Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH FARMAKOLOGI

ANASTESI UMUM

Dosen Pembimbing:

Dra. Kiaonarni O.W. Apt., M.Mkes

Disusun Oleh:

Kelompok 19

Dwi Rachmawati (P27820119066)

Prasetyo Pujo Rumeqso (P27820119085)

TINGKAT 1 REGULER B

PRODI DIII KEPERAWATAN SOETOMO


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURABAYA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan nikmat, taufik serta hidayah-Nya yang sangat besar sehingga kami pada

akhirnya bisa menyelesaikan Makalah Farmakologi tentang Anastesi Umum tepat pada

waktunya.

Semoga Makalah Farmakologi yang telah kami susun ini turut memperkaya ilmu serta

bisa menambah pengetahuan dan wawasan. Kami juga menyadari bahwa Makalah yang telah

dibuat masih memiliki banyak kekurangan. Maka dari itu kami mengharapkan saran serta

masukan demi meperbaiki makalah Farmakologi ini agar dapat diperbaiki untuk lebih baik

lagi.

Surabaya,09 Februari 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Definisi ............................................................................................................... 1

1.2 Sejarah................................................................................................................ 2

1.3 Patofisiologi ....................................................................................................... 4

BAB II MEKANISME/CARA KERJA OBAT

2.1 Anastesi Inhalasi ................................................................................................ 6

2.2 Anastesi Intravena .............................................................................................. 7

BAB III FARMAKOKINETIK

3.1 Absorbsi dan Distribusi .................................................................................... 8


3.2 Metabolisme...................................................................................................... 8
3.3 Ekskresi ............................................................................................................. 9
BAB IV FARMAKODINAMIKA

4.1 Indikasi ............................................................................................................ 10


4.2 Kontra Indikasi................................................................................................. 11
4.3 Interaksi Obat ................................................................................................... 11
4.4 Penggunaan Klinis ........................................................................................... 13
4.5 Efek Samping ................................................................................................... 13
BAB V SEDIAAN/KEMASAN DAN DOSIS
5.1 Nama Obat, Bentuk Sediaan dan Dosis Hipnotik Sedatif................................ 15

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 17


6.2 Saran ............................................................................................................... 17

BAB VI DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Definisi

Anestesi merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan rasa sakit ketika

dilakukan pembedahan dan berbagai prosedur lain yang menimbulkan rasa sakit,

dalam hal ini rasa takut perlu ikut dihilangkan untuk menciptakan kondisi optimal

bagi pelaksanaan pembedahan (Sabiston, 2011).

Ada dua jenis anestesi:

 Umum, yang membuat pasien tak sadar

 Lokal, yang membuat mati rasa bagian tubuh yang akan diambil tindakan.

Anestesi umum (general anestesi) atau bius total disebut juga dengan nama

narkose umum (NU).

Anestesi umum adalah hilang kesadaran yang bersifat reversibel yang

disebabkan oleh agen anestetik dengan kehilangan sensasi nyeri di seluruh tubuh.

Anestesi berarti suatu keadaan dengan tidak ada rasa nyeri bisa juga disebut sebagai

suatu keadaan yang ditandai dengan hilangnya persepsi terhadap semua sensasi akibat

induksi obat. Dalam hal ini, selain hilangnya rasa nyeri, kesadaran juga hilang.

Anestesi umum merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit

secara sentral disertai hilangnya kesadaran (reversible). Pada tindakan anestesi

umum terdapat beberapa teknik yang dapat dilakukan adalah anestesi umum

dengan teknik intravena anestesi dan anestesi umum dengan inhalasi yaitu

dengan face mask (sungkup muka dan dengan teknik intubasi yaitu pemasangan

endotrecheal tube atau dengan teknik gabungan keduanya yaitu inhalasi dan intravena

(Latief, 2007).

1
Anestesi umum biasanya dimanfaatkan untuk tindakan operasi besar yang

memerlukan ketenangan pasien dan waktu pengerjaan lebih panjang, misalnya pada

kasus bedah jantung, pengangkatan batu empedu, bedah rekonstruksi tulang, dan lain-

lain (Joomla, 2008).

Obat anestesi umum terdiri atas golongan senyawa kimia yang heterogen,

yang mendepresi SSP secara reversibel dengan spektrum yang hampir sama dan dapat

dikontrol. Obat anastesi umum dapat diberikan secara inhalasi dan secara intravena.

Obat anastesi umum yang diberikan secara inhalasi (gas dan cairan yang mudah

menguap) yang terpenting di antaranya adalah N2O, halotan, enfluran, metoksifluran,

dan isofluran. Obat anastesi umum yang digunakan secara intravena, yaitu

tiobarbiturat, narkotik-analgesik, senyawa alkaloid lain dan molekul sejenis, dan

beberapa obat khusus seperti ketamin. (Munaf, 2008).

1.2 Sejarah

Eter ([CH3CH2]2O) adalah salah satu zat yang banyak digunakan sebagai

anestesi dalam dunia kedokteran hingga saat ini. Eter ditemukan seorang

ahli kimia berkebangsaan Spanyol, Raymundus Lullius pada tahun 1275. Lullius

menamai eter "sweet vitriol". Eter pertama kali disintesis Valerius Cordus, ilmuwan

dari Jerman pada tahun 1640. Kemudian seorang ilmuwan bernama W.G.

Frobenius mengubah nama "sweet vitriol" menjadi eter pada tahun 1730. Sebelum

penemuan eter, Priestly menemukan gas nitrogen-oksida pada tahun 1777, dan

berselang dua tahun dari temuannya itu, Davy menjelaskan kegunaan gas nitrogen-

oksida dalam menghilangkan rasa sakit.

2
Sebelum tahun 1844, gas eter maupun nitrogen-oksida banyak digunakan

untuk pesta mabuk-mabukan. Mereka menamai zat tersebut "gas tertawa", karena efek

dari menghirup gas ini membuat orang tertawa dan lupa segalanya.

Penggunaan eter atau gas nitrogen-oksida sebagai penghilang sakit dalam

dunia kedokteran sebenarnya sudah dimulai Horace Wells sejak tahun 1844.

Sebagai dokter gigi, ia bereksperimen dengan nitrogen-oksida sebagai penghilang rasa

sakit kepada pasiennya saat dicabut giginya. Sayangnya usahanya mempertontonkan

di depan mahasiswa kedokteran John C. Warren di Rumah Sakit Umum

Massachusetts, Boston gagal, bahkan mendapat cemoohan. Usahanya diteruskan

William Thomas Green Morton.

