Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH RANCANGAN OBAT

BUPICAVAINE

Disusun oleh:
Kelompok 1
Nadia Rahmah M.
Magfiroh Fitdiyawati
Fikriatul Hidayah
Mia Rahmaniah
Wilda Yuniar
Stella Christa Santoso
Nadiyah Churi M.
Miftakhul Jannah
Sugi Hartono
Fathimatuzzahrah
Mia Restu
Raras Puspa Wicitra
Dita Isnaini Prabawati
Fara Nur Savira

122210101002
122210101099
132210101010
132210101016
132210101024
132210101030
132210101046
132210101054
132210101062
132210101074
132210101086
132210101094
132210101108
132210101124

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Sekitar tahun 700 sebelum masehi sampai awal abad ke-19, Erythroxylum

coca (tanaman Koka) telah digunakan untuk terapi anestesi. Golongan anestesi
lokal Pipecoloxylidides pertama kali disintesis pada tahun 1957. Obat yang
termasuk dalam golongan ini salah satunya adalah Bupivacaine. Pada tahun 1963,
Bupivacaine mulai dipasarkan. Bupivacaine dipilih karena memiliki efek anestesi
lokal yang paling lama jika dibandingkan dengan obat anestesi lain, tetapi

Bupivacaine lebih bersifat kardiotoksik jika dibandingkan dengan ropivacaine dan


mepivacaine.
Bupivacaine merupakan suatu obat bius lokal yang dikelompokkan pada
amino amida. Bupivacaine sendiri dapat menghambat generasi dan kondusi
impuls saraf. Hal ini umumnya digunakan untuk analgesia oleh infiltrasi sayatan
pada proses bedah. Penggunaan pre-empetive analgesik (termasuk anastesi lokal
digunakan untuk mengontrol nyeri pasca operasi) yaitu sebelum cedera jaringan,
disarankan untuk memblokir sensitisasi sentral, sehingga mencegah rasa sakit atau
nyeri. Bupivacaine bekerja dengan cara berikatan secara intaselular dengan
natrium dan memblok influk natrium kedalam inti sel sehingga mencegah
terjadinya depolarisasi.
Bupivacaine banyak digunakan untuk anestesi spinal. Pada anastesi spinal,
Bupivacaine menghambat sel saraf di dalam ruang subaraknoid oleh obat
anestetik lokal. Teknik anestesi ini menjadi popular karena dianggap sederhana
dan efektif, aman terhadap sistem saraf, konsentrasi obat dalam plasma yang tidak
berbahaya, serta mempunyai beberapa keuntungan, antara lain tingkat analgesia
yang kuat, pasien tetap sadar, relaksasi otot cukup, perdarahan luka operasi lebih
sedikit, risiko aspirasi pasien dengan lambung penuh lebih kecil, dan pemulihan
fungsi saluran cerna lebih cepat. Bertolak dari pemikiran tersebut, penulis hendak
membahas mengenai sejarah, indikasi, dan sintesis bupicavaine.
1.2.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, muncul rumusan masalah sebagai

berikut.
1.2.1. Bagaimana sejarah Bupivacaine?
1.2.2. Bagaimana indikasi dan kontraindikasi dari obat Bupivacaine?
1.2.3. Bagaimana mekanisme sintesis Bupivacaine?
1.3.

Tujuan
Tujuan pembahasan makalah adalah sebagai berikut.
1.3.1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Bupivacaine
1.3.2. Untuk mengetahui indikasi dan kontrakindikasi dari penggunaan obat
Bupivacaine
1.3.3. Untuk mengetahui mekanisme sintesis Bupivacaine

