Anda di halaman 1dari 15

FARMAKOLOGI

ANALGETIK DAN ANTIINFLAMASI

Oleh :

1. Dea Ayu Kumala 1701011

2. Ira Christiana Valent 1701021

3. Lintang Febriastuti 1701026

4. Maria Sri Adiningsih 1701029

5. Rica Hauliya 1701041

6. Titus Senja Kurniawan A.K 1701046

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BETHESDA YAKKUM


YOGYAKARTA

Tahun ajaran 2017-2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya, penulis mampu menyelesaikan tugas makalah
Farmakologi mengenai obat-obatan analgetik dan antiinflamasi dapat
terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Makalah ini menjabarkan tentang “Analgetik dan Antiinflamasi” yang
berkaitan dengan pengertian, jenis, dan mekanisme kerja obat. Penulis berharap
semoga makalah ini bermanfaat untuk peningkatan professionalisme keperawatan
khususnya bagi pendidikan Farmakologi.
Penulis menyadari betul, jika uraian dalam makalah ini masih jauh dari
kata sempurna. Karena mungkin masih banyak terdapat kekeliruan dan kurangnya
pendalaman materi terhadap aspek yang di bahas. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk segala perbaikan dalam
makalah ini, dan apabila makalah ini kurang berkenan bagi para pembaca. Penulis
mohon maaf yang sebesar – besarnya.

Yogyakarta, 11 April 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 2
1.3 Manfaat ................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Analgetik ............................................................................................. 3
2.2 Jenis-jenis Analgetik ........................................................................... 3
2.3 Mekanisme kerja Analgetik ................................................................ 6
2.4 Anti Inflamasi ..................................................................................... 6
2.5 Jenis-Jenis Antiinflamasi .................................................................... 7
2.6 Mekanisme Kerja Antiinflamasi ......................................................... 9
BAB III PENUTUP
1.1 Simpulan ........................................................................................ 11
1.2 Saran ............................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak dulu, setiap orang yang sakit akan berusaha mencari obatnya. Dalam
pengobatan suatu penyakit tidak selalu digunakan obat, seringkali dipijat, dikerok
dengan menggunakan mata uang logam, dioperasi, dipotong dan sebagainya.
Tetapi sebagian besar menggunakan obat. Dulu ilmu obat-obatan dan ilmu
pengobatan masih dipegang oleh seorang dan dipraktekkan oleh orang-orang yang
dianggap dekat dan ada hubungannya dengan dewa dan makhluk halus.

Pada tahun 1240 kaisar frederick II dengan suatu maklumat memisahkan


farmasi dari kedokteran dan menetapkan untuk menjamin agar supaya masyarakat
mendapat perawatan medis yang layak serta memperoleh obat yang baik dan
cocok, masing-masing ahli mempunyai keinsyafan dan bertanggung jawab serta
memiliki pengetahuan, keahlian dan ketrampilan khusus. Dengan peraturan
tersebut ilmu obat-obatan (farmasi) sekaligus menjadi profesi resmi dan
mencapai tingkat etik yang lebih tinggi dan terpisah dari profesi kedokteran
(pengobatan). Meskipun merupakan dua profesi yang terpisah, tetap mempunyai
tujuan yang satu yaitu, menolong penderita yang sakit atau tidak sehat.
Kesimpulannya bila seseorang itu sakit datanglah ke dokter, biar diperiksa
penyakit apa yang diderita. Dokter akan membuat resep, yaitu permintaan tertulis
pada apoteker agar disediakan dan diberikan obat pada penderita serta pada wadah
obatnya ditulis aturan penggunaannya. Oleh karena itu pasien harus membawa
resep ke apotek, agar apoteker menyediakan serta turut mengontrol dosis dan
obatnya. Setelah betul pasien akan menerima obatnya dalam wadah yang disertai
etiket di mana tertulis nama pasien serta aturan memakainya. Jangan menyerahkan
resep ke tempat lain. Melihat betapa rumitnya obat dan penyakit maka diperlukan
kerja sama yang baik antara dokter dan apoteker serta tenaga kesehatan lainnya
agar tujuan pengobatan dapat tercapai.

