Anda di halaman 1dari 8

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/333483087

Kortikosteroid Sistemik: Aspek Farmakologi Dan Penggunaan Klinis Di Bidang


Dermatologi

Article · May 2019


DOI: 10.33820/mdvi.v45i3.33

CITATIONS READS

0 2,878

3 authors, including:

Purwantyastuti Ascobat Sri Linuwih


University of Indonesia 27 PUBLICATIONS   17 CITATIONS   
14 PUBLICATIONS   72 CITATIONS   
SEE PROFILE
SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Development model of interpersonal skill in clinical competence of medical students with psychometric test category 4 and 5 View project

All content following this page was uploaded by Purwantyastuti Ascobat on 29 September 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Tinjauan Pustaka

KORTIKOSTEROID SISTEMIK:
ASPEK FARMAKOLOGI DAN PENGGUNAAN KLINIS
DI BIDANG DERMATOLOGI

Joyce Novelyn Siagian*, Purwantyastuti Ascobat*, Sri Linuwih Menaldi**

*Departemen Farmakologi dan Terapeutik


**Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
FK Universitas Indonesia/RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo – Jakarta

ABSTRAK
Kortikosteroid sistemik memiliki peranan paling luas di antara semua antiinflamasi dan imunosupresif.
Penggunaannya di berbagai bidang kedokteran, termasuk dermatologi, banyak menghasilkan perbaikan klinis
yang bermakna. Di sisi lain, pengaruh kortikosteroid terhadap sebagian besar sistem organ, terutama bila
diberikan dalam dosis tinggi jangka panjang, berpotensi menghasilkan efek samping serius, meliputi gang-
guan neuropsikiatrik, kelainan mata, penyakit kardiovaskular, dislipidemia, hiperkoagulabilitas, gangguan
gastrointestinal, hiperglikemia, gangguan cairan-elektrolit, kelainan kulit, lipodistrofi, miopati, osteoporosis,
infeksi akibat imunosupresi, supresi tumbuh-kembang anak, serta supresi sumbu hipotalamus-hipofisis-adre-
nal. Optimalisasi penggunaan kortikosteroid berdasarkan sifat farmakologiknya, yakni pemilihan preparat,
rejimen dosis, interval serta waktu dan lama pemberian, metode tapering off, potensi interaksi obat, skrining
dan pemantauan efek samping serta reaksi hipersensitivitas, juga pemahaman akan fenomena resistensi, ke-
mungkinan timbul dampak buruk dapat dibatasi, sehingga peranan obat ini sebagai pilihan terapi bagi klinisi
dapat dipertahankan.

Kata kunci: kortikosteroid sistemik, penggunaan klinis, efek samping, farmakologi

SYSTEMIC CORTICOSTEROID:
ITS PHARMACOLOGICAL ASPECTS AND CLINICAL USE
IN DERMATOLOGY

ABSTRACT
Systemic corticosteroids have the most extensive role among all antiinflammatory and immunosuppres-
sive agents. Its use in various fields of medicine, including dermatology, has resulted in clinically significant
improvements. On the other hand, the effect of corticosteroids on most organ systems, especially when admin-
istered in high doses and long-term treatment, has the potential to produce serious adverse effects, including
neuropsychiatric disorders, eye disorders, cardiovascular disease, dyslipidemia, hypercoagulability, gastro-
intestinal disorders, hyperglycemia, fluid-electrolyte disturbances, dermatological disorders, lipodystrophy,
myopathy, osteoporosis, infections due to immunosuppression, child growth-developmental suppression, and
hypothalamic-pituitary-adrenal axis suppression. By optimizing the use based on its pharmacological proper-
ties, including the selection of preparations, dosing regimen, interval and time and duration of administration,
tapering regimen, possible drug interactions, screening and monitoring of adverse effects and hypersensitivity
reactions as well as an understanding of the phenomenon of resistance, the adverse effects can be limited, there
fore the role of this drug as a therapeutic option for clinicians may be prolonged.

Keywords: Systemic corticosteroids, clinical use, adverse effects, pharmacology

Korespondensi:
Jl. Diponegoro 71, Jakarta Pusat
Telp. 021-31935383
Email: joycenovely@gmail.com