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Sejarah Bupivacaine
Sekitar tahun 700 sebelum masehi sampai awal abad ke-19, Erythroxylum
coca (tanaman Koka) telah digunakan untuk terapi anestesi. Beberapa abad
kemudian bahan aktif dari tanaman koka (cocaine/kokain) telah dimurnikan dan
diisolasi oleh Albert Niemann. Pada tahun 1923, Niemann bersama rekanrekannya mengembangkan kokain sintetis, kokain sintetis ini pertama kali
digunakan oleh seorang ahli mata sebagai anestesi lokal dalam bentuk sediaan
injeksi, baik secara subkutan maupun intramuskular.
Golongan anestesi lokal Pipecoloxylidides pertama kali disintesis pada
tahun 1957. Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah Ropivacaine,
Mepivacaine, dan Bupivacaine. Bupivacaine memiliki gugus butil pada piperidin
nitrogen atom, mepivacaine memiliki gugus metil pada piperidine nitrogen atom,
dan ropivacaine memiliki gugus propil pada piperidine nitrogen atom.
Pada tahun 1963, Bupivacaine mulai dipasarkan. Bupivacaine dipilih
karena memiliki efek anestesi lokal yang paling lama jika dibandingkan dengan
obat anestesi lain. Namun seiring berjalannya waktu, mulai muncul kasus
kematian karena serangan jantung pada pasien yang diberi bupivacaine. Kasus
kematian ini dikarenakan bupivacaine secara tidak sengaja diberikan melalui
injeksi intravena dan dosis yang diberikan dapat menyebabkan kardiotoksisitas.

Pada

tahun

Pipecoloxylidides

1977

ditemukan

(Ropivacaine)

fakta

memiliki

bahwa
toksisitas

turunan
yang

propil
lebih

dari

rendah

dibandingkan dengan turunan butyl dari Pipecoloxylidides (Bupivacaine).


Ropivacaine juga memproduksi pola pemblokir ofsensory yang mirip dengan
bupivacaine, tetapi memberikan efek motor block yang lebih rendah jika diberikan
dengan rute pemberian yang berbeda. Ropivacaine adalah obat dengan efek
berbahaya yang rendah jika terjadi overdosis atau kesalahan rute pemberian
melalui intravena.
2.2. Indikasi dan Kontraindikasi Bupivacaine
2.2.1. Farmakologi
Bupivacaine adalah obat anestesi lokal jenis amida yang memiliki
masa kerja panjang dan mula kerja yang pendek. Seperti halnya anestesi
lokal lainnya, bupivacaine akan menyebabkan blokade yang bersifat
reversibel pada perambatan impuls sepanjang serabut saraf, dengan cara
mencegah pergerakan ion-ion natrium melalui membran sel, ke dalam sel.
2.2.2. Penggunaan Bupivacaine untuk Anestesi Spinal
Penggunaan bupivacaine untuk anestesi spinal pada ketinggian
Thorakal X-XII, adalah 2 - 3 jam, dan memberikan relaksasi otot derajat
sedang (moderate). Efek blokade motorik pada otot perut menjadikan obat
ini sesuai untuk digunakan pada operasi-operasi perut yang berlangsung
sekitar 45 - 60 menit. Lama blokade motorik ini tidak melebih durasi
analgesiknya.
Larutan Bupivacaine hiperbarik yang digunakan pada anestesi
spinal, pada saat awal penyebarannya di ruang sub-arachnoid, sangat
dipengaruhi oleh gravitasi. Selain itu, penyebarannya lebih mudah ke arah
cephalad dibanding larutan isobarik, bahkan pada posisi horisontal
sekalipun.
Pada

larutan

isobarik,

tanpa

penambahan

dextrose,

akan

menghasilkan blok yang lebih rendah, tapi berdurasi lebih lama, dibanding
larutan hiperbarik. Sedangkan pada larutan hiperbarik, oleh karena

distribusi pada intrathekal lebih luas dan konsentrasi rata-ratanya yang


lebih rendah, maka durasi kerjanya pun cenderung lebih pendek.
2.2.3. Indikasi
1. Anestesi Intrathekal (sub-arachnoid, spinal) untuk pembedahan.
2. Pembedahan di daerah perut selama 45 - 60 menit (termasuk
operasi Caesar).
3. Pembedahan dibidang urologi dan anggota gerak bawah selama 2 3 jam.
2.2.4. Kontra-Indikasi
1. Hipersensitif terhadap anestesi lokal jenis amida.
2. Penyakit akut dan aktif pada sistem saraf, seperti meningitis,
poliomyelitis,

perdarahan

intrakranial,

dan

demyelinating,

peningkatan tekanan intrakranial, adanya tumor otak atau di daerah


spinal.
3. Stenosis spinal dan penyakit aktif (spondilitis) atau trauma
4.
5.
6.
7.