Obat adalah suatu zat yang digunkan untuk diagnosa pengobatan,


melunakkan, menyembuhkan atau mencegah penyakit pada manusia atau pada

1
hewan. Meskipun obat dapat menyembuhkan tapi banyak kejadian yang
mengakibatkan seseorang menderita akibat keracunan obat. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa obat dapat bersifat sebagai obat dan dapat juga bersifat sebagai
racun. Obat itu akan bersifat sebagai obat apabila tepat digunakan dalam
pengobatan suatu penyakit dengan dosis dan waktu yang tepat. Jadi bila
digunakan salah dalam pengobatan atau dengan keliwat dosis aka menimbulkan
keracunan, bila dosisnya lebih kecil maka tidak diperoleh efek penyembuhan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat ditarik sebuah rumusan


masalah yaitu :

1. Apa yang dimaksud dengan analgetik?


2. Apa saja jenis-jenis analgetik?
3. Bagaiman mekanisme kerja analgetik
4. Apa yang dimaksud dengan antiinflamasi?
5. Apa saja jenis-jenis antiinflamasi?
6. Bagaimana mekanisme kerja antiinflamasi?

1.3 Manfaat

Adapun manfaat yang bisa penulis paparkan adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan analgetik


2. Mengetahui jenis-jenis analgetik
3. Mengetahui mekanisme kerja analgetik
4. Mengetahui apa yang dimaksud dengan antiinflamasi
5. Mengetahui jenis-jenis antiinflamasi
6. Mengetahui mekanisme kerja antiinflamasi

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Analgetik
Analgetik adalah obat yang digunakan untuk mengurangi atau
menghilangkan rasa sakit atau obat-obat penghilang nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran dan memberikan rasa nyaman pada penderita
Analgesic adalah obat yang menghilangkan rasa sakit. Analgesic dibagi
dalam dua kelompok utama yaitu analgesic lemah atau ringan dan analgesic
kuat. Analgesic lemah mempengaruhi produk subtansi penyebab nyeri pada
pada tempat luka. (Jan, 2002)

2.2 Jenis-jenis Analgetik

Analgetik non narkotik adalah analgetik perifer yang terdiri dari obat-obat
yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Penggunaan obat
analgetik ini cenderung mampu meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh
pada sistem sarag pusat. Banyak sekali obat termasuk dalam golongan ini,
yang banyak dipakai untuk mengatasi gejala nyeri dan radang pada penyakit
musculoskeletal, seperti artritis, artriti rheumatoid, gout, dan lain-lain.

a. Aspirin dan salisilat


Aspirin (asam asetilsalisilat) mempunyai sifal analgesic,
antipiretik, dan anit-inflamasi, juga terdapat diflunisal (doloboid) berupa
tablet 250mg dan 500 mg yang dipakai untuk nyeri akut musculoskeletal
(jangan dipakai selama kehamilan dan laktasi)
Reaksi merugikan : Reaksi merugikan dari agens ini meliputi iritasi dan
ulkus gastrointestinal, retensi natrium, mempengaruhi fungsi reproduksi,
dan juga minum aspirin berakibat hilangnya darah dari saluran cerna
karena kelengketan trombosit, gejala iritasi lambung seperti mual,
muntah,diare, dan edema angioneurotik.
Kegunaan : efek analgesic silisilat untuk mengatasi nyeri, efek
antipiretuknya untuk menurunkan sushu badan yang naik, efek

