Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia memiliki sebuah dasar negara yang sedari dulu telah menjadi dasar
dari segala peraturan ataupun sistem kehidupan masyarakat Indonesia yaitu Pancasila.
Selain sebagai dasar negara, Pancasila juga merupakan falsafah kehidupan bangsa
Indonesia yang mengandung nilai-nilai dasar yang sangat dijunjung tinggi oleh bangsa
Indonesia, bahkan oleh negara bangsa-bangsa beradab lainnya. Pancasila juga sebagai
sistem etika, yang dalam kehidupan berbangsa mengedepankan kejujuran, amanah,
keteladanan, sportifitas, disiplin, etos kerja, kemandirian, sikap toleransi, rasa malu,
tanggung jawab, menjaga kehormatan, serta martabat diri sebagai warga bangsa sesuai
dengan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam pancasila. Nilai-nilai inilah yang
digunakan sebagai pedoman dan acuan dalam menjalankan aktivitas dalam segala
bidang.
Pancasila dari bahasa Sansekerta terdiri dari dua suku kata yaitu “panca” yang
berarti lima, dan “sila” yang berarti dasar. Secara bahasa pancasila berarti lima dasar.
Pancasila sebagai sistem filsafat adalah satu kesatuan yang saling berhubungan dan tak
dapat dipisahkan guna mencapai satu tujuan tertentu.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang disebut filsafat?
2. Apa saja manfaat mempelajari filsafat?
3. Apa yang dimaksud filsafat pancasila?
4. Apa yang dimaksud pancasila sebagai sistem filsafat?
5. Apa ciri-ciri pancasila sebagai sistem filsafat negara?
6. Bagaimana pancasila sebagai suatu sistem filsafat negara?
7. Apa fungsi pancasila sebagai sistem filsafat bagi NKRI?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Memenuhi tugas kuliah yang diberikan oleh Ibu Nofi Sri Utami selaku dosen
mata kuliah pancasila.

1
2. Bagi dosen, sebagai tolak ukur atau penilaian terhadap mahasiswa dalam
memahami materi pancasila sebagai sistem filsafat.
3. Bagi penulis, sebagai sarana yang bermanfaat untuk memperoleh keterampilan
dalam melakukan penulisan dan perbendaharaan pengetahuan tentang
pancasila sebagai sistem filsafat.

1.4 Manfaat Penulisan


1. Mengetahui pengertian dari filsafat.
2. Mengetahui manfaat mempelajari filsafat.
3. Mengetahui maksud dari filsafat pancasila.
4. Mengetahui maksud dari pancasila sebagai sistem filsafat.
5. Mengetahui ciri-ciri pancasila sebagai sistem filsafat negara.
6. Mengetahui maksud pancasila sebagai suatu sistem filsafat negara.
7. Mengetahui fungsi pancasila sebagai sistem filsafat bagi NKRI.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Filsafat


Hampir setiap orang memiliki tafsiran sendiri-sendiri tentang filsafat. Di dalam
buku-buku kepustakaan akan banyak kita temui berbagai macam definisi tentang
filsafat. Filsafat sebagai istilah banyak dipergunakan dalam berbagai konteks seperti
filsafat negara, filsafat hidup, filsafat India, filsafat Islam, filsafat pendidikan, filsafat
pancasila, dan sebagainya. Istilah filsafat memiliki asosiasi yang bermacam-macam
karena kata filsafat ini sendiri tidak menunjuk pada suatu yang konkrit seperti halnya
kata-kata lain. Berikut merupakan pengertian filsafat dari berbagai sumber.
a. Plato.
Menurut Plato, filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang hakekat.
b. Aristoteles
Aristoteles berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi
kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika,
etika, ekonomi, politik, dan estetika.
c. Immanuel Kant
Filsafat adalah ilmu pengetahuan mengenai pokok pangkal dari segala
pengetahuan dan perbuatan.
d. Bertrand Russel
Bertrand Russel berpendapat filsafat sebagai kritik terhadap pengetahuan.
Filsafat memeriksa secara kritis asas-asas yang dipakai di dalam ilmu pengetahuan
dan kehidupan sehari-hari.
e. Ir. Poedjawiyatno
Ir. Poedjawiyatno berpendapat bahwa filsafat ialah ilmu yang berusaha untuk
mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran
belaka.
f. Fung Yu Lan
Filsafat adalah pikiran yang sistematis dan refleksi tentang hidup.
g. Notonagoro
Notonagoro berpendapat bahwa filsafat itu menelaah hal-hal yang menjadi
obyeknya dari sudut intinya yang mutlak dan yang terdalam.

