Anda di halaman 1dari 31

LABORATORIUM FARMAKOLOGI - II DIPLOMA - III

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tingkat demam tidak selalu menunjukkan keseriusan kondisi yang

mendasarinya. Suatu penyakit ringan dapat menyebabkan demam tinggi, dan

penyakit yang lebih serius dapat menyebabkan demam rendah. Sejumlah

obat demam tersedia, yang berfungsi untuk menurunkan demam dan

biasanya demam akan hilang dalam beberapa hari. Walaupun demam sering

dikonotasikan negatif, demam tampaknya memainkan peran kunci dalam

membantu tubuh anda melawan sejumlah infeksi, inilah yang disebut

homeostatik.

Antipiretik adalah obat yang dapat menurunkan panas atau untuk obat

mengurangi suhu tubuh (suhu tubuh yang tinggi). Hanya menurunkan

temperatur tubuh saat panas dan tidak berefektif pada orang normal. Dapat

menurunkan panas karena dapat menghambat prostatglandin pada CNS.

Mekanisme kerja obat antipiretik yaitu bekerja dengan cara

menghambat produksi prostaglandin di hipotalamus anterior (yang

meningkat sebagai respon adanya pirogen endogen).

Daya antipiretik dari obat-obat tersebut berdasarkan rangsangan

terhadap pusat pengatur kalor di hipotalamus, yang mengakibatkan

vasodilatasi primer (di kulit) dengan bertambahnya pengeluaran kalor yang

disertai keluarnya banyak keringat.

AKADEMI FARMASI BINA HUSADA


LABORATORIUM FARMAKOLOGI - II DIPLOMA - III

Adapun hal yang melatarbelakangi dari percobaan ini yaitu untuk

mengetahui efek obat-obat antipiretik yang paling baik untuk digunakan

sebagai pengobatan. Sehingga kedepannya penggunaan obat antipiretik

dapat lebih baik dan rasional.

B. Maksud dan Tujuan


1. Maksud Percobaan
Untuk mengetahui efektifitas penggunaan beberapa obat antipiretik

dalam menurunkan demam terhadap hewan coba kelinci (Oryctolagus

cuniculus).
2. Tujuan Percobaan
Untuk menentukan efek antipiretik yang optimal dari beberapa

sediaan yang di berikan pada hewan coba kelinci (Oryctolagus

cuniculus).
3. Prinsip Percobaan
Uji dari efek antipiretik didasarkan pada pengukuran penurunan

suhu tubuh kelinci pada menit ke-15, 30, dan 60 setelah pemberian oral

suspensi antipiretik, dimana 15 menit sebelumnya telah diberikan

penginduksi demam untuk menaikan suhu tubuh kelinci dari suhu

normalnya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

AKADEMI FARMASI BINA HUSADA


LABORATORIUM FARMAKOLOGI - II DIPLOMA - III

A. Demam

Demam adalah keadaan ketika suhu tubuh meningkat melebihi suhu

tubuh normal. Demam adalah istilah umum, dan beberapa istilah lain yang

sering digunakan adalah pireksia atau febris. Apabila suhu tubuh sangat

tinggi (mencapai 40C), demam disebut hipetermi. Demam, yang berarti

suhu tubuh di atas batas normal biasa, dapat disebabkan oleh kelainan dalam

otak sendiri atau oleh zat toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu,

penyakit-penyakit bakteri, tumor otak, atau dehidrasi. Banyak protein,

pemecahan protein, dan zat-zat tertentu lain, seperti toksin lipopolisakarida

yang disekresi oleh bakteri dapat menyebabkan titik setel termostat

hipotalamus meningkat. Zat-zat yang menyebabkan efek ini dinamakan

pirogen. Terdapat pirogen yang disekresikan oleh bakteri toksik atau pirogen

yang dikeluarkan dari degenerasi jaringan tubuh yng menyebabkan demam

selama sakit. Bila titik setel termostat hipotalamus meningkat lebih tinggi

dari normal, semua mekanisme untuk meningkatkan suhu tubuh bekerja,

termasuk konservasi panas dan peningkatan pembentukan panas. Dalam

beberapa jam setelah termostat diubah ke tingkat yang lebih tinggi, suhu

tubuh juga mencapai tingkat tersebut (Guyton, 1997).

Suhu badan diatur oleh keseimbangan antara produksi dan hilangnnya

panas. Pengatur suhu tubuh berada di hipotalamus. Pada keadaan demam

keseimbangan ini terganggu tetapi dapat kembalikan kenormal oleh obat

mirip aspirin. Ada bukti bahwa peningkatan suhu pada keadaan patologik

diawali pelepasan suatu zat pirogen endogen atau sitokain misalnya

AKADEMI FARMASI BINA HUSADA


LABORATORIUM FARMAKOLOGI - II DIPLOMA - III

inerleukin-1 (L-1) yang memicu pelepasan prostaglandin (PG) yang

berlebihan di daerah preoptik hipotalamus. Selain itu, PGE2 terbukti

menimbulkan demam setelah di infuskan ke ventrikel serebral atau

disuntikkan kedaerah hipotalamus. Obat mirip aspirin menekan efek zat

pirogen endogen dengan menghambat sintesis PG. Demam yang timbul

akibat pemberian PG tidak dipengaruhi, demikian pula peningkatan suhu

oleh sebab lain misalnya latihan fisik (Gunawan, 2007).