3
antiinflamasinya untuk menangani artritis rheumatoid. Pada bayi dapat
terjadi kernicterus yang berisiko retardasi mental.
b. Paracetamol
Analgesic ini adalah alternative bila aspirin dikontraindikasi.
Namun, agens ini tidak mempunyai efek anti-inflamasi seperti aspirin.
Nama lainnya adalah asetaminofen.
Overdose parasetamol itu berbahaya dan dapat mengakibatkan
kerusakan hati ireversibel kecuali pengobatannya diberikan dalam 12 jam
setelah minum parasetamol. Kerusakan hati disebabkan terbentuknya
metabolit toksik dari parasetamol. Takar lajak diobati dengan asetilsistrein
(parvolex), yang melindungi sel-sel hati karena bekerja sebagai subtract
bagi metabolit toksik itu.
c. Asam mefenamat dan asam flufenamat
Asam mefenamat (ponstan, mefic, stanza) dipakai untuk mengobati
penyakit musculoskeletal. Juga untuk sakit gigi, dismenorea dan nyeri
menstruasi, karena memiliki efek inhibisi kuat terhadap penglepasan
prostaglandin, asam fluefenamat dan kegunaannya sama.
Reaksi merugikan : mengantuk, pusing, sakit kepala, mual, dan ruam.
Reaksi yang lebih jarang adalah ulkus gastrointestinal, diare hebat,
perdarahan gastrointestinal, dan hematemesis.
d. Obat opiat lemah (Narkotik)
Termasuk opiate lemah adalah kedein fosfat, dihidrokodein, dan
dekstropropoksifen. Semua opiate memiliki efek analgesic, antitusif,
dan menyebabkan konstipasi, dan semuanya berpotensi menimbulkan
ketergantungan.
e. Kodein fosfat
Aktif secara oral, kira-kira dua-pertiga keefektifan bila kodein
fosfat disuntikan. Agens ini terutama efektif untuk nyeri visceral. Untuk
nyeri somatic biasanya dikombinasikan dengan aspirin atau
parasetamol, yang bekerja sinergistik.
Reaksi merugikan : mual, anoreksia, bingung, berkeringat, dan
kontipasi.

4
f. Dihidrokodein tartat
Bersifat analgesic dan antitusif, dapat menimbulkan
ketergantungan seperti morfin pada orang tertentu.

Analgetik Narkotik adalah agens penting dalam penatalaksanaan nyeri


pasca bedah dan dapat diberikan secara kontinu melalui infus atau secara
intermiten dengan dosis kecil-kecil melalui suntikan dengan interval teratur.
Keburukan narkotik adalah depresi pernapasan, konstipasi, toleransi, dan
ketergantungan bila sering digunakan. Pada orang tertentu penggunaan
narkotik lebih dari beberapa hari saja dapat berakibat ketergantungan psikis
dan fisik. Efek halusinogen dan euphoria obat ini adalah faktor-faktor yang
memudahkan ketergantungan. Alkaloid yang berasal dari opium adalah
morfin, codein, papaverine dan noscapin.

a. Morfin: adalah derivate paling poten dari opium. Agens ini bekerja
pada system syaraf pusat (SSP) sebagai depresan, kantuk, depresi
pernapasan, dan depresi reflex batuk, dan sebagai stimulant SSP,
berakibat muntah, miosis, konvulsi.
Morfin diberikan sebagai pre-medikasi bedah, mengatasi nyeri
pasca-bedah, nyeri penyakit terminal seperti kanker, dan MCI. Reaksi
merugikan : depresi pernapasan, mual, muntah, dan konstipasi.
b. Petidin: Petidin ( meperadine) memiliki sifat mirip morfin namun
kurang berakibat konstipasi dan retensi urine, dan tidak memiliki sifat
menekan batuk seperti morfin. Kegunaan utama adalah sebagai pra-
medikasi sebelum bedah dan mengatasi nyeri pasca-bedah, khususnya
bedah abdominal, karena kurang menyebabkan retensi urine dan
konstipasi dibanding morfin. Reaksi merugikan : muntah, mulut kering,
dan pandangan kabur.
c. Metadon: Metadon (physeptone) adalah senyawa mirip morfin dengan
sifat-sifat mirip morfin, termasuk berpotensi adiksi. Namun agens ini
lebih aktif bila diberikan per oral daripada morfin. Selain sebagai
analgesic, akhir-akhir ini banyak dipakai dalam pengobatan kasus
kecanduan heroin dan morfin. Reaksi merugikan : muntah, sedasi, dan

