aktif. Kurang dari 5%
diekskresikan dalam keadaan tidak berubah. Metabolit minor tetapi sangat aktif
(N-acetyl-p-benzoquinone) adalah penting dalam dosis besar karena efek
toksiknya terhadap hati dan ginjal. Waktu paruh asetaminofen adalah 2-3 jam
dan relative tidak terpengaruh oleh fungsi ginjal. Dengan kuantitas toksik atau
penyakit hati, waktu paruhnya dapat meningkat dua kali lipat atau lebih
(Katzung, 2012 dalam Andriyani,2017).
Parasetamol diabsorbsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna.
Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan masa paruh
plasma antara 1-3 jam (Freddy, 2007 dalam Andiyani, 2017). Parasetamol sedikit
terikat dengan protein plasma dan sebagian dimetabolisme oleh enzim mikrosom
hati dan diubah menjadi asetaminofen sulfat dan glukuronida, yang secara
farmakologi tidak aktif (Katzung, 1997 dalam Andiyani, 2017).
Reaksi alergi terhadap parasetamol jarang terjadi. Manifestasinya berupa
eritema atau urtikaria dan gejala yang lebih berat berupa demam dan lesi pada
mukosa. Methemoglobinemia dan sulfhemoglobinemia jarang menimbulkan
masalah pada dosis terapi karena hanya kira-kira1-3%Hb yang diubah menjadi
met- Hb. Penggunaan sebagaian algesic dalam dosis besar secara menahun
terutama dalam kombinasi berpotensi menyebabkan nefropati diabetic
(Wilwana dan Gan, 2007 dalam Andiyani, 2017).
Akibat dosis toksik yang serius adalah nekrosis hati. Nekrosis tubuli renalis serta
koma hipoglikemik dapat juga terjadi. Pada dosis terapi kadangkadang timbul
peningkatan ringan enzim hati dalam darah tanpa disertai ikterus; keadaan
ini reversible bila obat dihentikan (Katzung, 1997 dalam Andiyani, 2017). Pada
penggunaan kronis dari 3-4 gram sehari dapat terjadi kerusakan hati, pada dosis
di atas 6 gram mengakibatkan nekrose hati yang tidak reversible (Tjay, 2002
dalam Andiyani, 2017). Anoreksia, mual, dan muntah serta sakit perut terjadi
dalam 24 jam pertama dan dapat berlangsung selama seminggu atau lebih.
Gangguan hepar dapat terjadi pada hari kedua, dengan gejala peningkatan
aktivitas serum transaminase, laktat dehidrogenase, kadar bilirubin serum serta
pemanjangan masa protrombin. Kerusakan hati dapat mengakibatkan
ensefalopati, koma, dan kematian. Kerusakan hati yang tidak berat dapat pulih
dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan (Katzung, 2002 dalam Andiyani,
2017).
2.1.9 Ibuprofen
Ibuprofen adalah turunan sederhana dari asam fenilpropionat. Obat ini
bersifatan algesic dengan daya antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek
analgesiknya sama seperti aspirin. Efek antiinflamasinya terlihat dengan
dosis 1200-2400 mg sehari. Absorpsi ibuprofen dengan cepat melalui lambung