B. Antipiretik
Antipiretik adalah zat-zat yang dapat mengurangi suhu tubuh. Anti

inflamasi adalah obat atau zat-zat yang dapat mengobati peradangan atau

pembengkakan. Obat analgesik antipiretik serta obat anti inflamasi non

steroid (OAINS) merupakan suatu kelompok obat yang heterogen bahkan

beberapa obat sangat berbeda secara kimia.Walaupun demikian obat-obat

ternyata memiliki banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek

samping.Prototipo obat golongan ini adalah aspirin, karna itu banyak

golongan dalam obat ini sering disebut obat mirip aspirin. Klasifikasi

kimiawi OAINS sebenarnya tidak banyak manfaat kimianya karena ada

OAINS dari subgolongan yang sama memiliki sifat yang berbeda.

Sebaliknya OAINS yang berbeda subgolongan tapi memiliki sifat yang

serupa (Anonim, 2012).

Suhu badan diatur oleh keseimbangan antara produksi dan hilangnya

panas. Alat pengatur suhu tubuh berada dihipotalamus. Pada keadaan

demam keseimbangan ini terganggu tetapi dapat dikembalikan kenormal

oleh obat mirip aspirin. Ada bukti bahwa peningkatan suhu tubuh pada

AKADEMI FARMASI BINA HUSADA


LABORATORIUM FARMAKOLOGI - II DIPLOMA - III

keadaan patalogik diawali penglepasan suhu zat pirogen endogen atau

sitokin misalnya (L-1) yang memacu penglepasan Prostaglandin yang

berlebih dari daerah preoptik hipotalamus. Selain itu PGE 2 terbukti

menimbulkan demam setelah diinfuskan ke ventrikel serebral atas

disuntikan ke daerah hipotalamus. Obat mirip aspirin menekan efek zat

pirogen endogen dengan menghambat sintesis PG. Demam yang timbul

akibat pemberian PG tidak dipengaruhi, demikian pula peningkatan suhu

oleh sebab lain misalnya latihan fisik (Gunawan, 2007).

Demam terjadi jika set-point pada pusat pengatur panas di

hipotalamus anterior meningkat. Hal ini dapat disebabkan oleh sintesis

PGE2, yang di rangsang bila suatu zat penghasil demam endogen (pirogen)

seperti stokin dilepaskan dari sel darah putih yang diaktivasi oleh infeksi,

hipersensitivitas, keganasan, atau inflamasi. Salisilat menurunkan suhu

tubuh penderita demam dengan jalan menghalangi sintesis dan pelepasan

PGE2. Aspirin mengembalikan termostat kembali ke normal dan cepat

menurunkan suhu tubuh penderita demam dengan meningkatkan pengaruh

panas sebagai akibat vasodilatasi perifer dan berkeringat. Aspirin tidan

mempunyai efek pada suhu tubuh normal (Mary J, 2000).

Macam-macam obat antipiretik antara lain sebagai berikut :

1. Benorylate

AKADEMI FARMASI BINA HUSADA


LABORATORIUM FARMAKOLOGI - II DIPLOMA - III

Benorylate adalah kombinasi dari parasetamol dan ester aspirin.

Obat ini digunakan sebagai obat antiinflamasi dan antipiretik.Untuk

pengobatan demam pada anak obat ini bekerja lebih baik dibandingkan

dengan parasetamol dan aspirin dalam penggunaan yang terpisah.

Karena obat ini derivat dari aspirin maka obat ini tidak boleh digunakan

untuk anak yang mengidap sindrom reye.

2. Fentanyl

Fentanyl termasuk golongan analgesik narkotika. Analgesik

narkotika digunakan sebagai penghilang nyeri. Dalam bentuk sediaan

ijeksi IM (Intra Muskular) fentanyl digunakan untuk menghilangkan

sakit yang disebabkan kanker.

3. Piralozon
Di pasaran piralozon terdapat dalam antalgin, neuralgin, dan

novalgin. Obat ini amat manjur sebagai penurun panas dan penghilang

rasa nyeri. Namun piralozon diketahui menimbulkan efek berbahaya

yakni agranulasitosis (berkurangnya sel darah putih), karena itu

penggunaan analgesik yang mengandung piralozon perlu disertai resep

dokter (Anonim, 2012).

C. Uraian Hewan Uji Kelinci (Oryctolagus cuniculus)


1. Anatomi Kelinci

Kelinci berpunggung melengkung dan berekor pendek.

Kepalanya kecil dan daun telinga tegak. Kelinci memiliki bibir yang

bagian atasnya terbelah dan tersambung hingga hidung. Telinga kelinci

AKADEMI FARMASI BINA HUSADA


LABORATORIUM FARMAKOLOGI - II DIPLOMA - III

besar dan banyak terdapat darah. Oleh karena itu, jika membawa kelinci

diusahakan jangan memegang telinganya, karena akan kesakitan

(Anonim, 2011).