5
ketergantungan. (IKAPI, Penggolongan Obat Berdasarkan Khasiat dan
Penggunaan, 2007)
2.3 Mekanisme Kerja Analgetik
1. Mekanisme kerja Analgetik Narkotik
Mekanisme kerjanya adalah menghambat enzim sikloogsigenase
dalam pembentukan prostaglandin yang dikaitkan dengan kerja
analgetiknya dan efek sampingnya. Efek depresi SSP beberapa narkotik
dapat diperhebat dan diperpanjang oleh fenotiazin, penghambat
monoamine oksidase dan antidepresi trisiklik. Mekanisme supreaditif ini
tidak diketahui dengan tepat mungkin menyangkut perubahan dalam
kecepatan biotransformasi opioid yang berperan dalam kerja opioid.
Beberapa fenotazin mengurangi jumlah opioid yang diperlukan untuk
menimbulkan tingkat analgesia tertentu. Tetapi efek sedasi dan depresi
napas akibat morfin akan diperberat oleh fenotazin tertentu dan selain itu
ada efek hipotensi fenotazin.
2. Mekanisme kerja analgetik Non-Narkotik
Kerja analgesic aspirin adalah perifer, dengan mempengaruhi subtansi
penyebab nyeri, yang dilepaskan di tempat cidera atau luka. Kerja
antipiretik aspirin dalam menurunkan suhu badan terutama akibat efek
sentral, yaitu dengan mempengaruhi hipotalamus, yang merupakan
“termostat” badan. Aspirin tidak mempengaruhi suhu badan normal.
Mekanisme kerja anti-inflamasi aspirin belum diketahui, kecuali bahwa
obat ini mempengaruhi metabolisme prostaglandin. Dosis aspirin yang
tinggi meningkatkan eksresi asam urat, sedang dengan dosis rendah
malah mengurangi eksresi urat, sehingga memicu serangan encok pada
orang tertentu. (sulistia, 2016)
2.4 Anti Inflamasi

Inflamasi adalah respons protektif tubuh terhadap cedera jaringan.


Cedera menyebabkan pelepasan tiga bahan bahan kimia yang merangsang
respons vascular yang mendorong cairan dan sel darah putih mengalir ke
lokasi cedera. Ujung syaraf dirangsang oleh sinyal-sinyal otak bahwa
sedang terjadi cedera pada bagian tubuh tersebut. Zat kimia adalah :

6
Histamin , zat kimia yang berfungsi untuk membawa lebih banyak darah
dan cairan getah bening ke area yang cedera.

Kinin, protein plasma darah yang mempengaruhi kontraksi otot polos,


meningkatkan aliran darah ke seluruh tubuh, meningkatkan permeabilitas
kapiler kecil, dan merangsang reseptor rasa sakit.

Prostaglandin, zat kimia bekerja sebagai pesan kimia. Prostaglandin tidak


berpindah tempat tetapi bekerja dengan baik di dalam sel di mana mereka
disintesi. Prostaglandin disintesis dalam setiap sel di dalam tubuh. Zat
kimia ini mengaktifkan respons infamasi dan menghasilkan rasa sakit dan
dendam. Prostaglandin diproduksi sebagai respons terhadap sel darah
putih yang mengalir ke daerah jaringan yang terluka. (IKAPI, Apa Yang
Perlu Diketahui Tentang Obat, 2007)

2.5 Jenis-jenis Anti inflamasi

1. Salisilat
Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin
adalah analgesic antipiretik dan anti-inflamasi yang sangat luas digunakan
dan digolongkan dalam obat bebas . selain sebagai prototip, obat ini
merupakan standar dalam menilai efek obat sejenis.
2. Salislamid
Salislamid adalah amida asam salisilat yang memperlihatkan efek
analgesik dan antipiretik asetol, walaupun dalam badan salisilamid tidak
diubah menjadi salisilat. Efek analgesic antipiretik salisilamid lebih lemah
dari salisilat, karena salisilamid dalam mukosa usus mengalami
metabolisme lintas pertama, sehingga hanya sebagian salisilamid yang
diberikan masuk sirkulasi sebagai zat aktif. Obat ini mudah diabsorpsi
usus dan cepat didistribusi ke jaringan. Obat ini menghambat
glukuronidasi obat analgesik lain di hati misalnya Na salisilat dan
asetaminofen, sehingga pemberian bersama dapat meningkatkan efek
terapi dan toksisitas obat tersebut. Salisilamid dijual bebas dalam bentuk
obat tunggal atau kombinasu tetap. Dosis anallgesik antipiretik untuk

7
orang dewasa 3-4 kali 300-600 mg sehari, untuk anak 65 mg/kg/BB
perhari diberikan 6 kali/hari. Untuk febris reumatik diperlukan dosis oral
3-6 kali 2 g sehari.
3. Diflunisal
Obat ini merupakan derivate difluorofenil dari asam salisilat, tetapi in
vivo tidak diubah menjadi asam salisilat. Bersifat analgesic dan anti-
inflamasi tetapi hamper tidak bersifat antipiretik. Setelah pemberian obat
oral, kadar punck dicapai dalam 2-3 jam. Sembilan puluh Sembilan persen
diflunsial terikat albumin plasma dan waktu paruh berkisar 8-12 jam.
Indikasi diflunsial hanya sebagai analgesic ringan sampai sedang dengan
dosis awal 500 mg disusul 250-500 mg tiap 8-12 jam. Efek sampingnya
lebuh ringan daripada asetosal dan tidak dilaporkan menyebabkan
gangguan pendengaran.