165
MDVI Vol. 45 No. 3 Tahun 2018; 165 - 171

PENDAHULUAN kompleks steroid-reseptor, mengalami perubahan kon-


Di bidang dermatologi, kortikosteroid sistemik formasi dan bergerak menuju nukleus untuk berikatan
banyak dipakai untuk penyakit yang penyembuhannya dengan kromatin, lalu menstimulasi transkripsi RNA dan
lama atau penyakit berat yang menyebabkan kematian.1,2 sintesis protein spesifik untuk mewujudkan efek fisiolo-
Penelitian dengan sampel besar dari General Practice gis steroid.11 Selain terlibat dalam metabolisme, gluko-
Research Database di Inggris tahun 2000 melapor- kortikoid menunjukkan efek antiinflamasi, imunosupre-
kan bahwa 0,9% populasi tersebut menggunakan kor- si, antiproliferasi, dan vasokonstriksi. Efek antiinflamasi
tikosteroid oral dan penyakit kulit sebagai indikasi dihasilkan melalui aktivasi transkripsi gen antiinflamasi/
pemberian menempati urutan kedua sesudah penyakit represi transkripsi gen proinflamasi.1 Glukokortikoid
saluran napas.3 Sebagai antiinflamasi, kortikosteroid menghambat sintesis prostaglandin dan leukotrien me-
dibutuhkan dalam dosis tinggi, yakni 3-10 kali dosis fi- lalui hambatan fosfolipase A2 dalam melepaskan asam
siologis.4 Beberapa kasus bahkan membutuhkan arakhidonat (supresi perubahan vaskular).12 Efek imuno-
terapi jangka panjang untuk memperbaiki keadaan klinis, supresif didapat dengan menekan hipersensitivitas tipe
misalnya pada reaksi kusta. Hal ini menyulitkan dalam lambat, yakni menghambat fagositosis oleh makrofag
menghindari efek samping, yang mencakup hampir serta mengurangi aktivitas limfosit T, dengan hanya se-
semua sistem organ karena kortikosteroid memengaruhi dikit pengaruh pada imunitas humoral (supresi peruba-
sebagian besar organ tubuh.1 Kortikosteroid termasuk pe- han selular).12,13 Sebagai antiproliferatif, glukokortikoid
nyebab tersering perawatan di rumah sakit (RS) terkait menghambat sintesis deoxyribonucleic acid (DNA) dan
efek samping obat, dan upaya optimalisasi penggunaan turnover sel epidermis. Sebagai bahan vasokonstriktif,
obat ini telah menjadi fokus utama pada berbagai pan- glukokortikoid menghambat histamin dan mediator va-
duan praktik klinik selama bertahun-tahun.5 Laporan efek sodilator lain.1
samping bervariasi, antara 7%5 dan 33%6 pada penggu-
naan jangka pendek (<30 hari) serta mencapai 90% pada FARMAKOKINETIK – FARMAKODINAMIK
pengobatan >60 hari, bahkan pada dosis rendah (≤7,5 Bioavailabilitas kortikosteroid oral mencapai 80-
mg/hari).7 Di Indonesia, dataunit rawat jalan (URJ) Kulit 90%, berkurang oleh asam lambung dan metabolisme
dan Kelamin Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. lintas pertama di hati. Perubahan struktur kimia
Sutomo Surabaya tahun 2009-2011 menunjukkan bahwa memengaruhi kecepatan absorpsi, awitan, dan lama
efek samping kortikosteroid oral pada reaksi kusta tipe 2 kerja.9,10 Prednison adalah prodrug yang diubah menjadi
adalah 8,9%.8 prednisolon, yaitu bentuk aktifnya dalam tubuh, se-
Keputusan menggunakan kortikosteroid sangat hingga hanya tersedia secara oral yang memungkinkan-
membutuhkan pertimbangan yang cermat akan manfaat nya melewati metabolisme lintas pertama saat absorpsi.4
dan risiko pada setiap pasien. Makalah ini membahas Pada penyakit hati berat, prednisolon lebih disarankan,
aspek farmakologi dan penggunaan klinis kortikosteroid karena tidak membutuhkan hidroksilasi untuk aktif se-
sistemik pada kelainan kulit, agar dengan mengoptimal- cara biologis. Kortikosteroid diabsorpsi melalui kulit,
kan pemilihan preparat, rejimen dosis, interval dan waktu sehingga penggunaan jangka panjang untuk daerah luas
pemberian, lama terapi, metode tapering off, serta pema- menyebabkan efek sistemik. Sebanyak 90% kortisol teri-
haman terhadap potensi interaksi obat, kemungkinan kat pada protein plasma globulin pengikat kortikosteroid
efek samping dapat dibatasi dalam rangka meningkatkan (transkortin) dan albumin. Minimal 70% kortisol dime-
keamanan pasien. tabolisme di hati dengan masa paruh eliminasi 2-4 jam,
dan metabolitnya merupakan senyawa inaktif/berpotensi
AKTIVITAS – MEKANISME KERJA rendah.9,10
Kortikosteroid terbagi atas mineralokortikoid yang Efek kortikosteroid berhubungan dengan dosis,
mengatur keseimbangan air dan elektrolit dengan aldo- yakni makin besar dosis akan makin besar pula efeknya.
steron sebagai prototipenya, serta glukokortikoid yang Ada juga keterkaitan kerja dengan hormon lain melalui
mengatur metabolisme dalam mempertahankan homeo- kerjasama permissive effects, yaitu pengaruh steroid
stasis, dengan kortisol (hidrokortison) sebagai prototipe- terhadap pembentukan protein yang mengubah respons
nya. Sintesis dan pelepasan kortisol oleh korteks adrenal jaringan terhadap hormon lain.11 Kortikosteroid dibagi
mengikuti variasi diurnal (mencapai kadar tertinggi pagi atas sediaan dengan kerja singkat (<12 jam), kerja se-
hari lalu menurun sepanjang hari), dengan kecepatan dang (12-36 jam), dan kerja lama (>36 jam).9-11 Potensi
sekresi optimal 10 mg/hari.1,9,10 relatif dikaitkan dengan afinitas terhadap reseptor, dinilai
Kortikosteroid memengaruhi kecepatan sintesis berdasarkan efek glukoneogenesis, khasiat antiinflamasi,
protein, dimulai dari difusi pasif ke dalam sel, bereaksi serta retensi natrium (rasio mineralokortikoid), yang me-
dengan reseptor protein spesifik sitoplasma membentuk nentukan efikasi.1,4 Kortikosteroid diberikan dalam dosis

166
Siagian JN, dkk Kortikosteroid sistemik: aspek farmakologi dan penggunaan klinisnya di bidang dermatologi

rendah (setara prednison ≤7,5 mg/hari), dosis menengah bagai terapi dengan waktu kurang dari 3 bulan, jangka
(>7,5 mg-30 mg/hari), dosis tinggi (>30 mg-100 mg/ menengah antara 3-6 bulan, serta jangka panjang bila
hari), sangat tinggi (>100 mg/hari), atau dosis denyut lebih dari 6 bulan.14 Prednison lebih dari 20 mg/hari se-
jika prednison ≥250 mg/hari diberikan selama satu atau lama lebih 3 bulan juga termasuk pemberian dosis tinggi
beberapa hari. Terapi jangka pendek didefinisikan se- jangka panjang.15 Dosis ekivalen dan potensi relatif kor-
tikosteroid dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel1.1.Dosis
Tabel Dosisekivalen
ekivalendan
danpotensi
potensirelatif kortikosteroid1,10,11
relatifkortikosteroid

