Puji Dan Syukur Saya Panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Karena
Atas Berkat Dan Rahmat-Nya Lah Makalah Ini Dapat Terselesaikan.
Melalui Makalah Ini,Kita Dapat Mengetahui Tentang obat anestesi dan obat
imergensi.
Pembuatan Makalah Ini Bertujuan Untuk Memenuhi Tugas Farmakologi.
Terima Kasih Kepada Bapak Drs, Asrizal, Apt, M.Kes Dan Teman-Teman Yang
Sudah Membantu.
Kami berharap dengan makalah ini, pembaca dapat mengambil hikmahnya dan
tidak mengabaikan pentingnya menjaga kesehatan. Selain itu, semoga ada manfaat di
dalam makalah yang telah kami buat ini. Kami selaku penulis mengharap kritik dan
saran, agar makalah ini bermanfaat bagi kita semua
Kami juga minta maaf jika ada kata-kata yang penulisannya kurang memenuhi
dari ejaan bahasa yang telah ada.
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
A. LATAR BELAKANG.....................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH................................................................................2
C. TUJUAN PENULISAN..................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................3
A. PENGERTIAN ANESTESI............................................................................3
1. ANESTESI UMUM........................................................................................3
2. ANESTESI LOKAL........................................................................................12
B. PENGERTIAN IMERGENSI.........................................................................17
BAB III PENUTUP...............................................................................................29
A. KESIMPULAN...............................................................................................29
B. SARAN ...........................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................30
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sekarang ini usaha-usaha yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan
rasa sakit dengan penggunaan obat dalam prosedur pembedahan telah dilakukan
sejak zaman kuno, termasuk dengan pemberian ethanol dan opium secara oral.
Pembuktian ilmiah pertama dari penggunaan obat anestesi untuk pembedahan
dilakukan oleh William Morton di Boston pada tahun 1846 dengan
menggunakan diethyl eter. Sedangkan istilah anestesi dikemukakan pertama kali oleh
O.W. Holmes yang artinya tidak ada rasa sakit. Anestesi yang dilakukan dahulu oleh
orang Mesir menggunakan narkotik, orang Cina menggunakan cannabis Indica dan
pemukulan kepala dengan tongkat kayu untuk menghilangkan kesadaran. Sehingga
dengan perkembangan teknologi obat anestesi berkembang pesat saat ini. Obat
anestesi adalah obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dalam
bermacam-macam tindakan operasi (Kartika Sari, 2013).
Obat Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi umum dan anestesi
lokal Anestesi umum adalah hilang rasa sakit disertai hilangnya kesadaran.
Anestesi umum ini digunakan pada pembedahan dengan maksud mencapai keadaan
pingsan, merintangi rangsangan nyeri (analgesia), memblokir reaksi refleks terhadap
manipulasi pembedahan serta menimbulkan pelemasan otot (relaksasi). Anestesi
umum yang kini tersedia tidak dapat memenuhi tujuan ini secara keseluruhan, maka
pada anestesi untuk pembedahan umumnya digunakan kombinasi hipnotika,
analgetika, dan relaksansia otot. Sedangkan anestesi lokal adalah obat yang digunakan
untuk mencegah rasa nyeri dengan memblok konduksi sepanjang serabut saraf secara
reversibel. Anestesi lokal umumnya digunakan dalam prosedur minor pada tempat
bedah sehari. Untuk menghilangkan rasa nyeri pasca-operasi maka dokter dapat
memberi anestesi lokal pada area pembedahan (Neal, 2006).
Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia sebagai
perawatan, pengobatan, atau bahkan pencegahan terhadap berbagai gangguan yang
terjadi di dalam tubuh. Dalam pelaksanaannya ,tenaga medis memiliki tanggung jawab
dalam keamanan obat dan pemberian secara langsung ke pasien.hal ini semata-mata
1
untuk memenuhi kebutuhan pasien. Pemeberian obat adalah suatu tindakan yang
dilakukan pemberian subtansi kepada pasien dengan tujuan pemyembuhan dan
pencegahan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang di maksud dengan obat anestesi?
2. Apa saja obat anastesi?
3. Bagaimana farmakokinetik dan dari obat anestesi
4. Apa saja obat imergensi?
5. Apa yang dimaksud dengan obat imergensi?
6. Bagimana farmakokinetik dari obat imergensi?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah agar pemaca
mengetahui obat-obat anestesi dan obat-obat imergensi lainnya.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus makalah ini adalah:
a. Untuk mengetahui pengertian obat anestesi
b. Untuk mengetahui apa saja obat anestesi
c. Untuk mengetahui farmakokinetik
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Anestesi
Anestesi artinya adalah pembiusan, berasal dari bahasa Yunani an artinya “tidak
atau tanpa" dan aesthētos, "artinya persepsi atau kemampuan untuk merasa". Secara
umum berarti anestesi adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika
melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit
pada tubuh. Obat anestesi adalah obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit
dalam bermacam-macam tindakan operasi (Kartika Sari, 2013).
Istilah anestesi dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes yang artinya tidak
ada rasa sakit. Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesia lokal dan
anestesi umum.
1. Anestesi Umum
1) Definisi Anestesi Umum
Anestesi umum atau pembiusan artinya hilang rasa sakit di sertai hilang
kesadaran. Ada juga mengatakan anestesi umum adalah keadaan tidak
terdapatnya sensasi yang berhubungan dengan hilangnya kesdaran yang
reversibel (Neal, 2006).
Anestesi Umum adalah obat yang dapat menimbulkan anestesi yaitu suatu
keadaan depresi umum dari berbagai pusat di sistem saraf pusat yang bersifat
reversibel, dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan sehingga lebih
mirip dengan keadaan pinsan. Anestesi digunakan pada pembedahan dengan
maksud mencapai keadaan pingsan, merintangi rangsangan nyeri (analgesia),
memblokir reaksi refleks terhadap manipulasi pembedahan serta menimbulkan
pelemasan otot (relaksasi). Anestesi umum yang kini tersedia tidak dapat
memenuhi tujuan ini secara keseluruhan, maka pada anestesi untuk pembedahan
umumnya digunakan kombinasi hipnotika, analgetika, dan
relaksasi otot (Kartika Sari, 2013).