4. Diklofenak
Absorpsi obat ini melalui saluran cerna berlangsung cepat dan
lengkap. Obat ini terkait 99% pada protein plasma dan mengalami efek
metabolisme lintas pertama (first-pass) sebesar 40-50%. Efek samping
yang lazim ialah mual,gastritis, eritema kulit dan sakit kepala sama seperti
semua obay AINS, pemakaian obat ini harus berhati-hati pada pasien
tukak lambung.
5. Fenbunfen
Berbeda dengan obat AINS lainnya, fenbufen merupakan suatu pro-
dug. Jadi fenbufen sendiri bersifat inaktif dan metabolit aktifnya adalah
asam-4-bifenil-asetat. Zat ini memiliki paruh waktu 10 jam hingga cukup
diberikan satu atau dua kali sehari. Efek samping obat ini sama seperti
obat AINS lain. Pemakaian pada pasien tukak lambung harus hati-hati.
Pada gangguan ginjal, dosis harus dikurangi.
6. Ibuprofen
Ibuprofen merupakan derivate asam propionate yang diperkenalkan
pertama kali di banyak negara. Obat ini bersifat analgesic dengan daya
anti-inflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama seperti

8
aspirin. Efek anti-inflamasinya terlihat dengan dosis 1200-2400 mg sehari.
Absorpsi ibuprofen cepat melalui lambung dan kadar maksimum dalam
plasma dicapai setelah 1-2 jam. Efek samping lainnya yang jarang ialah
eritema kulit, sakit kepala, trombosipenia, ambliopia toksik yang
reversible. Dosis sebagai analgesik 4 kalo 400 mg sehari.
7. Indometasin
Merupakan derivat indol-asam asetat. Obat ini sudah dikenal sejak
1963 untuk pengobatan artritis rheumatoid dan sejenisnya. Indometasin
memiliki efek anti-inflamasi dan analgesic-antipiretik yang kira-kira
sebanding degan aspirin. Efek samping indometasin tergantung dosis dan
insidennya cukup tinggi. Efek samping saluran cerna berupa nyeri
abdomen, diare, perdarahan lambung, dan kreatis.
8. Piroksikam dan meloksikam
Piroksikam merupakan salah satu AINS dengan stuktur baru yaitu
oksikam,derivat asam enolat. Waktu paruh dalam plasma lebih dari 45 jam
sehingga hanya dapat diberikan sekali sehari. Absorpsi berlangsung paling
cepat dilambung terikat 99% pada protein plasma. Efek samping tersering
adalah gangguan saluran cerna, antara lain yang terberat adaah tukak
lambung.efek samping lain adalah pusing, tinnitus,nyeri kepala, eritema
kulit.

2.6 Mekanisme Kerja Antiinflamasi non-steroid

Mekanisme kerja berhubungan dengan biosintesis PG mulai


dilaporkan pada tahun 1971 oleh Vane dkk yang memperlihatkan secara in
vintro bahwa dosis rendah asoirin dan indometasin sikloogenase terdapat
dalam 2 isofrom disebut COX-1 dan COX-2. Kedua isoform tersebut dikode
oleh gen yang yang berbeda dan ekspresinya bersifat unik. Secara garis
besar COX-1 esensial dalam pemeliharaan berbagai fungsi dalam kondisi
normal di berbagai jaringan khususnya ginjal, saluran cerna dan trombosit.
Di mukosa lambung, aktivitas COX-1 menghasilkan prostasiklin yang
bersifat sitoprotektif. Tromboksan A2 , yang disintesis trombosit,
vasokonstriksi dan proliferasi otot polos. Sebaliknya prostasiklin (PGI2)

