SEPTEMBER 2022
DISUSUN OLEH:
dr.
dr ……….
NIM ……………..
SUPERVISOR PEMBIMBING:
dr.
PPDS …………………….
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
RSUP WAHIDIN SUDIROHUSODO
MAKASSAR
2022
i
HALAMAN PENGESAHAN
Nama :
NIM :
Supervisor Pembimbing
dr…………..
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii
BAB I.............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
BAB II...........................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................3
2.1 Kortikosteroid......................................................................................................3
2.2 Efek pengunaan kortikosteroid pada anak...........................................................5
2.3 Kelainan Ginjal Pada Anak dan Penggunaan Kortikosteroid..............................7
2.3.1 Sindrom nefrotik...........................................................................................7
2.3.2 Penyakit Ginjal Kronik.................................................................................9
2.3.3 Henoch-Schönlein Purpura (HSP)..............................................................12
BAB III........................................................................................................................14
KESIMPULAN...........................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................15
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Ginjal merupakan organ penting bagi tubuh manusia karena memiliki fungsi
penting yang dapat membuang zat-zat sisa dan cairan yang berlebihan dari dalam
tubuh. Apabila fungsi ginjal menurun, berbagai penyakit dapat dengan mudah
menyerang dan menyebabkan beberapa masalah pada tubuh manusia, seperti
penumpukan sisa-sisa metabolisme, ketidakseimbangan asam-basa dan penurunan
produksi hormon yang dapat menyebabkan gangguan ginjal. Pada anak, susunan
organ tubuh masih sensitif dibanding orang dewasa karena proses absorpsi, distribusi,
metabolisme, dan ekskresi belum bekerja secara maksimal (Farhanditya, et al. 2018).
Masalah yang sering dijumpai pada pasien anak adalah penggunaan obat yang
tidak tepat seperti obat kortikosteroid yang semakin luas digunakan untuk jangka
panjang. Kortikosteroid sering disebut sebagai life saving drug. Kortikosteroid
merupakan derivat dari hormon kortikosteroid yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal.
Kortikosteroid digunakan sebagai imunosupresan dan antiinflamasi dengan
mengurangi jumlah sel inflamasi termasuk eosinofil, limfosit T, sel mast dan sel
dendritik. Efek ini dicapai dengan menghambat penarikan dan keberadaan sel
inflamasi (Maudina, 2019).
Dosis penggunaan obat kortikosteroid sistemik atau topikal untuk anak masih
belum diketahui, dosis untuk anak disesuaikan dengan berat badan atau umur. Jika
setelah beberapa hari belum tampak perbaikan, dosis ditingkatkan sampai ada
perbaikan. Pemberian kortikosteroid jangka panjang sekitar lebih dari 1 bulan dengan
dosis kumulatif 290 - 700 mg dan pemberian kortikosteroid yang dihentikan secara
1
elektrolit, hipertensi, hiperglikemi, infeksi, osteoporosis, miopati, gangguan perilaku,
2019).
penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan efek samping yang berbahaya. Oleh
karena itu, informasi dosis obat dalam peresepan obat sangatlah penting dalam
memberikan pengobatan pada pasien anak. Penggunaan obat pada pasien anak
bersifat khusus termasuk pada penyakit-penyakit ginjal pada anak karena dapat
mempengaruhi laju perkembangan organ dan kerja sistem dalam tubuh anak yang
masih belum sempurna dalam memetabolisme obat (Ayu and Pambudi, 2021).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kortikosteroid
untuk meningkatkan hormon steroid dalam tubuh saat dibutuhkan dan mengurangi
pembengkakan atau peradangan, serta menekan sistem imun yang terlalu aktif
digunakan untuk mengobati gangguan alergi dan inflamasi atau untuk menekan
fosfolipase A2, yang bertanggung jawab untuk produksi banyak mediator inflamasi
Kortikosteroid (CS) adalah hormon steroid yang diproduksi dalam sel dari sterol,
hormon ini disekresikan oleh kelenjar adrenal sebagai respons terhadap sekresi
3
Sebagian besar steroid yang disintesis disekresikan di ovarium, testis, adrenal, dan
kronis (Ayu et al., 2021). Kortikosteroid secara luas dibagi menjadi dua kelompok:
pematangan paru pada janin, penyakit mata seperti uveitis, konjungtivitis alergi dan
sistemik, dan lebih dari 90% kortikosteroid terikat pada globulin atau albumin
pengikat kortikosteroid. Hanya fraksi kortikosteroid yang tidak terikat yang aktif dan
4
dapat masuk ke dalam sel. Kortikosteroid dimetabolisme di hati dan diekskresikan
Anak-anak tergolong sensitif terhadap obat karena sistem tubuhnya belum siap
untuk merespon dan memetabolisme obat dengan baik. Oleh karena itu, informasi
dosis obat sangat penting dalam pengobatan pasien anak. Penggunaan obat pada
organ, sistem tubuh yang belum sepenuhnya dimetabolisme, dan proses eliminasi
obat pada pasien anak juga berarti penggunaan obat.(Ayu et al., 2021)
Kortikosteroid sering disebut sebagai life saving drug karena digunakan hanya
sebagai terapi paliatif yaitu sebagai anti inflamasi yang hanya menghentikan gejala
namun penyebab penyakit masih tetap ada. Kondisi ini mengarah pada fakta bahwa
penggunaan obat kortikosteroid tidak sesuai dengan indikasi, dosis dan lama
pemberian, yang mengarah pada reaksi obat yang tidak diinginkan. Oleh karena itu,
perlu dikaji peresepan sediaan obat kortikosteroid pada anak. (Anggreini et al., 2021)
Penggunaan ciri tertentu sampai jumlah yang yang secara terus menerus dapat
terhadap pubertas. Oleh karena itu, penting dalam menggunakan dosis yang efektif
lebih rendah. Untuk pemberian secara berselang sehari dapat membatasi efek
5
selama masa kehamilan dapat dilihat pada peringatan untuk pemakaian selama
dalam tubuh. Efeknya berhubungan dengan besarnya dosis. Makin besar dosis,
makin besar efek yang didapat, selain itu ada kaitan antara kortikosteroid dengan
diperlukan supaya timbul efek hormon lain. Mekanismenya diduga melalui pengaruh
hormon lain. Selain efek metabolik, kortikosteroid juga memiliki efek antiinflamasi,
Dosis yang tidak terkontrol dapat menyebabkan efek samping yang serius saat
kortikosteroid pada tubuh pasien. Namun, hal ini bisa berbahaya karena kurangnya
orang yang melakukan pengobatan sendiri dan tidak mengetahui efek samping dari
penggunaan obat steroid tanpa dosis yang terkontrol. Karena masyarakat awam
kurang memahami kandungan obat herbal, beberapa herbal pegal linu mengandung
6
2.3 Kelainan Ginjal Pada Anak dan Penggunaan Kortikosteroid
Sindrom nefrotik (SN) merupakan penyakit ginjal yang sering dijumpai pada
anak. Angka kejadian SN pada anak di Indonesia mencapai 6 kasus per tahun per
100.000 anak di bawah usia 14 tahun dengan perbandingan laki-laki dan perempuan.
urin. Sindrom nefrotik terdiri atas proteinuria masif atau proteinuria nefrotik (>40
mg/m2/jam atau >50 mg/kg/24 jam atau rasio protein/kreatinin pada urin
sewaktu >2mg/mg atau dipstik ≥+2), hipoalbuminemia (<2,5 g/dL), edema, dan
2016).