2) Klasifikasi Obat Anestesi Umum
Obat anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari tiga
golongan yaitu obat anestesi gas (inhalasi), obat anestesi yang menguap dan obat
anestesi yang diberikan secara intravena.
3
a. Obat Anestesi Gas (Inhalasi)
Pada umumnya anestetik gas berpotensi rendah, sehingga hanya
digunakan untuk induksi dan operasi ringan. Anestetik gas tidak mudah larut
dalam darah sehingga tekanan parsial dalam darah cepat meningkat. Batas
keamanan antara efek anestesi dan efek letal cukup lebar. Obat anestesi
inhalasi ini dihirup bersama udara pernafasan ke dalam paru-paru, masuk ke
darah dan sampai di jaringan otak mengakibatkan narkose.
Contoh obat anestesik inhalasi yaitu :
1) Dinitrogen Monoksida (N2O atau gas tertawa)
Dinitrogen Monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak
berbau, tidak berasa dan lebih berat daripada udara. N2O biasanya
tersimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi dalam baja, tekanan
penguapan pada suhu kamar ± 50 atmosfir. N2O mempunyai efek
analgesik yang baik, dengan inhalasi 20% N2O dalam oksigen efeknya
seperti efek 15 mg morfin. Kadar optimum untuk mendapatkan efek
analgesik maksimum ± 35% . Gas ini sering digunakan pada partus yaitu
diberikan 100% N2O pada waktu kontraksi uterus sehingga rasa sakit
hilang tanpa mengurangi kekuatan kontraksi dan 100% O2 pada waktu
relaksasi untuk mencegah terjadinya hipoksia. Anestetik tunggal N2O
digunakan secara intermiten untuk mendapatkan analgesik pada saat
proses persalinan dan pencabutan gigi.
2) Siklopropan
Siklopropan merupakan anestetik gas yang kuat, berbau spesifik,
tidak berwarna, lebih berat daripada udara dan disimpan dalam bentuk
cairan bertekanan tinggi. Gas ini mudah terbakar dan meledak karena itu
hanya digunakan dengan close method. Siklopropan relative tidak larut
dalam darah sehingga menginduksi dengan cepat (2-3 menit). Stadium III
tingkat 1 dapat dicapai dengan kadar 7-10% volume, tingkat 2 dicapai
dengan kadar 10-20% volume, tingkat 3 dapat dicapai dengan kadar 20-
35%, tingkat 4 dapat dicapai dengan kadar 35-50% volume. Sedangkan
pemberian dengan 1% volume dapat menimbulkan analgesia tanpa
hilangnya kesadaran. Untuk mencegah delirium yang kadang-kadang
timbul, diberikan pentotal IV sebelum inhalasi siklopropan. Siklopropan
4
menyebabkan relaksasi otot cukup baik dan sedikit sekali mengiritasi
saluran nafas. Namun depresi pernafasan ringan dapat terjadi pada
anesthesia dengan siklopropan. Siklopropan tidak menghambat
kontraktilitas otot jantung, curah jantung dan tekanan arteri tetap atau
sedikit meningkat sehingga siklopropan merupakan anestetik terpilih pada
penderita syok. Siklopropan dapat menimbulkan aritmia jantung yaitu
fibrilasi atrium, bradikardi sinus, ekstrasistole atrium, ritme
atrioventrikular, ekstrasistole ventrikel dan ritme bigemini. Aliran darah
kulit ditinggikan oleh siklopropan sehingga mudah terjadi perdarahan
waktu operasi. Siklopropan tidak menimbulkan hambatan terhadap
sambungan saraf otot. Setelah waktu pemulihan sering timbul mual,
muntah dan delirium. Absorpsi dan ekskresi siklopropan melalui paru.
Hanya 0,5% dimetabolisme dalam badan dan diekskresi dalam bentuk
CO2 dan air. Siklopapan dapat digunakan pada setiap macam operasi.
Untuk mendapatkan efek analgesic digunakan 1,2% siklopropan dengan
oksigen. Untuk mencapi induksi siklopropan digunakan 25-50% dengan
oksigen, sedangkan untuk dosis penunjang digunakan 10-20% oksigen.
b. Obat Anestesi yang Menguap
Anestetik yang menguap (volatile anesthetic) mempunyai 3 sifat dasar
yang sama yaitu berbentuk cairan pada suhu kamar, mempunyai sfat anestetik
kuat pada kadar rendah dan relatif mudah larut dalam lemak, darah dan
jaringan. Kelarutan yang baik dalam darah dan jaringan dapat memperlambat
terjadinya keseimbangan dan terlawatinya induksi, untuk mengatasi hal ini
diberikan kadar lebih tinggi dari kadar yang dibutuhkan. Bila stadium yang
diinginkan sudah tercapai kadar disesuaikan untuk mempertahankan stadium
tersebut. Untuk mempercepat induksi dapat diberika zat anestetik lain yang
kerjanya cepat kemudian baru diberikan anestetik yang menguap.
Umumnya anestetik yang menguap dibagi menjadi dua golongan yaitu
golongan eter misalnya eter (dietileter) dan golongan hidrokarbon halogen
misalnya halotan, metoksifluran, etil klorida, dan trikloretilen.