(fraktur) baru pada tulang belakang.


TBC tulang belakang.
Infeksi pada daerah penyuntikan.
Septikemia.
Anemia pernisiosa dengan degenerasi kombinasi sub-akut pada

medulaspinalis.
8. Gangguan pembekuan darah atau sedang mendapat terapi
antikoagulan secara berkesinambungan.
9. Hipertensi tidak terkontrol.
10. Syok kardiogenik atau hipovolemi.
11. Obstetric paracervical block.
12. Anestesi Intravena (Bier's Block) dan semua pemberian secara
intravena.
2.2.5. Dosis
1. Anestesi spinal pada orang dewasa 7,5 - 20 mg.
2. Penyebaran anestesi tergantung pada beberapa faktor, termasuk di
dalamnya volume larutan dan posisi pasien selama dan setelah
penyuntikan ke rongga sub-arachnoid.
3. Harus dipahami bahwa tingkat anestesi spinal yang dicapai oleh
anestesi lokal tidak dapat diperkirakan pada pasien. Oleh karena

itu penggunaan obat ini hanya boleh digunakan dan diberikan oleh
4.

dokter yang berkompeten.


Bupivacaine dapat diberikan pada penderita anak-anak. Hanya
perlu dipahami bahwa volume cairan serebrospinal pada bayi dan
neonatus relatif lebih tinggi dibanding orang dewasa, sehingga
membutuhkan

5.

dosis/kg

yang

relatif

lebih

besar

untuk

menghasilkan block pada level yang sama.


Dosis yang direkomendasikan untuk anak-anak adalah sebagai

berikut:
a. 0,4 - 0,5 mg/kgBB, untuk bayi dengan BB > 5 kg.
b. 0,3 - 0,4 mg/kgBB, untuk anak-anak dengan BB 5 - 15 kg.
c. 0,25 - 0,3 mg/kgBB, untuk anak-anak > 15 kg.
6. Injeksi spinal hanya boleh diberikan jika ruang subarachnoid
sudah teridentifikasi secara jelas dengan ditandai keluar dan
menetesnya cairan serebrospinal yang jernih, atau terdeteksi oleh
aspirasi cairan serebrospinal
7. Larutan harus segera digunakan setelah ampul terbuka dan sisanya
harus dibuang.
2.2.6. Efek Samping
1. Pada umumnya, hampir semua efek samping yang terjadi pada
anestesi spinal, berhubungan dengan efek blokade pada saraf itu
sendiri, bukan karena efek obatnya, antara lain: hipotensi,
bradikardi, sakit kepala setelah punksi dural.
2. Total blok spinal yang akan menyebabkan terjadinya depresi
kardiovaskuler, yang disebabkan blok pada sistem saraf simpatetis
yang luas, dengan akibat hipotensi, bradikardi, bahkan henti
jantung; dan depresi pernapasan yang disebabkan blokade otototot pernapasan, termasuk otot diafragma.
3. Cedera neurologis, meskipun sangat jarang, seperti parastesi,
anestesi,

kelemahan

motorik,

hilangnya

kontrol sphincter.

Meskipun bersifat reversibel, tetapi dilaporkan juga adanya


gangguan yang bersifat permanen.
4. Reaksi alergi, meskipun jarang, yang berupa dermatitis alergikan,
bronchospasme dan anafilaksis.