Morton adalah sesama dokter gigi yang sempat buka praktik bersama Horace

Wells pada tahun 1842. Ia lahir di Charlton, Massachusetts, Amerika Serikat pada

tanggal 9 Agustus 1819. Pada usia 17 tahun, ia sudah merantau ke Boston untuk

berwirausaha. Beberapa tahun kemudian mengambil kuliah kedokteran gigi

di Baltimore College of Dental Surgery. Morton meneruskan kuliah di Harvard pada

tahun 1844 untuk memperoleh gelar dokter. Namun karena kesulitan biaya, tidak ia

teruskan. Pada tahun yang sama, ia menikah dengan Elizabeth Whitman dan kembali

membuka praktik giginya. Ia berkonsentrasi dalam membuat dan memasang gigi

palsu serta cabut gigi. Suatu pekerjaan yang membutuhkan cara menghilangkan rasa

sakit.

Morton berpikir untuk menggunakan gas nitrogen-oksida dalam praktiknya

sebagaimana yang dilakukan Wells. Kemudian ia meminta gas nitrogen-oksida

kepada Charles Jackson, seorang ahli kimia ternama di sekolah kedokteran Harvard.

Namun Jackson justru menyarankan eter sebagai pengganti gas nitrogen-oksida.

3
Morton menemukan efek bius eter lebih kuat dibanding gas nitrogen-oksida.

Bahkan pada tahun 1846 Morton mendemonstrasikan penggunaan eter dalam

pembedahan di rumah sakit umum Massachusetts. Saat pasien dokter Warren telah

siap, Morton mengeluarkan gas eter (atau disebutnya gas letheon) yang telah dikemas

dalam suatu kantong gas yang dipasang suatu alat seperti masker. Sesaat pasien yang

mengidap tumor tersebut hilang kesadaran dan tertidur. Dokter Warren dengan sigap

mengoperasi tumor dan mengeluarkannya dari leher pasien hingga operasi selesai

tanpa hambatan berarti.

Tanggal 16 Oktober 1846 menjadi hari bersejarah bagi dunia

kedokteran. Demonstrasi Morton berhasil dengan baik dan memicu penggunaan eter

sebagai anestesi secara besar-besaran. Revolusi pembedahan dimulai dan eter sebagai

anestesi dipakai hingga saat ini. Ia bukanlah yang pertama kali menggunakan

anestesia, namun berkat usahanyalah anestesia diakui dunia kedokteran. Wajar jika

Morton masuk dalam 100 orang paling berpengaruh dalam sejarah dunia dalam buku

yang ditulis William H. Hart beberapa tahun yang lalu.

Di balik kesuksesan zat anestesi dalam membius pasien, para penemu dan

penggagas zat anestesi telah terbius ketamakan mereka untuk memiliki dan

mendapatkan penghasilan dari paten anestesi yang telah digunakan seluruh dokter di

seluruh bagian dunia.

Terjadilah perseteruan di antara Morton, Wells, dan Jackson. Masing-masing

mengklaim zat anestesi adalah hasil penemuannya. Di tempat berbeda, seorang dokter

bernama Crawford W. Long telah menggunakan eter sebagai zat anestesi sejak

tahun 1842, empat tahun sebelum Morton memublikasikan ke masyarakat luas. Ia

telah menggunakan eter di setiap operasi bedahnya. Sayang, ia tidak

memublikasikannya, hanya mempraktikkan untuk pasien-pasiennya. Sementara ketiga

4
dokter dan ilmuwan yang awalnya adalah tiga sahabat itu mulai besar kepala, dokter

Long tetap menjalankan profesinya sebagai dokter spesialis bedah.

Wells, Morton, dan Jackson menghabiskan hidupnya demi pengakuan dari

dunia bahwa zat anestesi merupakan hasil temuannya. Morton selama dua puluh tahun

menghabiskan waktu dan uangnya untuk mempromosikan hasil temuannya. Ia

mengalami masalah meskipun ia telah mendaftarkan hak patennya di lembaga

paten Amerika Serikat (U.S. Patent No. 4848, November 12, 1846). Ketika

tahun 1847 dunia kedokteran mengetahui, zat yang digunakan adalah eter yang telah

digunakan sejak abad 16, Morton tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk

mendapat keuntungan dari patennya. Jackson juga mengklaim, dirinya juga berhak

atas penemuan tersebut.

Ketika Akademi Kedokteran Prancis menganugerahkan penghargaan

Monthyon yang bernilai 5.000 frank pada tahun 1846, Morton menolak untuk

membaginya dengan Jackson. Ia mengklaim, penemuan tersebut adalah miliknya

pribadi. Sementara itu, Wells mencoba eksperimen dengan zat lain (kloroform)

sebagai bahan anestesi.

Selama bertahun-tahun Morton menghabiskan waktu dan materi untuk

mengklaim patennya. Ia mulai stres dan tidak memedulikan lagi klinik giginya.

Morton meninggal tanggal 15 Juli 1868 di usia 49 tahun di Rumah Sakit St.

Luke's, New York. Begitu juga dengan Jackson yang meninggal dalam

keadaan gila dan Wells yang meninggal secara mengenaskan dengan cara bunuh

diri.(Dewi Marthaningtyas:"Terbius Memburu Paten Gas Tertawa", Cakrawala,

2005).

1.3 Patofisiologi

5
Stadium I (Stadium Analgesia)

Stadium induksi atau eksitasi volunter, dimulai dari pemberian agen anestesi

sampai menimbulkan hilangnya kesadaran. Rasa takut dapat meningkatkan frekuensi

nafas dan pulsus, dilatasi pupil, dapat terjadi urinasi dan defekasi. Penderita tetap

sadar tetapi telah mengalami pengurangan kesadaran akan nyeri.

Stadium II (Stadium Eksitasi)

Stadium eksitasi involunter, dimulai dari hilangnya kesadaran sampai

permulaan stadium pembedahan. Penderita mengalami amnesia setelah kejadian

tersebut,tetapi refleks dan otonomik jadi tidak teratur serta kontrol respirasi

meningkat selama stadium ini. Dapat disertai dengan aritmia jantung,spasme

bronkus,spasme laring. Pada stadium II terjadi eksitasi dan gerakan yang tidak

menurut kehendak, pernafasan tidak teratur, inkontinensia urin, muntah, midriasis,

hipertensi, dan takikardia.