Contoh obat anestesik yang menguap yaitu :
5
1) Eter
Eter merupakan cairan tidak berwarna, mudah menguap, berbau
mudah terbakar, mengiritasi saluran nafas dan mudah meledak. Sifat
analgesik kuat sekali, dengan kadar dalam darah arteri 10-15 mg % sudah
terjadi analgesik tetapi penderita masih sadar. Eter pada kadar tinggi dan
sedang menimbulkan relaksasi otot karena efek sentral dan hambatan
neuromuscular yang berbeda dengan hambatan oleh kurare, sebab tidak
dapat dilawan oleh neostigmin. Zat ini meningkatkan hambatan
neuromuscular oleh antibiotik seperti neomisin, streptomisin, polimiksin
dan kanamisin. Eter dapat merangsang sekresi kelenjar bronkus. Eter
diabsorpsi dan disekresi melalui paru dan sebagian kecil diekskresi juga
melalui urin, air susu, keringat dan difusi melalui kulit utuh.
2) Halotan
Merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah
terbakar dan tidak mudah meledak meskipun dicampur dengan oksigen.
Halotan bereaksi dengan perak, tembaga, baja, magnesium, aluminium,
brom, karet dan plastik. Karet larut dalam halotan, sedangkan nikel,
titanium dan polietilen tidak sehingga pemberian obat ini harus dengan alat
khusus yang disebut fluotec. Efek analgesic halotan lemah tetapi relaksasi
otot yang ditimbulkannya baik. Dengan kadar yang aman waktu 10 menit
untuk induksi sehingga mempercepat digunakan kadar tinggi (3-4 volume
%). Kadar minimal untuk anestesi adalah 0,76% volume.
3) Metoksifluran
Merupakan cairan jernih, tidak berwarna, bau manis seperti buah,
tidak mudah meledak, tidak mudah terbakar di udara atau dalam oksigen.
Pada kadar anestetik, metoksifluran mudah larut dalam darah. Anestetik
yang kuat dengan kadar minimal 0,16 volume % sudah dapat
menyebabkan anestesi dalam tanpa hipoksia. Metoksifluran tidak
menyebabkan iritasi dan stimulasi kelenjar bronkus, tidak menyebabkan
spasme laring dan bronkus sehingga dapat digunakan pada penderita asma.
Metoksifluran menyebabkan sensitisasi jantung terhadap ketokolamin
tetapi tidak sekuat kloroform, siklopropan, halotan atau trikloretilan.
6
Metoksifluran bersifat hepatoksik sehingga sebaiknya tidak diberikan pada
penderita kelainan hati.
4) Etilklorida
Merupakan cairan tak berwarna, sangat mudah menguap, mudah
terbakar dan mempunyai titik didih 12-13°C. Bila disemprotkan pada kulit
akan segera menguap dan menimbulkan pembekuan sehingga rasa sakit
hilang. Anesthesia dengan etilklorida cepat terjadi tetapi cepat pula
hilangnya. Induksi dicapai dalam 0,5-2 menit dengan waktu pemulihan 2-3
menit sesudah pemberian anesthesia dihentikan. Karena itu etilkloretilen
sudah tidak dianjurkan lagi untuk anestetik umum, tetapi hanya digunakan
untuk induksi dengan memberikan 20-30 tetes pada masker selama 30
detik. Etilkloroda digunakan juga sebagai anestetik lokal dengan cara
menyemprotkannya pada kulit sampai beku. Kerugiannya, kulit yang beku
sukar dipotong dan mudah kena infeksi karena penurunan resistensi sel
dan melambatnya penyembuhan.
5) Trikloretilen
Merupakan cairan jernih tidak berwarna, mudah menguap, berbau
khas seperti kloroform, tidak mudah terbakardan tidak mudah meledak.
Induksi dan waktu pemulihan terjadi lambat karena trikloretilen sangat
larut dalam darah. Efek analgesic trikloretilen cukup kuat tetapi relaksasi
otot rangka yang ditimbulkannya kurang baik , maka sering digunakan
pada operasi ringan dalam kombinasi dengan N2O. untuk anestesi umum,
kadar trikloretilen tidak boleh lebih dari 1% dalam campuran 2:1 dengan
N2O dan oksigen. Trikloretilen menimbulkan sensitisasi jantung terhadap
katekolamin dan sensitisasi pernafasan pada stretch receptor. Sifat lain
trikloretilen tidak mengiritasi saluran nafas.
c. Obat Anestesi Intravena (Anestetik Parenteral)
Obat ini biasa digunakan sendiri untuk prosedur pembedahan singkat
dan kebanyakan obat anestetik intravena dipergunakan untuk induksi.
Kombinasi beberapa obat mungkin akan saling berpotensi atau efek salah satu
obat dapat menutupi pengaruh obat yang lain. Termasuk golongan obat ini
adalah:
1) Barbiturat
7
Barbiturat menghilangkan kesadaran dengan blockade system sirkulasi
(perangsangan) di formasio retikularis. Pada pemberian barbiturate dosis
kecil terjadi penghambatan sistem penghambat ekstra lemnikus, tetapi bila
dosis ditingkatkan sistem perangsang juga dihambat sehingga respons
korteks menurun. Pada penyuntikan thiopental, Barbiturat menghambat
pusat pernafasan di medulla oblongata. Tidal volume menurun dan
kecepatan nafas meninggi dihambat oleh barbiturate tetapi tonus vascular
meninggi dan kebutuhan oksigen badan berkurang, curah jantung sedikit
menurun. Barbiturat tidak menimbulkan sensitisasi jantung terhadap
katekolamin.
Barbiturat yang digunakan untuk anestesi adalah:
a) Natrium thiopental
Dosis yang dibutuhkan untuk induksi dan mempertahankan anestesi
tergantung dari berat badan, keadaan fisik dan penyakit yang diderita.