9
dan kadar maksimum dalam plasma dicapai setelah 1-2 jam. Waktu paruh dalam
plasma sekitar 2 jam. Sembilan puluh sembilan persen Ibuprofen terikat
dalam protein plasma. Ibuprofen dimetabolisme secara ekstensif via CYP2C8
(cytochrome P450, family 2, subfamily C, polypeptide 8) dan CYP2C9
(cytochrome P450, family2, subfamily C, polypeptide9) di dalam hati dan sedikit
diekskresikan dalam keadaan tak berubah (Katzung, 2002 dalam Andiyani,
2017).
Kira- kira 90% dari dosis yang diabsorpsi akan diekskresi melalui urin
sebagai metabolit atau konjugatnya. Metabolit utama merupakan hasil
hidroksilasi dan karboksilasi. Ibuprofen merupakan turunan asam propionate
yang berkhasiat sebagai antiinflamasi, analgetik, dan antipiretik. Efek
antiinflamasi dan analgetiknya melalui mekanisme pengurangan sintesis
prostaglandin. Efek ibuprofen terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan
aspirin, indometasin atau naproksen. Efek lainnya yang jarang seperti
eritema kulit, sakit kepala, trombositopenia, dan abliopia toksik yang
reversibel. Penggunaan ibuprofen bersama-sama dengan salah satu obat seperti
hidralazin, kaptopril, atau betabloker dapat mengurangi khasiat dari obat-obat
tersebut. Sedangkan penggunaan bersamaan dengan obat furosemide atau tiazid
dapat meningkatkan efek dieresis darikedua obat tersebut (Wilmana dan Gan,
2007 dalam Andiyani, 2017).).
Dosis sebagai analgesic 4 kali 400 mg sehari tetapi sebaiknya dosis
optimal pada tiap orang ditentukan secara individual. Ibuprofen tidak dianjurkan
diminum oleh wanita hamil dan menyusui. Dengan alasan bahwa ibuprofen
relative lebih lama dikenal dan tidak menimbulkan efek samping yang serius
pada dosis analgesik, maka ibuprofen dijual sebagai obat generic bebas
dibeberapa Negara antara lain Amerika Serikat dan Inggris. Ibuprofen tersedia di
toko obat dalam dosis lebih rendah dengan berbagai merek, salah satunya ialah
Proris® (Wilmana dan Gan, 2007 dalam Andiyani, 2017).
2.1.10 Penginduksi Demam (Pepton)
Pepton merupakan protein yang digunakan sebagai induksi demam pada
mencit. Demam dapat disebabkan gangguan otak atau akibat bahan toksik yang
mempengaruhi pusat pengaturan suhu. Protein merupakan salah satu jenis
pirogen yang dapat menyebabkan efek perangsangan terhadap pusat pengaturan
suhu sehingga menimbulkan demam. Pemerian pepton berupa serbuk, kuning
kemerahan hingga coklat, memiliki bau khas tetapi tidak busuk. Larut dalam air
membentuk larutan coklat kekuningan, bereaksi sedikit asam, tidak larut dalam
etanol dan dalam eter (Dirjen POM, 1995 dalam Odding, 2016).
Pepton merupakan derivat protein yang larut dalam air, yang didapat dari
hidrolisis parsial protein oleh asam atau enzim dalam pencernaan. Pepton juga
sering digunakan sebagai media pada pembiakan bakteri. Pepton diduga dapat

10
membentuk pirogen endogen, yang merupakan salah satu zat yang dapat
menimbulkan demam. Senyawa pepton bersifat pirogen sehingga dapat
meningkatkan suhu tubuh hewan coba. Induksi pepton umumnya menggunakan
hewan coba mencit dan setelah suhu naik dapat dilakukan pengukuran
untuk aktivitas antipiretik senyawa uji. Pepton merupakan protein yang
terhidrolisa, poten sebagai pemicu demam dan tidak mempunyai sifat toksik
(Budiman, 2010).

2.2 Uraian Bahan


2.2.1 Alkohol (Depkes, 1979) (Rowe et al, 2009) (Pratiwi, 2008)
Namaresmi : AETHANOLUM
Nama Lain : Etanol, Alkohol, Ethyl alkohol
RumusMolekul : C2H6O
BeratMolekul :  46,07g/mol
Rumusstrukrur :

Pemerian : Cairantidakberwarna,mudahmenguap, baukhas.


Kelarutan : Bercampurdengan air, praktisbercampurdengan
Pelarutorganik.
Kegunaan : Desinfektandanantiseptik
Khasiat : Sebagaidesinfektan (mencegahpertumbuhan dan
pencemaranjasadrenik) padabendamati.
Digunakanjugasebagai antiseptic
untukmenghambatmikroorganismepadajaringanhid
up
Penyimpanan : Dalamwadahtertutuprapat.
2.2.2 Aquadest (Depkes, 1979) (Pratiwi, 2008)
Namaresmi : AQUA DESTILATA
Nama Lain : Air suling
RumusMolekul :  H2O

11
BeratMolekul :  18,02 g/mol
Rumusstruktur :

Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau dan


tidak mempunyai rasa
Kelarutan : Larut dengan semua jenis larutan
Kegunaan : Sebagai pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
2.2.3 Ibuprofen (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : IBUPROFEN
Nama lain : Ibuprofen, ibuprofenas, ibuprofenox
Rumus molekul : C13H18O2
Berat molekul : 206,3g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Putih atau hampir putih, serbuk kristal atau kristal


berwarna
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam aseton,
sangat larut dalam etanol, metil alkohol, sedikit
larut
dalam etil asetat
Kegunaan : Analgesik
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Indikasi : Meredakan nyeri ringan sampai sedang, nyeri
setelah operasi, nyeri pada penyakit sendi, nyeri
otot, nyeri haid.
Kontra indikasi : Hipersensititas, wanita hamil, dam menyusui

12
Efek samping : Sakit perut, maag, diare, pusing, sakit kepala, gatal
atau ruam kulit, telinga berdenging
Interaksi obat : Peningkatan resiko efek samping ibuprofen seperti
ulkus peptikum atau perforasi saluran cerna pada
penggunaan bersama dengan antikoagulan seperti
warfarin dan heparin.
Dosis : Dewasa : 3x2 tab 200 mg, atau 3x1 tab 400 mg,
Anak : 20 mg/kgBB/hari dibagi dalam beberapa
pemberian. Untuk anak di bawah 30 kg
maksimum 500 mg/hari.
2.2.4 Paracetamol (Dirjen POM, 1979 )
Nama resmi               : ACETAMINOPHENUM
Nama lain                    :Asetminofen, Parasetamol
Rumus molekur          :C8H9NO2
Berat molekul             :151,16 g/mol.
Rumus struktur           :

Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa


pahit                   
Kelarutan :Larut dalam 17 bagian air, dalam 7 bagian etanol
(95%) P, dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagia
yang liserol P dan dalam 9 bagian propilenglikol P,
larut dalam larutan alkali hidroksida
Khasiat                       : Analgetikum, antipiratkum
Penyimpanan              : Dalam wadah tertutup baik, terlindung daricahaya
Indikasi : Nyeri ringan sampai sedang termasuk
dysmenorrhea, sakit kepala, pereda nyeri pada
osteoarthritis, dan lesi jaringan lunak demam

13
termasuk demam setelah imunisasi, serangan
migren akut, tension headache
Kontra indikasi : Gangguan fungsi hati berat, hipersensitif terhadap
paracetamol
Efek samping : Mual, nyeri perut, dan kehilangan nafsu makan
Interaksi obat : Meningkatkan resiko pendarahan jika digunakan
bersamaan dengan warfarin. Menurunkan efek
paracetamol jika digunakan dengan
carbamazepine, phenytoin, phenobarbital,
cholestyramine dan imatinib.
Dosis : Paracetamol Tablet:
Dewasa dan anak  di atas 12 tahun : 1 tablet, 3 – 4
kali sehari.
Anak-anak 6 – 12 tahun : ½ – 1, tablet 3 – 4 kali
sehari.
Paracetamol Sirup 125 mg/5 ml:
Anak usia 0 – 1 tahun : ½ sendok takar (5 mL), 3-4
kali sehari.
Anak usia 1 – 2 tahun : 1 sendok takar (5 mL), 3 –
4
kali sehari.
Anak usia 2 – 6 tahun : 1 – 2 sendok takar (5 mL),3
4 kali sehari
Anak usia 6 – 9 tahun : 2 – 3 sendok takar (5 mL),
3 – 4 kali sehari.
Anak usia 9 – 12 tahun : 3 – 4 sendok takar (5 mL),
3 – 4 kali sehari.
2.2.5Pepton (DirjenPom, 1979)
NamaResmi : Pepton
Nama Lain         : Pepetonkering

14
Pemerian : Serbukkuningkemerahansampaicoklat,
baukhastidakbusuk.
Kelarutan     : Larutdalam air,
memberikalarutanberwanacoklatkekuningan yang
bereaksiagakasam; praktistidaklarutdalametanol
(95%) p dandalameter P.
Penyimpanan      : Dalamwadahtertutuprapat

2.3 Uraian Hewan


2.2.1 Mencit (Mus musculus)
Klasifikasi Mencit (Mus musculus)
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Class : Mamalia
Sub class : Theria
Ordo : Rodentia
Sub ordo : Myomorpha
Famili : Muridae
Sub family : Murinae Mencit (Mus musculus)
Genus : Mus
Species :Mus musculus

Mencit (Mus musculus L.) memiliki ciri-ciri berupa bentuk tubuh kecil,
berwarna putih, memiliki siklus estrus teratur yaitu 4-5 hari. Kondisi ruanguntuk
pemeliharaan mencit (Mus musculus L.) harus senantiasa bersih, keringdan jauh
dari kebisingan. Suhu ruang pemeliharaan juga harus dijaga kisarannya antara 18
19ºC serta kelembaban udara antara 30-70 (Budhi Akbar, 2010) dalam (Buku

15
Tumbuhan dengan Kandungan Senyawa Aktif yang Berpotensi Sebagai Bahan
Altifertilasi.)

Mencit betina dewasa dengan umur 35-60 hari memiliki berat badan18-35
g. Lama hidupnya 1-2 tahun, dapat mencapai 3 tahun. Masa reproduksimencit
betina berlangsung 1,5 tahun. Mencit betina ataupun jantan dapatdikawinkan pada
umur 8 minggu. Lama kebuntingan 19-20 hari. Jumlah anakmencit rata-rata 6-15
ekor dengan berat lahir antara 0,5-1,5 g (Budhi Akbar, 2010) dalam (Buku
Tumbuhan dengan Kandungan Senyawa Aktif yang Berpotensi Sebagai Bahan
Altifertilasi.)

