Anda di halaman 1dari 20

FARMAKOLOGI

MAKALAH ANTIINFLAMASI
DOSEN : dr. R.A. Rengganis Ularan , MM

Kelompok 7
Disusun oleh
Dewi Shinta(195009)
Dyah Ayu Pratiwi(195011)
Fauziyah Noviyanti(195016)
Laras Ayu Sukma Pratiwi(195022)
Risma Kartika Putri(195030)

PROGRAM STUDI REKAM MEDIS


POLITEKNIK KESEHATAN RD dr. SOEPRAOEN MALANG
Jl. S. Supriadi No. 22, Sukun, Kota Malang, Jawa Timur 65147
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah judul “Anti
Inflamasi”. Penyusunan laporan akhir ini merupakan persyaratan untuk pemenuhan
tugas program Diploma III Program Studi Rekam Medis, Jurusan Kesehatan,
Politeknik Kesehatan dr. Soepraoen Malang.
Penulis menyadari bahwa tanpa adanya dukungan dan kerja sama dari
berbagai pihak, penyusunan makalah ini tidak dapat diselesaikan dengan baik.
Untuk itu, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Allah SWT yang selalu memberi rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis
diberi kemampuan untuk menyelesaikan laporan akhir ini.
2. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan dukungan dan doa demi
kelancaran penyusunan laporan akhir ini.
3. Dan seluruh pihak yang telah membantu dan mendukung lancarnya pembuatan
makalah ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat
kekurangan dan kelemahan penulis baik di sistematika penulisan maupun dalam
penggunaan bahasa. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun dari pembaca demi penyempurnaan makalah ini.

Malang, 09 Oktober 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB. I ................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Tujuan ....................................................... Error! Bookmark not defined.
1.3 Manfaat ..................................................... Error! Bookmark not defined.
1.4 Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
BAB. II ................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ................................................................................................. 3
2.1 Anti Inflamasi Steroid ................................................................................ 3
2.2 Anti Inflamasi Non Steroid ........................................................................ 8
BAB. III .......................................................................................................... 116
PENUTUP ...................................................................................................... 116
3.1 Kesimpulan ............................................. 1Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 117

ii
BAB. I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Antiinflamasi didefinisikan sebagai obat-obat atau golongan obat yang
memiliki aktivitas menekan atau mengurangi peradangan. Radang atau
inflamasi dapat disebabkan oleh berbagai rangsangan yang mencakup luka-luka
fisik, infeksi, panas dan interaksi antigen-antibodi (Houglum, 2005).
Berdasarkan mekanisme kerja obat-obat antiinflamasi terbagi dalam dua
golongan, yaitu obat antiinflamasi golongan steroid dan obat antiinflamasi non
steroid. Mekanisme kerja obat antiinflamasi golongan steroid dan non-steroid
terutama bekerja menghambat pelepasan prostaglandin ke jaringan yang
mengalami cedera (Gunawan, 2007). Obat-obat antiinflamasi yang banyak
dikonsumsi oleh masyarakat adalah non steroid anti inflammatory drug’s
(NSAID). Obat-obat golongan NSAID biasanya menyebabkan efek samping
berupa iritasi lambung (Kee & Hayes, 1996).Obat antiinflamasi steroid dan
nonsteroid memiliki banyak efek samping sehingga banyak dilakukan
pengembangan antiinflamasi yang berasal dari bahan alam, terutama pada
tanaman. Tanaman yang terbukti secara ilmiah memiliki khasiat sebagai
antiinflamasi diantaranya daun mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Shecff.)
Boerl.), rimpang kencur (Kaempferiae galanga L.), daun ubi jalar ungu
(Ipomoea batatas (L.) Lamk.), kelopak bunga rosela merah (Hisbiscus
sabdariffa), serta bunga dan daun asam jawa (Tamarindus indica).

1.2 Tujuan
a. Untuk mengetahui apa itu arti Antiinflamasi.
b. Untuk mengetahui mekanisme terjadinya flamasi .
c. Untuk mengetahui mekanisme kerja antiinflamasi .
d. Untuk mengetahui efek samping dan perhatian .
e. Untuk mengetahui rute dan dosis pemberian .