Sebagai hewan herbivora, kelinci menyukai makanan berupa

rumput-rumputan yang hijau dan segar. Gigi kelinci tergolong unik,

sebab gigi akan terus tumbuh sepanjang usia. Apabila tidak dibatasi

maka gigi akan semakin panjang, dengan cara disediakan makanan yang

keras dan sepotong kayu sebagai sarana untuk mengasah gigi dan

kukunya. Di alam kelinci hidup secara bebas dan sebaliknya diberikan

ruang gerak yang memadai (Anonim, 2011).

Kaki belakang kelinci lebih panjang dan kuat dibandingkan

dengan kaki depannya. Kaki depan berjari dan berkuku lima, sedangkan

kaki belakangnya berkuku empat. Kelinci yang berumur di bawah 4

bulan boleh dipelihara lebih dari satu ekor dalam kandang, tetapi bila

telah dewasa harus disendirikan. Hal ini berkaitan dengan tingkah laku

reproduktif kelinci yang dapat menimbulkan kematian karena persaingan

atau perkelahian. Kondisi sekitar kandang juga sangat mempengaruhi, di

mana kondisi sejuk akan membantu kelinci lebih aktif dan nafsu makan

meningkat (Merdeka, 2006).

2. Klasifikasi Kelinci

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mamalia

AKADEMI FARMASI BINA HUSADA


LABORATORIUM FARMAKOLOGI - II DIPLOMA - III

Ordo : Logomorpha

Famili : Leporidae

Genus : Oryctolagus

Spesies : Oryctolagus cuniculus (Anonim, 2011).

3. Karakteristik Kelinci

Masa pubertas : 4 bulan

Lama hamil : 28 36 hari

Jumlah satu kali lahir : 5 6 ekor

Lama hidup : 8 tahun

Masa tumbuh : 4 6 bulan

Suhu tubuh ideal : 37 C

Volume darah : 5 b/b %

Frekuensi kelahiran : 3 4 kali pertahun

Kecepatan respirasi : 50 - 60

Luas permukaan tubuh : K = 12,89 G = 68

Monosit : 2-16%

Eosinofil : 0,5-5,0%

Trombosit : 250-750 x 10/mm

Hb : 8-17 g/100 mL

Protein plasma : 5,0-8,0 g/100 mL

Kolesterol serum : 10-80 mg/100 mL

Air kencing : 50-90 mL/Kg/hari, kental, kuning

Susu : Air 73-74%, lemak 13%, protein 12-12,5%.

AKADEMI FARMASI BINA HUSADA


LABORATORIUM FARMAKOLOGI - II DIPLOMA - III

Plasenta : Diskoidal hemoendotelial

Kromosom : 2n=44 (Anonim, 2011).

D. Uraian tentang Vaksin

Vaksin merupakan suatu fase cairan biakan yang di dalamnya

mengandung pelepasan dari biakan jaringan yang diinokulasikan dengan

virus yang bereplikasi di dalam sel. Reaksi vaksinasi setelah disuntikkan

cukup sering menimbulkan iritabilitas, demam ringan, dan malaise bersama

beberapa pembengkakan lokal pada tempat suntikan selama 48 jam setelah

penyuntikan (Anonim, 2011).

Vaksin DPT (Difteri, Pertusis dan Tetanus) adalah vaksin 3-in-1 yang

bisa diberikan kepada anak yang berumur kurang dari 7 tahun. Biasanya

vaksin DPT-H terdapat dalam bentuk suntikan, yang disuntikkan pada otot

lengan atau paha. Vaksin DPT-H sering menyebakan efek samping yang

ringan, seperti demam ringan atau nyeri di tempat penyuntikan selama

beberapa hari (Anonim, 2011).

Efek samping tersebut terjadi karena adanya komponen pertusis di

dalam vaksin. Pada kurang dari 1% penyuntikan, vaksin DPT menyebabkan

komplikasi berikut:

1. Demam tinggi (lebih dari 40,5 C).


2. Kejang demam (resiko lebih tinggi pada anak yang sebelumnya pernah

mengalami kejang atau terdapat riwayat kejang dalam keluarganya).