Stadium III (Stadium Anastesia Operasi)

Penderita tidak sadar dan tidak memiliki refleks nyeri. Ditandai paling sering

dengan adanya relaksasi otot rangka, tetapi respirasi teratur dan tekanan darah dapat

dipertahankan dengan baik.

Pembedahan/operasi, terbagi dalam 3 bagian yaitu;

Plane I yang ditandai dengan pernafasan yang teratur dan terhentinya anggota

gerak. Tipe pernafasan thoraco-abdominal, refleks pedal masih ada, bola mata

bergerak-gerak, palpebra, konjuctiva dan kornea terdepresi.

6
Plane II, ditandai dengan respirasi thoraco-abdominal dan bola mata ventro

medial semua otot mengalami relaksasi kecuali otot perut.

Plane III, ditandai dengan respirasi regular, abdominal, bola mata kembali ke

tengah dan otot perut relaksasi. Stadium IV (paralisis medulla oblongata atau

overdosis),ditandai dengan paralisis otot dada, pulsus cepat dan pupil dilatasi. Bola

mata menunjukkan gambaran seperti mata ikan karena terhentinya sekresi lakrimal

(Munaf, 2008).

Stadium IV (Stadium Depresi Medular)

Penderita mengalami depresi pernafasan (paralisis diafragma) dan depresi

tekanan darah yang berat. Tanpa ventilasi mekanik dan bantuan farmakologi terhadap

tekanan darah, pasien akan meninggal.

7
BAB II

MEKANISME/CARA KERJA OBAT

Obat anastesi umum bekerja meningkatkan ambang rangsang sel neuron terhadap

pencetus (firing) impuls menyebabkan aktivitas neuron tersebut menurun. Obat anastesi

umum pada umumnya menurunkan kecepatan peningkatan potensial aksi dengan

mengganggu influks ion natrium.

Teori terakhir memperkirakan bahwa obat anastesi umum mempengaruhi kanal

natrium berdasarkan interaksi molekulnya dengan matriks membran lipid, dan dengan bagian

hidrofobik protein membran spesifik.

2.1 Anastesi Inhalasi

Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan aktivitas

neuron berbagai area di dalam otak.Anestesi inhalasi digunakan gas dan cairan bius yang

masing-masing sangat berbeda dalam kecepatan induksi, aktivitas, sifat melemaskan otot

maupun menghilangkan rasa sakit.

Untuk mendapatkan reaksi yang cepat pada pemulaan, harus diberikan dengan

dosis tinggi, yang kemudian diturunkan sampai hanya sekadar memelihara keseimbangan

antara pemberian dan pengeluaran.Keuntungan anestesi inhalasi dibandingkan dengan

anestesi intravena adalah kemungkinan untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman

anestesi dengan mengurangi konsentrasi gas/uap yang di inhalasi.Kebanyakan anestesi umum

tidak dimetabolisasikan oleh tubuh, karena tidak bereaksi secara kimiawi dengan zat-zat

faali.Mekanisme kerjanya berdasarkan perkiraan bahwa anestesi umum dibawah pengaruh

protein SSP dapat membentuk hidrat dengan air yang bersifat stabil.

Kedalaman anastesi dan kecepatan pencapaian kadar obat yang efektif

(kecepatan induksi anastesi) dalam otak ditentukan oleh banyak faktor, antara lain adalah

8
sifat kelarutan,kadarnya dalam udara inspirasi, kecepatan ventilasi paru, aliran darah paru,

dan perbedaan kadar obat anastesi antara darah arteri dan vena campuran.

2.2 Anastesi Intravena

Beberapa obat digunakan secara intravena (baik sendiri atau dikombinasikan dengan

obat lain) untuk menimbulkan anastesi, atau sebagai komponen anastesi berimbang, atau

untuk menenangkan pasien di unit rawat darurat yang memerlukan bantuan napas buatan

untuk jangka panjang.

Obat-obat intravena seperti thiopental, etomidate, dan propofol mempunyai mula

kerja anestesi yang lebih cepat dibandingkan terhadap senyawa gas inhalasi yang terbaru,

misal desflurane dan sevoflurane.Senyawa intravena ini umumnya digunakan induksi

anestesi.Kecepatan pemulihan pada sebagian besar senyawa intravena juga sangat cepat.

Secara umum, mekanisme kerjanya berdasarkan perkiraan bahwa anestesi

umum dibawah pengaruh protein SSP dapat membantu hidrat dengan air yang bersifat

stabil.Hidrat gas ini mungkin dapat merintangi transmisi rangsangan di sinaps dan dengan

demikian mengakibatkan anestesia.

2.2.1 Propofol

Propol relative selektif dalam mengatur reseptor GABA dan tampaknya tidak

mengatur ligand-gate ion channel lainnya. Propofol dianggap memiliki efek sedative

hipnotik melalui interaksinya denghan reseptor GABA. GABA adalah salah satu

neurotransmitter penghambat di SSP. Ketika reseptor GABA diaktivasi, penghantar

klorida transmembran meningkat dan menimbulkan hiperpolarisasi di membran sel

post sinaps dan menghambat fungsi neuron post sinaps. Interaksi propofol (termasuk

barbiturate dan etomidate) dengan reseptor komponen spesifik reseptor GABA

9
menurunkan neurotransmitter penghambat. Ikatan GABA meningkatkan durasi

pembukaan GABA yang teraktifasi melalui chloride channel sehingga terjadi

hiperpolarisasi dari membrane sel.

2.2.2 Benzodiazepin

Kerja benzodiazepin terutama merupakan interaksinya dengan reseptor

penghambat neurotransmiter yang diaktifkan oleh asam gamma amino butirat

(GABA). Reseptor GABA merupakan protein yang terikat pada membran dan

dibedakan dalam dua bagian besar sub-tipe, yaitu reseptor GABAA dan reseptor

GABAB. Reseptor ionotropik GABAA, terdiri dari lima atau lebih subunit (bentuk

majemuk dari α, β, dan γ subunit) yang membentuk suatu reseptor kanal ion klorida

kompleks. Reseptor GABAA berperan pada sebagian besar neurotransmiter di SSP.