3
2.2 Manfaat Filsafat
Filsafat membantu kita memahami bahwa sesuatu tidak selalu tampak seperti
apa yang kita lihat. Filsafat membantu kita lebih mendalami tentang diri kita sendiri
dan dunia kita. Filsafat membuat kita lebih kritis dalam bersikap. Filsafat
mengembangkan kemampuan kita dalam menalar, membedakan argumen,
menyampaikan pendapat, dan memandang sesuatu dari sudut pandang yang berbeda

2.3 Filsafat Pancasila


Pancasila merupakan sebuah pandangan dunia atau world view yang dapat juga
dinamakan filsafat. Pancasila adalah filsafat bangsa yang sesungguhnya berhimpit
dengan jiwa bangsa (Kartohadiprodjo, 1968). Sebagai filsafat, Pancasila merupakan
acuan intelektual kognitif bagi cara berpikir bangsa, yang dalam usaha keilmuwan
dapat terbangun ke dalam system filsafat yang kredibel.
Adanya pernyataan “Pancasila merupakan dasar filsafat negara yang mewarnai
seluruh peraturan hukum yang berlaku” mengacu pada arti komprehensif atau
menyeluruh, yaitu seluruh peraturan yang berlaku di Indonesia harus mendasarkan diri
pada Pancasila. Dengan demikian, Pancasila merupakan suatu system mendasar dan
fundamental karena mendasari seluruh kebijakan penyelenggaraan negara. Ketika
suatu sistem bersifat mendasar dan fundamental, maka sistem tersebut dapat
dinamakan sebagai sistem filsafat. (Nurwandani dkk., 2016)
Arti penting pemikiran filsafat Pancasila:
1. Guna menjelaskan isu-isu global seperti kebebasan HAM, demokrasi dan
kemajuan
2. Pengambilan sikap yang memadai terhadap sains dan teknologi modern
3. Membangkitkan kembali metafisika terutama filsafat ketuhanan untuk
menjelaskan dan menunjukkan landasan kehidupan manusia secara bermakna
4. Membantu mengatasi problem mendasar sains dalam filsafat ilmu, science atau
new philosophy sebagaimana dimaksudkan oleh Bernal (1979)
Mengapa Pancasila dikatakan sebagai sistem filsafat?
1. Dalam sidang BPUPKI 1 Juni 1945 Soekarno memberi judul dalam pidatonya
dengan nama Philosofische Grondslag daripada Indonesia Merdeka. Dengan ini

4
pancasila sebagai sistem filsafat merupakan hasil perenungan yang mendalam dari
para tokoh kenegaraan Indonesia. (Noor Bakry)
Dengan ciri filsafat Pancasila yaitu :
1. bersifat koheren, artinya berhubungan satu sama lain secara runtut, tidak
mengandung pertentangan, dan bersifat menyatukan.
2. bersifat menyeluruh, artinya mencakup segala hal mewadahi dinamika
masyarakat Indonesia.
3. bersifat mendasar, artinya suatu bentuk perenungan mendalam yang didasari
mutlak dari tata kehidupan manusia baik dalam menghadapi diri sendiri,
sesame manusia, dan Tuhan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
4. bersifat spekulatif, artinya Pancasila didapatkan dari buah pikir dan
perenungan tokoh-tokoh kenegaraan yang kemudian didiskusikan dalam
sidang BPUPKI hingga pengesahan PPKI (Bakry, 1994: 13--15).
Pancasila sebagai Weltanschauung, artinya nilai-nilai Pancasila itu merupakan
sesuatu yang telah ada dan berkembang di dalam masyarakat Indonesia, yang
kemudian disepakati sebagai dasar filsafat negara (Philosophische Grondslag).
Tantangan Pancasila sebagai system Filsafat:
1. kapitalisme, yaitu aliran yang meyakini bahwa kebebasan individual dalam
rangka meraih keuntungan yang diinginkan merupakan upaya untuk
menyejahterakan masyarakat.
2. komunisme yang memunculkan sebuah paham sebagai reaksi atas
perkembangan kapitalisme sebagai produk masyarakat liberal.
Urgensi Pancasila Sebagai system filsafat
1. dapat memulihkan harga diri bangsa Indonesia sebagai bangsa yang merdeka
dalam politik, yuridis, dan dalam mengemukakan ide-ide pemikirannya demi
kemajuan bangsa
2. Pancasila sebagai system filsafat yang dibangun dari alam pemikiran yang
berakar dari nilai-nilai budaya bangsa Indonesia sendiri mampu menghadapi
berbagai ideologi dunia.
3. Pancasila sebagai sistem filsafat dapat menjadi dasar pijakan untuk
menghadapi tantangan globalisasi yang dapat melunturkan semangat
kebangsaan