Kortikosteroid merupakan obat lini pertama untuk penyakit ini. Terapi utama
sindrom nefrotik adalah kortikosteroid, yaitu prednison dosis penuh (full dose) 60
mg/m2 LPB/ hari selama 4 minggu dilanjutkan dengan prednison dosis 2/3 nya (40
mg/m2 LPB/hari) tiga hari berturut-turut dalam seminggu (intermitten) atau selang
hari (alternating) selama 4 minggu (Amalia, 2018). Berdasarkan respon terhadap
steroid, SN dibedakan menjadi SN dengan remisi, relaps, kambuh jarang, kambuh
sering, sensitive steroid, dependen steroid, dan resisten steroid (Gambar 1). Sebagian
besar SN memberikan respons terhadap terapi steroid, sedangkan 10% pasien tidak
responsif terhadap steroid. Alur tatalaksana sindrom nefrotik diuraikan pada gambar
2 (Pardede and Rahmartani, 2016).
7
Gambar 1. Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan
sindrom nefrotik
Sindrom nefrotik resisten steroid memiliki risiko progesivitas yang tinggi untuk
menjadi penyakit ginjal stadium akhir atau end stage renal disease pada anak dan
dewasa. Selain itu, SNRS memerlukan terapi imunosupresan selain steroid yang
8
dapat menyebabkan berbagai efek samping selain harganya yang relatif mahal.
Sebagian pasien SNRS resisten terhadap satu atau lebih obat imunosupresan,
sedangkan pasien lain responsif tetapi menderita berbagai efek samping. Sampai
saat ini, pengobatan SNRS masih merupakan masalah di bidang nefrologi anak
karena belum ada terapi yang memberikan hasil yang memuaskan dan masih
memerlukan penelitian agar dapat memberikan terapi pilihan bagi anak dengan
SNRS (Pardede and Rahmartani, 2016).
osmotik, sekresi hormon dan menjaga keseimbangan elektrolit dan asam-basa. Ginjal
ginjal kronik (PGK) merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan kehilangan
fungsi ginjal progresif yang dapat berakhir pada Penyakit Ginjal Tahap Akhir
(PGTA). Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan istilah terbaru yang dikeluarkan
oleh The National Kidney Foundation’s Kidney Disease and Outcome Quality
Initiative (NKF-KDOQI) pada tahun 2002, adalah suatu keadaan dimana terjadi
kerusakan ginjal yang ditandai dengan ada atau tidaknya penurunan laju filtrasi
Kerusakan ginjal itu sendiri adalah suatu keadaaan abnormal patologis yang
terjadi pada ginjal yang di tandai dengan ditemukannya pertanda atau marker pada
pemeriksaan laboratorium yang meliputi pemeriksaan darah, urin dan juga radiologis.
9
Sedangkan penurununan Laju filtrasi Glomerulus dalam hal ini adalah kurang dari
Outcomes (KDIGO) adalah penurunan fungsi ginjal dengan laju filtrasi ginjal kurang
Penyebab tersering gagal ginjal terminal pada anak adalah kelainan kongenital
pada ginjal dan saluran kemih, terutama pada kelompok anak usia muda, dan focal
yang relatif lebih tinggi dan meningkatkan risiko kegagalan organ donor di kemudian
hari, seperti FSGS dengan risiko kekambuhan yang mencapai 50-80% dan menjadi
salah satu penyebab kegagalan organ donor atau sindrom hemolitik uremik atipikal
yang memiliki risiko kekambuhan 50-80% dengan risiko kegagalan organ donor
10
Anak dengan penyakit ginjal stadium akhir harus menjalani terapi pengganti
ginjal, pilihannya biasanya dialisis jangka panjang atau transplantasi ginjal (Hidayati,
2022). Hingga saat ini, transpantasi ginjal merupakan pilihan utama terapi pengganti
ginjal yang dianggap terbaik dari sisi kualitas hidup pasien. Salah satu komponen
(Hidayati, 2022).