1
1.3 Manfaat
1. Sebagai bahan untuk memberikan pengetahuan tentang
Antiinflamasi
2. Sebagai bahan untuk bagaimana kita menyikapi tentang
Antiinflamasii .
3. Sebagai bahan untuk efek samping, perhatian, rute, dan dosis
pemberian obat Antiinflamasi .

1.4 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud Antiinflamasi?


2. Bagaimana mekanisme kerja obat Antiinflamasi?
3. Bagaimana efek samping samping dan dosis pemberian Obat
Antiinflamasi?

2
BAB. II
PEMBAHASAN

2.1 Anti Inflamasi Steroid


 Definisi obat Antiinflamasi Steroid
Obat ini merupakan antiinflamasi yang sangat kuat. Karena
Obat-obat ini menghambat enzim phospholipase A2 sehingga tidak
terbentuk asam arakidonat. Asam arakidonat tidak terbentuk berarti
prostaglandin juga tidak akan terbantuk. Namun, obat anti inflamasi
golongan ini tidak boleh digunakan seenaknya. Karena efek
sampingnya besar. Bisa menyebabkan moon face, hipertensi,
osteoporosis dll. Senyawa steroid adalah senyawa golongan lipid
yang memiliki stuktur kimia tertentu yang memiliki tiga cincin
sikloheksana dan satu cincin siklopentana. Suatu molekul steroid
yang dihasilkan secara alami oleh korteks adrenal tubuh dikenal
dengan nama senyawa kortikosteroid.
Kortikosteroid sendiri digolongkan menjadi dua berdasarkan
aktifitasnya, yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid.
Glukokortikoid memiliki peranan pada metabolisme glukosa,
sedangkan mineralokortikosteroid memiliki retensi garam. Pada
manusia, glukortikoid alami yang utama adalah kortisol atau
hidrokortison, sedangkan mineralokortikoid utama adalah
aldosteron. Selain steroid alami, telah banyak disintetis
glukokortikoid sintetik, yang termasuk golongan obat yang penting
karena secara luas digunakan terutama untuk pengobatan penyakit-
penyakit inflasi. Contoh antara lain adalah deksametason, prednison,
metil prednisolon, triamsinolon dan betametason (Ikawati, 2006).
Aldosteron adalah hormon steroid dari golongan mineralkortikoid
yang disekresi dari bagian terluar zona glomerulosa pada bagian
korteks kelenjar adrenal, yang berpengaruh terhadap tubulus distal
dan collecting ducts dari ginjal sehingga terjadi peningkatan

3
penyerapan kembali partikel air, ion, garam oleh ginjal dan sekresi
potasium pada saat yang bersamaan. Hal ini menyebabkan
peningkatan volume dan tekanan darah.
Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintetis
protein. Molekul hormon memasuki sel melewati membran plasma
secara difusi pasif. Hanya di jaringan target hormon ini bereaksi
dengan reseptor protein yang spesifik dalam sitoplasma sel dan
membentuk kompleks reseptor-steroid. Kompleks ini mengalami
perubahan komformasi, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan
dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan
sintetis protein spesifik. Induksi sintetis protein ini yang akan
menghasilkan efek fisiologik steroid (Darmansjah, 2005).
Berdasarkan masa kerjanya golongan kortikosteroid dibagi menjadi:
o Kortikosteroid kerja singkat dengan masa paruh < 12 jam, yang
termasuk golongan ini adalah kortisol/hidrokortison, kortison,
kortikosteron, fludrokortison
o Kortikosteroid kerja sedang dengan masa paruh 12 – 36 jam,
yaitu metilprednisolon, prednison, prednisolon, dan triamsinolon.
o Kortikosteroid kerja lama dengan masa paruh >36 jam, adalah
parametason, betametason dan deksametason.
Glukokortikoid sintetik digunakan pada pengobatan nyeri sendi,
arteritis temporal, dermatitis, reaksi alergi, asma, hepatitis, systemic
lupus erythematosus, inflammatory bowel disease, serta sarcoidosis.
Selain sediaan oral, terdapat pula sediaan dalam bentuk obat luar
untuk pengobatan kulit, mata, dan juga inflammatory bowel disease.
Kortikosteroid juga digunakan sebagai terapi penunjang untuk
mengobati mual, dikombinasikan dengan antagonis 5-HT3
(misalnya ondansetron).
 Mekanisme Kerja Anti Inflamasi Steroid
Adapun mekanisme kerja obat dari golongan steroid adalah
menghambat enzim fospolifase sehingga menghambat pembentukan
prostaglandin maupun leukotrien. Penggunaan obat antiinflamasi