Dosis Aktivitas Aktivitas Masa Sediaan


ekivalen glukokortikoid mineralokortikoid kerja
(mg) (antiinflamasi) (retensi natrium) (jam)
Mineralokortikoid
Fludrokortison - 10-15 125-150 Oral
Glukokortikoid kerja singkat
Kortison 25 0,8 0,8 8-12 Oral, parenteral
Hidrokortison 20 1 1 8-12 Oral, parenteral, topikal
(kortisol)
Glukokortikoid kerja sedang
Prednison 5 4 0.8 12-36 Oral
Prednisolon 5 4 0.8 12-36 Oral
Metilprednisolon 4 5 Minimal 12-36 Oral, parenteral
Triamsinolon 4 5 0 12-36 Oral, parenteral, topikal
Glukokortikoid kerja lama
Deksametason 0,75 30 Minimal 36-72 Oral, parenteral, topikal
Betametason 0,6 30 Diabaikan 36-72 Oral, topikal
*Dikutip dan dimodifikasi dari kepustakaan nomor 10 & 11
Hidrokortison lebih aman digunakan untuk anak karena efek supresi rendah terhadap pertumbuhan.
Hidrokortison lebih murah,
Prednison, karena aman mungkin
digunakan untuk
adalah anak
kortikosteroid tivitas fisik,
sistemik yangemosi,
paling imunisasi, dan penyakit
luas digunakan virus tanpa
untuk kondisi
karenakronis.
efek supresi
Karenarendah terhadap
aktivitas pertumbuhan.
glukokortikoidnya Pred-
relatif komplikasi tidak
tinggi dibandingkan membutuhkan rejimen
mineralokortikoidnya, tambahan.
prednison sering Dosis
nison, digunakan
karena murah,
sebagai mungkin
antiinflamasi adalah kortikosteroidMetilprednisolon,
atau imunosupresi. tambahan meskipun
diperlukanmirip pada trauma,menunjukkan
prednison, demam, muntah,
sistemik yang paling
aktivitas luas digunakanyang
mineralokortikoid untuklebih
kondisi kro- lagi, diare,
kecil sehingga penurunan
disarankanasupan oral, kasus
untuk luka bakaryang luas,
efekletargi,
mineralokortikoidnya
nis. Karena tidak diinginkan.relatif
aktivitas glukokortikoidnya Deksametason
tinggi jugaserta menunjukkan
pembedahan. aktivitas
4,12 mineralokortikoid minimal,
tetapi jauh
dibandingkan lebih poten dengan prednison
mineralokortikoidnya, masa kerjaseringlebihdi- panjang. Pengobatan jangka panjang dengan deksametason
dihubungkan dengan supresi berat sumbu hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA), sehingga hanya digunakan
gunakan sebagai antiinflamasi atau imunosupresi. Metil-
jangka pendek pada kondisi akut dan sangat berat. Selain itu, EFEK masaSAMPING,
kerjanya yangINTERAKSI
panjang membuatnya OBAT,tidak PENCE-
prednisolon, meskipun
sesuai untuk terapi mirip prednison,
intermiten. 1 menunjukkan GAHAN
aktivitas mineralokortikoid
Pemberian dosis yangkortikosteroid
lebih kecil lagi, sehing-
bersifat sangat individual Efek tergantung
sampingkondisi penyakit,timbul
kortikosteroid farmakokinetik
akibat pembe-
ga disarankan
preparat,untuk
potensikasus yang efek
interaksi, serta mineralokortikoid-
respons terapi. Pada kelainan endokrin, dosisnya mendekati
rian terus-menerus terutama dengan dosis dosis fisiologis,
tinggi, atau
sedangkan
nya tidak padaDeksametason
diinginkan. gangguan non-endokrin
juga menunjukkandiberikan dosis terapi untuk menekan inflamasi. Toksisitas
kortikosteroid berhubungan dengan dosis
bila pemberian jangka lama kemudian dihentikan tiba-
aktivitas mineralokortikoid minimal, tetapi jauh4rata-rata
lebih po- dan akumulasi lama penggunaan, namun batas ambang dosis
tiba.
atau lama terapi belum dapat ditetapkan. Saat stres, dosis ditingkatkan untuk mencegah krisis adrenal. Stres aki-
Sindrom Cushing (hiperkortisolisme) terjadi
11
ten dengan masa kerja lebih panjang. Pengobatan jangka
ringan berupa aktivitas fisik, emosi, imunisasi, dan penyakitbat tingginya
virus kortisol darah
tanpa komplikasi dalam wakturejimen
tidak membutuhkan lama, akibat
panjang dengan deksametason dihubungkan
tambahan. Dosis tambahan diperlukan pada trauma, demam, dengan tumor
muntah,hipofisis
diare, sebagai
penurunan penyebab endogen
asupan oral, luka atau
bakarasupan
supresiluas,
berat sumbu
letargi, hypothalamic-pituitary-adrenal
serta pembedahan. 4,12
kortikosteroid sebagai penyebab eksogen. Sekitar 70%
(HPA), sehingga hanya digunakan jangka pendek pada kematian akibat sindrom Cushing dihubungkan dengan
kondisi akut dan sangat berat. Selain itu, masa kerjanya kardiovaskular atau infeksi. Terapi sindrom Cushing aki-
EFEK SAMPING, INTERAKSI OBAT, PENCEGAHAN
yang panjang membuatnya tidak sesuai untuk terapi in- bat kortikosteroid eksogen adalah mifepriston sebagai
termiten.1 Efek samping kortikosteroid timbul akibat pemberian terus-menerus terutama dengan dosis tinggi, atau
bila pemberian
Pemberian dosis jangka lama kemudian
kortikosteroid bersifatdihentikan
sangat in- tiba-tiba. antagonis
11 reseptor(hiperkortisolisme)
Sindrom Cushing glukokortikoid, namun masih kon-
terjadi akibat
troversi akibat aktivitasnya
tingginya kortisol darah dalam waktu lama, akibat tumor hipofisis sebagai penyebab endogen atau asupan yang juga sebagai antagonis
dividual tergantung kondisi penyakit, farmakokinetik
kortikosteroid sebagai penyebab eksogen. Sekitar 70% kematian reseptor progesteron.
akibat 16
sindrom Cushing dihubungkan dengan
preparat, potensi interaksi,
kardiovaskular sertaTerapi
atau infeksi. respons terapi.Cushing
sindrom Pada akibat kortikosteroid
Efek samping kortikosteroid
eksogen meliputi gangguan
adalah mifepriston sebagai neu-
kelainan endokrin,
antagonis dosisnya
reseptor mendekati namun
glukokortikoid, dosis fisiologis,
masih kontroversi akibat aktivitasnya
ropsikiatrik, kelainan yang (katarak,
mata juga sebagai antagonispenya-
glaukoma),
sedangkan pada
reseptor gangguan16non-endokrin diberikan dosis
progesteron. kit kardiovaskular (hipertensi, infark miokardium, gagal
Efek samping
terapi untuk menekan inflamasi. kortikosteroid meliputi gangguan neuropsikiatrik, kelainan mata (katarak, glaukoma),
Toksisitas kortikosteroid jantung), dislipidemia, hiperkoagulabilitas, gangguan
penyakitdengan
berhubungan kardiovaskular (hipertensi,
dosis rata-rata infark miokardium,
dan akumulasi lama gagal jantung), dislipidemia, hiperkoagulabilitas,
gangguan gastrointestinal (tukak peptik), hiperglikemia, gastrointestinal
gangguan (tukak kelainan
cairan-elektrolit, peptik), kulit
hiperglikemia,
(atrofi kulit, gang-
penggunaan, namun batas ambang dosis atau lama terapi guan cairan-elektrolit,
purpura, striae eritema, erupsi akneiform, dermatitis perioral, hirsutisme, kerusakankelainanmekanisme kulitpenyembuhan
(atrofi kulit, pur-
belum luka),
dapat ditetapkan.
lipodistrofi Saat
4
stres, dosis
(gambaran ditingkatkan
Cushingoid), miopati, pura, striae eritema, erupsi akneiform,
osteoporosis-fraktur-osteonekrosis, infeksidermatitis
akibat peri-
untuk imunosupresi,
mencegah krisis adrenal.
supresi Stres ringan anak,
tumbuh-kembang berupa ak-supresi oral,
serta HPA. 1,9-11,17kerusakan
sumbuhirsutisme, Supresi adrenal adalah produksi
mekanisme penyembuhan
kortisol yang tidak adekuat akibat pajanan sumbu HPA terhadap kortikosteroid eksogen. Insufisiensi terjadi
karena kurang berfungsinya kelenjar adrenal yang lama tidak memproduksi kortikosteroid endogen akibat
rendahnya mekanisme umpan balik. Secara fisiologis, jika steroid dihentikan mendadak, hipotalamus-hipofisis 167
merangsang produksi kortisol untuk mempertahankan kerja kardiovaskular dan kontrol glikemik, namun dalam
hal ini adrenal tidak merespons lagi karena sudah atrofi setelah lama tidak digunakan. Gejala supresi adrenal
MDVI Vol. 45 No. 3 Tahun 2018; 165 - 171