Ciri lain mencit sebagai kelompok mamalia dan subklastheria adalah,


mempunyai daun telinga (pinna), tengkorakbersendi pada tulang atlas melalui dua
condyles occipitalis, gigigigidijumpai ada hewan muda serta tua, eritrosit tidak
bernukleus, otak dengan 4 lobus opticus jumlah jari pada tiapkaki tidak lebih dari
5, ginjal tipe metanephros dan bersifat vivipar.Sebagai anggota ordo rodentia,
mencit mempunyai ciriciri:jari-jari lima masing-masing bercakar, gigi seri
padarahang atas hanya sepasang membentuk seperti pahat dantumbuh terus, tanpa
taring, testes abdominal, plasenta tipediscoidal (Rudy Angung Nugroho,2018)
dalam (Buku Mengenal Mencit Sebagai Hewan Laboratorium).

16
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Adapun alat yang digunakan adalah batang pengaduk, NGT, spoit oral,
stopwatch, termometer badan dan neraca analitik.
3.1.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan adalah Alkohol 70%, aquades, mencit
jantan dengan berat badan 20-30 gr berumur antara 6-8 minggu, Obat Paracetamol
tablet, sirup ibu profen, pepton 5% dan tisu.
3.2 Prosedur Kerja
1. Dibagi mencit menjadi 4 kelompok, masing-masing terdiri atas 3 ekor
mencit
2. Dilakukan pengukuran suhu suhu rektal awal sebelum penyunyikan
3. Diberikan penginduksi Pepton 5% 1,0 ml/200 g secara subkutan pada
masing-masing kelomok mencit
4. Diberikan larutan aquadest pada kelompok kontrol yaitu kelompok1
5. Diberikan sirop parasetamol pada kelompok II yang merupakan kelompok
parasetamol dengan dosis 1ml/20g BB mencit
6. Diberikan sirop ibuprofen kelompok III yang merupakan kelompok
ibuprofen dengan dosis 1ml/20g BB mencit
7. Diamati dan dicatat nilai melalui pengukuran suhu rektal dari menit ke-
30, 60, 90, dan 120 dengan menggunakan thermometer digital

17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Rata-rata suhu rektal mencit (°C) pada menit ke
Perlakuan Replikasi
ta t0 30° 60° 90° 120°
1 35.8 37.3 37.3 37.3 36.5 35.9
Na CMC 2 36.1 37.6 37.3 37.3 36.8 36.3
3 35.4 36.9 37.2 37.1 36.3 35.6
1 35.3 36.8 36.3 36.1 35.8 35.3
Paracetamol 2 36.3 37.8 37.3 37 36.7 36.3
3 36.5 38 37.8 37.3 36.8 36.4
1 35.4 36.9 36.6 36.3 35.8 35.4
Ibuprofen 2 35.5 37 36.8 36.3 35.8 35.6
3 35.3 36.8 36.6 36.3 35.7 35.3

Perhitungan suhu setiap kelompok perlakuan :


1. t1-t0 (30 menit)
a. Kelompok kontrol
1). Mencit satu
Diketahui : t1 = 37,3˚C

: t0 = 37,3˚C
Ditanya : t1-t0 ?
Penyelesaian : t1-t0 = 33,2˚C - 36,2˚C

= 0˚C

2). Mencit dua


Diketahui : t1 = 37,3˚C

: t0 = 37,6˚C
Ditanya : t1-t0 ?

18
Penyelesaian : t1-t0 = 37,3˚C – 37,6˚C

= -0,3˚C
3). Mencit tiga
Diketahui : t1 = 37,2˚C

: t0 = 36,9˚C
Ditanya : t1-t0 ?
Penyelesaian : t1-t0 = 37,2˚C - 36,9˚C

= 0,3˚C
b. Kelompok Obat Paracetamol
1). Mencit satu
Diketahui : t1 = 36,3˚C

: t0 = 36,8˚C
Ditanya : t1-t0 ?
Penyelesaian : t1-t0 = 36,3˚C - 36,8˚C

= -0,5˚C
2). Mencit dua
Diketahui : t1 = 37,3˚C

: t0 = 37,8˚C
Ditanya : t1-t0 ?
Penyelesaian : t1-t0 = 37,3˚C - 37,8˚C

= -0,5˚C
3). Mencit tiga
Diketahui : t1 = 37,8˚C

: t0 = 38˚C
Ditanya : t1-t0 ?
Penyelesaian : t1-t0 = 37,8˚C - 38˚C

= -0,2˚C

19
a. Kelompok Obat Ibu profen
1). Mencit satu
Diketahui : t1 = 36,6˚C

: t0 = 36,9˚C
Ditanya : t1-t0?
Penyelesaian : t1-t0 = 36,6˚C - 36,9˚C

= -0,3˚C
2). Mencit dua
Diketahui : t1 = 36,8˚C

: t0 = 37˚C
Ditanya : t1-t0?
Penyelesaian : t1-t0 = 36,8˚C - 37˚C

= -0,2˚C
3). Mencit tiga
Diketahui : t1 = 36,6˚C

: t0 = 36,8˚C
Ditanya : t1-t0?
Penyelesaian : t1-t0 = 36,6˚C - 36,8˚C

= -0,2˚C
1. t2-t1 (60 menit)
a. Kelompok kontrol
1) Mencit satu
Diketahui : t2 = 37,3˚C