4
steroid dalam jangka waktu lama tidak boleh dihentikan secara tiba-
tiba, efek sampingnya cukup banyak dapat menimbulkan tukak
lambung, osteoforosis, retensi cairan dan gangguan elektrolitContoh
obat antiinflamasi steroid diantaranya, hidrokortison, deksametason,
metil prednisolon, kortison asetat, betametason, triamsinolon,
prednison, fluosinolon asetonid, prednisolon, triamsinolon asetonid
dan fluokortolon. Penyakit lain yang dapat diobati dengan anti
inflamasi diantaranya, artritis rematoid, demam rematik dan
peradangan sendi (Siswandono dan Soekarjo, 1995)

Berikut ini sejumlah kegunaan kortikosteroid dalam menangani


kondisi-kondisi seperti:

 Asma
 Rheumatoid arthritis
 Bronkitis
 Kolitis ulseratif dan penyakit Crohn
 Reaksi alergi pada kulit, mata, atau hidung.

Obat ini bekerja dengan cara masuk ke dinding sistem sel imun
untuk mematikan zat yang bisa melepaskan senyawa-senyawa yang
menjadi pemicu peradangan.

Peringatan:

Ibu hamil, ibu menyusui, atau wanita yang sedang merencanakan


untuk hamil, disarankan untuk berkonsultasi kepada dokter sebelum
menggunakan obat kortikosteroid.

Harap berhati-hati dalam menggunakan kortikosteroid jika


menderita penyakit jantung, gangguan fungsi hati, tukak
lambung atau ulkus usus dua belas jari (duodenum), gangguan
kesehatan mental, pengeroposan tulang atau osteoporosis, katarak,

5
diabetes, epilepsi, atau mengalami gangguan pada kulit seperti
infeksi kulit, jerawat, luka terbuka, hingga rosacea.

Beri tahu dokter jika sedang menggunakan obat-obat lain, termasuk


suplemen atau herba, karena dikhawatirkan dapat menimbulkan
interaksi obat yang tidak diinginkan. Diskusikan kepada dokter
mengenai pemakaian kortikosteroid bersama dengan obat-obat
berikut ini: obat antiinflamasi nonsteroid/OAINS (seperti:
diclofenac, ibuprofen, atau naproxen), vaksin (seperti: MMR,
BCG), digoxin, diuretik, warfarin, salbutamol, serta obat untuk
diabetes, epilepsi, dan obat HIV/AIDS.

Jika telah digunakan untuk jangka panjang, obat jangan dihentikan


secara tiba-tiba. Konsutasikan kembali dengan dokter untuk
menghentikan obat secara bertahap.

Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis, segera temui dokter.

 Efek Samping Kortikosteroid

Efek samping biasanya terjadi pada penggunaan


kortikosteroid untuk jangka panjang, yaitu lebih dari 2-3 bulan.
Sejumlah efek samping yang bisa ditimbulkan setelah menggunakan
obat kortikosteroid adalah:

 Penumpukan lemak di pipi (moon face)


 Rentan terkena infeksi
 Meningkatnya tekanan darah atau hipertensi
 Meningkatnya kadar gula darah
 Mempercepat timbulnya katarak
 Tukak (ulkus) pada lambung atau duodenum
 Masalah kulit
 Pelemahan fungsi otot
 Perubahan mood dan perilaku.

6
 Jenis-Jenis, Merek Dagang, dan Dosis Kortikosteroid

Berikut ini adalah jenis-jenis obat yang termasuk ke dalam golongan


kortikosteroid. Untuk mendapatkan penjelasan secara rinci
mengenai efek samping, peringatan, atau interaksi dari masing-
masing obat kortikosteroid,

Betametason

Merek dagang: Betam-opthal, Betametason Valerate, Beprosone,


Canedrylskin, Celestik, Diprosone OV, Hufabethamin, Meclovel
Nilacelin, Ocuson.

Kondisi: Peradangan atau alergi

 Tablet dan sirop (oral)


Dewasa: Dosis betametason adalah 0,5-5 mg per hari dibagi
menjadi beberapa kali pemberian, tergantung dari tingkat
keparahan penyakit dan respons pasien terhadap obat.
Anak-anak:
Anak usia 1-6 tahun: 25% dari dosis orang dewasa.
Anak usia 7-11 tahun: 50% dari dosis orang dewasa.
Anak usia 12 tahun atau lebih: 75% dari dosis orang dewasa.