9
yang disintesis oleh COX-2 di endotel makrovaskular melawan efek
tersebut dan menyebabkan penghambatan agregrassi trombosit, vasodilatasi
dan efek anti-proliferatif. Aspirin 166 kali lebih kuat menghambat COX-1
daripada COX-2. Penghambat COX-2 dikembangkan dalam mencari
penghambat COX untuk pengobatan inflamasi dan nyeri yang kurang
menyebabkan toksisitas saluran cerna dan pendarahan. Anti-inflamasi
nonsteroid yang tidak selektif dinamakan AINS tradisional (ANISt). Khusus
parasetamol, hambatan biosintesis PG hanya terjadi bila lingkungannya
rendah kadar peroksid seperti hipotalamus. Ini menjelaskan mengapa efek
anti-inflamasi parasetamol praktis tidak ada. Parasetamol diduga
menghambat isoenzim COX-3 suatu variant dari COX-1. COX-3 hanya ada
di otak. Aspirin sendiri menghambat dengan mengasetilasi gugus aktif serin
530 dari COX-1. Dosis tunggal aspirin 40 mg sehari telah cukup untuk
menghambat siklooksigenase trombosit manusia selama masa hidup
trombosit, yaiyu 8-11 hari. Ini berarti pembentukan trombosiy kira-kira 10%
sehari. Untuk fungsi pembekuan darah 20% aktivitas siklooksigenase
mencakupi sehingga pembekuan darah tetap dapat berlangsung. (Kamienski
mary, 2015)

10
BAB III

PENUTUP

3.1 kesimpulan

Kesimpulan dari pembahasan, yaitu dimana Antibiotik adalah merupakan


obat untuk penghilang rasa sakit. Dan ada 2 jenis antibiotik : yaitu ada antibiotik
yang sedang dan ada yang kuat. Jenis – jenis Antibiotik : Aspirin, Paracetamol,
NASID, Asam Mefenamat, Obat Opiat Lemah ( Narkotik ), Kodein Fosfat,
Dihidrokodein Tartat, dan Analgesik Kuat ( Narkotik ).

Dan kesimpulan dari Antiinflamasi adalah merupakan suatu sistem yang


dimana berfungsi sebagai proteksi cidera jaringan, yang dimana terdapat jenis –
jenis Antiinflamasi yaitu : Salisilat, Salislamid, Diflusinal, Diklofenag,
Fenbunfen, Ibu Profen, Indometasin, Piroksikam.

Jadi mekanisme cara kerja obat Antianalgetik Aspirin dengan


Antiinflamasi adalah : Obat Analgetik Aspirin, itu dapat mempengaruhi penyebab
nyeri, yang dilepaskan di tempat cidera atau luka. Kerja antipiretik aspirin dalam
menurunkan suhu badan yaitu dengan cara mempengaruhi hipotalamus, yang
merupakan “termostat” badan. Obat Antiinflamasi, yaitu mekanisme kerja yang
berhubungan dengan biosintetis PG. Yang dimana memperlihatkan secara in
vintro bahwa dosis rendah asoirin dan indometasin sikloogenase terdapat dalam 2
isofrom yang disebut COX-1 dan COX-2 ( Siklooksigenase ). Kedua isoform
tersebut dikode oleh gen yang berbeda dan ekspresinya bersifat unik. Secara garis
besar COX-1 esensial dalam pemeliharaan berbagai fungsi dalam kondisi normal
di berbagai jaringan khususnya pada ginjal, saluran cerna dan trombosit.

3.2 saran

Penulis menyadari betul bahwa penulisan makalah ini tidak terlepas dari
banyaknya kekurangan dalam pembahasannya dikarenakan oleh pengetahuan
kami yang terbatas, oleh karena itu untuk itu penulis berharap kepada pembaca
agar sebaiknya menggunakan obat sesuai anjuran dokter dan pergunakan obat
sesuai dengan penyakit yang diderita, jangan menyalahgunakan obat.

11
DAFTAR PUSTAKA

IKAPI. (2007). Apa Yang Perlu Diketahui Tentang Obat. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.

IKAPI. (2007). Penggolongan Obat Berdasarkan Khasiat dan Penggunaan.


Yogyakarta: Gadjah Mada University press.

Jan, T. (2002). Farmakologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Widya Medika.

Kamienski mary, d. (2015). Farmakologi. Yogyakarta: Rapha Publishing.

sulistia, G. g. (2016). Farmakologi dan Terapi. Jakarta: FKUI.

12

Anda mungkin juga menyukai