luka), lipodistrofi (gambaran Cushingoid), miopati, 12-18 bulan, serta lebih cepat pada anak.4 Penggunaan
osteoporosis-fraktur-osteonekrosis, infeksi akibat imu- preparat dengan kerja pendek, dosis tunggal pagi hari
nosupresi, supresi tumbuh-kembang anak, serta supresi atau pemberian berselang menghasilkan perbaikan lebih
sumbu HPA. 1,9-11,17
Supresi adrenal adalah produksi kor- cepat. Berdasarkan fisiologisnya, pemberian berselang
tisol yang tidak adekuat akibat pajanan sumbu HPA ter- lebih tidak menekan sumbu HPA, meskipun belum ada
hadap kortikosteroid eksogen. Insufisiensi terjadi karena uji klinis yang dapat membuktikannya. Tabel 2 walau
kurang berfungsinya kelenjar adrenal yang lama tidak tidak dapat diterapkan untuk semua penyakit dan tidak
memproduksi kortikosteroid endogen akibat rendahnya dapat diberlakukan untuk sediaan dengan kerja panjang,
mekanisme umpan balik. Secara fisiologis, jika steroid
meliputi demam, malaise, iritabilitas, mual, mialgia, artralgia, metode ini memberi
hipotensi, namun kesempatan
adakalanya tidakadrenal untukdan
spesifik berfungsi
dihentikan mendadak, hipotalamus-hipofisis merangsang kembali saat hari tanpa
tidak dikenali sampai terpajan stres fisiologis (trauma, penyakit, pembedahan), yang dapat menyebabkan krisis obat.12