 Obat Suntik
Dewasa: 4-20 mg per hari.
Anak-anak:
Anak usia 1 tahun atau kurang: 1 mg sebanyak 3-4 kali per 24
jam atau sesuai kebutuhan.
Anak usia 2-5 tahun: 2 mg sebanyak 3-4 kali per 24 jam atau
sesuai kebutuhan.
Anak usia 6-12 tahun: 4 mg sebanyak 3-4 kali per 24 jam atau
sesuai kebutuhan.

Kondisi: Rheumatoid arthritis

7
 Tablet dan sirop (oral)
Dewasa: 0,5-2 mg per hari.

Kondisi: Peradangan kulit

 Krim, salep, dan gel (topikal)


Dewasa: Betametason tersedia dalam konsentrasi 0,025%, 0,05%,
atau 0,1%. Pemberian pada masing-masing konsentrasi akan
disesuaikan dengan kondisi pasien. Oleskan betametason 1-3 kali
per hari selama 2-4 minggu atau hingga kondisi membaik.

Kondisi: Psoriasis

 Krim, salep, dan gel (topikal)


Dewasa: Betametason 0,05% dioleskan secukupnya, 2 kali sehari,
selama 4 minggu.

Kondisi: Alergi dan peradangan pada mata

 Tetes mata
Dewasa: Dosis awal sebanyak 1-2 tetes pada mata meradang tiap
dua jam, lalu frekuensi pemberian tetes mata akan dikurangi jika
kondisi mata telah berangsur membaik.

2.2 Anti Inflamasi Non Steroid


 Definisi obat anti-inflamasi nonsteroid
(OAINS atau Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs))
adalah kelas obat yang sama-sama memberikan efek analgesik
(antinyeri) dan antipiretik (penurun panas), dan dalam dosis yang
lebih tinggi berefek anti-inflamasi. Istilah "nonsteroid"
membedakan obat ini dari anti-inflamasi lain yaitu "steroid", yang
bekerja menekan produksi eikosanoid. Istilah ini pertama kali
digunakan pada tahun 1960, digunakan untuk menjauhkan obat baru
dari tragedi iatrogenik terkait steroid.

8
 Klasifikasi

OAINS dapat diklasifikasikan berdasarkan struktur kimianya


atau mekanisme aksi. OAINS lebih tua dikenal jauh sebelum
mekanisme aksi mereka itu dijelaskan dan untuk alasan ini
diklasifikasikan oleh struktur atau asal kimia. Zat baru lebih sering
diklasifikasikan berdasarkan mekanisme aksi.

Salisilat

 Aspirin (asam asetilsalisilat)


 Diflunisal (Dolobid)
 Asam salisilat dan salisilat lainnya
 Salsalate (Disalcid)

Turunan asam propionat

 Ibuprofen[2]
 Deksibuprofen
 Naproksen
 Fenoprofen
 Ketoprofen
 Deksketoprofen
 Flurbiprofen
 Oksaprozin
 Loksoprofen (Loxonin), tersedia di Jepang.

Turunan asam asetat

 Indometasin
 Tolmetin
 Sulindak
 Etodolak
 Ketorolak
 Diklofenak

9
 Aseklofenak
 Nabumeton

Turunan asam enolat (Oksikam)

 Piroksikam
 Meloksikam
 Tenoksikam
 Droksikam
 Lornoksikam
 Isoksikam (ditarik dari pasar tahun 1985[3][4])
 Fenilbutazon (Bute)

Turunan asam antranilat (Fenamat)

OAINS berikut adalah turunan dari asam fenamat yang


merupakan turunan dari asam antranilat,[5]:235 yang pada gilirannya
adalah nitrogen isoster dari asam salisilat[5]:235[6]:17

 Asam mefenamat
 Asam meklofenamat
 Asam flufenamat
 Asam tolfenamat

COX-2 inhibitor selektif (koksib atau Coxibs)

 Selekoksib (Perhatian FDA[7])