5
4. Pancasila sebagai sistem filsafat dapat menjadi way of life sekaligus way of
thinking bangsa Indonesia untuk menjaga keseimbangan dan konsistensi antara
tindakan dan pemikiran

2.4 Maksud Pancasila sebagai Sistem Filsafat


Pancasila adalah filsafat negara yang lahir sebagai ideologi atau cita cita
bersama seluruh bangsa Indonesia. Pancasila dapat dikatakan sebagai filsafat karena
Pancasila merupakan hasil perenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh para
pendahulu kita dan kemudian dituangkan kedalam suatu sistem yang tepat. Jika dilihat
dari segi tempatnya, Filsafat Pancasila merupakan bagian dari Filsafat Timur karena
Indonesia kerap digolongkan sebagai Negara yang ada di belahan dunia bagian timur.
Sebagai sistem filsafat, Pancasila ternyata juga harus tunduk pada formulasi Barat
yang sudah mapan sejak dulu. Jika Pancasila mau dipertanggungjawabkan secara
logis, koheren, dan sistematis, maka di dalamnya harus memuat kaidah-kaidah
filosofis. Pancasila juga harus dimensi metafisis (ontologis), epistemologis, dan
aksiologis.
Pertama, secara ontologis, kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan
sebagai upaya untuk mengetahui hakikat dasar sila-sila Pancasila. Ontologi adalah
bidang filsafat yang menyelidiki makna yang ada (eksistensi dan keberadaan), sumber
ada, jenis ada, dan hakikat ada, termasuk ada alam, manusia, metafisika dan
kesemestaan atau kosmologi. Menurut Notonagoro, hakikat dasar antologi Pancasila
adalah manusia, karena manusia ini yang merupakan subjek hukum pokok sila-sila
Pancasila. Karena dasar ontologi Pancasila adalah manusia yang memiliki hakikat
mutlak monopluralis, maka Pancasila disebut juga sebagai dasar antropologis.
Sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia, Pancasila memiliki susunan
lima sila yang merupakan satu kesatuan yang mutlak, yang berupa sifat kodrat
monodualis yaitu sebagai makhluk individu sekaligus juga sebagai makhluk sosial,
serta kedudukannya sebagai makhluk pribadi yang berdiri sendiri serta sebagai
makhluk Tuhan. Konsekuensinya, Pancasila dijadikan dasar negara Indonesia adalah
segala aspek dalam penyelenggaraan negara diliputi oleh nilai-nilai Pancasila yang
merupakan kodrat manusia yang monodualis tersebut.