Untuk induksi pada orang dewasa diberikan 2-4 ml larutan 2,5% secara
intermitten setiap 30-60 detik sampai tercapai efek yang diinginkan. Untuk
anak digunakan larutan pentotal 2% dengan interval 30 detik dengan dosis
1,5 ml untuk berat badan 15 kg,3 ml untuk berat badan 30 kg, 4 ml untuk
berat badan 40 kg dan 5 ml untuk berat badan 50 kg. Untuk
mempertahankan anesthesia pada orang dewasa diberikan pentotal 0,5-2
ml larutan 2,5%, sedangkan pada anak 2 ml larutan 2%. Untuk anesthesia
basal pada anak, biasa digunakan pentotal per rectal sebagai suspensi 40%
dengan dosis 30 mg/kgBB.
b) Natrium tiamilal
Dosis untuk induksi pada orang dewasa adalah 2-4 ml larutan 2,5%,
diberikan intravena secara intermiten setiap 30-60 detik sampai efek yang
diinginkan tercapai, dosis penunjang 0,5-2 ml larutan 2,5% a tau
digunakan larutan 0,3% yang diberikan secara terus menerus (drip)
a) Natrium metoheksital
Dosis induksi pada orang dewasa adalah 5-12 ml larutan 1%
diberikan secara intravena dengan kecepatan 1 ml/5 detik, dosis penunjang
2-4 ml larutan 1% atau bila akan diberikan secara terus menerus dapat
digunakan larutan larutan 0,2%.
8
2) Ketamin
Merupakan larutan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu
kamar dan relatif aman. Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestetik dan
kataleptik dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk system
somatik, tetapi lemah untuk sistem visceral. Tidak menyebabkan relaksasi
otot lurik, bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi. Ketamin akan
meningkatkan tekanan darah, frekuensi nadi dan curah jantung sampai ±
20%. Ketamin menyebabkan reflek faring dan laring tetap normal. Ketamin
sering menimbulkan halusinasi terutama pada orang dewasa. Sebagian besar
ketamin mengalami dealkilasi dan dihidrolisis dalam hati, kemudian
diekskresi terutama dalam bentuk utuh. Untuk induksi ketamin secara
intravena dengan dosis 2 mm/kgBB dalam waktu 60 detik, stadium operasi
dicapai dalam 5-10 menit. Untuk mempertahankan anestesi dapat diberikan
dosis ulangan setengah dari semula. Ketamin intramuscular untuk induksi
diberikan 10 mg/kgBB, stadium operasi terjadi dalam 12-25 menit.
3) Droperidol dan fentanil
Tersedia dalam kombinasi tetap, dan tidak diperguna-kan untuk
menimbulkan analgesia neuroleptik. Induksi dengan dosis 1 mm/9-15 kg
BB diberikan perlahan-lahan secara intravena (1 ml setiap 1-2 menit) diikuti
pemberian N2O atau O2 bila sudah timbul kantuk. Sebagai dosis penunjang
digunakan N2O atau fentanil saja (0,05-0,1 mg tiap 30-60 menit) bila
anesthesia kurang dalam. Droperidol dan fentanil dapat diberikan dengan
aman pada penderita yang dengan anestesi umum lainnya mengalami
hiperpireksia maligna.
4) Diazepam
Menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran yang disertai nistagmus
dan bicara lambat, tetapi tidak berefek analgesik. Juga tidak menimbulkan
potensiasi terhadap efek penghambat neuromuscular dan efek analgesik obat
narkotik. Diazepam digunakan untuk menimbulkan sedasi basal pada
anesthesia regional, endoskopi dan prosedur dental, juga untuk induksi
anestesia terutama pada penderita dengan penyakit kardiovascular.
Dibandingkan dengan ultra short acting barbiturate, efek anestesi diazepam
kurang memuaskan karena mula kerjanya lambat dan masa pemulihannya
9
lama. Diazepam juga digunakan untuk medikasi preanestetik dan untuk
mengatasi konvulsi yang disebabkan obat anestesi lokal.
5) Etomidat
Merupakan anestetik non barbiturat yang digunakan untuk induksi
anestesi. Obat ini tidak berefek analgesic tetapi dapat digunakan untuk
anestesi dengan teknik infuse terus menerus bersama fentanil atau secara
intermiten. Dosis induksi eto-midat menurunkan curah jantung , isi sekuncup
dan tekanan arteri serta meningkat-kan frekuensi denyut jantung akibat
kompensasi. Etomidat menurunkn aliran darah otak (35-50%), kecepatan
metabolism otak, dan tekanan intracranial, sehingga anestetik ini mungkin
berguna pada bedah saraf.Etomidat menyebabkan rasa nyeri ditempat nyeri di
tempat suntik yang dapat diatasi dengan menyuntikkan cepat pada vena besar,
atau diberikan bersama medikasi preanestetik seperti meperidin.
6) Propofol
Secara kimia tak ada hubungannya dengan anestetik intravena lain.
Zat ini berupa minyak pada suhu kamar dan disediakan sebagai emulsi 1%.
Efek pemberian anestesi umum intravena propofol (2 mg/kg) menginduksi
secara cepat seperti tiopental. Rasa nyeri kadang terjadi ditempat suntikan,
tetapi jarang disertai dengan thrombosis. Propofol menurunkan tekanan arteri
sistemik kira-kira 80% tetapi efek ini lebih disebabkan karena vasodilatasi
perifer daripada penurunan curah jantung. Tekanan sistemik kembali normal
dengan intubasi trakea. Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran
darah ke otak, metabolism otak, dan tekanan intracranial akan menurun.
Biasanya terdapat kejang.
3) Farmakokinetik Anastesi Umum
Dalamnya anestesi ditentukan oleh konsentrasi anestetik didalam susunan
saraf pusat. Kecepatan pada konsentrasi otak yang efektif (kecepatan induksi
anestesi) bergantung pada banyaknya farmakokinetika yang mempengaruhi
ambilan dan penyebaran anestetik.