bertahap hingga mencapai dosis rumatan dalam 6-12 bulan pascatransplantasi. Pilihan
regimen yang digunakan dalam terapi induksi adalah antibodi poliklonal seperti anti-
seperti alemtuzumab; antibodi terhadap reseptor IL-2 seperti basiliximab; atau agen
diberikan dengan dosis lebih tinggi dari dosis rumatan (Hidayati, 2022).
mencegah penolakan kronik. Pada fase ini, dosis imunosupresan diturunkan bertahap
hingga dosis optimal terendah untuk mengurangi risiko efek samping, seperti infeksi
11
rejection dengan efek samping yang minimal. Umumnya, pada terapi rumatan
pembuluh darah kecil pada persendian, ginjal, saluran pencernaan, dan kulit. Penyakit
ini merupakan vaskulitis yang paling umum terjadi pada anak, dengan angka kejadian
10-20 per 100.000 anak per tahun; lebih dari 90% penderitanya berusia di bawah 10
tahun, dengan usia rerata 6 tahun. Pada anak-anak ditemukan rasio laki-laki :
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui. Faktor yang dapat terlibat di
imunisasi, dan bahan kimia yang mengakibatkan kerusakan vaskular lokal atau luas
(Taqiyyah, 2021).
HSP adalah untuk meredakan gejala akut, mencegah morbiditas jangka pendek
HSP ditandai oleh infiltrasi leukosit pada dinding pembuluh darah bersamaan dengan
kortikosteroid umum digunakan pada setiap kasus HSP. Namun, hingga saat ini tidak
12
ada konsensus pengobatan HSP dan tata laksana yang paling efektif masih
keterlibatan organ
13
BAB III
KESIMPULAN
Penyakit ginjal merupakan masalah kesehatan pada anak yang banyak memerlukan
perhatian karena prevalensi yang semakin meningkat dari tahun ke tahun dan
mortalitas yang juga terus meningkat. Pengobatan penyakit ginjal dengan pemberian
kortikosteroid pada anak harus dilakukan secara cermat, karena anak tergolong
individu yang sangat rentan terhadap obat karena sistem dalam tubuhnya belum
sempurna untuk merespon dan memetabolisme obat secara baik. Penggunaan jangka
sehingga informasi dosis dan lama penggunaan obat dalam peresepan sangatlah
14
DAFTAR PUSTAKA
Kenaikan Berat Badan pada Anak Penderita Leukemia Limfoblastik Akut Fase
Induksi di RSUP Haji Adam Malik Medan. SCRIPTA SCORE Scientific Medical
Anggreini, N., Sasangka, D., Eka, A., Aditya, D., & Marlina, D. (2021). Potensi
http://repository.urecol.org/index.php/proceeding/article/view/1462
4229. https://doi.org/10.5812/zjrms.109853
15
Hidayah, N., Luthfia, R. and Anindhita (2021) ‘Henoch-Schonlein Purpura Pada
Hidayati, E. L. (2022). Luaran Jangka Panjang Transplantasi Ginjal pada Anak. Sari
Htun, Z. T., Schulz, E. V., Desai, R. K., Marasch, J. L., McPherson, C. C.,
01083-w
Kusumah, I. P., Pribadi, F., Basudewo, D. P., Walukow, R. D., Atmadjaja, A., Iring,
Pada Pasien Anak Di Instalasi Rawat Inap Rsud Sultan Syarif Mohamad
dan Insufisiensi Vitamin D pada Pasien Anak dengan Penyakit Ginjal Kronis’,
Nabila, A. N., Dwiani, G., Tubarad, T., & Azzahra, V. (2022). Descriptive Study :
16
18
Nurhasnah, N., Elvina, R., & Lestari, D. (2016). Kejadian Infeksi Pada Pasien
Medicine.
Resisten Steroid pada anak’, Majalah Kedokteran UKI, XXXII(2), pp. 90–99.
Setiawan, O., Sari, M., & Susiyarti, S. (2021). Gambaran Penggunaan Obat
10.55175/cdk.v48i11.1562.
17