produksi kortisol
adrenal. 17
untuk mempertahankan kerja kardio- Tidak ada kontraindikasi absolut untuk pemberian
vaskular dan kontrolAkibatglikemik, namun
variabilitas dalam
pasien, batashaldosis
ini adre-
atau lamakortikosteroid. Pada tiapsumbu
terapi yang menekan penyakitHPA ataubelum
tiap pasien,
dapat dosis
ditentukan.
nal tidak merespons Dosis lagiterapi
karenakortikosteroid
sudah atrofi yang
setelah rendah
lamasekalipun tetap lebih
ditetapkan tinggi
secara dibandingkan
trial and error, dosis fisiologis, sesuai
dan dievaluasi
sehingga supresi
tidak digunakan. Gejalaadrenal
supresiselalu
adrenalmerupakan
meliputi risiko
demam, potensial.klinis.
MakinBila tinggi dosis
akan atau lama
digunakan pengobatan,
jangka pan-jang, makin
diberikan
besar kemungkinan supresi. Para ahli
malaise, iritabilitas, mual, mialgia, artralgia, hipotensi,mengingatkan agar waspada
dosis terhadap
minimal supresi
efektif adrenal
sambil tetapbila kortikosteroid
mengupayakan jangka
diberikan di atas dosis fisiologis selama lebih dari 2 minggu. 17 Kembalinya fungsi sumbu HPA berhubungan
namundengan
adakalanya tidak spesifik dan tidak dikenali sam- waktu minimal untuk mencapai
dosis total kortikosteroid dan lama pemberian, diperkirakan 12-18 bulan, serta lebih cepat pada anak. 4
target terapi. Dosis awal
pai terpajan stres fisiologis
Penggunaan (trauma,kerja
preparat dengan penyakit,
pendek, pembeda-
dosis tunggal kecil, kemudian
pagi hari ditingkatkan
atau pemberian bertahap
berselang hingga membaik,
menghasilkan
han), yang dapatlebih
perbaikan menyebabkan krisis adrenal.
cepat. Berdasarkan
17
fisiologisnya, pemberian lalu berselang
diturunkanlebihbertahap
tidaksampai
menekan dosis
sumbuminimal
HPA,saat ge-
Akibat
meskipun variabilitas
belum ada uji pasien,
klinisbatas dosis membuktikannya.
yang dapat atau lama jala
Walau timbul kembali.
tidak dapat Pada untuk
diterapkan keadaan semuayang mengancam
penyakit
terapi dan
yang menekan
tidak sumbu HPA belum
dapat diberlakukan untuk sediaan dengan kerja jiwa,
dapat ditentu- dosis
panjang, awal justru
metode harus besar.
ini memberi Bila efek
kesempatan belum ter-
adrenal
12
untuk berfungsi
kan. Dosis kembali saat yang
terapi kortikosteroid hari tanpa
rendahobat.sekalipun lihat dapat dilipat gandakan.11 Setiap kondisi komorbid
tetap lebih tinggi Tidak ada kontraindikasi
dibandingkan absolut untuk
dosis fisiologis, sehinggapemberian yang
kortikosteroid.
meningkatkanPada tiap penyakit
risiko atau tiap pasien,
efek samping, harus ditan-
dosis ditetapkan secara trial and error,
supresi adrenal selalu merupakan risiko potensial. Makin dan dievaluasi sesuai klinis. Bila akan digunakan
gani sebelum memulai terapi. Pasien jangka panjang, untuk
disarankan
diberikan dosis minimal efektif sambil tetap mengupayakan jangka waktu minimal untuk mencapai target terapi.
tinggiDosis
dosis awal
atau lama pengobatan, makin besar kemung- membawa kartu terapi steroid. Sebagai alternatif, dapat
kecil, kemudian ditingkatkan bertahap hingga membaik, lalu diturunkan bertahap sampai dosis
kinan minimal
supresi.saat Para ahli mengingatkan agar waspada
gejala timbul kembali. Pada keadaan yang mengancam dipertimbangkanjiwa, dosiskortikosteroid
awal justru harussparing-agents,
besar. Bila yang
terhadap
efeksupresi
belum adrenal bila kortikosteroid
terlihat dapat dilipatgandakan.diberikan
11
Setiap di memungkinkan
kondisi komorbid penggunaan risiko
yang meningkatkan dosis efek
kortikosteroid
samping, lebih
atas dosis
harusfisiologis
ditanganiselama sebelum lebih dari 2 minggu.
memulai 17
terapi. Pasien Kem-disarankanrendah
untuk sehingga
membawa komplikasi
kartu terapidapatsteroid.
berkurang. 1
Skrining
Sebagai
balinya fungsi sumbu
alternatif, HPA berhubungankortikosteroid
dapat dipertimbangkan dengan dosissparing-agents,
pencegahan yangefek samping steroid
memungkinkan dapat dilihatdosis
penggunaan pada tabel
1
kortikosteroid lebih
total kortikosteroid dan rendah sehingga komplikasi
lama pemberian, diperkirakan dapat berkurang.
2 berikut.
Tabel
Tabel2.2.Skrining
Skriningpencegahan
pencegahanefek
efeksamping
sampingsteroid
steroidjangka
jangkapanjang
panjang(≥3
(≥3bulan)
bulan)18
Efek Samping Pencegahan
Gangguan neuropsikiatrik Skrining riwayat psikosis/gangguan afektif berat lain
Kelainan mata (katarak, glaukoma) Pemeriksaan slit-lamp dan TIO bulan I dan setiap 6-12 bulan
Pertambahan berat badan Pengukuran berat badan setiap kunjungan, diet rendah kalori
Hipertensi Pengukuran tekanan darah setiap kunjungan
Kelainan metabolik (dislipidemia, Pemeriksaan profil lipid, kadar glukosa, elektrolit (nilai dasar, ulang berkala)
hiperglikemia, gangguan elektrolit)
Tukak peptik Pasien dengan dua/lebih faktor risiko, profilaksis dengan H2A/PPI
Osteoporosis Pemeriksaan BMD (nilai dasar, ulang berkala), suplemen vit D dan kalsium
Reaktivasi infeksi Skrining tuberkulosis, hepatitis, infeksi jamur
Supresi sumbu HPA Pemeriksaan kortisol serum pukul 8 pagi sebelum tapering off

Saat ini belum ada pedoman berbasis bukti tentang lanjutkan sampai mendekati dosis fisiologis, yakni setara
penurunan dosis Saat ini belum ada
kortikosteroid pedoman
secara berbasis
bertahap, bukti tentang
sehingga penurunan dosis
hidrokortison 15-20kortikosteroid
mg/hari atausecara bertahap,
prednison 5-7,5 mg/
sehingga diterapkan secara empirik (bagian dari protokol terapi). Pada prinsipnya jika kortikosteroid dosis tinggi
diterapkan secara empirik (bagian dari protokol terapi). hari. Saat mendekati dosis fisiologis, diganti dengan se-
tidak lagi diperlukan, dapat dikurangi menjadi dosis fisiologis. Beberapa ahli merekomendasikan hidrokortison
Pada prinsipnya jika kortikosteroid dosis tinggi tidak
dalam minggu terakhir penghentian, namun belum melewati lagi diaan kerja singkatsehingga
uji klinis (hidrokortison). Hidrokortison
belum terbukti lebih ditu-
diperlukan, dapat
superior. 17,19 dikurangi menjadi dosis fisiologis. Be- runkan lagi 20-25% setiap minggu/lebih,
Salah satu rejimen yang disarankan adalah menurunkan 20-25% dosis selama 2 minggu/lebih. Jika dilanjutkan se-
berapasebelumnya
ahli merekomendasikan hidrokortison
diberikan beberapa dalam
dosis sehari, min- dengan
dimulai lang sehari
dosis selama
tunggal 2 minggu/lebih,
pagi kemudian
hari, lalu diturunkan dihentikan.
20-25%
ggu terakhir
selama penghentian,
2 minggu/lebih, namun belum sampai
dilanjutkan melewati uji kli- dosis Selama
mendekati proses
fisiologis, yakniini, harus
setara diwaspadai
hidrokortison tanda
15-20 insufisiensi/
mg/hari
atau prednison
nis sehingga 5-7,5 lebih
belum terbukti mg/hari. Saat17,19
superior. mendekati
Salah satudosis fisiologis, diganti
krisis adrenal. Jikadengan
munculsediaan kerja dipertahankan.
maka dosis singkat
rejimen(hidrokortison).
yang disarankan Hidrokortison diturunkan lagi
adalah menurunkan 20-25% setiap
20-25% minggu/lebih,
Fungsi dilanjutkan
adrenal dinilai dari selang sehari selama
pemeriksaan kortisol2 darah
minggu/lebih, kemudian dihentikan. Selama
dosis selama 2 minggu/lebih. Jika sebelumnya diberikan proses ini, harus diwaspadai tanda insufisiensi/krisis adrenal.
atau kortisol bebas spesimen urin 24 jam/tes stimulasiJika
muncul maka dosis dipertahankan. Fungsi adrenal dinilai dari pemeriksaan kortisol darah atau kortisol bebas
beberapa dosis sehari, dimulai dengan dosis tunggal 20 pagi ACTH.20 Pedoman penghentian kortikosteroid dapat dili-
spesimen urin 24 jam/tes stimulasi ACTH.
hari, lalu diturunkan 20-25% selama 2 minggu/lebih, di- hat pada tabel 3.