Sebaliknya reseptor GABAB yang terdiri dari peptida tunggal dengan tujuh daerah

transmembran, digabungkan terhadap mekanisme signal transduksinya oleh protein-

G. Benzodiazepin bekerja pada reseptor GABAA, tidak pada reseptor GABAB.

Benzodiazepin berikatan langsung pada sisi spesifik (subunit γ) reseptor

GABAA (reseptor kanal ion klorida kompleks), sedangkan GABA berikatan pada

subunit α atau β. Pengikatan ini akan menyebabkan pembukaan kanal klorida,

memungkinkan masuknya ion klorida ke dalam sel, menyebabkan peningkatan

potensial elektrik sepanjang membran sel dan menyebabkan sel sukar tereksitasi. Efek

klinis berbagai benzodiazepin tergantung pada afinitas pada ikatan obat masing-

masing pada kompleks saluran ion, yaitu kompleks GABA reseptor dan klorida.

2.2.3 Ketamin

Ketamin bersifat non-kompetitif phenycyclidine di reseptor N-Methyl D

Aspartat (NMDA). Ketamin juga memiliki efek pada reseptor lain termasuk reseptor

opioid, reseptor muskarinik, reseptor monoaminergik, kanal kalsium tipe L dan

10
natrium sensitive voltase. Tidak seperti propofol dan etomide, katamin memiliki efek

lemah pada reseptor GABA. Mediasi inflamasi juga dihasilkan local melalui

penekanan pada ujung saraf yang dapat mengaktifasi netrofil dan mempengaruhi

aliran darah. Ketamin mensupresi produksi netrofil sebagai mediator radang dan

peningkatan aliran darah. Hambatan langsung sekresi sitokin inilah yang

menimbulkan efek analgesia.

2.2.4 Barbiturat

Barbiturat terutama bekerja pada resptop GABA dimana barbiturat akan

menyebabkan hambatan pada reseptor GABA pada sistem saraf pusat, barbiturat

menekan sistem aktivasi retikuler, suatu jaringan polisinap komplek dari saraf dan

pusat regulasi, yang beberapa fungsi vital termasuk kesadaran. Pada konsentrasi

klinis, barbiturat secara khusus lebih berpengaruh pada sinaps saraf dari pada akson.

Barbiturat menekan transmisi neurotranmitter inhibitor seperti asam gamma

aminobutirik (GABA). Mekanisme spesifik diantaranya dengan pelepasan transmitter

(presinap) dan interaksi selektif dengan reseptor (postpinap)

11
BAB III

FARMAKOKINETIK

Dalamnya anestesi ditentukan oleh konsentrasi anestetik didalam susunan saraf pusat.

Kecepatan pada konsentrasi otak yang efektif (kecepatan induksi anestesi) bergantung pada

banyaknya farmakokinetika yang mempengaruhiambilan dan penyebaran anestetik. Factor

tersebut menentukan perbedaankecepatan transfer anestetik inhalasi dari paru kedalam darah

serta daridarah keotak dan jaringan lainnya. Faktor-faktor tersebut juga turut mempengaruhi

masa pemulihan anestesi setelah anestetik dihentikan.

3.1 Absorpsi dan Distribusi

ANASTESI INHALASI

Konsentrasi masing-masing dalam suatu campuran gas anestetik sebanding dengan

tekanan atau tegangan persialnya. Istilah tersebut sering dipergunakansecara bergantian

dalam membicarakan berbagai proses transfer anestetik gasdalam tubuh.

Tercapainya konsentrasi obat anestetik yang adekuat dalam otak untuk menimbulkan

anestesi memerlukan transfer obat anestetik dari udara alveolar kedalam darah dan otak.

Kecepatan pencapaian konsentrasi ini bergantung pada sifat kelarutan anestetik,

konsentrasinya dalam udara yang dihisap, laju ventilasi paru, aliran darah paru, dan

perbedaan gradian konsentrasi(tekanan parsial) obat anestesi antara darah arteri dan

campuran darah vena.

ANASTESI INTRAVENA

Digunakan secara intravena dan bersifat lipofilik dimana 98% terikat protein plasma,

eliminasi dari obat ini terjadi di hepar menjadi suatu metabolit tidak aktif. Kelarutan lemak

yang tinggi dari propofol menyebabkan onset kerjanya yang cepat yang hampir sama

12
cepatnya dengan thiopental tersadar setelah pemberian dosis tunggal juga cepat akibat paruh

waktu distribusinya yang sangat cepat (2-8 menit). Dosis induksi cepat menyebabkan sedasi

(rata - rata 30 – 45 detik) dan kecepatan untuk pulih juga relatif singkat. Satu ampul 20ml

mengandung propofol 10mg/ml. Popofol bersifat hipnotik murni tanpa disertai efek analgetik

ataupun relaksasi otot (Morgan et al., 2006).

3.1.1 Propofol

Tingginya tingkat kelarutan propofol dalam lemak menyebabkan onset kerja

cepat. Waktu yang diperlukan dari saat pertama kali diberikan bolus sampai pasien

terbangun (waktu paruh) sangat singkat yaitu 2-8 menit. Propofol mengalami

distribusi yang cepat dan luas juga dimetabolisme dengan cepat. Pada propofol

memberikan efek sedasi sedang sampai berat.

3.1.2 Benzodiazepin

Semua benzodiazepine dalam bentuk nonionic memiliki koefesien distribusi

lemak : air yang tinggi; namun sifat lipofiliknya daoat bervariasi lebih dari 50 kali,

bergantung kepada polaritas dan elektronegativitas berbagai senyawa

benzodiazepine.

Semua benzodiazepin pada dasarnya diabsorpsi sempurna, kecuali klorazepat;

obat ini cepat mengalami dekarboksilasi dalam cairan lambung menjadi N-desmetil-

diazepam (nordazepam), yang kemudian diabsorpsi sempurna. Setelah pemberian per

oral, kadar puncak benzodiazepin plasma dapat dicapai dalam waktu 0,5-8 jam.

Kecuali lorazepam, absorbsi benzodiazepin melalui suntikan IM tidak tratur.

3.1.3 Ketamin

13
Ketamin diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian intramuskular, walaupun

pada dasarnya dapat diberikan baik secara intravena maupun intramuskular. Ketamin

didistribusi secara cepat, memasuki sistem saraf pusat dan menembus plasenta.

3.1.4 Barbiturat

Pada anestiologi klinis, barbiturat paling banyak diberikan secara intravena

untuk induksi anastesi umum pada orang dewasa dan anak-anak. Barbiturat secarra

oral diabsorpsi cepat dan sempurna dari lambung dan usus halus ke dalam darah.

Secra IV barbiturate digunakan untuk mengatasi status epilepsy dan menginduksi

serta mempertahankan anestesi umum.