: t1 = 37,3˚C
Ditanya : t2-t1?
Penyelesaian : t2-t1 = 37,3˚C – 37,3˚C

= 0˚C
2) Mencit dua

20
Diketahui : t2 = 37,3˚C

: t1 = 37,3˚C
Ditanya : t2-t1?
Penyelesaian : t2-t1 = 37,3˚C – 37,3˚C

= 0˚C
3) Mencit tiga
Diketahui : t2 = 37,1˚C

: t1 = 37,2˚C
Ditanya : t2-t1?
Penyelesaian : t2-t1 = 37,1˚C – 37,2˚C

= -0,1˚C
b. Kelompok Paracetamol
1) Mencit satu
Diketahui : t2 = 36,1˚C

: t1 = 36,3˚C
Ditanya : t2-t1 ?
Penyelesaian : t2-t1 = 36,1˚C - 36,3˚C

= -0,2˚C
2) Mencit dua
Diketahui : t2 = 37˚C

: t1 = 37,3˚C
Ditanya : t2-t1?
Penyelesaian : t2-t1 = 37˚C – 37,3˚C

= -0,3 ˚C
3) Mencit tiga
Diketahui : t2 = 37,3˚C

: t1 = 37,8˚C

21
Ditanya : t2-t1?
Penyelesaian : t2-t1 = 37,3˚C – 37,8˚C

= -0,5˚C
c. Kelompok Ibu Profen
1) Mencit satu
Diketahui : t2 = 36,3˚C

: t1 = 36,6˚C
Ditanya : t2-t1 ?
Penyelesaian : t2-t1 = 36,3˚C – 36,6˚C

= -0,3˚C
2) Mencit dua
Diketahui : t2 = 36,3˚C

: t1 = 36,8˚C
Ditanya : t2-t1 ?
Penyelesaian : t2-t1 = 36,3˚C – 36,8˚C

= -0,5˚C
3) Mencit tiga
Diketahui : t2 = 36,3˚C

: t1 = 36,6˚C
Ditanya : t2-t1 ?
Penyelesaian : t2-t1 = 36,3˚C – 36,6˚C

= -0,3˚C

2. t3-t2 (90 menit)


a. Kelompok kontrol
1) Mencit satu
Diketahui : t3 = 36,5˚C

: t2 = 37,3˚C

22
Ditanya : t3-t2 ?
Penyelesaian : t3-t2 = 36,5˚C – 37,3˚C

= -0,8˚C
2) Mencit dua
Diketahui : t2 = 36,8˚C

: t1 = 37,3˚C
Ditanya : t2-t1 ?
Penyelesaian : t2-t1 = 36,8˚C – 37,3˚C

= -0,5˚C
3) Mencit tiga
Diketahui : t2 = 36,3˚C

: t1 = 37,1˚C
Ditanya : t2-t1 ?
Penyelesaian : t2-t1 = 36,3˚C – 37,1˚C

= -0,8˚C

b. Kelompok Paracetamol
1) Mencit Satu
Diketahui : t3 = 35,8˚C

: t2 = 36,1˚C
Ditanya : t3-t2 ?
Penyelesaian : t3-t2 = 35,8˚C – 36,1˚C

= -0,3˚C
2) Mencit dua
Diketahui : t2 = 36,7˚C

: t1 = 37˚C
Ditanya : t2-t1 ?

23
Penyelesaian : t2-t1 = 36,7˚C – 37˚C

= -0,3˚C
3) Mencit tiga
Diketahui : t2 = 36,8˚C

: t1 = 37,3˚C
Ditanya : t2-t1 ?
Penyelesaian : t2-t1 = 36,8˚C – 37,3˚C

= -0,5˚C

c. Kelompok Ibu Profen


1) Mencit Satu
Diketahui : t3 = 35,8˚C

: t2 = 36,3˚C
Ditanya : t3-t2 ?
Penyelesaian : t3-t2 = 35,8˚C – 36,3˚C

= -0,5˚C
2) Mencit dua
Diketahui : t3 = 35,8˚C

: t2 = 36,3˚C
Ditanya : t3-t2 ?
Penyelesaian : t3-t2 = 35,8˚C – 36,3˚C

= -0,5˚C
3) Mencit tiga
Diketahui : t3 = 35,7˚C

: t2 = 36,3˚C
Ditanya : t3-t2 ?
Penyelesaian : t3-t2 = 35,8˚C – 36,3˚C

24
= -0,6˚C
3. t4-t3 (120 menit)
a.kelompok control
1) mencit Satu
Diketahui : t4 = 35,9˚C

