DOSEN PEMBIMGBING
SARJANA,S.Farm,Apt
DISUSUN OLEH :
D3 KEBIDANAN
2021/2022
Kata Pengantar
Alhamdulillah kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat-
Nyalah akhirnya kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah yang berjudul obat anti
perdarahan.
Kami menyadari terselesainya penyusunan makalah ini adalah berkat adanya bantuan
dan kerjasama yang baik dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini kami
mengucapkan terima kasih kepada semua teman-teman yang selalu kompak , sabar , dan
mendorong serta ikhlas membantu dalam terselesainya makalah ini.
Kami juga menyadari karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan dalam
penyusunan makalah ini, sehingga makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat kami
harapkan untuk kesempurnaan makalah. Dan semoga saja makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.
Kalianda, 1 Agustus
2021
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................
3.1Kesimpulan.....................................................................................................................
3.2Saran...............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
Analgetik adalah obat yang digunakan untuk mengurangi atau meredakan nyeri.
Analgetik sering dikonsumsi untuk meredakan gejala seperti sakit kepala, sakit gigi, sakit
saat menstruasi, nyeri otot, sakit perut, kelelahan dan lainnya.
Analgetik dibagi menjadi dua kelompok, yaitu golongan opioid (narkotik) dan non
opioid. Analgetik golongan opioid dalam penggunaan berulang dapat menimbulkan
ketergantungan dan toleransi. Sedangkan analgetik non-opioid adalah analgetik yang
tidak menimbulkan ketergantungan dan toleransi fisik.
Persepsi seseorang terhadap rasa sakit dapat menentukan kapan dan bagaimana orang
tersebut mengambil tindakan dalam pengobatan sendiri
(swamedikasi). Penjualan obat-obatan secara bebas khususnya analgetik dapat
dijadikan alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan keterjangkauan
pengobatan, tetapi hal ini dapat menjadi sumber terjadinya kesalahan pengobatan karena
keterbatasan pengetahuan masyarakat akan obat dan penggunaannya.
Penelitian oleh Hallas dkk pada tahun 2009 di Denmark menyatakan 17 kasus pasien
masuk rumah sakit mengalami gangguan saluran cerna oleh karena penggunaan NSAID
(nonsteroidal anti-inflamatory drugs) dan 15 kasus diantaranya mengalami perdarahan
akut. Penelitian lain yang dilakukan di Republik Serbia pada tahun 2004-2006 oleh
Petric dkk juga menunjukkan peningkatan jumlah penggunaan NSAID (Ibuprofen dan
Diklofenak) secara swamedikasi yang menyebabkan peningkatan kejadian kasus pasien
masuk rumah sakit akibat gangguan pencernaan. Hal lain yang sering terjadi akibat
penggunaananalgetik tidak sesuai anjuran adalah penglihatan kabur, perubahan uji fungsi
hati, dan berkurangnya fungsi ginjal.
Penelitian terhadap pelajar di Inggris oleh French dan James pada tahun
2007 menyatakan bahwa dari 271 responden, 73% responden mengkonsumsi
analgetik saat gejala mulai dirasakan, 40% responden mengkonsumsi lebih dari satu jenis
analgetik. Berdasarkan frekuensi penggunaan analgetik untuk meredakan gejala nyeri,
French dan James mendapatkan bahwa mayoritas reponden (58%) “kadang”
mengkonsumsi analgetik, 35% responden “biasanya” mengkonsumsi analgetik, dan ada
7% responden yang “selalu” mengkonsumsi analgetik.
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
Nyeri yang mereda setelah intervensi atau penyembuhan disebut nyeri akut.
Awitan nyeri akut biasanya mendadak dan berkaitan dengan masalah spesifik yang memicu
individu untuk segera bertindak menghilangkan nyeri. Nyeri berlangsung singkat (kurang
dari 6 bulan) dan menghilang apabila faktor internal atau eksternal yang merangsang reseptor
nyeri dihilangkan. Pasien pada nyeri akut memperlihatkan respon neurologik yang terukur
yang disebabkan oleh stimulasi simpatis yang disebut sebagai hiperaktivitas otonom.
Perubahan-perubahan ini mencakup takikardia, takipnea, meningkatnya aliran darah perifer,
meningkatnya tekanan darah dan dibebaskannya katekolamin. Prototipe untuk nyeri akut
adalah nyeri pasca operasi. Kualitas, intensitas, dan durasi nyeri berkaitan dengan prosedur
bedah.