Pada pemberian intravena segera didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh

selanjutnya akan diikat oleg jaringan saraf dan jaringan lain yang kaya akan

veskularisasi, secara perlahan akan mengalami difusi kedalam jaringan lain seperti

hati, otot, dan jaringan lemak. Setelah terjadi penurunan konsentrasi obat dalam

plasma terutama karena redistribusi obat dari otak ke dalam jaringan lemak.

3.1.5 Droperidol

Droporidol di absorbsi dengan baik apabila diberikan secara oral maupun

parenteral. Pemberian parenteral dapat secara intramuscular maupun intravena. Akan

tetapi pemberian intramuskular lebih dianjurkan dan sering dilakukan daripada

intravena. Konsentrasi plasma droporidol biasanya mencapai puncaknya dalam 30

sampai 60 menit setelah penyuntikan intramuskular.

Penurunan awal konsentrasi plasma droperidol dimuali pada saat obat mulai

terdistribusi masuk ke dalam berbagai kompartemen tubuh. Dikarenakan droporidol

sangat lipofilik, droperidol cenderung mengakumulasi dalam jaringan seperti lemak,

paru, dan otak.

14
3.2 Metabolisme

ANASTESI INTRAVENA

3.2.1 Propofol

Propofol dengan cepat dimetabolisme di hati melalui konjugasi glukoronidase

dan sulfat untuk menghasilkan senyawa aktif yang larut dalam air. Metabolisme

hepatik cepat dan luas, menghasilkan sulfat yang tidak aktif dan larut dalam air serta

metaboli asam glukoronit yang di ekskresikan oleh ginjal.

3.2.2 Benzodiazepin

Midazolam merupakan obat dari golongan benzodiazepin yang dimetabolisme

secara cepat oleh enzim cytochrome P-450 (CYP3A4) hati dan usus halus menjadi

metabolit aktif dan inaktif. Metabolit utama dari midazolam adalah 1-

hydroxymidazolam. Konsentrasi metabolit ini mencapai sekitar separuh dari semua

metabolit yang dihasilkan dari metabolisme midazolam. Metabolit aktif tersebut

dikonjugasikan secara cepat menjadi 1-hydroxymidazolam glucoronide dan kemudian

dibuang melalui ginjal. Metabolit glucoronide ini memiliki aktivitas farmakologis

yang substansial apabila konsentrasinya tinggi, seperti yang ditemukan pada pasien-

pasien gagal ginjal yang mendapat terapi midazolam intravena dalam waktu yang

lama. Pada pasien-pasien seperti itu, metabolit glucoronide memiliki efek sedatif yang

sinergistik dengan senyawa utama midazolam. Metabolit midazolam lainnya yang

aktif secara farmakologis seperti 4-hydroxymidazolam, tidak terlalu banyak

ditemukan pada pemberian midazolam secara intravena.

Metabolisme midazolam dapat mengalami perlambatan bila diberikan bersama

obat-obatan yang dapat menghambat enzim cytochrome P-450 (cimetidine,

15
erythromycin, calcium channel blocker, obat-obatan anti-jamur) sehingga kita tidak

bisa memperkirakan efek depresi SSP dari midazolam. Enzim cytochrome P-450 3A

juga mempengaruhi metabolisme fentanyl. Dengan pertimbangan ini, proses

pembersihan midazolam oleh hati dapat dihambat oleh fentanyl yang diberikan

selama proses anestesia umum.

Secara umum, laju bersihan hati dari midazolam adalah sekitar lima kali lebih

besar jika dibandingkan dengan lorazepam dan sepuluh kali lebih besar jika

dibandingkan dengan diazepam.

3.2.3 Ketamin

Sebagian besar ketamin di metabolisme oleh hati. Jalur metabolisme yang

penting adalah demetilasi ketamin oleh enzim sitokrom P-450 menjadi norketamin.

Sebagian dikonversi menjadi senyawa aktif lainnya. Pada pemberian secara

intravena, kurang dari 4% dosis ketamin dapat ditemukan dalam air seni tanpa

perubahan. Halotan dan diazepam memperlambat metabolisme dari ketamin dan

memperpanjang efek obat.

3.2.4 Barbiturat

Pada Barbiturat mekanisme terjadi di hepar menjadi bentuk yang inaktif.

3.2.5 Droperidol

Droperidol di metabolisme di hati dan terjadi melalui konjugasi dengan asam

glukoranat, oksidasi, hidroksilasi, dimetilasi, dan pembentukan sulfoksida. Droperidol

hanya memliki satu metabolit utama, yaitu reduced-haloperidol yang kurang aksi

anti-dopaminergiknya dibandingkan komponen utama.

16
ANASTESI INHALASI

Karena uniknya jalur metabolisme,anestesi inhalasi mempunyai farmakologi yang

hampir sama. Singkatnya, paparan [pada sirkulasi pulmo memberikan lebih cepatnya obat ke

darah arteri daripada melalui jalur intravena. Ilmu yang mempelajari hubungan antara dosis

obat, konsentrasi jaringan dan waktu yang diperlukan dinamakan farmakokinetik (bagaimana

reaksi tubuh terhadap obat). Ilmu yang mempelajari aksi obat,termasuk toksisitasnya,disebut

farmakodinamik (bagaimana reaksi obat terhadap tubuh)

3.3 Ekskresi

3.3.1 Propofol

Walaupun metabolisme propofol utamanya diekskresikan melalui ginjal, tetapi

fungsi ginjal tidak mempengaruhi bersihan propofol.

3.3.2 Benzodiazepin

Untuk eliminasi waktu paruh terminal metabolit aktifnya dieksresikan lewat

urin dalam bentuk sulfat dan konjugat glukoronida. Rata-rata kecepatan waktu

pemberisihan dalam tubuh manusia dewasa adalah 20-30 ml/menit. Dengan dosis

mulipel yang akan menumpuk sehingga mengakibatkan semakin panjang waktu

eliminasi.

3.3.3 Ketamin

Ketamin mempunyai paruh waktu 2,5 jam untuk di ekskresikan. Ketamin

diekskresikan melalui ginjal. Pada pemberian ketamin secara intravena 4%

diekskresikan melalui urin tanpa mengalami perubahan dan 5% dosis yang

diinjeksikan diekskresikan melalui feses.

17
3.3.4 Barbiturat

Sebagian besar barbiturat akan diekskresikan lewat urine, dimana eliminasi

terjadi 3 ml/kg/menit dan pada anak-anak terjadi 6ml/kg/menit.

3.3.5 Droporidol

Ekskresi droporidol melalui bilier, sekitar 30% melalui urin 15% melalui

feses.