: t3 = 36,5˚C
Ditanya : t4-t3 ?
Penyelesaian : t3-t2 = 35,9˚C – 36,5˚C

= -0,6˚C
2) mencit dua
Diketahui : t4 = 36,3˚C

: t3 = 36,8˚C
Ditanya : t4-t3 ?
Penyelesaian : t4-t3 = 36,3˚C – 36,8˚C

= -0,5˚C
3) mencit tiga
Diketahui : t4 = 35,6˚C

: t3 = 36,3˚C
Ditanya : t4-t3 ?
Penyelesaian : t4-t3 = 35,6˚C – 36,3˚C

= -0,7˚C
a. kelompok paracetamol
1) mencit Satu
Diketahui : t4 = 35,3˚C

: t3 = 35,8˚C
Ditanya : t4-t3 ?
Penyelesaian : t4-t3 = 35,3˚C – 35,8˚C

25
= -0,5˚C
2) mencit dua
Diketahui : t4 = 36,3˚C

: t3 = 36,7˚C
Ditanya : t4-t3 ?
Penyelesaian : t4-t3 = 36,3˚C – 36,7˚C

= -0,4˚C
3) mencit tiga
Diketahui : t4 = 36,9˚C

: t3 = 36,8˚C
Ditanya : t4-t3 ?
Penyelesaian : t4-t3 = 36,9˚C – 36,8˚C

= 0,1˚C
b. kelompok ibuprofen
1) mencit satu
Diketahui : t4 = 35,4˚C

: t3 = 35,8˚C
Ditanya : t4-t3 ?
Penyelesaian : t4-t3 = 35,4˚C – 35,8˚C

= -0,4˚C
2) mencit dua
Diketahui : t4 = 35,6˚C

: t3 = 35,8˚C
Ditanya : t4-t3 ?
Penyelesaian : t4-t3 = 35,6˚C – 35,8˚C

= -0,2˚C
3) mencit tiga

26
Diketahui : t4 = 35,3˚C

: t3 = 35,7˚C
Ditanya : t4-t3 ?
Penyelesaian : t4-t3 = 35,3˚C – 35,7˚C

= -0,4˚C

Perhitungan konversi dosis :


1. Konversi dosis tablet paracetamol
a) Dosis lazim paracetamol untuk manusia = 500 mg
b) Konversi dosis untuk BB 20 gr = Dosis lazim x Faktor konversi
= 500 mg x 0,0026
= 1,3 mg

c) Untuk mencit dengan berat 25 gr = x 1,3 mg

= 1,625 mg
a) Dosis ini diberikan dalam volume = 1 ml
b) Dibuat larutan persediaan sebanyak = 20 ml

c) Jumlah paracetamol yang ditimbang = x 1,625 mg

= 32,5 mg = 0,0325 gr

d) % kadar paracetamol = x 100%

= 0,1625%
e) Berat 1 tablet = 0,8955 gr = 895,5 mg

f) Berat serbuk yang ditimbang = x 895,5 mg

= 58,2075 mg = 0,0582 gr

27
2. Konversi dosis sirup ibuprofen
Dosis lazim ibuprofen untuk manusia = 100 mg / 5 ml
a) Konversi dosis untuk BB 20 gr = Dosis lazim x Faktor konversi
= 100 mg x 0,0026
= 0,26 mg

a) Untuk mencit dengan berat 20 gr = x 0,26 mg

= 0,26 mg
b) Dosis ini diberikan dalam volume = 1 ml
c) Dibuat larutan persediaan sebanyak = 20 ml

d) Jumlah ibuprofen yang ditimbang = x 0,26 mg

= 5,2 mg = 0,0052 gr

e) % kadar paracetamol = x 100%

= 0,026 %
f) Konsentrasi sirup ibuprofen = 100 mg / 5 ml
g) Ibuprofen yang dibutuhkan = 5,2 mg

h) Ibu profen yang diambil = x 5 ml

= 0,26 ml
Perubahan suhu setiap kelompok perlakuan
Kelompok perlakuan
Waktu Menit ke
Na CMC Paracetamol Ibu profen
t0 Suhu demam 36,2 36,3 36,5
t1 15 -3 -3,8 -3,7
t2 30 -0,9 -0,3 -0,3
t3 45 -1,5 -0,2 -1,5