3. Syok (kebiruan, pucat, lemah, tidak memberikan respon) (Anonim,

2011).
E. Uraian Bahan
1. Paracetamol ( FI. Edisi III, hal 37 )

AKADEMI FARMASI BINA HUSADA


LABORATORIUM FARMAKOLOGI - II DIPLOMA - III

Nama Resmi : ACETAMINOPHENUM


Sinonim : Asetaminofen, parasetamol
Rumus Bangun :

Rumus Molekul : C8H9NO2


Berat Molekul : 151,16
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih; tidak berbau;

rasa pahit.
Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian

etanol (95%) p, dalam 13 bagian asset p, dalam

40 bagian gliserol p dan dalam 9 bagian

propilenglikol p; dan larut dalam larutan alkali

hidroksida.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
K/P : Analgetikum (obat menghilangkan rasa
sakit dan nyeri pada manusia)
Antipiretikum (obat menurunkan suhu
tubuh yang tinggi).
Farmakokinetik : Parasetamol diabsorbsi cepat dan sempurna

melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi

dalam plasma dicpai dalam waktu setengah jam

dan masa paruh plasma, 25 % paracetamol

terikat protein plasma. Obat ini dimetabolis

oleh enzim mikrosom hati. Sebagian

parasetamol (80%) dikojugasi dengan asam

glukuronat dan sebagian kecil lainnya dengan

asam sulfat. Obat ini diekskresi melalui ginjal,

sebagian kecil sebagai parasetamol dan

AKADEMI FARMASI BINA HUSADA


LABORATORIUM FARMAKOLOGI - II DIPLOMA - III

sebagian besar dalam betuk konjugasi

( Katzung, Hal : 574 ).


Farmakodinamik : Efek Analgesik parasetamol serupa dengan

salisilat yaitu mengurangi atau menghilangkan

nyeri ringan sampai sedang dan menurunkan

suhu tubuh. Efek anti inflamasinya sangan

lemah, oleh karena tidak digunakan sebagai

antireumatik.
Mek. Kerja : Menghambat biosentis PG yang hanya terjadi

bila lingkungannya rendah kadar peroksid

seperti di hipotalamus
Waktu paruh : 1-3 jam (Gunawan, 2007)

2. Ibuprofen ( FI. Edisi III, Hal 449 )

Nama Resmi : IBUPROFENUM


Sinonim : Ibuprofen, Arfen
Rumus Bangun :

Rumus Molekul : C13H18O2


Berat Molekul : 206, 28
Pemerian : Serbuk hablur, putih hingga hampir putih,

berbau khas lemah.


Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, sangat mudah

larut dalam etanol ( 95 % ) P, dalam methanol,

dalam aseton P dan dalam kloroform P, sukar

larut dalam etil asetat P.


Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
K/P : Analgetikum yaitu obat untuk menghilangkan

rasa nyeri pada tubuh tanpa menghilangkan

AKADEMI FARMASI BINA HUSADA


LABORATORIUM FARMAKOLOGI - II DIPLOMA - III

kesadaran.

Antipiretikum yaitu obat untuk menurunkan

panas atau suhu tubuh agar stabil kembali.


Farmakokinetik : Absorpsi Ibuprofen cepat melalui lambung dan

kadar maksimum dalam plasma dicapai 1 2

jam. Waktu paruh dalam plasma sekitar 2 jam.

90 % ibufen terikat pada plasma. Ekskresinya

berlangsung cepat dan lengkap. Kira kira 90

% dari dosis yang diabsorpsi akan diekskresi

melalui urin sebagai metabolit atau

konjugatnya. Metabolit uatamanya merupakan

hasil hidroksilasi dan karboksilasi (Tanu, Ian.

Hal. 240).
Farmakodinamik Obat ini bersifat Analgesik dengan daya anti-

inflamasi yang tidak terlalu kuat (Tanu, Ian.

Hal. 240).
Mek. Kerja : Menghambat biosintesis prostaglandin ( PG ).

(Tanu, Ian. Hal. 240).


Waktu paruh : 1.2 jam ( Farmakologi & Terapi, 2012)

3. Antalgin ( FI. Edisi III. Hal. 369 )

Nama Resmi : METHAMPYRONUM


Sinonim : Metampiron, Antalgin.
Rumus bangun :

Rumus Molekul : C13H16N3Na4OS.H2O


Berat Molekul : 351,37
Pemerian : Serbuk hablur, putih atau putih kekuningan.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

AKADEMI FARMASI BINA HUSADA


LABORATORIUM FARMAKOLOGI - II DIPLOMA - III

K/P : Analgetikum yaitu obat untuk menghilangkan

rasa nyeri pada tubuh tanpa menghilangkan

kesadaran. Antipiretikum yaitu obat untuk

menurunkan panas atau suhu tubuh agar stabil

kembali.
Farmakokinetik : Pada fase ini antalgin mengalami proses

absorbsi, distribusi, metaolisme dan ekskresi

yang berjalan secara simultan langsung atau

tidak langsung melintasi sel membran.


Farmakodinamik : Sesuai analgetika, obat ini hanya efektif

terhadap nyeri dengan intensitas rendah sampai

sedang, misalnya sakit kepala dan juga efektif

terhadap nyeri yang berkaitan dengan

inflamasi. Efek analgetiknya jauh lebih lemah

dari efek analgetik opiate, obat ini tidak

menimbulkan ketagihan (adiksi) dan efek

samping sentral yang merugikan. Analgetika

bekerja secara sentral untuk meningkatkan

kemampuan menahan nyeri. Analgesia yaitu

keadaan dimana setelah pemberian analgetik

bercirikan perubahan perilaku pada respon

terhadap nyeri dan kemampuan yang

berkurang untuk menerima impuls nyeri tanpa

kehilangan kesadaran.