Konsentrasi masing-masing dalam suatu campuran gas anestetik sebanding
dengan tekanan atau tegangan persialnya. Istilah tersebut sering dipergunakan
secara bergantian dalam membicarakan berbagai proses transfer anestetik gas
10
dalam tubuh. Tercapainya konsentrasi obat anestetik yang adekuat dalam otak
untuk menimbulkan anestesi memerlukan transfer obat anestetik dari udara
alveolar kedalam darah dan otak. Kecepatan pencapaian konsentrasi ini
bergantung pada sifat kelarutan anestetik, konsentrasinya dalam udara yang
dihisap, laju ventilasi paru, aliran darah paru, dan perbedaan gradian konsentrasi
(tekanan parsial) obat anestesi antara darah arteri dan campuran darah vena.
4) Efek Samping Anestesi Umum
Obat-obatan anestesi yang umum dipakai pada pembiusan total adalah
N2O, halotan, enfluran, isofluran, sevofluran, dan desfluran. Obat anestesi umum
yang ideal haruslah tidak mudah terbakar, tidak meledak, larut dalam lemak,
larut dalam darah, tidak meracuni organ (jantung, hati, ginjal), efek samping
minimal, tidak dimetabolisasi oleh tubuh, dan tidak mengiritasi pasien.
Obat bius/anestesi umum/total pasti memiliki efek samping di antaranya:
a) Mengiritasi aliran udara, menyebabkan batuk dan spasme laring (golongan
halogen).
b) Menimbulkan stadium kataleptik yang menyebabkan pasien sulit tidur
karena mata terus terbuka (golongan Ketamin).
c) Depresi pada susunan saraf pusat.
d) Nyeri tenggorokan.
e) Sakit kepala.
f) Perasaan lelah dan bingung selama beberapa hari.
g) Menekan pernapasan yang pada anestesi dalam terutama ditimbulkan oleh
halotan, enfluran dan isofluran. Efek ini paling ringan pada N2O dan eter.
h) Menekan system kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran dan
isofluran. Efek ini juga ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter juga
merangsang sistem saraf simpatis, maka efek keseluruhannya menjadi
ringan.
i) Merusak hati dan ginjal, terutama senyawa klor, misalnya kloroform.
j) Oliguri (reversibel) karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal,
sehingga pasien perlu dihidratasi secukupnya.
k) Menekan sistem regulasi suhu, sehingga timbul perasaan kedinginan
(menggigil) pasca-bedah.
11
Efek samping tersebut bersifat sementara. Namun, ada pula komplikasi
serius yang dapat terjadi. Untungnya, komplikasi tersebut sangat jarang, dengan
perbandingan 4 komplikasi dalam jutaan pasien yang diberi obat
anestesi. Pencegahan efek samping anestesi yang terbaik adalah dengan
penjelasan selengkap mungkin terhadap pasien mengenai efek samping dan
risiko yang mungkin terjadi, pemeriksaan menyeluruh, dan pemberian obat
anestesi yang tidak melebihi dosis.
2. Anestesi Lokal
1) Definisi Anestesi Lokal
Anestesi lokal adalah obat yang merintangi secara reversibel penerusan
impuls saraf ke sistem saraf pusat pada kegunaan lokal dengan demikian dapat
menghilangkan rasa nyeri, gatal-gatal, panas atau dingin (Kartika Sari, 2013).
Anestesi lokal menyebabkan hilangnya sensasi pada tempat yang
diinginkan (misalnya, adanya sel tumbuh pada kulit atau kornea mata). Obat
anestesi (misalnya, lidokain) menghambat konduksi saraf sampai obat terdifusi
ke dalam sirkulasi. Klien akan kehilangan rasa nyeri dan sentuhan, aktivitas
motorik, dan otonom (misalnya, penggosongan kandung kemih). Anestesi lokal
umumnya digunakan dalam prosedur minor pada tempat bedah sehari. Untuk
menghilangkan rasa nyeri pascaoperatif, dokter dapat memberi anestesi lokal
pada area pembedahan.
2) Klasifikasi Obat Anestesi Lokal
Anestesi lokal atau zat penghilang rasa setempat merupakan obat yang
pada penggunaan lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke
Sistem Saraf Pusat dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa
nyeri, gatal gatal, rasa panas atau dingin.
Anestesi lokal adalah teknik untuk menghilangkan atau mengurangi
sensasi di bagian tubuh tertentu. Ada kalangan medis yang membatasi istilah
anestesi lokal hanya untuk pembiusan di bagian kecil tubuh seperti gigi atau area
kulit. Namun, banyak juga yang menyebut anestesi lokal untuk anestesi apa pun
selain yang menimbulkan ketidaksadaran umum (anestesi umum).
Secara kimia, obat anestesi lokal digolongkan sebagai berikut:
a. Senyawa Ester
12
Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat anestesi lokal sebab pada
degradasi dan inaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan dihidrolisis.
Karena itu golongan ester umumnya kurang stabil dan mudah mengalami
metabolisme dibandingkan golongan amida. Contohnya: tetrakain, benzokain,
kokain, prokain dengan prokain sebagai prototip.
b. Senyawa Amida
Contohnya senyawa amida adalah dibukain, lidokain, mepivakain dan
prilokain.
c. Lainnya
Contohnya fenol, benzilalkohol, etilklorida, cryofluoran.
Jenis anestesi lokal dalam bentuk parenteral yang paling banyak digunakan
adalah:
a) Anestesi permukaan
Sebagai suntikan banyak digunakan sebagai penghilang rasa oleh dokter
gigi untuk mencabut geraham atau oleh dokter keluarga untuk pembedahan
kecil seperti menjahit luka di kulit. Sediaan ini aman dan pada kadar yang
tepat tidak akan mengganggu proses penyembuhan luka.
b) Anestesi Infiltrasi
Tujuannya untuk menimbulkan anestesi ujung saraf melalui injeksi pada
atau sekitar jaringan yang akan dianestesi sehingga mengakibatkan hilangnya
rasa di kulit dan jaringan yang terletak lebih dalam, misalnya daerah kecil di
kulit atau gusi (pada pencabutan gigi).
c) Anestesi Blok
Cara ini dapat digunakan pada tindakan pembedahan maupun untuk
tujuan diagnostik dan terapi.
d) Anestesi Spinal
Obat disuntikkan di tulang punggung dan diperoleh pembiusan dari kaki
sampai tulang dada hanya dalam beberapa menit. Anestesi spinal ini
bermanfaat untuk operasi perut bagian bawah, perineum atau tungkai bawah.
