PENDAHULUAN
1
2. Bagi dosen, sebagai tolak ukur atau penilaian terhadap mahasiswa dalam
memahami materi pancasila sebagai sistem filsafat.
3. Bagi penulis, sebagai sarana yang bermanfaat untuk memperoleh keterampilan
dalam melakukan penulisan dan perbendaharaan pengetahuan tentang
pancasila sebagai sistem filsafat.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2.2 Manfaat Filsafat
Filsafat membantu kita memahami bahwa sesuatu tidak selalu tampak seperti
apa yang kita lihat. Filsafat membantu kita lebih mendalami tentang diri kita sendiri
dan dunia kita. Filsafat membuat kita lebih kritis dalam bersikap. Filsafat
mengembangkan kemampuan kita dalam menalar, membedakan argumen,
menyampaikan pendapat, dan memandang sesuatu dari sudut pandang yang berbeda
4
pancasila sebagai sistem filsafat merupakan hasil perenungan yang mendalam dari
para tokoh kenegaraan Indonesia. (Noor Bakry)
Dengan ciri filsafat Pancasila yaitu :
1. bersifat koheren, artinya berhubungan satu sama lain secara runtut, tidak
mengandung pertentangan, dan bersifat menyatukan.
2. bersifat menyeluruh, artinya mencakup segala hal mewadahi dinamika
masyarakat Indonesia.
3. bersifat mendasar, artinya suatu bentuk perenungan mendalam yang didasari
mutlak dari tata kehidupan manusia baik dalam menghadapi diri sendiri,
sesame manusia, dan Tuhan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
4. bersifat spekulatif, artinya Pancasila didapatkan dari buah pikir dan
perenungan tokoh-tokoh kenegaraan yang kemudian didiskusikan dalam
sidang BPUPKI hingga pengesahan PPKI (Bakry, 1994: 13--15).
Pancasila sebagai Weltanschauung, artinya nilai-nilai Pancasila itu merupakan
sesuatu yang telah ada dan berkembang di dalam masyarakat Indonesia, yang
kemudian disepakati sebagai dasar filsafat negara (Philosophische Grondslag).
Tantangan Pancasila sebagai system Filsafat:
1. kapitalisme, yaitu aliran yang meyakini bahwa kebebasan individual dalam
rangka meraih keuntungan yang diinginkan merupakan upaya untuk
menyejahterakan masyarakat.
2. komunisme yang memunculkan sebuah paham sebagai reaksi atas
perkembangan kapitalisme sebagai produk masyarakat liberal.
Urgensi Pancasila Sebagai system filsafat
1. dapat memulihkan harga diri bangsa Indonesia sebagai bangsa yang merdeka
dalam politik, yuridis, dan dalam mengemukakan ide-ide pemikirannya demi
kemajuan bangsa
2. Pancasila sebagai system filsafat yang dibangun dari alam pemikiran yang
berakar dari nilai-nilai budaya bangsa Indonesia sendiri mampu menghadapi
berbagai ideologi dunia.
3. Pancasila sebagai sistem filsafat dapat menjadi dasar pijakan untuk
menghadapi tantangan globalisasi yang dapat melunturkan semangat
kebangsaan
5
4. Pancasila sebagai sistem filsafat dapat menjadi way of life sekaligus way of
thinking bangsa Indonesia untuk menjaga keseimbangan dan konsistensi antara
tindakan dan pemikiran
6
Kedua, kajian epistemology. Filsafat Pancasila dimaksudkan sebagai upaya
untuk mencari hakikat Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan. Hal ini
memungkinkan karena epistemologi merupakan bidang filsafat yang membahas
hakikat ilmu pengetahuan. Kajian epistemologi Pancasila ini tidak bisa dipisahkan
dengan dasar ontologisnya. Oleh karena itu, dasar epistemologis Pancasila sangat
berkaitan dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia. Dalam paham
epistemologi, pandangan Pnacasila berdasarkan ilmu pengetahuan pada hakikatnya
tidak bebas nilai karena harus diletakkan pada kerangka moralitas kodrat manusia
serta moralitas religius untuk mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan dalam
kehidupan manusia. Oleh karena itu, secara epistemologis Pancasila harus menjadi
dasar moralitas bangsa dalam membangun perkembangan sains dan teknologi pada
saat ini.
Ketiga, kajian aksiologis. Pada hakikatnya filsafat Pancasila membahas tentang
nilai praksis atau manfaat suatu pengetahuan mengenai Pancasila. Hal ini disebabkan
karena sila-sila Pancasila memiliki satu kesatuan dasar aksiologi, nilai-nilai dasar yang
terkandung di dalam Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila.