AKADEMI FARMASI BINA HUSADA


LABORATORIUM FARMAKOLOGI - II DIPLOMA - III

Mek. Kerja : Antalgin termasuk derivate metasulfonat dari

amidopirin yang mudah larut dalam air dan

mudah diserap kedalam tubuh. Bekerja secara

sentral pada otak untuk menghilangkan nyeri,

menurunkan demam, dan menyembuhkan

reumatik. Antalgin mempengaruhi hipotalamus

dalam menurunkan sentsitifitas reseptor rasa

sakit dan thermostat yang mengatur suhu

tubuh.
Waktu Paruh : 1.3 jam

4. Na. CMC ( FI. Edisi III, Hal. 401 )

Nama Resmi : NATRII CARBOXY METHYCELLULOSUM


Sinonim : Natrium Karboksimetil Selulosa, Na. CMC
Pemerian : Serbuk atau butiran, putih atau putih kuning

gading, tidak berbau atau hampir tidak berbau,

higro.
Kelarutan : Mudah mendispersi dalam air, membentuk

suspensi koloidal, tidak larut dalam etanol ( 95

% ) P, dalam eter P dan dalam pelarut organik

lain.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
K/P : Zat tambahan.
5. Aquadest ( FI. Edisi III, Hal. 96 )

Nama Resmi : AQUA DESTILLATA


Sinonim : Air Suling.
Berat Molekul : 18,02
Rumus Molekul : H2O.
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,

AKADEMI FARMASI BINA HUSADA


LABORATORIUM FARMAKOLOGI - II DIPLOMA - III

tidak mempunyai rasa.


Kelarutan : Dalam wadah tertutup rapat.
K/P : Zat tambahan, pelarut

AKADEMI FARMASI BINA HUSADA


LABORATORIUM FARMAKOLOGI - II DIPLOMA - III

BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
1. Alat Yang Digunakan
a. Batang pengaduk
b. Folley Catheter No. 22
c. Gelas Kimia 100 mL
d. Gelas ukur 50 mL
e. Hot plate
f. Lumpang dan Alu
g. Spoit 1 cc, 3 cc, dan 20 cc
h. Stop Watch
i. Termometer Rectal (Infrared tympanic)
j. Timbangan Analitik
k. Timbangan Digital
2. Bahan Yang Digunakan
a. Antalgin
b. Aquadest
c. Arfen
d. Ibuprofen
e. Kelinci (Oryctolagus cuniculus)
f. Kertas Perkamen
g. Na. CMC 1%
h. Paracetamol
i. Pepton
j. Sanmol
B. Cara Kerja
1. Pembuatan Suspensi Ibuprofen 400 mg
a. Ditimbang 1 per 1 tablet ibuprofen 400 mg sebanyak 10 tablet di

timbangan digital.
b. Dihitung bobot rata-rata tablet tersebut.
c. Digerus semua tablet tersebut dalam lumpang masukkan dalam gelas

kimia.
d. Ditimbang ibuprofen 2,2327 g kemudian tambahkan 100 mL Na.

CMC 1 % aduk hingga homogen.


2. Pembuatan Suspensi Arfen 400 mg
a. Ditimbang 1 per 1 tablet Arfen 400 mg sebanyak 10 tablet di

timbangan digital.
b. Dihitung bobot rata-rata tablet tersebut.
c. Digerus semua tablet tersebut dalam lumpang masukkan dalam gelas

kimia.

AKADEMI FARMASI BINA HUSADA


LABORATORIUM FARMAKOLOGI - II DIPLOMA - III

d. Ditimbang Arfen 2,3337 g kemudian tambahkan 100 mL Na. CMC

1 % aduk hingga homogen.


3. Pembuatan Suspensi Paracetamol 500 mg
a. Ditimbang 1 per 1 tablet paracetamol 500 mg sebanyak 10 tablet di

timbangan digital.
b. Dihitung bobot rata-rata tablet tersebut.
c. Digerus semua tablet tersebut dalam lumpang masukkan dalam gelas

kimia.
d. Ditimbang paracetamol 2,3485 g kemudian tambahkan 100 mL Na.

CMC 1 % aduk hingga homogen.


4. Pembuatan Suspensi Sanmol 500 mg
a. Ditimbang 1 per 1 tablet sanmol 500 mg sebanyak 10 tablet di

timbangan digital.
b. Dihitung bobot rata-rata tablet tersebut.
c. Digerus semua tablet tersebut dalam lumpang masukkan dalam gelas

kimia.
d. Ditimbang sanmol 2,6168 g kemudian tambahkan 100 mL Na.

CMC 1 % aduk hingga homogen.


5. Pembuatan suspensi Antalgin
a. Ditimbang 1 per 1 tablet antalgin 500 mg sebanyak 10 tablet di

timbangan digital.
b. Dihitung bobot rata-rata tablet tersebut.
c. Digerus semua tablet tersebut dalam lumpang masukkan dalam gelas

kimia.
d. Ditimbang antalgin 1,7416 g kemudian tambahkan 100 mL Na.

CMC 1 % aduk hingga homogen.