ANASTESI INHALASI

Hilangnya efek anestesi tergantung rendahnya konsentrasi zat anestesi dalam jaringan

otak. Zat anestesi di eliminasi melalui biotransformasi, hilang lewat transkutaneus atau

ekshalasi.Biotransformasi lebih besar dari halotan dibanding dengan sevofluran

menyebabkan jumlah halotan lebih cepat tereliminasi..Sitokrom P45 dari kelompok isoenzim

punyaperanan penting dalam metabolisme bebrapa zat anestesi.Difusi melalui kulit tidak

begitu nyata. Jalur utama yang penting adalah lewat alveoli. Banyak faktor dimana induksi

cepat juga pulihsadarnya cepat; eliminasi rebreathing, aliran gas segar tinggi, volume sirkuit

anestesi rendah,rendahnya penyerapan sirkuit anestesi,menurunya kelarutan,aliran dara otak

tinggi dan meningkatnya ventilasi.Eliminasi nitros okside scara cepat dengan oksigen dan

CO2 dilusi dalam alveoli.

Kebanyakan anastesi inhalasi dieliminasi melalui paru dengan mengubahnya menjadi

gas, konsentrasinya menurun secara cepat pada organ dengan perfusi tinggi (memiliki banyak

pembuluh darah), seperti SPP, jantung, paru, hati, dan ginjal. Pada jaringan dengan perfusi

rendah (misal lemak dan otot rangka) kadarnya akan menurun secara perlahan.

Potensi obat anastesi ditentukan oleh konsentrasi alveolar minimum (KAM), yaitu

jumlah anastesi yang dibutuhkan untuk menginduksi imobilitas yang menyertai suatu

18
perangsang yang merusak pada 50% individu. Setiap obat anastesi memiliki nilai KAM yag

berbeda.

Waktu pemulihan anestesi inhalasi bergantung pada kecepatan pembuangan obat

anestetik dari otak setelah konsentrasi obat anestesi yang diisap menurun. Banyaknya proses

transfer obat anestesi selama waktu pemulihan sama dengan yang terjadi selama

induksi.Faktor-faktor yang mengontrol kecepatan pemulihan anestesi meliputi aliran darah

paru, besarnya ventilasi, serta kelarutan obat anestesi dalam jaringan darah serta dalamnya

fase gas didalam paru.

19
BAB IV

FARMAKODINAMIK

Kerja neurofisiologik yang penting pada obat anestesi umum adalah dengan

meningkatkan ambang rangsang sel. Dengan meningkatnya ambang rangsang,akan terjadi

penurunan aktivitas neuronal. Obat anestetik inhalasi seperti juga intravena barbiturate dan

benzodiazepine menekan aktivitas neuron otak sehingga akson dan transmisisi naptik tidak

bekerja. Kerja tersebut digunakan pada transmisi aksonal dan sinaptik, tetapi proses sinaptik

lebih sensitive dibandingkan efeknya. Mekanisme ionik yang diperkirakan terlibat adalah

bervariasi. Anestetik inhalasi gas telah dilaporkan menyebabkan hiperpolarisasi saraf dengan

aktivitas aliran K+, sehingga terjadi penurunan aksi potensial awal,yaitu peningkatan ambang

rangsang.

Mekanisme molecular dengan anestetik gas merubah aliran ion pada membran

neuronal belumlah jelas. Efek ini dapat menghasilkan hubungan interaksi langsung antara

molekul anestetik dan tempat hidrofobik pada saluran membrane protein yang spesifik.

Mekanisme ini telah diperkenalkan pada penelitian interaksi gas dengan saluran

kolineroseptornikotinik interkais yang tampaknya untuk menstabilkan saluran pada

keadaantertutup. Interpretasi alternatif, yang dicoba untuk diambil dalam catatan perbedaan

struktur yangnyata diantara anestetik, memberikan interaksi yangkurang spesifik pada obat

ini dengan dengan membran matriks lipid, dengan perubahan sekunder pada fungsi saluran.

4.1 Indikasi

1. Berpotensi gagal dalam mendapatkan kerja sama dengan pasien, terutama pasien

dengan kesulitan belajar.

2. Pasien memiliki fobia, terutama klaustrofobia berat.

3. Anak – anak

4. Pembedahan lama

20
5. Pembedahannya luas atau ekstensif memiliki riwayat alergi terhadap anestesi lokal

6. Pasien yang memilih anestesi umum

7. Penderita dengan pengobatan antikoagulantia

8. Pembedahan dimana anestesi lokal tidak praktis atau tidak memuaskan

4.2 Kontra Indikasi

Kontra indikasi mutlak dilakukan anestesi umum yaitu dekompresi kordis derajat III –

IV, AV blok derajat II – total (tidak ada gelombang P). Kontra indikasi relatif berupa

hipertensi berat/tak terkontrol (diastolik >110), DM tak terkontrol, infeksi akut, sepsis, GNA.

Tergantung pada efek farmakologi pada organ yang mengalami kelainan. Pada pasien dengan

gangguan hepar, harus dihindarkan pemakaian obat yang bersifat hepatotoksik. Pada pasien

dengan gangguan jantung, obat – obatan yang mendepresi miokard atau menurunkan aliran

koroner harus dihindari atau dosisnya diturunkan. Pasien dengan gangguan ginjal, obat –

obatan yang diekskresikan melalui ginjal harus diperhatikan. Pada paru, hindarkan obat yang

memicu sekresi paru, sedangkan pada bagian endokrin hindari obat yang meningkatkan kadar

gula darah, obat yang merangsang susunan saraf simpatis pada penyakit diabetes basedow

karena dapat menyebabkan peningkatan kadar gula darah.

4.3 Interaksi Obat

Obat Anastesi Intravena

a. Benzodiazepin

Benzodiazepine dapat memperkuat efek sinergistik sedatif ketika

digunakan bersama depresan SSP lainnya seperti alkohol, anestetik inhalan

atau injeksi, opioid, dan agonis α-2. Dosis anestetik inhalan dan injeksi dapat

diturunkan apabila kita menggunakan benzodiazepine. Meskipun

21
benzodiazepine, terutama midazolam, dapat mem-potensiasi efek depresan

ventilasi opioid, aksi analgesik opioid justru dapat diturunkan oleh

benzodiazepine. Sehingga efek antagonisme benzodiazepine terhadap

fulamzenil dapat meningkatkan efek analgesik opioid.