168
Siagian JN, dkk Kortikosteroid sistemik: aspek farmakologi dan penggunaan klinisnya di bidang dermatologi

Tabel 3. Pedoman penghentian kortikosteroid4


<2 minggu Tidak perlu tapering off
2-4 minggu Tapering off 1-2 minggu
>4 minggu Tapering off Kortisol >20 µg/dL Hentikan obat
1-2 serum 3-20 µg/dL Tes Normal Hentikan obat
bulan/lebih pukul 8 stimulasi Abnormal Teruskan Nilai sumbu
pagi ACTH obat dosis HPA/3 bulan
fisiologis
<3 µg/dL Teruskan obat dosis Nilai sumbu HPA/3 bulan
fisiologis

Kortikosteroid berinteraksi secara molekular me- Kortikoteroid sistemik sebagai terapi utama diberi-
lalui keterkaitan dengan enzim sitokrom P450. Predni- kan pada pemfigus, pemfigoid bulosa, pemfigoid gesta-
son menginduksi CYP2C19, sementara deksametason sional, dermatomiositis, polikondritis relaps, pioderma
menginduksi CYP2C8, CYP3A1, CYP3A4.11 Variasi gangrenosum, acute febrile neutrophilic dermatoses, dan
konsentrasi perlu diperhatikan, yakni pada konsentrasi reaksi kusta. Meskipun bukan sebagai terapi utama, obat
rendah kortikosteroid akan menginduksi CYP2A/CY- ini diberikan pada dermatosis IgA linear, epidermolisis
P2C, sementara pada konsentrasi tinggi kedua enzim bulosa akuisita, urtikaria, dermatitis atopik, dan jangka
tersebut dihambat. Obat yang berpotensi berinteraksi pendek pada fotodermatitis, dermatitis eksfoliatif, serta
dengan kortikosteroid adalah nonsteroid antiinflammato- eritroderma. Penggunaan kortikosteroid pada erupsi obat
ry drug (NSAID), antikonvulsan, antikoagulan, diuretik, alergik termasuk nekrolisis epidermal, eritema multi-
antidiabetik, antibiotik, antivirus, antijamur. Antibiotik forme, eritema nodosum, liken planus, limfoma sel T
golongan makrolid, antivirus, dan antijamur meningkat- kutaneus, dan lupus eritematosus kutaneus masih terus
kan kadar kortikosteroid darah penyebab toksisitas, se- diperdebatkan kontroversi.18
hingga mungkin perlu penyesuaian dosis, terutama bila
digunakan metilprednisolon atau deksametason, bukan REAKSI HIPERSENSITIVITAS
prednison atau prednisolon.1 Meskipun digunakan pada alergi, kortikosteroid
sendiri dapat mencetuskan reaksi hipersensitivitas, yang
PENGGUNAAN KLINIS sering dianggap bukan sebagai efek samping serius
Penggunaan kortikosteroid bersifat empiris atau pali- karena jarang dilaporkan. Meskipun tidak jelas, apakah
atif, bukan terapi kausal kecuali untuk substitusi pada de- karena jarang terjadi atau karena sulit dikenali sehingga
fisiensi atau insufisiensi adrenal. Obat ini dapat diberikan tidak terdiagnosis. Gejala klinis memang tidak spesifik.
secara oral, intramuskular atau intravena, namun absorp- Reaksi hipersensitivitas ditemukan pada seseorang yang
si intramuskular tidak menentu sehingga dosis harian ti- berisiko, yakni penerima dosis berulang kortikosteroid.
dak dapat dikontrol. Kortikosteroid intravena diberikan Hipersensitivitas tipe lambat/tipe IV/T-cell mediated
sebagai dosis tambahan pada penyakit akut atau akan muncul lebih dari 1 jam pasca pemberian obat, dan
mengalami pembedahan dengan riwayat supresi adrenal, hipersensitivitas tipe cepat/tipe I/IgE-mediated muncul
serta pada penyakit berat agar cepat terkontrol sehingga lebih awal. Kategori pertama lebih sering ditemukan
mengurangi kemungkinan terapi steroid oral dosis tinggi berupa dermatitis kontak alergik akibat steroid topikal,
jangka panjang.9-11,18 Selain harian, kortikosteroid diberi- sedangkan kategori kedua lebih jarang (0,3-0,5% popula-
kan dalam terapi denyut untuk berbagai kelainan kulit, si), dan bermanifestasi sesudah pemberian kortikosteroid
yakni pemberian dosis besar dalam waktu singkat dan sistemik, yaitu hidrokortison/prednison/metilpred-
berselang, agar segera mendapat efek maksimal. Di sisi nisolon. Pasien yang tersensitisasi melalui satu rute ti-
lain akan mengurangi efek samping penggunaan jangka dak selalu hipersensitif bila terpajan rute lain. Namun
panjang. Akibat serius terkait pemberian intravena hipersensitivitas steroid sistemik dapat terjadi sesudah
misalnya pada anafilaktik, kejang, aritmia, serta kema- sensitisasi preparat topikal, sehingga pasien dermatitis
tian mendadak, dapat dihindari dengan infus lambat se- kontak akibat steroid topikal harus menghindari obat
lama 2-3 jam.18 yang segolongan saat pemberian sistemik. Hipersensiti-