Rasa takut dan cemas sering merupakan bagian dari aspek afektif-emosi
pada nyeri akut dan cenderung memperkuat satu sama lain. Dengan demikian,
tindakan-tindakan untuk mengurangi nyeri juga mengurangi rasa cemas, yang
cenderung mengurangi nyeri. Nyeri yang berlanjut walaupun pasien diberi pengobatan atau
penyakit tampak sembuh dan nyeri tidak memiliki makna biologik disebut nyeri kronik.
Nyeri kronik dapat berlangsung terus menerus akibat kausa keganasan dan nonkeganasan,
ataupun intermiten. Secara umum nyeri yang menetap selama 6 bulan atau lebih digolongkan
sebagai nyeri kronik. Pasien dengan nyeri kronik tidak memperlihatkan hiperaktivitas otonom
tetapi memperlihatkan gejala iritabilitas, kehilangan semangat dan gangguan kemampuan
konsentrasi.
Nosiseptor polimodal berespon sama kuat terhadap semua jenis rangsangan yang
merusak, termasuk bahan kimia iritan yang dikeluarkan oleh jaringan yang cedera. Sensasi
nyeri melibatkan serangkaian proses kompleks yang disebut dengan
nosisepsi. Antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman subjektif nyeri terdapat empat
proses tersendiri, yaitu transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi
1. Analgetika Narkotik
Dapat juga menyebabkan toleransi, kebiasaan (habituasi), ketergantungan fisik dan psikis
(adiksi) dan gejala-gejala abstinensia bila diputuskan pengobatan (gejala putus obat). Karena
bahaya dan gejala-gejala di atas maka pemakaian obat-obat ini diawasi dengan seksama oleh
Depkes dan dimasukkan kedalam Undang-undang Obat bius (Narkotika).
Analgetika narkoti, kini disebut juga opioida (= mirip opiate) adalah zat yang bekerja
terhadap reseptor opioid khas di susunan saraf pusat, hingga persepsi nyeri dan respon
emosional terhadap nyeri berubah (dikurangi). Minimal ada 4 jenis reseptor, pengikatan
padanya menimbulkan analgesia.Tubuh dapat mensintesa zat-zat opioidnya sendiri, nyakni
zat –zat endorphin yang juga bekerja melalui reseptor opioid tersebut.
Tubuh sebenarnya memiliki sistem penghambat nyeri tubuh sendiri (endogen), terutama
dalam batang otak dan sumsum tulang belakang yang mempersulit penerusan impuls nyeri.
Dengan sistem ini dapat dimengerti mengapa nyeri dalam situasi tertekan, misalnya luka
pada kecelakaan lalu lintas mula-mula tidak terasa dan baru disadari beberapa saat kemudian.
Senyawa-senyawa yang dikeluarkan oleh sistem endogen ini disebut opioid endogen.
Beberapa senyawa yang termasuk dalam penghambat nyeri endogen antara lain: enkefalin,
endorfin, dan dinorfin.
Endorphin (morfin endogen) adalah kelompok polipeptida endogen yang terdapat di CCS
dan dapat menimbulkan efek yang menyerupai efek morfin.Zat-zat ini dapat dibedakan antara
β-endorfin, dynorfin dan enkefalin (yun. Enkephalos = otak), yang menduduki reseptor-
reseptor berlainan.secara kimiawi za-zat ini berkaitan dengan kortikotrofin (ACTH),
menstimulasi pelepasanya juga dari somatotropin dan prolaktin. Sebaiknya pelepasan LH dan
FSH dihambat oleh zat ini.β-endorfin pada hewan berkhasiat menahan pernapasan,
menurunkan suhu tubuh dan menimbulkan ketagihan. Zat ini berdaya analgetis kuat, dalam
arti tidak merubah persepsi nyeri, melainkan memperbaiki ‘’penerimaannya”. Rangsangan
listrik dati bagian- bagian tertentu otak mengakibatkan peningkatan kadar endorphin dalam
CCS. Mungkin hal ini menjelaskan efek analgesia yang timbul (selama elektrostimulasi) pada
akupunktur, atau pada stress (misalnya pada cedera hebat).Peristiwa efek placebo juga
dihubungkan dengan endomorfin.
Opioid endogen ini berhubungan dengan beberapa fungsi penting tubuh seperti fluktuasi
hormonal, produksi analgesia, termoregulasi, mediasi stress dan kegelisahan, dan
pengembangan toleransi dan ketergantungan opioid. Opioid endogen mengatur homeostatis,
mengaplifikasi sinyal dari permukaan tubuh ke otak, dan bertindak juga sebagai
neuromodulator dari respon tubuh terhadap rangsang eksternal.