6. Pembuatan Suspensi Na. CMC 1% 600 mL

AKADEMI FARMASI BINA HUSADA


LABORATORIUM FARMAKOLOGI - II DIPLOMA - III

a. Ditmbang sebanyak 6 g Na. CMC lalu, dipanasakan air sebanyak

600 mL.
b. Na. CMC dimasukkan kedalam air sedikit demi sedikit sambil

diaduk hingga dingin.


c. Setelah Na. CMC larut lalu diangkat dan kemudian dinginkan.
7. Perlakuan terhadap Hewan Uji
a. Dipuasakan kelinci selama 8 jam
b. Ditimbang berat badan kelinci .
c. Diukur suhu tubuh normal kelinci.
d. Disuntikkan pepton sebanyak 0,5 cc melalui IP (intra peritonial).
e. Didiamkan selama 30 menit sampai 1 jam.
f. Diukur suhu demam kelinci.
g. Selanjutnya diberikan secara oral (Paracetamol 500 mg, Sanmol

500 mg, Ibuprofen 400 mg, Arfen 400 mg, Antalgin 500 mg dan

Na. CMC 1%). yang telah disuspensikan sesuai volume pemberian.


h. Pengukuran suhu dilakukan pada interval waktu 15 menit, 30 menit,

dan 60 menit dengan menggunakan termometer rektal.

C. PERHITUNGAN BAHAN
1. Na CMC 1%
1) Pengenceran Na CMC 1%, 600 mL

g
x 100
% = v

g
x 100
1% = 600

AKADEMI FARMASI BINA HUSADA


LABORATORIUM FARMAKOLOGI - II DIPLOMA - III

g=6g

Bobot kelinci
x V . Max
2) Volume Pemberian = BB MAX

1,6
x 20
= 2,5

= 12,8 mL

2. Ibuprofen 400 mg
1) Dosis konversi = dosis lazim x faktor konfersi
= 400 mg x 0,07
= 28 mg : 1,5 kg = 18,67 mg/kg BB
BB MAX
X Dosis Konversi
2) Dosis pemberian = BB Standar

2,5 kg
= 1,5 kg x 18,67 mg/kg BB

= 31,1167 mg/kg BB x 50 mL

=1555,85 mg/mL =1555,85 mg

3) Ibuprofen yang akan ditimbang

Bobot dibutuhkan
x bobot ratarata
Bobot etiket

1555,85 mg
x 0,574 g
= 400 mg

= 2,2327 g

Bobot kelinci
x V . Max
4) Volume Pemberian = BB MAX

AKADEMI FARMASI BINA HUSADA


LABORATORIUM FARMAKOLOGI - II DIPLOMA - III

1,65 kg
x 20 mL
= 2,5 kg

= 13,2 mL

3. Arfen 400 mg
1) Dosis konversi = dosis lazim x faktor konfersi
= 400 mg x 0,07
= 28 mg : 1,5 kg = 18,67 mg/kg BB
BB MAX
X Dosis Konversi
2) Dosis pemberian = BB Standar

2,5 kg
= 1,5 kg x 18,67 mg/kg BB

31,1167 mg/kg BB x 50 mL

=1555,85 mg/mL =1555,85 mg

3) Arfen yang akan ditimbang

Bobot dibutuhkan
x bobot ratarata
= Bobot etiket

1555,85 mg
x
= 400 mg 0,60 g

= 2,3337 g

Bobot kelinci
x V . Max
4) Volume Pemberian = BB MAX

1,6 g
x 20 mL
= 2,5 g = 12,8 mL

4. Paracetamol 500 mg
1) Dosis konversi = dosis lazim x faktor konfersi
= 500 mg x 0,07
= 35 mg : 1,5 kg = 23,33 mg/kg BB
BB MAX
X Dosis Konversi
2) Dosis pemberian = BB Standar

AKADEMI FARMASI BINA HUSADA


LABORATORIUM FARMAKOLOGI - II DIPLOMA - III

2,5 kg
= 1,5 kg x 23,33 mg/kg BB

= 38,883 mg/kg x 50 mL

= 1944,16 mg/mL = 1944,16 mg

3) Paracetanol yang akan ditimbang

Bobot dibutuhkan
x bobot ratarata
Bobot etiket

1944,16 mg
x 0,604 g
= 500 mg

= 2,3485 g

Bobot kelinci
x V . Max
4) Volume Pemberian = BB MAX

1,6 kg
x 20 mL
= 2,5 kg

= 12,8 mL

5. Sanmol 500 mg
1) Dosis konversi = dosis lazim x faktor konfersi
= 500 mg x 0,07
= 35 mg : 1,5 kg = 23,33 mg/kg BB
BB MAX
X Dosis Konversi
2) Dosis pemberian = BB Standar