6
Kedua, kajian epistemology. Filsafat Pancasila dimaksudkan sebagai upaya
untuk mencari hakikat Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan. Hal ini
memungkinkan karena epistemologi merupakan bidang filsafat yang membahas
hakikat ilmu pengetahuan. Kajian epistemologi Pancasila ini tidak bisa dipisahkan
dengan dasar ontologisnya. Oleh karena itu, dasar epistemologis Pancasila sangat
berkaitan dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia. Dalam paham
epistemologi, pandangan Pnacasila berdasarkan ilmu pengetahuan pada hakikatnya
tidak bebas nilai karena harus diletakkan pada kerangka moralitas kodrat manusia
serta moralitas religius untuk mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan dalam
kehidupan manusia. Oleh karena itu, secara epistemologis Pancasila harus menjadi
dasar moralitas bangsa dalam membangun perkembangan sains dan teknologi pada
saat ini.
Ketiga, kajian aksiologis. Pada hakikatnya filsafat Pancasila membahas tentang
nilai praksis atau manfaat suatu pengetahuan mengenai Pancasila. Hal ini disebabkan
karena sila-sila Pancasila memiliki satu kesatuan dasar aksiologi, nilai-nilai dasar yang
terkandung di dalam Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila.
Karenanya, bangsa Indonesia itulah yang mengakui, menghargai, menerima Pancasila
sebagai sesuatu yang bernilai. Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara Republik
Indonesia mengandung makna bahwa setiap aspek kehidupan kebangsaan, kenegaraan
dan kemasyarakatan harus didasarkan pada nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan, dan yang terakhir keadilan. Apa yang dimuat dalam Pancasila
sebagai rumusan filsafat adalah bersifat umum, karena memuat juga apa yang termuat
dalam Pancasila sebagai dasar negara. Dalam filsafat hidup Kebangsaan dinyatakan
bahwa manusia itu dilahirkan dan dicap oleh tanah airnya, dan cap itu harus dijadikan
dasar dalam tingkah laku kita, terutama dalam membentuk kesatuan karya. Dalam
undang-undang negara, Kebangsaan mempunyai arti yang khusus, yaitu kesatuan yang
sudah ada dan harus menjadi landasan bernegara.Pancasila dengan demikian dapat
dipandang dalam dua sisi, yakni sebagai dalil-dalil filsafat dan juga sebagai dasar
negara. Pancasila merumuskan realitas manusia dalam realitas semesta jika dilihat
sebagai filsafat. Peneropongan filosofis dengan demikian hendak mengejar pengertian,
pemahaman, dan kebenaran. Pancasila sebagai filsafat dengan demikian berisi hakikat
dan pemahaman mendalam tentang Indonesia. Argumentasi Soekarno mengenai dasar

7
negara dibuka dengan satu pertanyaan, “Apakah Weltanschauung kita, jikalau kita
hendak mendirikan Indonesia merdeka?” Soekarno dalam pidato tersebut juga
menyinggung mengenai philosofische Grondslag (dasar filosofis) dari Indonesia
merdeka. Pertanyaan yang harus diajukan adalah: apa perbedaan antara
Weltanschauung dan dasar filsafat (philosofische Grondslag)? Driyarkara menjawab
pertanyaan tersebut dalam uraian sebagai berikut: “Dalam kalangan suku-suku primitif
terdapat pula Weltanschauung, tetapi tanpa rumusan filsafat. Jadi tidak samalah
Weltanschauung dan filsafat. Filsafat ada dalam lingkungan ilmu pengetahuan, dan
Weltanschauung ada dalam lingkungan kehidupan. Banyak pula bagian-bagian dari
filsafat (misalnya sejarah filsafat, teori-teori tentang pengertian, alam, dan sebagainya)
yang tidak langsung berdekatan dengan sikap hidup. Dengan belajar filsafat orang
tidak dengan sendirinya mempelajari Weltanschauung” (Driyarkara memaparkan
penjelasan di atas dengan memberi kejelasan mengenai bagaimana seharusnya pidato
Soekarno ditelaah dari sudut filosofis. Sebagai suatu pidato politik, Soekarno memang
berkepentingan untuk memperkenalkan penggaliannya mengenai dasar negara.
Soekarno tentu tidak gegabah dalam menguraikan dasar negara, karena dasar semacam
itu haruslah selaras dengan Weltanschauung (atau bisa dikatakan sebagai: pandangan
hidup) yang sudah mengakar lama dalam masyarakat Indonesia. Soekarno
meyakinkan bahwa pandangan hidup seperti: kemanusiaan, kebangsaan,
musyawarah/mufakat, keadilan, dan ketuhananlah yang mengakar di bumi Indonesia
sejak lama. Pandangan hidup (Weltanschauung) seperti inilah yang relevan jika
kemudian hendak dijadikan sebagai dasar negara. Kelima nilai hidup tersebut
kemudian diringkas lagi ke dalam satu nilai, yakni gotong-royong. Driyarkara
mengatakan bahwa gotong-royong juga merupakan Pandangan hidup
(Weltanschauung) bangsa Indonesia: “Seluruh pidato (lahirnya Pancasila) adalah
penggalian untuk mencari dan menetapkan asas-asas Negara kita. Seebagai dasar
ditunjuklah Pancasila. Sebagai dasar, artinya ialah bahwa Pancasila itu merumuskan
akar kehidupan manusia. Maka dari itu, jika dikatakan bahwa gotong-royong
merupakan perasan dari Pancasila, maka hal itu juga berarti bahwa gotong-royong
berupa dasar, berupa sesuatu yang asasi” (Driyarkara 2006:655). Gotong-royong
menggambarkan secara filosofis manusia dan bangsa Indonesia. Gotong-royong
mengandaikan pengakuan akan yang lain (manusia dan Tuhan), kebersamaan, kerja
sama demi keadilan, dan musyawarah. Driyarkara kemudian menguraikan manusia