 Rofekoksib (ditarik dari pasar[8])
 Valdekoksib (ditarik dari pasar[9])
 Parekoksib ditarik FDA, berlisensi di EU
 Lumirakoksib pendaftaran dibatalkan TGA (Australia)
 Etorikoksib tidak disetujui FDA, berlisensi di EU
 Firocoxib digunakan pada anjing dan kuda

Sulfonanilid

10
 Nimesulid (sediaan sistemik dilarang oleh beberapa negara karena
potensi risiko hepatotoksisitas)

 Kegunaan dari Obat AINS


AINS banyak digunakan pada pasien pediatric. Obat ini merupakan
bahan aktif yang secara farmakologi tidak homogen dan terutama
bekerja menghambat produksi prostaglandin serta digunakan untuk
perawatan nyeri akut dan kronik. Obat ini mempunyai sifat mampu
mengurangi nyeri, demam dengan inflamasi, dan yang disertai dengan
gangguan inflamasi nyeri lainnya.
 Mekanisme Kerja

Mekanisme dan sifat dasar AINS, obat analgesik anti inflamasi non
steroid merupakan suatu kelompok sediaan dengan struktur kimia yang
sangat heterogen, dimana efek samping dan efek terapinya berhubungan
dengan kesamaan mekanisme kerja sediaan ini pada enzim cyclooxygenase
(COX). Kemajuan penelitian dalam dasawarsa terakhir memberikan
penjelasan mengapa kelompok yang heterogen tersebut memiliki kesamaan
efek terapi dan efek samping, ternyata hal ini terjadi berdasarkan atas
penghambatan biosintesis prostaglandin (PG). Mekanisme kerja yang
berhubungan dengan biosintesis PG ini mulai dilaporkan pada tahun 1971
oleh Vane dan kawan-kawan yang memperlihatkan secara invitro bahwa
dosis rendah aspirin dan indometason menghambat produksi enzimatik PG.
Dimana juga telah dibuktikan bahwa jika sel mengalami kerusakan maka
PG akan dilepas.Namun demikian obat AINS secara umum tidak
menghambat biosintesis leukotrin,yang diketahui turut berperan dalam
inflamasi. AINS menghambat enzim cyclooxygenase (COX) sehingga
konversi asam arakidonat menjadi PGG2 terganggu. Setiap obat
menghambat cyclooxysigenase dengan cara yang berbeda.2 AINS
dikelompokkan berdasarkan struktur kimia,tingkat keasaman dan
ketersediaan awalnya. Dan sekarang yang popoler dikelompokkan
berdasarkan selektifitas hambatannya pada penemuan dua bentuk enzim

11
constitutive cyclooxygenase-1 (COX-1) dan inducible cycloocygenase-2
(COX-2).COX-1 selalu ada diberbagai jaringan tubuh dan berfungsi dalam
mempertahankan fisiologi tubuh seperti produksi mukus di lambung tetapi
sebaliknya ,COX-2 merupakan enzim indusibel yang umumnya tidak
terpantau di kebanyakan jaringan, tapi akan meningkat pada keadaan
inflamasi atau patologik. AINS yang bekerja sebagai penyekat COX akan
berikatan pada bagian aktif enzim,pada COX-1 dan atau COX - 2, sehingga
enzim ini menjadi tidak berfungsi dan tidak mampu merubah asam
arakidonat menjadi mediator inflamasi prostaglandin. AINS yang termasuk
dalam tidak selektif menghambat sekaligus COX-1 dan COX-2 adalah
ibuprofen,indometasin dan naproxen. Asetosal dan ketorokal termasuk
sangat selektif menghambat menghambat COX-1. Piroxicam lebih selektif
menyekat COX-1, sedangkan yang termasuk selektif menyekat COX-2
antara lain diclofenak, meloxicam, dan nimesulid. Celecoxib dan rofecoxib
sangat selektif menghambat COX-2.

 Penggunaan NSAID

Non-Steroidal Anti Inflammatory Drugs (NSAID) bekerja


menghambat enzim cyclooxygenase (enzim pembentuk prostaglandin).
NSAID hanya dipakai untuk nyeri inflamasi dan antipiretik akibat produksi
prostaglandin. NSAID mempunyai 3 efek yakni: anti-inflamasi, analgesik
(untuk nyeri ringan hingga sedang), dan antipiretik. Namun, NSAID tidak
bisa digunakan untuk mengatasi nyeri karena angina pectoris karena nyeri
disebabkan karena hipoksia dan penumpukan laktat. Penggunaan NSAID
sebagai analgesik bersifat simptomatik sehingga jika simptom sudah hilang,
pemberiannya harus dihentikan.