28
4.2 Pembahasan
Antipiretik digunakan untuk membantu mengembalikan suhu set point ke
kondisi normal dengan cara menghambat sintesa dan pelepasan prostaglandin E2
yang sistimulasi oleh pirogen endogen pada hipotalamus. Demam merupakan
kendali terhadap peningkatan suhu tubuh akibat suhu set point hipotalamus
meningkat, alasan yang paling umum ketika hal ini terjadi adalah adanya infeksi,
kelainan inflamasi dan beberapa obat (Sweetman, 2008).
Pada praktikum kali ini, dilakukan percobaan pada mencit sejumlah 9
ekor dan dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok kontrol, kelompok yang
diberikan obat paracetamol, dan kelompok yang diberikan sirup ibu profen.
Sebelum melakukan percobaan praktikum semua alat yang akan di gunakan
di bersihkan dengan alkohol 70%, karena menurut Dirjen POM (1979) Alkohol 70%
dapat berfungsi sebagai antiseptik dan desinfektan. Kemudian masing-masing mencit
ditimbang dan dilakukan perhitungan dosis. Setelah ditentukan dosis, masing-
masing kelompok mencit yang telah ditimbang diberikan penginduksi pepton 5%
sebanyak 1,0 ml/200g secara subkutan. Menurut Gayton V Hall (2008), pada
dasarnya induksi demam berasal dari infeksi zat atau benda asing dalam tubuh
yang menyebabkan respon sistem imun pada sel-sel fagosit untuk mengeliminasi
zat tersebut. Didalam prosesnya, benda asing yang masuk ke tubuh sebagian besar
menjadi protein. Sebagian besar menjadi protein dan hasil pemecahan protein
menyebabkan peningkatan set point pada thermostat hipotalamus sehingga terjadi
peningkatan suhu tubuh. Menurut Rainsfork (2003), alasan dipilih pepton 5%,
karena pada konsentrasi ini akan terjadi peningkatan suhu.
Dari data yang didapat, terlihat bahwa obat paracetamol dan ibuprofen
masing-masing mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan dengan Na
CMC yang merupakan kontrol negatif. Obat-obatan yang sering digunakan dalam
mengatasi demam (antipiretik) adalah paracetamol (Asetaminofen) dan ibuprofen.
Paracetamol cepat bereaksi dalam menurunkan panas sedangkan ibuprofen
memiliki efek kerja yang lama (Graneto, 2010).

29
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa obat ibu profen dan
obat paracetamol dapat memberikan efek antipiretik yang ditandai dengan adanya
penurunan suhu yang signifikan terhadap kelompok mencit. Hal ini sesuai dengan
definisi dari antipiretik yakni obat yang dapat menurunkan suhu tubuh pada
keadaan demam. Antipiretik mempunyai suatu efek pada termostat hipotalamus
yang berlawanan dengan zat pirogen. Penurunan demam oleh antipiretik
seringkali melalui pengurangan pembuangan panas daripada pengurangan
produksi panas.

5.2 ` Saran
5.2.1 Untuk Jurusan
Untuk kelancaraan praktikum berikutnya sebaiknya fasilitas dan penuntun
praktikan yang digunakan dalam praktek lebih dilengkapi agar hasil yang
diperoleh dalam pengambilan data lebih maksimal dan kesalahan dalam
pengambilan data berkurang.
5.2.2 Untuk Jurusan
Sebaiknya alat-alat yang ada dilboratorium lebih diperhatikan dan dirawat
lagi agar saat praktikum bisa dipergunakan dengan baik maksimal tanpa ada
kekurangan.
5.2.3 Untuk Asisten
1. Diharapkan agar kerja sama antara asisten dan praktikan lebih ditingkatkan
dan asisten juga harus banyak memberi wawasan praktikan.
2. Hubungan antara asisten dengan praktikan diharapkan selalu terjaga
keharmonisannya agar dapat tercipta suasana kerja sama yang baik.
5.2.4 Untuk Praktikan

30
1. Untuk praktikan diharapkan banyak menguasai materi mengenai objek
yang digunakan untuk praktikum.
2. Praktikan diharapkan dapat tepat waktu.
3. Praktikan diharapkan dapat bekerja sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan agar mendapatkan hasil yang maksimal.