Karenanya, bangsa Indonesia itulah yang mengakui, menghargai, menerima Pancasila
sebagai sesuatu yang bernilai. Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara Republik
Indonesia mengandung makna bahwa setiap aspek kehidupan kebangsaan, kenegaraan
dan kemasyarakatan harus didasarkan pada nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan, dan yang terakhir keadilan. Apa yang dimuat dalam Pancasila
sebagai rumusan filsafat adalah bersifat umum, karena memuat juga apa yang termuat
dalam Pancasila sebagai dasar negara. Dalam filsafat hidup Kebangsaan dinyatakan
bahwa manusia itu dilahirkan dan dicap oleh tanah airnya, dan cap itu harus dijadikan
dasar dalam tingkah laku kita, terutama dalam membentuk kesatuan karya. Dalam
undang-undang negara, Kebangsaan mempunyai arti yang khusus, yaitu kesatuan yang
sudah ada dan harus menjadi landasan bernegara.Pancasila dengan demikian dapat
dipandang dalam dua sisi, yakni sebagai dalil-dalil filsafat dan juga sebagai dasar
negara. Pancasila merumuskan realitas manusia dalam realitas semesta jika dilihat
sebagai filsafat. Peneropongan filosofis dengan demikian hendak mengejar pengertian,
pemahaman, dan kebenaran. Pancasila sebagai filsafat dengan demikian berisi hakikat
dan pemahaman mendalam tentang Indonesia. Argumentasi Soekarno mengenai dasar
7
negara dibuka dengan satu pertanyaan, “Apakah Weltanschauung kita, jikalau kita
hendak mendirikan Indonesia merdeka?” Soekarno dalam pidato tersebut juga
menyinggung mengenai philosofische Grondslag (dasar filosofis) dari Indonesia
merdeka. Pertanyaan yang harus diajukan adalah: apa perbedaan antara
Weltanschauung dan dasar filsafat (philosofische Grondslag)? Driyarkara menjawab
pertanyaan tersebut dalam uraian sebagai berikut: “Dalam kalangan suku-suku primitif
terdapat pula Weltanschauung, tetapi tanpa rumusan filsafat. Jadi tidak samalah
Weltanschauung dan filsafat. Filsafat ada dalam lingkungan ilmu pengetahuan, dan
Weltanschauung ada dalam lingkungan kehidupan. Banyak pula bagian-bagian dari
filsafat (misalnya sejarah filsafat, teori-teori tentang pengertian, alam, dan sebagainya)
yang tidak langsung berdekatan dengan sikap hidup. Dengan belajar filsafat orang
tidak dengan sendirinya mempelajari Weltanschauung” (Driyarkara memaparkan
penjelasan di atas dengan memberi kejelasan mengenai bagaimana seharusnya pidato
Soekarno ditelaah dari sudut filosofis. Sebagai suatu pidato politik, Soekarno memang
berkepentingan untuk memperkenalkan penggaliannya mengenai dasar negara.
Soekarno tentu tidak gegabah dalam menguraikan dasar negara, karena dasar semacam
itu haruslah selaras dengan Weltanschauung (atau bisa dikatakan sebagai: pandangan
hidup) yang sudah mengakar lama dalam masyarakat Indonesia. Soekarno
meyakinkan bahwa pandangan hidup seperti: kemanusiaan, kebangsaan,
musyawarah/mufakat, keadilan, dan ketuhananlah yang mengakar di bumi Indonesia
sejak lama. Pandangan hidup (Weltanschauung) seperti inilah yang relevan jika
kemudian hendak dijadikan sebagai dasar negara. Kelima nilai hidup tersebut
kemudian diringkas lagi ke dalam satu nilai, yakni gotong-royong. Driyarkara
mengatakan bahwa gotong-royong juga merupakan Pandangan hidup
(Weltanschauung) bangsa Indonesia: “Seluruh pidato (lahirnya Pancasila) adalah
penggalian untuk mencari dan menetapkan asas-asas Negara kita. Seebagai dasar
ditunjuklah Pancasila. Sebagai dasar, artinya ialah bahwa Pancasila itu merumuskan
akar kehidupan manusia. Maka dari itu, jika dikatakan bahwa gotong-royong
merupakan perasan dari Pancasila, maka hal itu juga berarti bahwa gotong-royong
berupa dasar, berupa sesuatu yang asasi” (Driyarkara 2006:655). Gotong-royong
menggambarkan secara filosofis manusia dan bangsa Indonesia. Gotong-royong
mengandaikan pengakuan akan yang lain (manusia dan Tuhan), kebersamaan, kerja
sama demi keadilan, dan musyawarah. Driyarkara kemudian menguraikan manusia
8
dan bangsa Indonesia yang bergotong-royong ini menjadi lengkap secara ontologis,
epistemologis, dan aksiologis:
“Sebagai dalil filsafat, Pancasila dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.Aku manusia mengakui bahwa adaku itu merupakan ada-bersama-dengan-
cinta-kasih, yang disebut perikemanusiaan
2.Perikemanusiaan itu harus kujalani dalam bersama-sama menciptakan, dan
menggunakan barang dunia demi keadilan sosial.