Pada keadaan gout arthritis, NSAID berperan untuk mengurangi


inflamasinya. Asam urat yang meningkat dan menurun masih dapat
menyebabkan inflamasi sehingga menimbulkan nyeri. Asam urat dapat
menumpuk di jaringan (biasanya pada jari kaki tampak tofi, bendol-
bendol). Penggunaan NSAID masih menimbulkan recruitment sel radang
karena tidak menghambat LOX/ leukotrien (chemotoxin). Namun efeknya

12
ini perlu diturunkan untuk mencegah adanya kemotaksis dengan
penggunaan kortikosteroid.

NSAID tidak mempengaruhi proses penyakit (ex. kerusakan jaringan


muskuloskeletal) dan hanya mencegah simtom peningkatan prostaglandin
pada kerusakan jaringan. Jadi, NSAID memblok pembentukan
prostaglandin, akan tetapi jaringan tetap rusak. NSAID efeknya bersifat
sentral, sehingga tidak menimbulkan adiksi.

Penggunaan NSAID sebagai antipiretik digunakan untuk demam yang


patologis (tidak digunakan untuk demam karena peningkatan suhu setelah
aktivitas yang berlebih). Demam patologis dirangsang oleh zat pirogen
endogen (IL-1) yang mengakibatkan pelepasan prostaglandin di preoptik
hipotalamus. Penggunaannya untuk simptomatik juga (ketika panas turun
harus dihentikan).

 Efek samping

Selain menimbulkan efek terapi yang sama, obat NSAID juga memiliki
efek samping serupa, karena didasari oleh hambatan pada sistem biosintesis
PG. Efek samping yang paling sering terjadi adalah induksi tukak lambung
atau tukak peptik yang kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat
perdarahan saluran cerna. Beratnya efek samping ini berbeda pada masing-
masing obat. Dua mekanisme terjadinya iritasi lambung ialah: (1) iritasi
yang bersifat lokal yang menimbulkan difusi kembali asam lambung ke
mukosa dan menyebabkan kerusakan jaringan; dan (2) iritasi atau
perdarahan lambung yang bersifat sistemik melalui hambatan biosintesis
PGE2 dan PGI2. Kedua PG ini banyak ditemukan di mukosa lambung
dengan fungsi menghambat sekresi asam lambung dan merangsang sekresi
mucus usus halus yang bersifat sitoprotektif.

 Contoh-contoh Dari Obat AINS

1. Asam mefenamat dan Meklofenamat

Asam mefenamat digunakan sebagai analgetika dan anti-inflamasi,


asam mefenamat kurang efektif dibandingkan dengan aspirin.

13
Meklofenamat digunakan sebagai obat anti-inflamasi pada reumatoid dan
osteoartritis. Asam mefenamat dan meklofenamat merupakan golongan
antranilat. Asam mefenamat terikat kuat pada pada protein plasma. Dengan
demikian interaksi dengan oabt antikoagulan harus diperhatikan.

Efek samping terhadap saluran cerna sering timbul misalnya


dispepsia, diare sampai diare berdarah dan gejala iritasi terhadap mukosa
lambung. Dosis asam mefenamat adalah 2-3 kali 250-500 mg sehari.
Sedangakan dosis meklofenamat untuk terapi penyakit sendi adalah 240-
400 mg sehari. Karena efek toksisnya di Amerika Serikat obat ini tidak
dianjurkan kepada anak dibawah 14 tahun dan ibu hamil dan pemberian
tidak melebihi 7 hari.

2. Diklofenak

Diklofenak merupakan derivat asam fenilasetat. Absorpsi obat ini


melalui saluran cerna berlangsung lengkap dan cepat. Obat ini terikat pada
protein plasma 99% dan mengalami efek metabolisma lintas pertama (first-
pass) sebesar 40-50%. Walaupun waktu paruh singkat 1-3 jam, dilklofenakl
diakumulasi di cairan sinoval yang menjelaskan efek terapi di sendi jauh
lebih panjang dari waktu paruh obat tersebut.