8
dan bangsa Indonesia yang bergotong-royong ini menjadi lengkap secara ontologis,
epistemologis, dan aksiologis:
“Sebagai dalil filsafat, Pancasila dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.Aku manusia mengakui bahwa adaku itu merupakan ada-bersama-dengan-
cinta-kasih, yang disebut perikemanusiaan
2.Perikemanusiaan itu harus kujalani dalam bersama-sama menciptakan, dan
menggunakan barang dunia demi keadilan sosial.
3.Perikemanusiaan harus kulaksanakan juga dalam memasyarakat. Aku
manusia niscaya memasyarakat ..., dan berdemokrasi.
4.Perikemanusiaan harus juga kulaksanakan dalam hubunganku dengan
kesatuan .... Kesatuan yang besar itu, tempat aku pertama harus melaksanakan
perikemanusiaan, disebut dengan Kebangsaan.
5. Aku mengakui bahwa adaku itu ada bersama, serba terhubung, serba
tersokong, serba tergantung. Jadi adaku tidak sempurna, tidak atas kekuatan sendiri.
Jadi adaku bukanlah sumber dari adaku ... melainkan kepada Yang Mutlak, Sang
Maha-ada .... Itulah Tuhan Yang Maha Esa” (Driyarkara 2006:856-857).
Analisis filosofis menunjukkan bahwa gotong-royong adalah filosofi hidup
yang mengakar lama dalam budaya Indonesia, dan kemudian diusulkan menjadi dasar
negara. Bangsa kita dahulu memang belum berfilsafat secara sistematis, akan tetapi
nilai-nilai filosofis yang berkembang sejak dulu kala kemudian disistematisasi oleh
Soekarno, dan kemudian diringkasnya menjadi gotong-royong.Formulasi formal dari
Pancasila (atau bisa disebut sebagai Pancasila formal) itu mempunyai akar yang dalam
pada kegotong-royongan masyarakat Indonesia. Akar inilah yang kemudian disebut
sebagai Pancasila material oleh Notonagoro. Pancasila formal tak lain adalah cetusan
rasional (lewat penggalian bertahun-tahun) dari Pancasila material yang hidup dan
berkembang dalam sejarah, peradaban, agama, hidup ketatanegaraan, lembaga sosial
dan lain sebagainya yang bercirikan semangat gotong-royong.

2.5 Ciri-Ciri Pancasila sebagai Sistem Filsafat Negara


Ciri-ciri Sistem sebagai berikut :
a. Suatu kesatuan bagian-bagian
b. Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri sendiri
c. Saling berhubungan dan saling ketergantungan

9
d. Kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama (tujuan sistem)
e. Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks.