3.Perikemanusiaan harus kulaksanakan juga dalam memasyarakat. Aku
manusia niscaya memasyarakat ..., dan berdemokrasi.
4.Perikemanusiaan harus juga kulaksanakan dalam hubunganku dengan
kesatuan .... Kesatuan yang besar itu, tempat aku pertama harus melaksanakan
perikemanusiaan, disebut dengan Kebangsaan.
5. Aku mengakui bahwa adaku itu ada bersama, serba terhubung, serba
tersokong, serba tergantung. Jadi adaku tidak sempurna, tidak atas kekuatan sendiri.
Jadi adaku bukanlah sumber dari adaku ... melainkan kepada Yang Mutlak, Sang
Maha-ada .... Itulah Tuhan Yang Maha Esa” (Driyarkara 2006:856-857).
Analisis filosofis menunjukkan bahwa gotong-royong adalah filosofi hidup
yang mengakar lama dalam budaya Indonesia, dan kemudian diusulkan menjadi dasar
negara. Bangsa kita dahulu memang belum berfilsafat secara sistematis, akan tetapi
nilai-nilai filosofis yang berkembang sejak dulu kala kemudian disistematisasi oleh
Soekarno, dan kemudian diringkasnya menjadi gotong-royong.Formulasi formal dari
Pancasila (atau bisa disebut sebagai Pancasila formal) itu mempunyai akar yang dalam
pada kegotong-royongan masyarakat Indonesia. Akar inilah yang kemudian disebut
sebagai Pancasila material oleh Notonagoro. Pancasila formal tak lain adalah cetusan
rasional (lewat penggalian bertahun-tahun) dari Pancasila material yang hidup dan
berkembang dalam sejarah, peradaban, agama, hidup ketatanegaraan, lembaga sosial
dan lain sebagainya yang bercirikan semangat gotong-royong.
9
d. Kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama (tujuan sistem)
e. Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pancasila sebagai sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan
organis. Artinya, antara sila-sila pancasila itu saling berkaitan, saling berhubungan,
bahkan saling mengkualifikasi. Selain itu, pancasila sebagai sistem filsafat juga dapat
diartikan dengan satu kesatuan yang saling berhubungan dan tak dapat dipisahkan
guna mencapai satu tujuan tertentu. Dalam susunan satu kesatuan yang sistematis,
hierarkis, dan logis sila pancasila yang ada di belakang merupakan pengkhususan dari
sila yang ada dimukanya dan oleh karena itu pelaksanaannya tergantung pada
pelaksanaan sila yang ada dimukanya.
Sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung suatu pengertian,
kepercayaan dan keyakinan dari bangsa Indonesia tentang adanya Tuhan Yang Maha
Esa. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab berarti menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, gemar melakukan kegiatan-kegiatan kemanusiaan, dan berani membela
kebenaran dan keadilan. Persatuan Indonesia ialah persatuan bangsa yang mendiami
wilayah Indonesia dan bersatu untuk mencapai kehidupan kebangsaan yang bebas
dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat. Sila Kerakyatan yang Dipimpin
oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan berarti kebebasan
dan kekuasaan rakyat di dalam lapangan kenegaraan atas dasar “TRI TUNGGAL”.
Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia berarti bahwa setiap orang
di Indonesia mendapat perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik, sosial,
ekonomi, dan kebudayaan.
3.2 Saran
Demikian yang dapat penulis paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, Tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya,
karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada
hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca yang
budiman dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi
sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan -kesempatan
11
berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para
pembaca yang budiman pada umumnya.
12
DAFTAR PUSTAKA
Nurwandani, P., Saksama, H. Y., Kuswanjono, A., Dkk. 2016. Pendidikan Pancasila Untuk
Perguruan Tinggi. Jakarta. Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan.
Dewantara, Agustinus. 2017. Diskursus Filsafat Pancasila Dewasa Ini. Yogyakarta : PT Kanisius.
Sutrisno, Slamet. 2006. Filsafat dan Ideologi Pancasila. Yogyakarta : C.V Andi Offset.
Sumasdi, Hartati. 1985. Pemikiran Tentang Filsafat Pancasila. Yogyakarta : C V Andi Offset.
Sunoto. 1985. Mengenal Filsafat Pancasila : Pendekatan Melalui Sejarah dan Pelaksanaannya.
Yogyakarta. YogyakartaHanindita.
Sutono, A. 2015. Meneguhkan Pancasila sebagai Filsafat Pendidikan Nasional. Jurnal Ilmiah CIVIS
5(1): 6.
Zabda, S. 2017. Aktualisasi Nilai-nilai Pancasila sebagai Dasar Falsafah Negara dan
Implementasinya Dalam Pembangunan Karater Bangsa. Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial
26(2): 1
13