Sedangkan Simetidin dapat menurunkan metabolisme diazepam.

Eritromisin menghambat metabolisme midazolam dan menyebabkan dua

hingga tiga kali lipat prolongasi dan intensifikasi efek tersebut. Heparin dapat

melepaskan ikatan diazepam dengan protein dan meningkatkan jumlah free

drug (meningkat 200% setelah pemberian 1000 unit heparin).Kombinasi

opioid dan diazepam menurunkan tekanan darah arteri dan tahanan vaskuler

perifer terutama pada pasien iskemik atau penyakit katup jantung.

Benzodiazepin menurunkan 30% konsentrasi minimum alveolar zat anestesi

volatile.

b. Opioid

Kombinasi opioid – terutama meperidine – dan monoamine inhibitors

oxidase dapat menyebabkan penghentian respirasi, hipertensi atau hipotensi,

koma, dan hiperpireksia. Penyebabnya tidak diketahui. Barbiturat,

benzodiazepin, dan depresan sistem saraf pusat lain dapat memiliki efek

kardiovaskular, respiratorik, dan sedatif sinergistik bersama opioid.

c. Droperidol

Secara teoretis, droperidol dapat mengantagonisir kerja α-adrenergik

klonidin dan mempresipitasi rebound hypertension.Droperidol mengurangi

efek kardiovaskular ketamin.

d. Barbiturat

22
Media kontras, sulfonamide dan obat lainnya yang berikatan dengan

protein yang sama seperti thiopental akan meningkatkan jumlah obat bebas

yang tersedia dan menghasilkan efek yang kuat pada organ.

e. Ketamin

Agen-agen penyekat neuromuskular nondepolarisasi dipotensiasi oleh

ketamin. Kombinasi teofilin dan ketamin merupakan predisposisi terjadinya

seizure. Diazepam mengurangi efek kardiostimulatorik ketamin dan

memperpanjang waktu paruh eliminasinya. Propranolol, phenoxybenzamine,

dan antagonis simpatik lain mempunyai efek depresan miokardium langsung

dari ketamin. Ketamin menghasilkan depresi miokardium ketika diberikan

pada pasien yang dianestesi dengan halotan atauanestetik volatil lain. Litium

dapat memperpanjang durasi kerja ketamin.

f. Propofol

Konsentrasi fentanil dan alfentanil dapat meningkat karena pemberian

propofol konkomitan. Beberapa klinisi memberikan sejumlah kecil midazolam

(seperti 30 µg/kg) sebelum induksi dengan propofol, kombinasi ini

menghasilkan efek sinergistik (seperti onset yang lebih cepat dan dosis total

yang lebih rendah).

Gas-Gas Anestesi Inhalasi

Gas inhalasi adalah arus utama anestesi dan digunakan terutama untuk

pemeliharaan anestesi setelah memasukkan agen intravena. Anestesi inhalasi

mempunyai manfaat yang yang tidak didapatkan pada anestesi intravena, karena

kedalam ananestesi dapat diubah dengan cepat dengan mengubah konsentrasi gas

anestesi. Anestesi inhalasi juga reversible, karena hampir semuanya dengan cepat di

eliminasi dari badan dengan ekshalasi.

23
Obat Anestesi Inhalasi

a. Nitros Oxide

Karena relatif tingginya MAC N2o mencegah penggunaan N2O

sebagai zat anestesi tunggal,sering digunakan kombinasi dengan agen volati

poten lkaiin. Penambahan N2O menurunkan konsumsi agen lain (65% N2O

menurunkan MAC agen anestesi volatil lain hampir 50%)

b. Halothan

Depresi myokard tampak pada penggunaan beta adrenergik blocking

agen(propanolol) dan agen penyekat calsium (verapamil). Trisiklik

antidepresan dan penghambat monoamin oksidase dikaitkan dengan fluktuasi

tekanan darah dan aritmia,meskipun bukan kontraindikasai absolut.Kombibasi

halotan dan aminophilin menyebabkan aritmia ventrikel berat.

c. Isofluran

Epinefrin dapat diberikan pada dosis lebih dari 4,5 mikrogr/kg.

Pelumpuh otot nondepolarisasi dipotensiasi oleh isofluran.

d. Desfluran

Desfluran meningkatkan efen pelumpuh otot nondepolarisasi seperti

isofluran.Efinefrin dapat diberikan dengan dosis lebih dari 4,5 mikrogr/kg

e. Sevofluran

Seperti anestesi volatillain,sevofluran meningkatkan efek pelumpuh

otot. Ini tidak sensitif terhadap katekolamin.

4.4 Penggunaan Klinis

Dari semua obat anestesi inhalasi yang tersedia, nitrogen oksida, desfluran, dan

isofluran paling banyak dipergunakan di Amerika Serikat. Walaupun jarang digunakan pada

24
orang dewasa, halotan banyak dipergunakan untuk anestesi pada anak. Nitrogen oksida tidak

mempunyai kekuatan yang cukup untuk menimbulkan efek anestesi apabila diberikan

tersendiri.

Umumnya diberikan dalam bentuk kombinasi dengan anestesi inhalasi lainnya

ataupun kombinasi dengan anestesi intravena untuk menimbulkan efek anestesi total.

Metoksifluran kadang-kadang dipergunakan terutama pada anestesi kebidanan tetapi tidak

boleh dipergunakan pada anestesi yang lama karena sifat nefrotoksiknya, yang digambarkan

diatas. Kloroform sudah tidak dipergunakan lagi karena sifat hepatoksisitasny. Walaupun

siklopropan dan dietileter merupakan obat anestetik yang paling umum digunakan sebelum

tahun 1960, sekarang sudah jarang digunakan lagi karena mudah terbakar dan meledak.

4.5 Efek Samping

Obat-obatan anestesi yang umum dipakai pada pembiusan total adalah N2O,

halotan, enfluran, isofluran, sevofluran, dan desfluran.Obat anestesi umum yang ideal

haruslah tidak mudah terbakar, tidak meledak, larut dalam lemak, larut dalam darah,

tidak meracuni organ (jantung, hati, ginjal), efek samping minimal, tidak

dimetabolisasi oleh tubuh, dan tidak mengiritasi pasien.

Obat bius/anestesi umum/total pasti memiliki efek samping di antaranya:

a) Mengiritasi aliran udara, menyebabkan batuk dan spasme laring (golongan

halogen).

b) Menimbulkan stadium kataleptik yang menyebabkan pasien sulit tidur karena

mata terus terbuka (golongan Ketamin).

c) Depresi pada susunan saraf pusat.

d) Nyeri tenggorokan.

25
e) Sakit kepala.

f) Perasaan lelah dan bingung selama beberapa hari.

g) Menekan pernapasan yang pada anestesi dalam terutama ditimbulkan oleh

halotan, enfluran dan isofluran. Efek ini paling ringan pada N2O dan eter.

h) Menekan system kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran dan isofluran.

Efek ini juga ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter juga merangsang sistem

saraf simpatis, maka efek keseluruhannya menjadi ringan.

i) Merusak hati dan ginjal, terutama senyawa klor, misalnya kloroform.

j) Oliguri (reversibel) karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal, sehingga

pasien perlu dihidratasi secukupnya.

k) Menekan sistem regulasi suhu, sehingga timbul perasaan kedinginan (menggigil)

pasca-bedah.

Efek samping tersebut bersifat sementara.Namun, ada pula komplikasi serius

yang dapat terjadi.Untungnya, komplikasi tersebut sangat jarang, dengan

perbandingan 4 komplikasi dalam jutaan pasien yang diberi obat anestesi.Pencegahan

efek samping anestesi yang terbaik adalah dengan penjelasan selengkap mungkin

terhadap pasien mengenai efek samping dan risiko yang mungkin terjadi, pemeriksaan

menyeluruh, dan pemberian obat anestesi yang tidak melebihi dosis.

26
BAB V
SEDIAAN/KEMASAN DAN DOSIS

5.1 Nama Obat, Bentuk Sediaan dan Dosis Hipnotik Sedatif

NAMA OBAT BENTUK SEDIAAN DOSIS DEWASA


(Mg)

Efeksedatif*

BENZODIAZEPIN

Klordiazepoksid Kapsul, Tablet, Injeksi 15-100, 1-3xd +

Klorazepat Kapsul, Tablet 3,75-20, 2-4xd +

Diazepam Tablet, KapsulLepasLambat, Injeksi, Larutan 5-10, 3-4xd +

Flurazepam Kapsul -

Lorazepam Tablet, Injeksi -

Oksazepam Kapsul, Tablet 15-30, 3-4xd +

Temazepam Kapsul -

Triazolam Tablet -

BARBITURAT

Amobarbital Kapsul, Tablet, Injeksi, Bubuk 30-50, 2-3xd

Aprobarbital Eliksir 40, 3xd

Butabarbital Kapsul, Tablet, Eliksir 15-30, 3-4xd

Pentobarbital Kapsul, Eliksir, Injeksi, Supositoria 20, 3-4xd

Sekrobarbital Kapsul, Teblet, Injeksi 30-50, 3-4xd

Fenobarbital Kapsul, Tablet, Eliksir 15-40, 2-3 xd

HIPNOTIK SEDATIF
LAIN

Kloralhidrat Kapsul, Larutan, Supositoria 250, 3xd

27
Etklorvinol Kapsul 100-200, 2-3xd

Glutetimid Kapsul, Tablet -

Metiprilon Kapsul, Tablet 50-100, 3-4xd

Meprobamat Kapsul Lepas Lambat, Tablet 400, 3-4xd

Paraldehid Larutan, Injeksi 2-5ml, 2-4xd

Etinamat Kapsul -

Keterangan :
1. * Dosis dan jumlah pemberian tiap hari; dosis tidak berlaku untuk KLL

28
BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Anestesi atau pembiusan adalah pengurangan atau penghilangan sensasi

untuk sementara, sehingga operasi atau prosedur lain yang menyakitkan dapat

dilakukan.

. Anestesi umum atau pembiusan umum adalah kondisi atau prosedur ketika pasien

menerima obat untuk amnesia, analgesia, melumpuhkan otot, dan sedasi. Kerja obat

anastesi, yaitu apabila obat anestesi inhalasi, dihirup bersama-sama udara inspirasi

masuk ke dalam saluran pernafasan, didalam alveoli paru akan berdifusi masuk

kedalam sirculasi darah. Demikian pula yang disuntikkan secara intramuskular, obat

tersebut akan diabsorbsi masuk kedalam sirkulasi darah. Setelah masuk kedalam

sirkulasi darah obat tersebut akan menyebar kedalam jaringan. Dengan sendirinya

jaringan yang kaya pembuluh darah seperti otak atau organ vital akan menerima obat

lebih banyak dibandingkan jaringan yang pembuluh darahnya sedikit seperti tulang

atau jaringan lemak .Kerja obat anastesi juga tergantung jenis obatnya, dimana

didalam jaringan sebagian akan mengalami metabolisme, ada yang terjadi di hepar ,

ginjal atau jaringan lain. Eksresi bisa melalui ginjal ,hepar, kulit, atau paru-paru.

Eksresi bias dalam bentuk asli atau hasil metabolismenya. N2O dieksresi dalam

bentuk asli lewat paru.

6.2 Saran

Diharapkan makalah ini dapat membantu mahasiswa dalam proses

pembelajaran dansemoga bisa menambah ilmu pengetahuan mengenai obat-obat

anestesi umum dananestesi lokal sehingga materi yang disampaikan dan dimengerti

29
dalam farmakologi dapat diterima dengan baik. Apabila penggunaan nya atau pun

penggunaan obat secara universal ini disalahgunakan, tentulah akibat burukyang akan

di dapat di akhri eksperimen kita sebagai orang awam yang tak tahu apapuntentang

obat dan efek sampingnya apabila penggunaannya salah.

30
BAB VII
DAFTAR PUSTAKA
Anestesiologi

. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.Ganiswara, Silistia G. 1995.

Farmakologi dan Terapi (Basic Therapy Pharmacology)

.Jakarta : Alih Bahasa: Bagian Farmakologi F K U I.Goodman LS and Gillman AG

. 1985. The pharmacological Basic of therapeutics

Farmakologi

. Jakarta : EGC.Michael. B Dobson. 1994.

Penuntun Praktis Anestesi

. Jakarta : Penerbit Buku KedokteranEGC.Obstretri Williams. 2009.

Panduan Ringkas Anestesi

. Jakarta : EGC.Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fak. Kedokteran UNSRI. 2008.

Kumpulan Kuliah Farmakologi.

Jakarta : EGC.

Mycek, M.A.,Harvey,R.A.& Champe, P.C.2001, Farmakologi : Ulasan Bergambar, Edisi 2,


Hartanto, H.(ed), Penerbit Widya Medika, Jakarta.

31

Anda mungkin juga menyukai