3) Farmakokinetik Anastesi Lokal
Anestesi lokal biasanya diberikan secara suntikan ke dalam daerah serabut
saraf yang akan menghambat. Oleh karena itu, penyerapan dan distribusi tidak
terlalu penting dalam memantau mula kerja efek dalam menentukan mula kerja
13
anestesi dan halnya mula kerja anestesis umum terhadap sistem saraf pusat dan
toksisitasnya pada jantung. Aplikasi topikal anestesi lokal bagaimanapun juga
memerlukan difusi obat guna mula keja dan lama kerja efek anestesinya.
Absorbsi sistemik suntikan anestesi lokal dari tempat suntikan dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain dosis, tempat suntikan, ikatan obat jaringan,
adanya bahan vasokonstriktor, dan sifat fisikokimia obat. Bahan vasokonstriktor
seperti epinefrin mengurangi penyerapan sistematik anestesi lokal dari tempat
tumpukan obat dengan mengurangi aliran darah di daerah ini. Keadaan ini
menjadi nyata terhadap obat yang massa kerjanya singkat atau menengah seperti
prokain, lidokain, dan mepivakain (tidak untuk prilokain). Ambilan obat oleh
saraf diduga diperkuat oleh kadar obat lokal yang tinggi ,dan efek dari toksik
sistemik obat akan berkurang karena kadar obat yang masuk dalam darah hanya
1/3 nya saja.
Distribusi anestesi lokal amida disebar meluas dalam tubuh setelah
pemberian bolus intravena. Bukti menunjukkan bahwa penyimpanan obat
mungkin terjadi dalam jaringan lemak. Setelah fase distribusi awal yang cepat,
yang mungkin menandakan ambilan ke dalam organ yang perfusinya tinggi
seperti otak, ginjal, dan jantung, dikuti oleh fase distribusi lambat yang terjadi
karena ambilan dari jaringan yang perfusinya sedang, seperti otot dan usus.
Karena waktu paruh plasma yang sangat singkat dari obat tipe ester, maka
distribusinya tidak diketahui.
Metabolisme dan ekskresi anestesi lokal diubah dalam hati dan plasma
menjadi metabolit yang mudah larut dalam air dan kemudian diekskresikan ke
dalam urin. Karena anestesi lokal yang bentuknya tak bermuatan mudah
berdifusi melalui lipid, maka sedikit atau tidak ada sama sekali bentuk netralnya
yang diekskresikan kerana bentuk ini tidak mudah diserap kembali oleh tubulus
ginjal.
Tipe ester anestesi lokal dihidrolisis sangat cepat di dalam darah oleh
butiri kolinesterase (pseudokolinesterase). Oleh karena itu, obatini khas sekali
mempunyai waktu paruh yang sangat singkat, kurang dari 1 menit untuk prokain
dan kloroprokain. Penurunan pembersihan anestesi lokal leh hati ini harus
diantisipasi dengan menurunkan aliran darah kehati. Sebagai contoh,
pembersihan lidokain oleh hati pada binatang yang dianestesi dengan halotan
14
lebih lambat dari pengukuran binatang yang diberi nitrogen oksida dan kurare.
Penurunan pembersihan ini berhubungan penurunan aliran darah ke dalam hati
dan penekanan mikrosom hati karena halotan.
Farmakokinetik suatu anestetik lokal ditentukan oleh 3 hal, yaitu:
1. Lipid/Water solubility ratio, menentukan ONSET OF ACTION. Semakin
tinggi kelarutan dalam lemak akan semakin tinggi potensi anestesi local.
2. Protein Binding, menentukan DURATION OF ACTION. Semakin tinggi
ikatan dengan protein akan semakin lama durasi nya.
3. pKa, menentukan keseimbangan antara bentuk kation dan basa. Makin
rendah pKa makin banyak basa, makin cepat onsetnya. Anestetik lokal
dengan pKa tinggi cenderung mempunyai mula kerja yang lambat. Jaringan
dalam suasana asam (jaringan inflamasi)akan menghambat kerja anestetik
lokal sehingga mula kerja obat menjadi lebih lama. Hal tersebut karena
suasana asam akan menghambat terbentuknya asam bebas yang diperlukan
untuk menimbulkan efek anestesi. Kecepatan onset anestetika lokal
ditentukan oleh:
a) Kadar obat dan potensinya
b) Jumlah pengikatan obat oleh protein dan
c) Pengikatan obat ke jaringan local
d) Kecepatan metabolisme
e) Perfusi jaringan tempat penyuntikan obat. Pemberian vasokonstriktor
(epinefrin) ditambah anestetika lokal dapat menurunkan aliran darah
lokal dan mengurangi absorpsi sistemik.
4) Efek Samping Anestesi Lokal
Seharusnya obat anestesi lokal diserap dari tempat pemberian obat. Jika kadar
obat dalam darah meningkat terlalu tinggi, maka akan timbul efek samping pada
berbagai sistem organ tubuh, yaitu:
a) Sistem Saraf Pusat
Efek terhadap SSP antara lain ngantuk, kepala terasa ringan, gangguan visual
dan pendengaran, dan kecemasan. Pada kadar yang lebih tinggi, akan timbul
pula nistagmus dan menggigil. Akhirnya kejang tonik klonik yang terus menerus
diikuti oleh depresi SSP dan kematian yang terjadi untuk semua anestesi local
termasuk kokain.