31
DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Budhi. 2010. Tumbuhan Dengan Kandungan Senyawa Aktif Yang


Berpotensi Sebagai Bahan Antifertilitas .Jakarta : Adabia Press pp 6-7
Anief, Mof.1997.Formulasi Obat Topical Dengan Dasar Penyakit Kulit. Cetakan
Pertama. Yogyakarta: Penerbit Gadjah Mada University Prees. Dalam
Jurnal Anwar, Hairil. 2016. Uji Aktivitas Antipiretik Ekstrak Daun Srikaya
(Annona squamosa Linn.) Terhadap Mencit (Mus musculus) Jantan.
Makassar : Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Anwar, A. 2016. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : PT. Mutiara
Sumber Widya
Brown, J. H. and V. P Schmitt.1984. Equine Stable Management. William
Collings Sons & Co, Ltd. London
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik
Ganong, William, f.2002.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. Dalam
Jurnal Anwar, Hairil. 2016. Uji Aktivitas Antipiretik Ekstrak Daun Srikaya
(Annona squamosa Linn.) Terhadap Mencit (Mus musculus) Jantan.
Makassar : Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Graneto, J. W. 2010. Pediatric Fever. Chicago College Of Osteopathic Medicine
Of Midwestern University
Guyton, A. C. 1983. Buku Teks Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Dalam Jurnal Anwar, Hairil. 2016. Uji Aktivitas
Antipiretik Ekstrak Daun Srikaya (Annona squamosa Linn.) Terhadap
Mencit (Mus musculus) Jantan. Makassar : Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar.
Ibrahim, N. et al. 2014. Typical Teaching Methode Apllied in Chemistry
Experiment. Pearson education, Inc, Publishing Allyv & Bacon
Kaneshiro N. K. and Zieve D. 2010. Fever. University of Washington. Dalam
Jurnal Anwar, Hairil. 2016. Uji Aktivitas Antipiretik Ekstrak Daun Srikaya
(Annona squamosa Linn.) Terhadap Mencit (Mus musculus) Jantan.
Makassar : Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Lubis, Namora Lumongga. 2009. Depresi Tinjauan Psiologi. Jakarta: Kencana
Prenada Media Grup. Dalam Jurnal Anwar, Hairil. 2016. Uji Aktivitas
Antipiretik Ekstrak Daun Srikaya (Annona squamosa Linn.) Terhadap
Mencit (Mus musculus) Jantan. Makassar : Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar.
Malole, M. B. M. dan Pramono, C. S. U. 1989. Penggunaan Hewan –Hewan
Coba Percobaan Di Laboratorium. Bogor: Pusat Antar Universitas
Bioteknologi, IPB. Dalam Jurnal Anwar, Hairil. 2016. Uji Aktivitas
Antipiretik Ekstrak Daun Srikaya (Annona squamosa Linn.) Terhadap
Mencit (Mus musculus) Jantan. Makassar : Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar.
Nelwan, R.H.H., Sudoyo, A.W. 2006. Demam: Tipe dan Pendekatan Dalam:,
Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keempat Jilid Ketiga.
Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Dalam Jurnal
Anwar, Hairil. 2016. Uji Aktivitas Antipiretik Ekstrak Daun Srikaya
(Annona squamosa Linn.) Terhadap Mencit (Mus musculus) Jantan.
Makassar : Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Nugroho, Rudy Agung. 2018. Mengenal Mencit Sebagai Hewan Laaboratorium.
Samarinda: Mulawarman University Press.
Pratiwi. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga.

Rowe, RC, et al. 2009. Hanbook Of Pharmaceutical Excipient 6th Ed. London:
Pharmaceutical Press.
Soedjatmiko, 2005. Penanganan Demam Pada Anak Secara Profesional. Dalam
Tumbelaka, et al, Editor. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu
Kesehatan Anak XLVII. Cetakan Pertama. Jakarta: FKUI-RSCM., 32-41
Soeparman. 1987.Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Jakarta: FKUI. Dalam Jurnal
Anwar, Hairil. 2016. Uji Aktivitas Antipiretik Ekstrak Daun Srikaya
(Annona squamosa Linn.) Terhadap Mencit (Mus musculus) Jantan.
Makassar : Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Sherwood, L.2001.Fisiologi Manusia; dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Dalam Jurnal Anwar, Hairil. 2016. Uji Aktivitas Antipiretik Ekstrak Daun
Srikaya (Annona squamosa Linn.) Terhadap Mencit (Mus musculus)
Jantan. Makassar : Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Tjay, t. h. rahardja. K.2002.Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan Dan Efek-
Efek Sampingnya. Edisi VI. Jakarta: penerbit PT. elex media komputindo.
Dalam Jurnal Anwar, Hairil. 2016. Uji Aktivitas Antipiretik Ekstrak Daun
Srikaya (Annona squamosa Linn.) Terhadap Mencit (Mus musculus)
Jantan. Makassar : Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
LAMPIRAN
1. Skema Kerja Antipiretik

Mencit (Mus
musculus)

- Dibagi mencit menjadi 4 kelompok, masing-masing terdiri


atas 3 ekor mencit
- Dilakukan pengukuran suhu suhu rektal awal sebelum
penyunyikan
- Diberikan penginduksi Pepton 5% 1,0 ml/200 g secara
subkutan pada masing-masing kelomok mencit
- Diberikan larutan aquadest pada kelompok kontrol yaitu
kelompok1
- Diberikan sirop parasetamol pada kelompok II yang
merupakan kelompok parasetamol dengan dosis 1ml/20g
BB mencit
- Diberikan sirop ibuprofen kelompok III yang merupakan
kelompok ibuprofen dengan dosis 1ml/20g BB mencit
- Diamati dan dicatat nilai melalui pengukuran suhu rektal
dari menit ke-30, 60, 90, dan 120 dengan menggunakan
thermometer digital

Hasil data Antipirtik


yang diperoleh

Anda mungkin juga menyukai