2,5 kg
= 1,5 kg x 23,33 mg/kg BB

= 38,883 mg/kg x 50 mL

= 1944,16 mg/mL = 1944,16 mg

AKADEMI FARMASI BINA HUSADA


LABORATORIUM FARMAKOLOGI - II DIPLOMA - III

3) Sanmol yang akan ditimbang

Bobot dibutuhkan
x bobot ratarata
Bobot etiket

1944,16 mg
x 0,673 g
= 500 mg

= 2,6168 g

Bobot kelinci
x V . Max
4) Volume Pemberian = BB MAX

1,45 kg
x 20 mL
= 2,5 kg

= 11,6 mL

6. Antalgin 500 mg
1) Dosis konversi = dosis lazim x faktor konfersi
= 500 mg x 0,07
= 35 mg : 1,5 kg = 23,33 mg/kg BB
BB MAX
X Dosis Konversi
2) Dosis pemberian = BB Standar

2,5 kg
= 1,5 kg x 23,33 mg/kg BB

= 38,8833 mg x 50 mL

= 1944,16 mg/mL = 1944,16

3) Antalgin yang akan ditimbang

AKADEMI FARMASI BINA HUSADA


LABORATORIUM FARMAKOLOGI - II DIPLOMA - III

Bobot dibutuhkan
x bobot ratarata
Bobot etiket

1944,16 mg
x
= 500 mg 0,607 g

= 2,3602 g

Bobot kelinci
x V . Max
4) Volume Pemberian = BB MAX

1,6 kg
x 20 mL
= 2,5 kg

= 12,8 mL

BAB IV

DATA HASIL PENGAMATAN

Pengukuran Suhu
BB Dosis Suhu
Suhu
Kel Perlakuan
Kelinci Obat Demam 15 30 60
(Kg) (mg) awal (oC)
(oC)
Na.CMC
I - - - - - - -
1%
Ibuprofen
II 1,65 kg 31,11 360C 38oC 37oC 37oC 36oC
400 mg
Arfen 400
III 1,6 Kg 31,11 350C 38oC 37oC 37oC 36oC
mg
Paracetamo
IV 1,6 Kg 38,88 360C 38oC 36oC 36oC 35oC
l 500mg

AKADEMI FARMASI BINA HUSADA


LABORATORIUM FARMAKOLOGI - II DIPLOMA - III

Sanmol
V 1,45 Kg 38,88 360C 38oC 37oC 36oC 36oC
500mg
Antalgin
VI 1,6 Kg 38,88 340C 38oC 37oC 36oC 35oC
500 mg

BAB V

PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini yaitu uji efek antipiretik pada hewan coba

kelinci dengan menggunakan obat Paracetamol 500 mg, Arfen 400 mg,

Ibuprofen 400 mg, Antalgin 500 mg dan Sanmol 500 mg.

Praktikum kali ini bertujuan untuk mengenal,

mempraktekkan dan membandingan daya antipiretik Ibuprofen,

Arfen, Parasetamol, Sanmol, dan Antalgin.

Pada percobaan ini, pertama-tama hewan uji dipuasakan selama 8 jam,

lalu ditimbang kemudian diukur suhu rektal. Setelah itu, diinduksikan

penginduksi demam dengan pepton secara intraperitonial, pepton ini diberikan

dengan tujuan agar kelinci mengalami reaksi demam ringan. Setelah itu dicatat

suhu rektal, selanjutnya diberi suspensi ibuprofen pada kelinci pertama, suspensi

arfen pada kelinci ke dua, suspensi paracetamol pada kelinci ke tiga, suspensi

AKADEMI FARMASI BINA HUSADA


LABORATORIUM FARMAKOLOGI - II DIPLOMA - III

sanmol pada kelinci ke empat, , dan suspensi antalgin pada kelinci ke lima.

Pemberian obat-obat ini bertujuan untuk mengetahui daya kerja dari obat

antipiretik tersebut.

Hasil pengukuran suhu rektal pada tabel menunjukkan adanya variasi

suhu rata-rata pada tiap-tiap kelompok setelah diberikan perlakuan. Tinggi

rendahnya kenaikan suhu menunjukkan derajat demam yang dialami masing-

masing kelinci. Semakin tinggi kenaikan suhu berarti semakin tinggi derajat

demam yang dialami kelinci, demikian pula sebaliknya. Jika setelah perlakuan

terjadi penurunan suhu rektal kelinci, berarti demam mulai turun, dengan kata

lain efek antipiretiknya meningkat.

Penurunan suhu rata-rata kelinci bervariasi meskipun terdapat dalam

satu kelompok yang sama, dapat dilihat dalam tabel. Variasi inilah yang

kemudian dianalisis untuk mengetahui ada tidaknya penurunan yang bermakna

atau signifikan sebagai respon terhadap perlakuan. Penurunan suhu yang

bervariasi ini mungkin disebabkan oleh faktor endogen masing-masing kelinci

yang bersifat individual terhadap agen pencetus demam dan banyak dipengaruhi

oleh beberapa faktor non fisik dan lingkungan. Adanya stres pada kelinci karena

perlakuan dalam pengukuran suhu rektal yang berulang-ulang merupakan salah

satu faktor pengganggu yang menyebabkan kenaikan suhu kelinci. Variasi suhu

hasil pengukuran dapat dimengerti karena terdapat keragaman kepekaan setiap

hewan uji yang merupakan akibat dari perbedaan biologik yaitu ketersediaan

hayati dan perubahan hayati suatu obat. Nasib obat, dalam hal ini pemberian

AKADEMI FARMASI BINA HUSADA


LABORATORIUM FARMAKOLOGI - II DIPLOMA - III

obat-bat antipiretik yang berbeda-beda dapat dipengaruhi oleh faktor patologik

yang bisa menyebabkan daya kerja obat menurun atau meningkat.