15
Reaksi toksik yang paling serius dari obat anestesi local adalah timbulnya
kejang karena kadar obat dalam darah yang berlebihan. Keadaan ini dapat
dicegah dengan hanya memberikan anestesi local dalam dosis kecil sesuai
dengan kebutuhan untuk anestesi yang adekuat saja. Bila harus diberikan dalam
dosis besar, maka perlu ditambahkan premedikasi dengan benzodiapedin; seperti
diazepam, 0,1-0,2 mg/kg parenteral untuk mencegah bangkitan kejang.
b) Sistem Saraf Perifer (Neurotoksisitas)
Bila diberikan dalam dosis yang berlebihan, semua anestesi local akan menjadi
toksik terhadap jaringan saraf.
c) Sistem Kardiovaskular
Efek kardiovaskular anestesi local akibat sebagian dari efek langsung terhadap
jantung dan membran otot polos serta dari efek secara tidak langsung melalui
saraf otonom. Anestesi lokal menghambat saluran natrium jantung sehingga
menekan aktivitas pacu jantung, eksitabilitas, dan konduksi jantung menjadi
abnormal. Walaupun kolaps kardiovaskular dan kematian biasanya timbul
setelah pemberian dosis yang sangat tinggi, kadang-kadang dapat pula terjadi
dalam dosis kecil yang diberikan secara infiltrasi.
d) Darah
Pemberian prilokain dosis besar selama anestesi regional akan menimbulkan
penumpukan metabolit o-toluidin, suatu zat pengoksidasi yang mampu
mengubah hemoglobin menjadi methemeglobin. Bila kadarnya cukup besar
maka warna darah menjadi coklat.
16
B. Pengertian Pemberian Obat Emergency
Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia sebagai
perawatan, pengobatan, atau bahkan pencegahan terhadap berbagai gangguan yang
terjadi di dalam tubuh. Dalam pelaksanaannya ,tenaga medis memiliki tanggung jawab
dalam keamanan obat dan pemberian secara langsung ke pasien.hal ini semata-mata
untuk memenuhi kebutuhan pasien. Pemeberian obat adalah suatu tindakan yang
dilakukan pemberian subtansi kepada pasien dengan tujuan pemyembuhan dan
pencegahan.
Pemeberian obat emergency adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan saat kondisi darurat dengan cara pemeberian obat dengan tujuan
meminimalisirkan keadaan darurat pada pasien.
1) Epinefrin (Adrenalin)
a. Pengertian epineftrin(andrenalin)
1. Absorpsi
Pada pemberian oral, epi tidak mencapai dosis terapi karena sebagian besar
dirusak oleh enzim COMT dan MAO yang banyak terdapat pada dinding
17
usus dan hati. Pada penyuntikan SK, absorpsi lambat karena vasokonstriksi
lokal, dapat dipercepat dengan memijat tempat suntikan. Absorpsi yang
lebih cepat terjadi dengan penyuntikan IM. Pada pemberian lokal secara
inhalasi, efeknya terbatas terutama pada saluran napas, tetapi efek sistemik
dapat terjadi, terutama bila digunakan dosis besar.5
2. Biotransformasi dan Ekskresi
19
merupakan komponen obat herbal Cina untuk berbagai klaim misalnya obat
pelangsing, obat penyegar atau pelega napas.
Efedrin mulai diperkenalkan di dunia kedokteran modern pada tahun
1924 sebagai obat simpatomimetik pertama yang dapat dikonsumsi secara oral.
Karena efedrin adalah suatu non-katekolamin maka efedrin memiliki
bioavailabilitas yang tinggi dan secara relative memiliki durasi kerja yang lama
selama berjam-jam.5
Efedrin belum secara luas diteliti pada manusia, meskipun sejarah
penggunaanya telah lama. Kemampuannya untuk mengaktivasi reseptor β
mungkin bermanfaan pada pengobatan awal asma. Karena efeknya yang
mencapai susunan saraf pusat maka efedrin termasuk suatu perangsang SSP
ringan. Pseudoefedrin yang merupakan satu dari empat turunan efedrin, telah
tersedia secara luas sebagai campuran dalam obat-obat dekongestan. Meskipun
demikian penggunaan efedrin sebagai bahan baku methamfetamin meyebabkan
penjualannya telah dibatasi.
b. Farmakokinetik
20
anestesi)
2. Pengobatan pilihan utama anafilaktik shok pada wanita hami
e. Kontraindikasi, efek samping, dan perhatian
1. Berikan secara hati-hati pada pasien-pasien dengan insufisiensi coroner,
hipertiroidisme dan glaukoma sudut tertutup.