Baik opioid endogen dan analgesik opioid bekerja pada reseptor opioid, berbeda dengan
analgesik nonopioid yang target aksinya pada enzim.
Ada beberapa jenis Reseptor opioid yang telah diketahui dan diteliti, yaitu reseptor
opioid μ, κ, σ, δ, ε. (dan yang terbaru ditemukan adalah N/OFQ receptor, initially called the
opioid-receptor-like 1 (ORL-1) receptor or “orphan” opioid receptor dan e-receptor, namum
belum jelas fungsinya).
a.Reseptor μ memediasi efek analgesik dan euforia dari opioid, dan ketergantungan fisik dari
opioid. Sedangkan reseptor μ 2 memediasi efek depresan pernafasan.
b. Reseptor δ yang sekurangnya memiliki 2 subtipe berperan dalam memediasi efek analgesik
dan berhubungan dengan toleransi terhadap μ opioid.
c. Reseptor κ telah diketahui dan berperan dalam efek analgesik, miosis, sedatif, dan diuresis.
Reseptor opioid ini tersebar dalam otak dan sumsum tulang belakang.
d. Reseptor δ dan reseptor κ menunjukan selektifitas untuk ekekfalin dan dinorfin, sedangkan
reseptor μ selektif untuk opioid analgesic.
Obat Narkotika
Obat narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik
sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan
menimbulkan ketergantungan. Contoh : Morfin, Petidin.
BAB III
PENUTUP
3.3. Kesimpulan
Analgetik yaitu obat anti nyeri atau pereda sakit dan mekanisame kerjanya menghambat
sintase PGS di tempat yang sakit/trauma jaringan.
1. Obat golongan Analgetika ini adalah suatu obat yang efektif untuk menghilangkan sakit
kepala, nyeri otot, nyeri sendi, dan nyeri lainnya.
2. Penggunaan obat Analgetika tergantung pada diagnosa penyakitnya seperti Non opioid,
opioid lemah, opioid kuat.
3. Karakteristik dari Analgetika dibagi menjadi 4, yaitu :
a. Hanya efektif untuk menyembuhkan sakit
b. Tidak narkotika dan tidak menimbulkan rasa senang dan gembira
c. Tidak mempengaruhi pernapasan
d. Gunanya untuk nyeri sedang, contohnya: sakit gigi
4. Analgesik memiliki dua golongan yaitu, golongan narkotik dan Non Narkotik
5. Masing-masing golongan memiliki cara kerja yang berbeda, Golongan Narkotik dalam
menghambat enzim sikloogsigenase dalam pembentukan prostaglandin yang dikaitkan
dengan kerja analgetiknya dan efek sampingnya dan Golongan Non narkotik menghambat
sintesis prostaglandin (PG) yang menstimulasi SSP. PG dapat meningkatkan aliran darah ke
perifer (vasodilatasi) dan berkeringat sehingga panas banyak keluar dari tubuh.
3.2. Saran
Selesainya makalah ini tidak terlepas dari banyaknya kekurangan-kekurangan
pembahasannya dikarenakan oleh berbagai macam faktor keterbatasan waktu, pemikiran dan
pengetahuan kami yang terbatas, oleh karena itu untuk kesempernuan makalah ini kami
sangat membutuhkan saran-saran dan masukan yang bersifat membangun kepada semua
pembaca. Sebaiknya gunakanlah obat sesuai anjuran dokter, dan pergunakan lah obat tersebut
sesuai dengan diagnosa yang telah diperkirakan, jangan menggunakan obat kurang atau
melebihi batasnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bagus Gde Agung Raditya Eka Putra. 2008. Indometasin Sebagai Terapi Gout Arthritis.
Jurusan Farmasi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana
Brunton, Laurence L., John S. Lazo, dan Keith L. Parker. 2006. Goodman and Gilman’s The
Drs.Priyanto, Apt, M. Biomed. 2008. Liskonfi. Jawa Bara Pharmacological Basis of
Therapeutics 11 th edition. United States of America: The McGraw Gunawan.G.Sulistia.
2007. Farmakologi dan Terapi. Balai Penerbit FKUI. Jakart Gilang. 2010. “Analgesik non-
opioid atau NSAID/OAINS”. Jakarta : Erlangga.