Penurunan efek obat mungkin merupakan konsekuensi dari penyerapan

yang jelek pada saluran cerna, pembuluh darah atau peningkatan ekskresi

melalui ginjal. Tabel menujukkan penurunan suhu rektal rata-rata kelima

kelompok perlakuan. Pada pengukuran suhu pertama pada menit ke 15,

kelompok perlakuan sebagian besar masih menunjukkan penurunan suhu dari

suhu demam. Hal ini mungkin karena efek antipiretik kelompok perlakuan telah

bekerja dan atau efek pirogen dari pepton telah berkurang.

Setelah dilakukan percobaan didapatkan hasil bahwa urutan obat yang

memiliki daya antipiretik paling tinggi atau kuat adalah parasetamol, antalgin,

dan, sanmol. Hasil yang paling baik ditunjukkan oleh obat parasetamol yang

diduga bekerja langsung pada pusat penghantar panas di hipotalamus. Hasil

selanjutnya kurang sesuai dengan teori, karena yang seharusnya memiliki efek

antipiretik yang lebih kuat adalah ibuprofen, karena absorbsinya lebih cepat di

lambung. Kemudian yang seharusnya memiliki efek antipiretik yang terkuat

kedua setelah ibuprofen adalah Antalgin, karena bekerja secara sentral pada otak

menurunkan demam. Dan diikuti oleh parasetamol, karena hanya mempunyai

efek ringan pada siklooksigenase perifer.

AKADEMI FARMASI BINA HUSADA


LABORATORIUM FARMAKOLOGI - II DIPLOMA - III

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil percobaan yang telah dilakukan, maka dapat

diperoleh kesimpulan bahwa :

1. Daya antipiretik yang paling baik ditunjukkan oleh tablet Parasetamol

500 mg yang bekerja dengan sangat baik dibanding obat antipiretik

lainnya karena dapat menurunkan demam, yang ditunjukkan pada

menit ke 15, menit ke 30 dan menit ke 60. Pada suhu 60 kelinci tetap

stabil dimana suhu tubuh menjadi normal.


2. Hasil selanjutnya kurang sesuai dengan teori, karena yang seharusnya

memiliki efek antipiretik yang lebih kuat adalah ibuprofen, karena

AKADEMI FARMASI BINA HUSADA


LABORATORIUM FARMAKOLOGI - II DIPLOMA - III

absorbsinya lebih cepat di lambung. Kemudian yang seharusnya

memiliki efek antipiretik yang terkuat kedua setelah ibuprofen adalah

Antalgin

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek antipiretik

ataupun khasiat lain dari obat-obat antipiretik untuk menambah data secara

ilmiah. Dan praktikan harus selalu menjaga kebersihan diri serta

laboratorium, teliti serta serius dalam melakukan praktikum agar

mendapatkan hasil yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Antipiretik. Available at

http://muiqaltawakkal.blogspot.com/2013/06/antipiretik.html. (diakses

pada tanggal 25 maret 2015)

Anonim. 2009. Mekanisme Demam. Available at

http://princceszfhu.blogspot.com/2009/10/mekanisme-demam.html?

m=1. (diakses pada tanggal 25 Maret 2015)

Ditjen POM.1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : DepKes RI.

Sulistia Gan Gunawan, dkk.. 2007. Farmakologi dan Terapi ed. V. Jakarta :

Fakultas Kedokteran-Universitas Indonesia.

Ernawati. 2011. Kelinci. Available at

http://respository.usu.ac.id/bitstream/1234/reference.pdf. (diakses pada

tanggal 25 Maret 2015)

AKADEMI FARMASI BINA HUSADA


LABORATORIUM FARMAKOLOGI - II DIPLOMA - III

LAMPIRAN
A. Gambar

Penimbangan kelinci Pemberian obat melalui

oral

AKADEMI FARMASI BINA HUSADA


LABORATORIUM FARMAKOLOGI - II DIPLOMA - III

Pengukuran temperatur melalui rektal

B. Skema Kerja

Kelinci dipuasakan selama

ditimbang

Diukur suhu awal

Diinduksi pepton 0,5 mL


melalui I.p (intra peritonial)

AKADEMI FARMASI BINA HUSADA


LABORATORIUM FARMAKOLOGI - II DIPLOMA - III

Diukur suhu

Na. cmc Arfen Ibu Antal pc sanm


profen ginn t ol

Catat suhu rektal pada interval waktu 15 menit, 30


menit, dan 60 menit

hasil

AKADEMI FARMASI BINA HUSADA

Anda mungkin juga menyukai