169
MDVI Vol. 45 No. 3 Tahun 2018; 165 - 171

vitas steroid tidak spesifik pada satu jenis obat. Reaksi sitif kortikosteroid lain, namun rekomendasi penggunaan
silang mungkin terjadi terutama pada golongan yang preparat golongan tersebut menggantikan kortikosteroid
sama berdasarkan struktur molekul sesuai sistem kla- yang lebih alergenik dengan potensi yang lebih rendah,
Deksametason dan betametason mungkin
sifikasi ABCD Coopman (Tabel 4). Deksametason dan lebih aman bagi pasien
masih hipersensitif
memerlukan kortikosteroid
penelitian lain,21 namun
lebih lanjut.
rekomendasi penggunaan preparat golongan tersebut menggantikan kortikosteroid yang lebih alergenik dengan
betametason mungkin lebih aman bagi pasien hipersen-
potensi yang lebih rendah, masih memerlukan penelitian lebih lanjut. 21
Tabel 4. Sistem ABCD klasifikasi kortikosteroid Coopman21 21
Tabel 4. Sistem ABCD klasifikasi kortikosteroid Coopman
Klasifikasi A B C D
D1 D2
Karakteristik Tidak ada substitusi Asetonid Metilasi C16 Metilasi C16, Tidak ada
cincin D kecuali ester substitusi metilasi C16
rantai pendek C21 halogen & substitusi
halogen
Contoh Kortison asetat Triamsinolon Deksametason Klobetasol
Hidrokortison Fluosinolon Betametason
Prednison Desonid Desoksimetason
Prednisolon Budesonid
Metilprednisolon

FENOMENA
FENOMENA RESISTENSIRESISTENSI langsung pada praktik klinis, berkembang ke arah
Beberapa dari populasi tidak sensitif atau gagal pendekatan terapetik dengan seleksi lebih ketat dan
Beberapa dari populasi tidak sensitive atau gagal berespons
toksisitas terhadap kortikosteroid,
lebih kecil. sebuah fenomena
Efek metabolik dan antiradang
berespons terhadap kortikosteroid, sebuah fenomena
yang disebut resistensi kortikosteroid. Resistensi dapat berupa polimorfisme gen NR3C1
kortikosteroid memang diperantarai yang mengode
oleh reseptor
reseptor yang
yang disebut resistensi kortikosteroid. Resistensi dapat
steroid, ataupun resistensi didapat yang berkembang selama terapi dengan obat tersebut. Perbedaan respons22
berupatiap
polimorfisme gen NR3C1 yang mengode resep- sama, sehingga upaya memisahkan efek terapetik yang
orang terhadap kortikosteroid harus dipikirkan sebelum memulai terapi, namun sulit menemukan tata
tor steroid,
laksanaataupun
mengatasiresistensi didapat
resistensi untukyang berkembangsensitivitas
mengembalikan diinginkan
terhadap dari efek samping
kortikosteroid. 23 yang merugikan belum
selama terapi dengan obat tersebut. Perbedaan respons
22 berhasil. Walau demikian, adanya perkembangan obat
tiap orang terhadap kortikosteroid harus dipikirkan sebe- lain yang selektif sebagai agonis reseptor di jaringan
KORTIKOSTEROID BARU
lum memulai terapi, namun sulit menemukan tata lak- tertentu dan sebagai antagonis di jaringan lain, memberi
sana mengatasiPemahaman
resistensi untuk
jalur mengembalikan
kerja kortikosteroidsensiti- harapan
pada sel target atas kemungkinan
mengalami hal yang
kemajuan dramatis sama terjadi
beberapa tahun pada
Kemajuan ini, 23walaupun belum dapat diterapkan kortikosteroid.
terakhir. kortikosteroid.
vitas terhadap langsung pada Selain
praktik itu, pemahaman
klinis, berkembang mengenai
ke arah struk-
pendekatan terapetik dengan seleksi lebih ketat dan toksisitas lebih
tur kristal kecil.ikatan
daerah Efek ligan
metabolik dan antiradang
pada reseptor steroid dapat
kortikosteroid
KORTIKOSTEROID BARU memang diperantarai oleh reseptor yang sama, sehingga
memicu upaya
perkembangan memisahkan
senyawa efek terapetik
baru yang yang
menunjuk-
diinginkan dari efek samping yang merugikan belum berhasil. kanWalau demikian,
aktivitas adanya perkembangan
kortikosteroid. Senyawa obat lain
eksperimen ini
Pemahaman
yang selektifjalur kerja agonis
sebagai kortikosteroid
reseptor pada sel tar-tertentu dan sebagai antagonis di jaringan lain, memberi
di jaringan
get mengalami kemajuan dramatis perlu diteliti agar dikembangkan menjadi obat yang ber-
harapan atas kemungkinan hal beberapa
yang samatahun
terjaditera-
pada kortikosteroid. Selainklinis.
manfaat secara itu, pemahaman
9 mengenai struktur
khir. Kemajuan ini,ikatan
kristal daerah walaupun belum
ligan pada dapat steroid
reseptor diterapkan
dapat memicu perkembangan senyawa baru yang menunjukkan
aktivitas kortikosteroid. Senyawa eksperimen ini perlu diteliti agar dikembangkan menjadi obat yang
DAFTAR PUSTAKA
bermanfaat secara klinis.9