5. Toksisitas sistemik akut, seperti mengantuk (drowsiness), gelisah,


excitement, gugup, pandangan kabur, mual, muntah, kekakuan
otot, sampai kejang hingga hilangnya kesadaran dan henti jantung.
Hal ini biasanya akibat terjadinya penyuntikan ke intravaskuler
secara tidak sengaja, yang ditandai rasa tebal di lidah, light
headedness, dizziness, dan tremor yang diikuti dengan kejang dan
gangguan kardiovaskuler.
2.2.7. Interaksi Obat
Bupivacaine harus digunakan secara hati-hati bila diberikan pada
penderita yang menerima obat-obat aritmia dengan aktivitas anestesi lokal,
karena efek toksiknya dapat bersifat aditif. Toksisitasnya meningkat bila
diberikan bersama propanolol.
2.2.8. Overdosis
Meskipun jarang menyebabkan toksisitas sistemik pada pemberian
sesuai aturan pada umumnya, tetapi dengan pemberian yang dilakukan
bersamaan dengan obat anestesi lokal lainnya dapat menyebabkan
terjadinya over dosis dan efek toksisitas sistemik dengan gejala seperti di
atas.
2.2.9. Penanganan Over Dosis
Penanganan over dosis, meliputi pemberian ventilasi yang adekuat,
mengatasi kejang dengan diazepam atau Sodium thiopentone. Jika kejang
belum teratasi dengan obat-obat diatas, dapat diberikan obat-obat
pelumpuh otot yang harus disertai pemasangan dan penggunaan alat bantu
napas (respirator).
Bila terjadi fibrilasi ventrikel atau henti jantung, lakukan resusitasi
kardiovaskuler secara efektif dan berkesinambungan dalam jangka waktu
yang panjang, jika perlu.
2.3. Sintesis Bupivacaine
Sintesis bupivacaine dapat dilakukan dengan dua metode (reaksi) sintesis,
yaitu:
a. Reaksi 1

Pada reaksi ini bahan awal yang digunakan adalah -picolin-2,6-xylidide


(2.2.4) yang memiliki 1 gugus fungsi karbonil yakni amida. Cincin piridin pada
senyawa ini mengalami alkilasi oleh butil bromida menjadi garam piridin (2.2.6).
Kemudian, garam piridin tersebut direduksi oleh H2 dengan menggunakan katalis
platinum oksida menjadi derivat piperidin, yaitu bupivacaine (2.2.7).
b. Reaksi 2

Pada reaksi ini bahan awal yang digunakan adalah piperidine-2-carboxylic


acid chloride yang memiliki gugus fungsi amin (NH2) dan direaksikan dengan
2,6-dimetilanilin yang memiliki gugus fungsi asil (COCl), dimana reaksi yang
terjadi adalah reaksi antara gugus amin dengan gugus karbonil sehingga
membentuk amida (2.2.8). Cincin piperidin dari senyawa amida yang dihasilkan
kemudian mengalami alkilasi oleh butil bromida menjadi bupivacaine (2.2.7).

BAB III
PENUTUP
3.1.
3.1.1

Kesimpulan
Bupivacaine pertama kali disintetis pada tahun 1957 dan dipasarkan pada
tahun 1963. Obat ini memiliki efek anestesi lokal yang tahan lama, namun
lebih bersifat kardiotoksik jika dibandingkan dengan ropivacaine dan

3.1.2

mepivacaine.
Bupivacaine dapat disintesis dari bahan awal -picolin-2,6-xylidide (jalur
1) maupun dari piperidine-2-carboxylic acid chloride (jalur 2). Jalur

pertama melibatkan reaksi alkilasi dengan butil bromida dan reduksi


menggunakan H2 dengan katalis platinum oksida, sedangkan jalur kedua
melibatkan reaksi pembentukan amida dan alkilasi oleh butil bromida.

DAFTAR PUSTAKA
C. Morton FRCA.1997.New Drugs :Ropivacaine.Department of Anaesthetics
Royal Infirmary of Edinburgh, Lauriston Place, Edinburgh EH3 9YW,
United-Kingdom.
Vardanyan, R.S. dan Hruby, V.J. 2006. Synthesis of Essential Drugs. Amsterdam:
Elsevier.
http://smart-pustaka.blogspot.co.id/2012/02/bupivacaine.html

Anda mungkin juga menyukai