2.6 Maksud Pancasila sebagai Sistem Filsafat Negara


Pancasila sebagai sistem filsafat atau sebagai dasar negara kita merupakan
sumber dari segala sumber hukum yang berlaku di negara kita. Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa indonesia dapat mempersatukan kita, serta memberi petunjuk
dalam mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan bathin dalam masyarakat
kita yang beraneka ragam sifatnya. Filsafat Pancasila adalah filsafat yang mempunyai
obyek Pancasila, yaitu obyek Pancasila yang benar dan sah sebagaimana tercantum
didalam pembukaan UUD 1945 alenia ke-4.

2.7 Fungsi Pancasila sebagai Sistem Filsafat bagi NKRI


1. Memberi jawaban atas pertanyaan yang bersifat fundamental/mendasar dalam
kehidupan bernegara, Misalnya : susunan politik, sistem politik, bentuk negara,
susunan perekonomian dan dasar-dasar pengembangan ilmu pengetahuan. Hal
ini harus dapat dikembangkan oleh filsafat.
2. Mencari kebenaran yang bersifat substansi tentang hakikat negara, ide, negara
atau tujuan negara. (Kelima sila pancasila merupakan kesatuan yang utuh, tidak
terpisahkan)
3. Berusaha menempatkan dan menjadi bernegara. (sehingga fungsi filsafat akan
terlihat jelas jika negara tersebut sudah terbentuk keteraturan kehidupan
bernegara).

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pancasila sebagai sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan
organis. Artinya, antara sila-sila pancasila itu saling berkaitan, saling berhubungan,
bahkan saling mengkualifikasi. Selain itu, pancasila sebagai sistem filsafat juga dapat
diartikan dengan satu kesatuan yang saling berhubungan dan tak dapat dipisahkan
guna mencapai satu tujuan tertentu. Dalam susunan satu kesatuan yang sistematis,
hierarkis, dan logis sila pancasila yang ada di belakang merupakan pengkhususan dari
sila yang ada dimukanya dan oleh karena itu pelaksanaannya tergantung pada
pelaksanaan sila yang ada dimukanya.
Sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung suatu pengertian,
kepercayaan dan keyakinan dari bangsa Indonesia tentang adanya Tuhan Yang Maha
Esa. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab berarti menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, gemar melakukan kegiatan-kegiatan kemanusiaan, dan berani membela
kebenaran dan keadilan. Persatuan Indonesia ialah persatuan bangsa yang mendiami
wilayah Indonesia dan bersatu untuk mencapai kehidupan kebangsaan yang bebas
dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat. Sila Kerakyatan yang Dipimpin
oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan berarti kebebasan
dan kekuasaan rakyat di dalam lapangan kenegaraan atas dasar “TRI TUNGGAL”.
Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia berarti bahwa setiap orang
di Indonesia mendapat perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik, sosial,
ekonomi, dan kebudayaan.

3.2 Saran
Demikian yang dapat penulis paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, Tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya,
karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada
hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca yang
budiman dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi
sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan -kesempatan

11
berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para
pembaca yang budiman pada umumnya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Nurwandani, P., Saksama, H. Y., Kuswanjono, A., Dkk. 2016. Pendidikan Pancasila Untuk
Perguruan Tinggi. Jakarta. Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan.

Dewantara, Agustinus. 2017. Diskursus Filsafat Pancasila Dewasa Ini. Yogyakarta : PT Kanisius.

Sutrisno, Slamet. 2006. Filsafat dan Ideologi Pancasila. Yogyakarta : C.V Andi Offset.

Sumasdi, Hartati. 1985. Pemikiran Tentang Filsafat Pancasila. Yogyakarta : C V Andi Offset.

Sunoto. 1985. Mengenal Filsafat Pancasila : Pendekatan Melalui Sejarah dan Pelaksanaannya.
Yogyakarta. YogyakartaHanindita.

Sutono, A. 2015. Meneguhkan Pancasila sebagai Filsafat Pendidikan Nasional. Jurnal Ilmiah CIVIS
5(1): 6.

Zabda, S. 2017. Aktualisasi Nilai-nilai Pancasila sebagai Dasar Falsafah Negara dan
Implementasinya Dalam Pembangunan Karater Bangsa. Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial
26(2): 1

13

Anda mungkin juga menyukai