1. Liu D, Ahmet A, Ward L, Krishnamoorthy P, Mandelcorn 6. Min KH, Rhee C, Jung JY, Suh M. Characteristics of ad-
SIMPULAN
ED, Leigh R, dkk. A practical guide to the monitoring and verse effects when using high dose short term steroid
management of the complications of systemic corticoste- regimen. Korean J Audiol. 2012;16:65-70. doi:10.7874/
Kortikosteroid menunjukkan efek antiinflamasi, imunosupresi, antiproliferasi, dan vasokonstriksi. Di
roid therapy. Allergy Asthma Clin Immunol. 2013;9:1-25. kja.2012.16.2.65.
bidang dermatologi, kortikosteroid sistemik digunakan untuk penyakit kulit yang penyembuhannya lama atau
doi:10.1186/1710-1492-9-30. 7. Ericson-Neilsen W, Kaye AD. Steroids: pharmacology,
penyakit berat yang menyebabkan kematian. Kortikosteroid sangatcomplications,
berpotensi menimbulkan efek samping serius
and practice delivery issues. The Ochsner J.
2. Djuanda A. Pengobatan dengan kortikosteroid sistemik
pada hampir semua sistem organ. Dengan
dalam bidang dermatovenereologi. Dalam: Djuanda A,
mengoptimalkan penggunaan,
2014;14:203-7.kemungkinan efek samping dapat
dibatasi,M,mencakup
Hamzah pemilihanIlmu
Aisah S, penyunting. preparat,
penyakitdosis, interval 8.
kulit dan dan waktu pemberian,
Listiyawati IT, Sawitri,lama
Agusniterapi, pemahaman
I, Prakoeswa CR. Terapi kor-
munculnya efek samping, potensi interaksi obat, metode
kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2011.h. tapering off, serta respons terhadap terapi.
tikosteroid oral pada pasien baru kusta dengan reaksi tipe 2.
339-41. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. 2015;27:48-54.
3. Staa TP, Leufkens HG, Abenhaim L, Begaud B, Zhang B, 9. Schimmer BP, Parker KL. Adrenocorticotropic hormone,
Cooper C. Use of oral corticosteroids in the United King- adrenocortical steroids and their synthetic analogs, inhibi-
dom. Q J Med. 2000;93:105-11. tors of the synthesis and actions of adrenocortical hormones.
4. Gupta P, Bhatia V. Corticosteroid physiology and principles Dalam: Brunton LL, Lazo JS, Parker KL. Goodman and Gil-
of therapy. Indian J Pediatr.2008;75:1039-44. man’s The pharmacological basis of therapeutics. Edisi ke-
5. Waljee AK, Rogers MA, Lin P, Singal AG, Stein JD, Marks 11. New York: McGraw-Hill, Medical Publishing Division;
RM, dkk. Short term use of oral corticosteroids and related 2006.h.1587-612.
harms among adults in the United States: population based 10. Chrousos GP. Adrenocorticosteroids and adrenocortical
cohort study. BMJ. 2017;357:j1415. doi:10.1136/bmj.j1415. antagonists. Dalam: Katzung BG, Masters SB, Trevor AJ.

170
Siagian JN, dkk Kortikosteroid sistemik: aspek farmakologi dan penggunaan klinisnya di bidang dermatologi

Basic and clinical pharmacology. Edisi ke-12. New York: 17. Fardet L, Kassar A, Cabane J, Flahault A. Corticosteroid-
McGraw-Hill Lange; 2012.h. 697-713. induced adverse events in adults: frequency, screening and
11. Suherman SK, Ascobat P. Adrenokortikotropin, adreno- prevention. Drug Safety. 2007;30:861-81.
kortikosteroid, analog sintetik dan antagonisnya. Dalam: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell
Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Instiaty, penyunting. 18. DJ, Wolff K. Fitzpatrick’s dermatology in general medi-
Farmakologi dan terapi. Edisi ke-6. Jakarta: Badan Penerbit cine. Edisi ke-8. New York: The McGraw-Hill Companies;
FKUI; 2016. h 507-27. 2012.h.165-2720.
12. Becker DE. Basic and clinical pharmacology of glucocorti- 19. Hopkins RL, Leinung MC. Exogenous cushing’s syndrome
costeroids. Anesth Prog. 2013;60:25-32. and glucocorticoid withdrawal. Endocrinol Metab Clin N
13. Flammer JR, Rogatsky I. Minireview: glucocorticoids in Am. 2005;34:371-84. doi:10.1016/j.ecl.2005.01.013.
autoimmunity: unexpected targets and mechanisms. Mol 20. Alves C, Robazzi TC, Mendonca M. Withdrawal from glu-
Endocrinol. 2011;25:1075-86. doi:10.1210/me.2011-0068. cocorticosteroid therapy: clinical practice recommendations.
14. Caplan A, Fett N, Rosenbach M, Werth VP, Micheletti RG. J Pediatr. 2008;84(3):192-202. doi:10.2223/JPED.1773.
Prevention and management of glucocorticoid-induced side 21. Vatti RR, Ali F, Teuber S, Chang C, Gershwin ME. Hyper-
effects: a comprehensive review. J Am Acad Dermatol. sensitivity reactions to corticosteroids. Clinic Rev Allerg
2017;76:1-9. doi:10.1016/j.jaad.2016.01.062. Immunol. 2014;47:26-37. doi:10.1007/s12016-013-8365-z.
15. Deshmukh CT. Minimizing side effects of systemic corti- 22. Nocentini G, Ronchetti S, Bruscoli S, Riccardi C. The clini-
costeroids in children. Indian J Dermatol Venereol Leprol. cal pharmacology of past, present, and future glucocorti-
2007;73:218-21. coids. Spring Int Publis. 2015:43-58. doi:10.1007/978-3-
16. Eckstein N, Haas B, Hass MD, Pfeifer V. Systemic therapy 319-16056-6_5.
of cushing’s syndrome. Orphanet J Rare Diseases. 2014;9:1- 23. Gross KL, Lu NZ, Cidlowski JA. Molecular mechanisms
16. doi:10.1186/s13023-014-0122-8. regulating glucocorticoid sensitivity and resistance. Mol Cell
Endocrinol. 2009;300:7-16. doi:10.1016/j.mce.2008.10.001.

171

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai