Anda di halaman 1dari 5

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI II

OBJEK VII

‘’ANTIPIRETIK ‘’

Oleh :

Kelompok III ( 2019 C )

Siti Harina 19011147


Dwi Suci Julianti 19011135
Hanaya Fathiha Rakhmil 19011158
Arya Trinuansa 19011159
Putri Handayani 19011149
Putri Rahdatul Zahra 19011134
Ella rusmita 19011134

Nama Dosen : Ifora, M.Farm. Apt

Fitratul Wahyuni, M.Farm. Apt

Nama Asisten Dosen : - Ahmad Syukur - Amelia Gusti Sandra

- Seprika Prameshwari - Annisa Rahmidasari


- Nurayni

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI PADANG

2021
‘’ANTIPIRETIK’’

I. Tujuan

Antipiretik digunakan untuk membantu untuk mengembalikan suhu set point ke kondisi
normal dengan cara menghambat sintesa dan pelepasan prostaglandin E2, yang distimulasi
oleh pirogen endogen pada hipotalamus . Obat ini menurunkan suhu tubuh hanya pada
keadaan demam namun pemakaian obat golongan ini tidak boleh digunakan secara rutin
karena bersifat toksik. Efek samping yang sering ditimbulkan setelah penggunaan antipiretik
adalah respon hemodinamik seperti hipotensi, gangguan fungsi hepar dan ginjal, oliguria,
serta retensi garam dan air.( Amila, 2019 ).

Demam (pyrexia) merupakan kendali terhadap peningkatan suhu tubuh akibat suhu set
point hipotalamus meningkat. Alasan yang paling umum ketika hal ini terjadi adalah adanya
infeksi, kelainan inflamasi dan terapi beberapa obat. Demam adalah keadaan dimana suhu
tubuh lebih dari 37,5ºC dan bisa menjadi manifestasi klinis awal dari suatu infeksi. Suhu
tubuh manusia dikontrol oleh hipotalamus. Selama terjadinya demam hipotalamus di reset
pada level temperatur yang paling tinggi .

Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain faktor
lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang terlalu tinggi, keadaan tumbuh gigi, dll),
penyakit autoimun (arthritis, systemic lupus erythematosus, vaskulitis, dll), keganasan
(penyakit Hodgkin, Limfoma nonhodgkin, leukemia, dll), dan pemakaian obat-obatan
(antibiotik dan antihistamin). Hal lain yang juga berperan sebagai faktor non infeksi
penyebab demam adalah gangguan sistem saraf pusat seperti perdarahan otak, status
epileptikus, koma, cedera hipotalamus, atau gangguan lainnya.

Obat – obat antipiretik secara umum dapat digolongkan dalam beberapa golongan yaitu
golongan salisilat, (misalnya aspirin, salisilamid), golongan paraaminofenol (misalnya
acetaminophen, fenasetin) dan golongan pirazolon (misalnya fenilbutazon dan metamizol).
Acetaminophen, Non Steroid Anti-inflammatory Drugs, dan cooling blanket biasa digunakan
untuk mencegah peningkatan suhu tubuh pada pasien cedera otak agar tetap konstan pada
kondisi suhu ≤ 37,5ºC. ( Katzung, 2019 )
Pemberian obat melalui rute intravena atau intraperitonial biasanya juga digunakan
pada keadaan hipertermia, yaitu keadaan dimana suhu tubuh lebih dari 41ºC. Suhu ini dapat
membahayakan kehidupan dan harus segera diturunkan . Usaha untuk menurunkan suhu
tubuh merupakan cara untuk mengurangi laju metabolik dan mengurangi kekurangan oksigen
atau mengurangi kerusakan lebih lanjut dari kematian sel otak setelah cedera otak atau
pendarahan otak .

NSAIDs banyak digunakan sebagai first line terapi untuk demam. Metamizole di
banyak negara sudah tidak lagi digunakan karena efek sampingnya yang cukup serius yaitu
agranulositosis, anemia aplastik, dan trombositopenia. Di Indonesia, frekuensi pemakaian
metamizole cukup tinggi dan agranulositosis pernah dilaporkan pada pemakaian obat ini,
tetapi belum ada data tentang angka kejadiannya. Dalam studi penggunaan obat, dapat
dipelajari efek-efek yang mungkin ditimbulkan metamizole sebagai antipiretik pada pasien
cedera otak yang dapat memperburuk outcome terapi.

Antipiretik adalah obat penurun panas. Obat-obat antipiretik juga menekan gejala-
gejala yang biasanya menyertai demam seperti malgia, kedinginan, nyeri kepala, dan lain-lain.
Namun, pada kenaikan suhu yang rendah atau sedang, tidak terdapat banyak bukti yang
menunjukkan bahwa demam merupakan keadaan yang berbahaya atau bahwa terapi
antipiretik bermanfaat. Perintah pemberian antipiretik yang rutin, dapat mengaburkan
informasi klinis penting yang perlu dicari dengan mengikuti perjalanan suhu tubuh apakah
naik ataukah turun. ( Wilmana, 2016 )

Antipiretik menyebabkan hipotalamus untuk mengesampingkan peningkatan interleukin


yang kerjanya menginduksi suhu tubuh. Tubuh kemudian akan bekerja untuk menurunkan
suhu tubuh dan hasilnya adalah pengurangan demam. Dalam tubuh panas dihasilkan oleh
gerakan otot, simulasi makanan, dan oleh semua proses vital yang berperan dalam tingkat
metabolisme basal. Panas dikeluarkan oleh tubuh melalui radiasi, konduksi (hantaran) dan
penguapan airdisaluran nafas dan kulit

Sejumlah kecil panas juga dikeluarkan melalui urin dan feses. keseimbangan antara
pembentukan dan pengeluaran panas menentukan suhu tubuh. karena kcepatan reaksi-reaksi
kimia bervariasi sesuai dengan suhu dankarena sistem enzim dalam tubuh memiliki rentang
suhu normal yang sempit agar berfungsi optimal, fungsi tubuh normal bergantung pada suhu
yang relatif konstan.
Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Suhu tubuh normal
adalah 36 C – 37 C. Kebanyakan analgetik memberikan efek antipiretik. Tetapi sebaliknya
antipiretik juga dapat mengurangi rasa sakit yang diderita. Masing-masing obat tergantung
yang mana efeknya paling dominan. Contoh: asetaminophen parasetamol, asetosal aspirin.
Obat-obat tersebut efek antipiretiknya lebih besar daripada analgetiknya.

Antipiretik mencegah pembentukan prostaglandin dengan jalan menghambat enzim


siklooksigenase sehingga set point hipotalamus direndahkan kembali menjadi normal yang
mana perintah memproduksi panas di atas normal dan pengurangan pengeluaran panas tidak
ada lagi. Terapi antipiretik tidak diperlukan kecuali untuk pasien hemodinamik yang terbatas.
Aspirin atau asetaminofen 325-650 mg setiap empat jam efektif mengurangi demam. Obat itu
lebih baik diberikan secara terusmenerus daripada hanya bila diperlukan, karena dapat
mengakibatkan periode menggigil dan berkeringat yang terjadi pada fluktuasi suhu yang
disebabkan variasi kadar obat. ( Tjay, 2017 )

Suhu badan diatur oleh keseimbangan antara produksi dan hilangnya panas. pusat
pengatur suhu tubuh berada di hipotalamus pada keadaan demam keseimbangan initerganggu
tetapi dapat dikembalikan ke keadaan normal oleh obat mirip aspirin.peningkatan suhu tubuh
pada keadaan patologik diawali pengelepasan suatu zat pirogen endogen atau sitokin
misalnya interleukin-1 (IL1) yang memacu pengelepasan prostaglandin yang berlebihan di
daerah preoptik hipotalamus. Obat mirip aspirin menekan efek zat pirogen endogen dengan
menghambat sintesis prostaglandin. Demam yang timbul akibat pemberian prostaglandin
tidakdipengaruhi, demikian pula peningkatan suhu tubuh sebab lain misalnya latihan fisik.

Antipiretik adalah golongan obat yang dipergunakan untuk menurunkan suhu tubuh
bila demam. Cara kerja antipiretik antara lain dengan melebarkan pembuluh darah di kulit,
sehingga teradi pendinginan darah oleh udara luar. Sebagian obat antipiretik juga merangsang
berkeringat. Penguapan keringat turut menurunkan suhu badan. Diduga kerja obat antipiretik
adalah mempengaruhi bagian otak yangmengatur suhu badan. Bagian ini terletak di
hipotalamus. Obat antipiretik juga bersifat analgesik dan oleh karena itu biasa disebut
golongan obat analgesik-antipiretik. Sebagai antipiretik, obat mirip aspirin akan menurunkan
suhu badan hanya pada keadaan demam. ( Sastromidjojo, 2018 )
DAFTAR PUSTAKA

Amila . ( 2019 ) . ‘’Tentang Antipiretik’’ . Jakarta : Erlangga

Katzung, Bertram, G. ( 2019 ). ‘’Farmakologi Dasar dan Klinik’’ . Jakarta : EGC

Sastromidjojo. ( 2018 ).’’ Mekanisme Kerja Antipiretik ’’. Bandung : Universitas


Padjajaran

Tjay dan Rahardja. ( 2017 ) . ‘’ Obat-obat Penting’’ . Jakarta : Gramedia

Wilmana. ( 2016 ) .’’ Farmakologi Terapan ‘’ . Jakarta : Erlangga

Anda mungkin juga menyukai