2. Dapat menyebabkan: Aritmia, hipertensi.
3. Ibu hamil: Tidak ada kontraindikasi.
4. Ibu menyusui: Cegah pemberian (diekskresikan pada ASI).
5. Pada dosis biasa sudah bisa terjadi efek sentral seperti gelisah, nyeri
kepala, cemas, dan sukar tidur
6. Pada dosis tinggi menimbulkan tremor, takikardi dan aritmia.
3. Derivat sintetis
4. Bronkodilatasi
a) Emergensi
2. Oftalmologi c.
Atropin biasanya dipakai dengan kekuatan larutan 0,5-
1%, dua atau tiga tetes larutan ini cukup untuk menyebabkan midriasis
selama beberapa hari sampai seminggu.5
2. Susunan saraf pusat
22
Beberapa jenis blok A-V yang disertai dengan hiperaktivitas vagus
dapat diperbaiki dengan atropin.3
3. Atropin merupakan antidotum untuk keracunan antikolinesetrase dan
keracunan kolinergik yang ditandai dengan gejala muskarinik. Selain
itu, atropin berguna untuk mengatasi gejala parasimpatomimetik yang
menyertai pengobatan kolinergik pada miastenia gravis3,5
4. Atropin digunakan untuk menghambat motilitas lambung dan usus.
Terutama dipakai pada ulkus peptikum dan sebagai pengobatan
simtomatik pada berbagai keadaan misalnya disentri, colitis,
diverticulitis dan kolik karena obat atau sebab lain.5
5. Atropin IV ternyata efektif untuk mengobati stenosis pylorus pada
bayi. Atropin 0,01 mg/KgBB disuntikkan 6 kali sehari sampai gejala
muntahnya berhenti. setelah itu atropin 0,02 mg/KgBB diberikan per
oral 6 kali sehari untuk kemudian diturunkan secara bertahap setelah
muntah berhenti sama sekali dan berat bayi bertambah.5,6
d. Efek Samping
23
a. Anak-anak: 0,01-0,02 mg/kgBB SC/IV
24
terjadi penurunan absorbsi teofilin. Dalam keadaan perut kosong, sediaan teofilin
bentuk cair atau tablet tidak bersalut dapat menghasilkan kadar puncak plasma
dalam waktu 2 jam sedangkan kafein dalam waktu 1 jam.5
Metilxantin didistribusikan ke seluruh tubuh, melewati plasenta dan masuk
ke air susu ibu. Volume distribusi kafein dan teofilin ialah antara 400 dan 600
mL/kg. Eliminasi metilxantin terutama melalui metabolisme dalam hati. Sebagian
besar diekskresi bersama urin dalam bentuk asam metilurat atau metilxantin.
Kurang dari 20% teofilin dan 5% kafein akan ditemukan di urin dalam bentuk
utuh. Waktu paruh plasma teofilin pada orang dewasa 8-9 jam dan pada anak
muda kira-kira 3,5 jam. Pada pasien sirosis hati atau edema paru akut, kecepatan
eliminasi sangat bervariasi dan berlangsung lebih lambat.5
c. Indikasi
l) Asma bronkial
26
Berbentuk kristal putih, pahit dan sedikit larut dalam air. Di Indonesia,
tersedia dalam berbagai bentuk sediaan untuk penggunaan oral, yaitu
kapsul/kapsul lunak teofilin 130 mg; tablet teofilin 150 mg; tablet salut
selaput lepas lambat berisi teofilin 125 mg, 250 mg, dan 300 mg; sirup/eliksir
yang berisi teofilin sebanyak 50 mg/5 mL, 130 mg/15 mL dan 150 mg/15 mL.
Teofilin juga tersedia dalam kombinasi tetap dengan efedrin untuk asma
bronkial. Aminofilin merupakan garam teofilin untuk penggunaan IV, tersedia
dalam ampul 10 mL mengandung 24 mg aminofilin setiap mililiternya.
5) Deksamethason (Kortikosteroid)
a. Pengertian
27
Glukokortikoid dapat diabsorbsi melalui kulit, sakus konjungtiva dan
ruang synovial. Penggunaan jangka panjang pada daerah kulit yang luas dapat
menyebabkan efek sistemik, antara supresi korteks adrenal.
c. Indikasi
5. Asma bronchial.
Dosis dan situasi sangat bervariasi tergantung pada derajat beratnya infeksi
dan respon klinis:
Anak-anak: 0,2-0,4 mg/kgBB/hari
Dewasa: dosis awal 0,5-24 mg/hari
2. Maturasi paru janin
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Anastesi umum adalah obat yang menimbulkan keadaan yang bersifat
reversibel dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan. Obat anestesi umum
dibagi menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari tiga golongan yaitu obat anestesi
gas (inhalasi), obat anestesi yang menguap dan obat anestesi yang diberikan secara
intravena. Anestesi umum yang ideal akan bekerja secara tepat dan baik serta
mengembalikan kesadaran dengan cepat segera sesudah pemberian dihentikan.
Anestesi lokal atau zat penghilang rasa setempat merupakan obat yang pada
penggunaan lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke sistem
saraf pusat dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal
gatal, rasa panas atau dingin. Obat anestesi lokal dibagi menurut bentuk fisiknya
dibagi terdiri dari tiga golongan yaitu senyawa ester, senyawa amida dan senyawa
lainnya. Anestesi lokal adalah teknik untuk menghilangkan atau mengurangi sensasi
di bagian tubuh tertentu. Ada kalangan medis yang membatasi istilah anestesi lokal
hanya untuk pembiusan di bagian kecil tubuh seperti gigi atau area kulit.
Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia sebagai
perawatan, pengobatan, atau bahkan pencegahan terhadap berbagai gangguan yang
terjadi di dalam tubuh. Dalam pelaksanaannya ,tenaga medis memiliki tanggung
jawab dalam keamanan obat dan pemberian secara langsung ke pasien.hal ini
semata-mata untuk memenuhi kebutuhan pasien. Pemeberian obat adalah suatu
tindakan yang dilakukan pemberian subtansi kepada pasien dengan tujuan
pemyembuhan dan pencegahan
B. Saran
Diharapkan makalah ini dapat membantu mahasiswa dalam proses
pembelajaran dan semoga bisa menambah ilmu pengetahuan mengenai obat-obat
29
anestesi dan imergensi sehingga materi yang disampaikan dan
dimengerti dalam farmakologi dapat diterima dengan baik. Apabila penggunaan nya
atau pun penggunaan obat secara universal ini disalahgunakan, tentulah akibat buruk
yang akan di dapat di akhri eksperimen kita sebagai orang awam yang tak tahu
apapun tentang obat dan efek sampingnya apabila penggunaannya salah.
30
DAFTAR PUSTAKA
Katzung G, Bertram. 2007. Basic and Clinical Pharmacology 10th Ed. 2007. United
states of America: McGraw-Hill Companies.
Omoigui, Sota. 1997. Buku saku Obat-obatan anesthesia edisi II. Jakarta. EGC
https://arifsaputra96.blogspot.com/2014/01/makalah-farmakologi-tentang-obat.html
31
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11