Efek samping yang lazim ialah mual, gastritis, eritema kulit dan
sakit kepala sama seperti semua AINS, pemakaian obat ini harus berhati-
hati pada pasien tukak lambung. Pemakaian selama kehamilan tidak
dianjurkan. Dosis orang dewasa 100-150 mg sehari terbagi dua atau tiga
dosis.

3. Ibuprofen

Ibuprofen merupakan derivat asam propionat yang diperkenalkan


pertama kali dibanyak negara. Obat ini bersifat analgesik dengan daya efek
anti-inflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama seperti
aspirin, sedangkan efek anti-inflamasinya terlihat pada dosis 1200-2400 mg
sehari. Absorpsi ibuprofen cepat melalui lambung dan kadar maksimum

14
dalam plasma dicapai dicapai setelah 1-2 jam. 90% ibuprofen terikat dalam
protein plasma, ekskresinya berlangsung cepat dan lengkap.

Pemberian bersama warfarin harus waspada dan pada obat anti hipertensi
karena dapat mengurangi efek antihipertensi, efek ini mungkin akibat
hambatan biosintesis prostaglandin ginjal. Efek samping terhadap saluran
cerna lebih ringan dibandingkan dengan aspirin. Ibuprofen tidak dianjurkan
diminum wanita hamil dan menyusui. Ibuprofen dijual sebagai obat generik
bebas dibeberapa negara yaitu inggris dan amerika karena tidak
menimbulkan efek samping serius pada dosis analgesik dan relatif lama
dikenal.

4. Indometasin

Merupakan derivat indol-asam asetat. Obat ini sudah dikenal sejak


1963 untuk pengobatan artritis reumatoid dan sejenisnya. Walaupun obat
ini efektif tetapi karena toksik maka penggunaan obat ini dibatasi.
Indometasin memiliki efek anti-inflamasi sebanding dengan aspirin, serta
memiliki efek analgesik perifer maupun sentral. In vitro indometasin
menghambat enzim siklooksigenase, seperti kolkisin.

Absorpsi pada pemberian oral cukup baik 92-99%. Indometasin


terikat pada protein plasma dan metabolisme terjadi di hati. Di ekskresi
melalui urin dan empedu, waktu paruh 2- 4 jam. Efek samping pada dosis
terapi yaitu pada saluran cerna berupa nyeri abdomen, diare, perdarahan
lambung dan pankreatis. Sakit kepala hebat dialami oleh kira-kira 20-25%
pasien dan disertai pusing. Hiperkalemia dapat terjadi akibat penghambatan
yang kuat terhadap biosintesis prostaglandin di ginjal.

Karena toksisitasnya tidak dianjurka pada anak, wanita hamil,


gangguan psikiatrik dan pada gangguan lambung. Penggunaanya hanya bila
AINS lain kurang berhasil. Dosis lazim indometasin yaitu 2-4 kali 25 mg
sehari, untuk mengurangi reumatik di malam hari 50-100 mg sebelum tidur.

15
BAB. III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. AINS (Anti Inflamasi Non Steroid) adalah suatu golongan obat yang
memiliki khasiat analgesik (pereda nyeri), anti piretik (penurun panas), dan
anti inflamasi (anti radang).
2. Obat ini mempunyai sifat mampu mengurangi nyeri, demam dengan
inflamasi, dan yang disertai dengan gangguan inflamasi nyeri lainnya.
3. AINS menghambat enzim cyclooxygenase (COX) sehingga konversi
asam arakidonat menjadi PGG2 terganggu.
4. Asam mefenamat dan Meklofenamat, Diklofenak, Ibuprofen,
Fenbufen,Indometasin, Piroksikam dan Meloksikam, Salisilat, Diflunsial,
Fenilbutazon dan Oksifenbutazon.

16
DAFTAR PUSTAKA

academia.edu. (t.thn.). Diambil kembali dari academia:


https://www.academia.edu/8737985/Anti_Inflamasi_Steroid

Fransesca, I. (t.thn.). obat anti inflamasi. Diambil kembali dari kompasiana:


https://www.kompasiana.com/imanuelafransesca/59f04a8d96bb0833326625d
2/apakah-efek-samping-pengonsumsian-obat-anti-inflamasi-oleh-imanuela-
fransesca?page=a

https://www.academia.edu/8737985/Anti_Inflamasi_Steroid. (n.d.). anti inflamasi.


www.academia.

17

Anda mungkin juga menyukai